ABORTUS
A. Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan pada umur kehamilan <20 minggu
(berat janin 500 gram) atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan (unpad suseno).
Lamanya kehamilan yang normal ialah 280 hari atau 40 minggu dihitung
dari hari pertama haid terakhir. Kadang-kadang kehamilan berakhir sebelum
waktunya dan ada kalanya melebihi waktu yang normal. Berakhirnya kehamilan
menurut lamanya kehamilan dapat dibagi sebagai berikut (obstetric patologis) :
Lamanya kehamilan Berat anak Istilah
<22 minggu
22-28 minggu
28-37 minggu
37-42 minggu
≥42 minggu
<500 gram
500-1000 gram
1000-2500 gram
>2500 gram
Abortus
Partus immaturus
Partus prematurus
Partus maturus
Partus serotinus
B. Klasifikasi
Secara umum, abortus dapat dibagi 2 sebagai berikut :
1. Abortus provocatus (abortus buatan, disengaja, digugurkan adalah abortus
yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan mengakhiri proses
kehamilan) etika kedokteran dan hukum kesehatan
a. Abortus artificialis atau abortus atau abortus therapeuticus (abortus buatan
menurut kaidah ilmu) obstetrpatologi.
Abortus ini bersifat legal yang dilakukan berdasarkan indikasi
medik etika kedokteran. Indikasi untuk abortus therapeuticus misalnya : penyakit
jantung, hipertensi essensial, karsinoma cervix. Keputusan ini ditentuka oleh
tim ahli yang terdiri dari dokter, ahli kebidanan, penyakit dalam dan pskiatri
atau psikolog obstetri patologis. Abortus buatan legal ini dilakukan dengan cara
tindakan operatif (paling sering dengan cara kuretase, aspirasi vakum) atau
dengan cara medikal.
Dalam deklarasi Oslo (1970) dan UU No 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, mengenai abortus buatan legal terdapat ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
Abortus buatan legal hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik
yang keputusannya disetuju secara tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih
berkat kopetensi profesional mereka dan prosedur operasionalnya
dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten di instalasi yang diakui
suatu otoritas yang sah, dengan syarat tindakan tersebut disetujui oleh ibu
hamil bersangkutan, suami atau keluarga.
Jika dokter yang melaksanakan tindakan tersebut merasa bahwa hati
nuraninya tidak membenarkan ia melakukan pengguguran iu. Ia berhak
mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu
kepada teman sejawa lain yang kompeten.
Yang dimaksud dengan indikasi medis dalam abortus buatan legal ii
adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan
tersebut tanpa tindakan tersebut dapat membahayakan jiwa ibu atau
adanya ancaman gangguan fisik, mental dan psikososial jika kehamilan
dilanjutkan, atau resiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan
menderita cacat mental atau cacat fisik yang berat.
Hak utama untuk meberikan persetujuan tindakan medik adalah pada ibu
hamil yang bersangkutan, namun pada keadaan tidak sadar atau tidak
dapat memberikan persetujuannya dapat diminta pada suaminya/wali yang
sah.
b. Abortus provocatus criminalis (abortus buatan kriminal) adalah pengguguran
kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang
dan dilarang oleh hukum. Abortus ini bersifat ilegal dan dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang kompeten maupun tenaga yang tidak kompetenetika
kedokteran. Berdasarkan lafal sumpah Hipokrates, Lafal Sumpah Dokter
Indonesia dan International Code of Medical Ethics maupun KODEKI, setiap
dokter wajib menghormati dan melindungi mahluk hidup insani, Karena itu,
aborsi berdasarkan indikasi nonmedik merupakan hal yang tidak etis
dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan, terutama seorang dokter etika kedokteran.
Aborsi yang dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten biasanya dengaan
cara memijit-mijit perut bagian bawah, memasukan benda asing atau jenis
tumbuh-tumbuhan/rumput-rumputan kedalam leher rahim daan pemakaian
bahan-bahan kimia yang dimasukan kedalam jalan lahir sehingga sering
terjadi perdarahan dan infeksi berat, bahkan dapat berakibat fataletika kedokteran.
Kemungkinan adanya abortus provokatus kriminalis harus dipertimbangkan
bila ditemukan abortus febrilis. Adapun bahaya yang dari abortus buatan
kriminais adalahobstetri patologi :
Infeksi
Infertilitas sekunder
kematian
2. Abortus spontan
a. Definisi
Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa tindakan mekanis atau
medis unuk mengosongkan uterus. (wiliamobstetri).
b. Etiologi
Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus spontan
yaitu faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal.
Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan
kira-kira setengah dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom.
Setelah melewati trimester pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya
anomali kromosom berkurang (Cunningham et al., 2005).
1) Faktor Fetus
Berdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia,
sekitar 50 hingga 60 persen dari abortus spontan yang terjadi pada
trimester pertama mempunyai kelainan kariotipe. Kelainan pada
kromosom ini adalah seperti autosomal trisomy, monosomy X dan
polyploidy (Lebedev et al., 2004). Abnormalitas kromosom adalah hal
yang utama pada embrio dan janin yang mengalami abortus spontan, serta
merupakan sebagian besar dari kegagalan kehamilan dini. Kelainan dalam
jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada kelainan struktur
kromosom. Abnormalitas kromosom secara struktural dapat diturunkan
oleh salah satu dari kedua orang tuanya yang menjadi pembawa
abnormalitas tersebut (Cunningham et al., 2005).
2) Faktor ibu
Menurut Sotiriadis dan kawan-kawan (2004), ibu hamil yang mempunyai
riwayat keguguran memiliki risiko yang tinggi untuk terjadi keguguran
pada kehamilan seterusnya terutama pada ibu yang berusia lebih tua. Pada
wanita hamil yang mempunyai riwayat keguguran tiga kali berturut turut,
risiko untuk terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya adalah sebesar
50 persen (Kleinhaus et al., 2006; Berek, 2007). Berbagai penyakit infeksi,
penyakit kronis, kelainan endokrin, kekurangan nutrisi, alkohol, tembakau,
deformitas uterus ataupun serviks, kesamaan dan ketidaksamaan
immunologik kedua orang tua dan trauma emosional maupun fisik dapat
menyebabkan abortus, meskipun bukti korelasi tersebut tidak selalu
meyakinkan. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urelyticum dari
traktus genitalis beberapa wanita yang mengalami abortus, mengarahkan
pada hipotesis bahwa infeksi mycoplasma yang mengenai traktus genitalis,
merupakan abortifasient. Pada kehamilan lanjut, persalinan prematur dapat
ditimbulkan oleh penyakit sistemik yang berat pada ibu. Hipertensi jarang
menyebabkan abortus, tetapi dapat mengakibatkan kematian janin dan
persalinan prematur. Abortus sering disebabkan, mungkin tanpa alasan
yang adekuat, kekurangan sekresi progesteron yang pertama oleh korpus
luteum dan kemudian oleh trofoblast. Karena progesteron
mempertahankan desidua, defisiensi relatif secara teoritis mengganggu
nutrisi konseptus dan dengan demikian mengakibatkan kematian. Pada
saat ini, tampak bahwa hanya malnutrisi umum yang berat merupakan
predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Wanita yang merokok
diketahui lebih sering mengalami abortus spontan daripada wanita yang
tidak merokok. Alkohol dinyatakan meningkatkan resiko abortus spontan,
meskipun hanya digunakan dalam jumlah sedang (Cunningham et al.,
2005). Kira-kira 10 persen hingga 15 persen wanita hamil yang mengalami
keguguran berulang mempunyai kelainan pada rahim seperti septum
parsial atau lengkap. Anomali ini dapat menyebabkan keguguran melalui
implantasi yang tidak sempurna karena vaskularisasi abnormal, distensi
uterus, perkembangan plasenta yang abnormal dan peningkatan
kontraktilitas uterus (Kiwi, 2006).
c. Patogenesis
kebanyakan abortus
spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan
perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan
nekrotikvpada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan
akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau
sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal
ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi
pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu
ditekankan bahwa pada abortus spontan,
kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu sebelum
perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak
layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak
dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis
belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah
terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion
tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat
hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau
terjadi abortus. Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara:
1) Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan
sisa desidua.
2) Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion
dan desidua.
3) Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan
janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin
yang dikeluarkan).
4) Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan
atau infeksi lebih lanjut.
d. Pemeriksaan penunjang diagnostik
1) Laboratorium
Darah lengkap
Kadar haemoglobih rendah akibat anemia haemorrhagik.
LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
2) Tes kehamilan
Penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG adalah prediktif.
terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum, abortus spontan atau
kehamilan ektopik).
3) Ultrasonografi
USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 – 5 minggu.
Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia
kehamilan 5 – 6 minggu). Dengan melakukan dan menginterpretasi secara
cermat, pemeriksaan USG dapat digunakan untuk menentukan apakah
kehamilan viabel atau non-viabel. Pada abortus imimnen, mungkin terlihat
adanya kantung kehamilan (gestational sac GS) dan embrio yang normal.
Prognosis buruk bila dijumpai adanya :
Kantung kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan dan
tidak adanya kutub janin.
Perdarahan retrochorionic yang luas (>25% ukuran kantung kehamilan)
Frekuensi DJJ yang perlahan ( < 85 dpm ).
Pada abortus inkompletus, kantung kehamilan umumnya pipih dan
iregular serta terlihat adanya jaringan plasenta sebagai masa yang echogenik
dalam cavum uteri.
Pada abortus kompletus, endometrium nampak saling mendekat tanpa
visualisasi adanya hasil konsepsi. Pada missed abortion, terlihat adanya
embrio atau janin tanpa ada detik jantung janin.
Pada blighted ovum, terlihat adanya kantung kehamilan abnormal tanpa
yolk sac atau embrio
e. Klasifikasi
1) Abortus imminens (threatened abortion, abortus mengancam).
Abortus imminens ialah proses awal dari suatu keguguran, yang
ditandai dengan perarahan pervaginam, sementara ostium uteri eksternum
masih tertutup dan janin masih baik intrauterin.
Didiagnosa apabila seorang wanita dengan kehamilan < 20
minggumengeluarkan darah sedikit pervaginam. Perdarahan dapat
berlangsung beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit
nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi.
Setengah dari abortus iminens ini akan menjadi abortus komplit atau
inkomplit, sedangkan sisanya kehamilan masih terus berlangsung. Pada
kasus ini ada resiko untuk terjadinya gangguan pertumbuhan janin dan
prematuritas
Perdarahan yang sedikit pada hamil muda mungkin juga
disebabkan oleh hal-hal lain seperti placental sign, ialah perdarahan
daripembuluh-pembuluh darah sekitar plasenta. Erosi porsio lebih mudah
berdarah pada kehamilan, demikian juga polip serviks, ulserasi vagina,
karsinoma serviks, kehamilan ektopik, kelainan trofoblas harus dibedakan
dari abortus imminens karena dapat memberikan perdarahan pervaginam.
Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina, atau
karsinoma serviks. Sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan
ultrasonografi.
Dasar Diagnosis Abortus Immines secara Klinis
Anamnesis
perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada atau ringan
Pemeriksaan dalam :
fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan besar uterus sesuai
dengan umur kehamilan
Pemeriksaan penunjang
Hasil USG dapat menunjukan buah kehamilan masih utuh (ada tanda
kehidupan janin), meragukan, buah kehamilan tidak baik.
Pengelolaan
bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin : bed rest selaa 3x24
jam dan pemberian preparat progesteron bila ada indikasi (bila kadar
<5-10 nanogram).
bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2 minggu,
kemudian bila hasil USG tidak baik, evakuasi.
2) Abortus incipiens (inevitable abortion, abortus yang sedang berlangsung)
Abortus incipiens adalah proses abortus yang sedang berlangsung dan
tidak dapat lagi dicegah, ditandai dengan terbukanya ostium eksternum,
selain perdarahanobstetri dan ginekologi
Didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak,
kadang-kadang keluar gumpalan darah, disertai nyeri karena kontraksi
rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa
dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat
menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat
meyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan.
Janin biasanya sudah mati, dan mempertahankan kehamilan pada
keadaan ini merupakan kontraindikasi obstetripatologis.
Dasar diagnosis
Anamnesis : perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/kontraksi rahim
Pemeriksaan dalam : Ostium terbuk, buah kehamilan masih dalam
rahim, an ketuban utuh (mungkin menonjol)
Pengelolaan
Evakuasi
Uterotonika pasca evakuasi
Antibiotika selama 3 hari
3) Abortus inkomplit
Abotus inkomplit adalah Proses abortus dimana keseluruhan hasil
konsepsi telah keluar melalui jalan lahir.
Didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba
pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta).
Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu.
Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang
dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus
akan berusaha untuk mengeluarkannya dengan mengandalkan kontraksi
sehingga ibu merasakan nyeri namun tidak sehebat pada abortus insipiens.
Pada beberpa kasus perdarahan tidak banyak, dan bila dibiarkan serviks
kan menutup kembali.
Dasar Diagnosis
Anamnesis
Perdarahan dari jalan lahir (biaanya banyak), nyeri/kontraksi rahim ada
dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.
Pemeriksaan dalam
Ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah kehamilan.
Pengelolaan
Perbaiki keadaan umum : bila ada syok, atasi dahulu syok (perbaiki
keadaan umum)
Transfusi bila Hb < 8 gr%
Evakuasi : digital, kuretasi
Uterotonika (metil ergometrin tablet 3 dd 0,125 mg)
Beri antibiotika spektrum luas selama 3 hari
4) Abortus komplit
Abortus komplit adalah proses abortus dimana keseluruhan hasil
konsepsi telah keluar melalui jalan lahir. Pada keadaan ini, kuretase tidak
perlu dilakukan. Pada setiap abortus penting untuk selalu memeriksa
jaringan yang dilahirkan apakah komplit atau tidak dan untuk mmbedakan
dengan kelainan trofoblas (Mola Hidatidosa).
Pada abortus komplit, perdarahan segera berkurang setelah isi
rahim dikeluarkan dan selambatn-lambatnya dalam 10 hari perdarahan
berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan
epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Jika
10 hari stelah abortus masih terdapat perdarahan, abortus inkomplit atau
endometritis pasca abortus harus dipikirkan.
Gambaran Klinis
Anamnesis : Perdarahan dari jalan lahir sedikit, pernah keluar buah
kehamilan
Pemeriksaan dalam : Ostium biasanya tertutup, bila ostium terbuka
teraba rongga uterus kosong.
Pengelolaan
Beri antibiotika selama 3 hari
5) Missed abortion
Berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20 minggu, namun buah
kehamilan yang telah mati tertahan selama 8 minggu atau lebih. Dengan
pemeriksaan USG tampak janin tidak utuh dan membentuk gambaran
kompleks, tetapi diagnosis USG tidak selalu harus tertahan ≥ 8 minggu.
Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan pervaginam
sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus imminens. Selanjutnya,
rahim tidak membesar, bahkan rahim mengacil karena absorbsi air
ketuban dan maserasi janin. Buah dada pun mengecil kembali. Gejala-
gejala lain yang penting tidak ada, hanya saja amenorrhea berlangsung
terus. Abortus spontan biasanya berakhir selambat-lambatnya 6 minggu
setelah janin mati.
Kalau janin mati pada kehamilan yang masih muda sekali, janin
akan lebih cepat dikeluaran. Sebaliknya, jika kematian janin terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut, retensi janin akan lebih lama.
Kematian embrio pada kehamilan 8 minggu
Terlihat dinding kantung kehamilan (GS) yang iregular dan Yolk sac yang
mengempis
Dasar diagnosis
Anamnesis
Perdarahan bisa ada atau tidak
Pemeriksaan obstetri
Fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan bunyi jantung tidak
ada.
Pemeriksaan penunjang
USG, Laboratorium (Hb,tromboit, fibriogen, waktu perdarahan, waktu
pembekuan dan protrombin)
Pengelolaan pedoman diadnosis dan terapi obstetri dan gin rs hasan
Evakuasi. Pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup,
sehingga perlu tindakan dilatasi. Tindakan kuretase hendaknya
dilakukan dengan hati-hati karena pada keadaan ini biasanya plasenta
bisa melekat sangat erat sehingga prosedr kuretase lebih sulit dan dapat
beresiko tidak bersih/ perdarahan pasca kuretase.
uterotonika pasca evakuasi
antibiotik selama 3 hari
6) Abortus habitualis
Didiagnosis apabila abortus spontan terjadi 3 kali berturut-turut atau lebih.
Lebih sering terjadi pada primitua. Etiologi abortus ini ialah kelainan
genetik/kromosomal, kelianan hormonal (imunologik) dan kelainan
anatomis. Pengelolaan abortus habitualis tergantung pada etiologinya.
Pada kelainan antomi, mungkin dapat dilakukanm operasi Shridokar atau
McDonaldobstetri patologi.
7) Abortus febrilis
Abortus febrilis adalah abortus inkomplit atau abortus insipiens
yang disertai infeksi. Manifestasi klinin ditandai dengan adanya demam,
lokia yang berbau busuk, nyeri diatas simpisis atau diperut bawah,
abdomen kembiung atau tegang sebagai tanda peritonitis. Abortus ini
dapat menimbulkan syok endotoksin. Keadaan hipotermi pada umumnya
menandakan sepsis.
Dasar diagnosis
Anamnesis
Waktu masuk rumah sakit mungkin disertai syok septik
Pemeriksaan dalam
Ostium uteri umumnya terbuka dan eraba sisa jaringan, rahim maupun
adneksa nyeri ada perabaan dan fluksus berbau.
Pengelolaan suseno
Perbaiki keadaan umum (seperti infus, transfusi dan atasi syok septik
bila ada)
Posisi fowler
pemberian antibiotik seama 24 jam intravena, dilanjutkan dengan
evakuasi digital atau kuret tumpul
uterotonika
.
C. Teknik Abortus
Abortus dapat dilakukan baik secara medis maupun bedah. Dalam suat uji klinis
teracak tentang efektivitas dan aksetabilitas teknik-teknik ini, Creinin (2000)
melaporkan bahwa abrtus medis tampaknya sedikit lebih murah dibanding cara cara
bedah. Sebelum suatu abortus elektif dilaksanakan, apabila dijumpai vaginosis
bakteriali, wanita yang bersangkutan perlu diterai dengan metronidazol untuk
mengurangi angka infeksi pasca operasi (larssn dkk. 1992). Pemberian krin
kindamisin 2 persen ke vagina selama 3 hari menurunkan infeksi panggul pasca
abortus empat kali lipat dibanding dengan placebo (arsson dkk., 2000).
1.`Teknik bedah untuk abortus
Kehamilan dapat dikeluarkan secara bedah melalui serviks yang telah dibuka atau
melalui abdomen dengan histerotomi atau histerektomi.
a. Dilatasi dan kuretase
Abortus bedah dilakukan mula-mula dengan mendilatasi serviks dan
kemudian mengosongkan uterus dan mengeok isi uterus (kuretase tajam)
secara mekanis, melakukan aspirasi vakum (kuretase isap), atau keduanya.
Teknik untuk vakum manual telah di ulas oleh Mac Isaac dan Jones (2000).
Kemungkinan terjadi penyulit termasuk perforasi uterus, laserasi serviks,
perdarahan, pengeluaran janin dan plasenta yang tidak lengkap dan infeksi
akan meningkat setelah setelah trimester pertama. Atas alasan ini, kuretase
atau aspirasi vakum seyogyanya dilakukan sebelum 14 minggu. Untuk usia
gestasi lebih dari 16 minggu, dipilih dilakukan dilatasi dan evakuasi(D & E),
ini terdiri dari dilatasi serviks secara luas di ikuti dengan destruksi mekanik
dan evakuasi mekanis bagian-bagian janain. Setelah janin seluruhnya
dikeluarkan, digunan kuret vakum berlubang bsar intuk mengeluarkan
plasenta dan jaringan yang tersisa. Dilatasi dan estkstrasi (D&X) serupa
dengan D&E, kecuali bahwa pada D&X bagian janin pertama kali di
ekstraksi melalui serviks yang telah membuka untuk mempermudah tindakan.
Tanpa adanya penyakit sistmk pada ibu, kehamilan biasanya diakhiridengan
kuretase atau evakuasi/ekstasi tanpa rawat inap.
1) Dilatasi
Teknik dilatasi dapat dilakukan dengan menggunakan :
Dilator higroskopik
Trauma akibat dilatasi mekanik dapat dikurangi dengan
menggunakan suatu alat yang secara perlahan membuka serviks. Alat
ini menar air dari jaringan serviks dan juga digunakan untuk
pematangan serviks prainduksi. Batang laminara sering digunakan
untuk membantu membuka serviks. Alat ini dibuat dari tangkai
laminaria digitata atau laminaria japonica, suatu ganggang laut coklat.
Tangkai dipotong, dikupas, dibentuk, dikeringkan, di sterilisasikan dan
dikemas sesai ukuran ( kecil, diameter 3 sampai 5 mm, sedang 6-8 mm
dan besar 8-10 m). Laminaria yang higroskopis kuat diperkirakan
bekerja dengan cara menarik air dari kompleks proteoglikan, sehingga
kompleks ini mengalami penguraian dan menyebabkan serviks melunak
dan membuka.
Prostaglandin
Selain menggunakan dilator hogroskopik agar serviks melunak
dapat digunakan pesarium (supositoria) prostaglandin yang dimasukan
kedalam vagina sampai serviks sekitar 3 jam sebelum upaya dilatasi
dilakukan. Chen dan Edler (1983) melaporkan hasil yang baik dari
penggunaan 1 mg prostaglandin E1 metil ester. Beberapa bentuk
prostaglandin yang lebih baru pernah digunakan untuk menginduksi
persalinan atau untuk mendatarkan serviks sebelum induksi persalinan.
Banyak produk serupa yang pernah digunakan untuk menyiapkan
serviks sebelum dilatasi mekanik atau induksi aborsi.
2) Teknik kuretase
Bibir serviks anterior dijepit dengan tenakulum bergerigi. Anastetik lokal
misalnya lidokain 1 atau 2 persen sebanyak 5 ml disuntikan secara
bilateral kedalam serviks. Cara lain, digunakan blok paraservikal.
Uterus disonde dengan hati-hati untuk mengidentifikasi status os internum
dan untuk memastikan ukuran dan posisi uterus. Serviks diperlebar lebih
lanjut dengan dilator hegar atau pratt sampai kuret hisap aspirasi vakum
dengan diameter memadai dapat dimasukan. Jari keempat ke lima tangan
yang memaukkan dilator harus diletakan di perineum dan bokong sewaktu
dilator didorong melewati os internum. Hal ini merupakan pengamanan
tambahan agar tidak terjadi perforasi uterus.
Kemudian digunakan kuretase isap untuk mengaspirasi produk kehamilan.
Aspirator vakum digerakan diatas permukan secara sistematis agar seluruh
rongga uterus tercakup. Apabila hal ini telah dilakukan dan tidak ada lagi
jaringan yang terhisap, dilakukan kuretase tajam dengan hati-hati apabila
diperkiraan masih ada potongan janin atau plasenta. Perforas jarag terjadi
pada saat kuret digerakan ke bawah, tetapi dapat terjadi saat memasukan
setiap instrumen kedalam uterus.
b. Laparatomi
Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen untuk abortus
lebih disukai daripada kuretae atau induksi medis. Apabila terdapat penyakit
yang cukup signifikan pada uterus, histerektomi mungkin merupakan terapi
yang ideal. Kadang-kadang histeretomi atau histerektomi perlu dilakukan
karena induksi medis pada kehamilan trimester kedua gagal.
2. Induksi abortus secara medis
Oksitosin
Pemberian oksitosin dosis tinggi dalam sedikit cairan intravena dapat
menginduksi abortus pada kehamilan trimester kedua. Salah satu regimen yang
terbukti efektif adalah campuran 10 ampul oksitosin 1 ml (10 IU/ml) kedalam
1000 ml larutan ringer lakktat. Larutan ini mengandung 100 mU oksitosin per
ml. Infus iv dimuai dengan kecepatan 0,5 ml/menit ( 50 mU/menit). Kecepata
infus ditambah setiap 15-30 menit sampai maksimum 2 ml/menit (200
mU/menit). Kemungkinan keberhasilan induksi dengan oksitosis dosis tinggi
ini dapat dipengaruhi dengan penggunaan dilator higroskopik seperti laminaria
tents yang di masukkan pada malam sebelumnya.
Larutan hiperosmoti intraamnion
Agar terjadi abortus pada trimester kedua, dapat dilakuka penyuntikan 20
sampai 25 persen salin atau urea 30 samai 40 persen kedalam kantung amnion
untuk merangsang kontraksi uterus dan pembukaan serviks. Mekanismenya
larutan ini akan merusak membran janin yang mengakibatkan pembebasan
enzim-enzim fosfolpase. Enzim-enzim ini akan memecah asam arakidonat dati
tempat penyimpanannya daam membran janin. Asam arakidonat yang dilepas
kemudian berubah menjadi prostaglandin yang akan menyebabkan kontraksi
uterus dan dilatasi serviks. Menurut american college of obstetricians and
gynecologist (1987), cara ini telah digantikan oleh dilatasi dan evakuai.
Manfaat dari tekik dilatasi atau evakuasi antaralain kecepatn, biaya lebih
rendah,dan jarang menyebabkan nyeri dan trauma.
Salin hipertonik dapat menimbulkan penyulit serius, termasuk kematian
(jasnosz dkk., 1993) penyulit lain mencangkup
Krisis hiperosmolar akibat masuknya sain hipertonik kedalam sirkulasi
ibu.
Gsgsl jsnung
Dyok septik
Peritonitis
Perdarahan
DIC
Intoksikasi air
Prostaglandin
Prostaglandin dan analognya dapat di gunakan untuk terminasi kehamilan
terutama pada trimester kedua. Yang paling umum di gunakan adalah
prostaglandin E2, prostaglandin F2, dan analog-analognya, terutama 15
metilprostaglandin F2 methyl ester, PGE1 metil ester(gemeprost), dan
misopristol.
Teknik . prostaglandin dapat bekerja secara efekttif pada serviks dan uterus
apabila :
(1) Dimasukan ke vagina sebagai supositoria atau pesariu tepat didekat serviks
(2) Diberikan sebagai gel melalui sebuah kateter kedalam kanalis servikalis
dan bagian paling bawah uterus secara ekstraovular
(3) Disuntikan intramuskular
(4) Disuntikkan kedalam kantung amnion melalui amniosintesis
(5) Diminum peroral
Dosis penggunaan prostaglandin pada trimester kedua
(a) Prostaglandine E2
20 mg Prostaglandine E2 intravaginal pada fornix posterior
Efek samping : mual dan muntah, demam dan diare
(b) Prostaglandine E1
600 ug intra vagina diikuti dengan pemberian 400 ug setiap 4 jam
Ramsey dkk (2004) : tehnik ini lebih efektif dibandingkan oksitosin
infuse dosis tinggi
RU 486(mifepriston)
Antiprogesteron oral ini di gunakan untuk menghasilkan efek aborsi pada awal
gestasi. Dosis single 600 mg RU 486 efektif jika di berikan terutama pada
gestasi 6 minggu, trimester pertama. Menurut penelitian lelaidier dkk., 1993
menjelaskan bahwa pemberian 486 dsis tunggal 600 mg yang diberikan
sebelum gestasi 6 minggu menyebabkan abortus pada 85 persen kasus dan saat
diberikan pada kehamilan trimester pertama yang tidak tumbuh, mifepriston
dosis tunggal 600 mg memicu ekspulsi pada 82 persen wanita. Selain itu, RU
486 juga memiliki efektivitas yang tinggi untuk kontrasepsi emergensi post
coitus jika di berikan sebelum 72 jam. Penambahan berbagai prostaglandin
oral, pervaginam atau suntikan ke regimen ini menghasilkan angka abortus
sebesar 95 persen atau lebih. Efek samping dari RU 486 adalah mual, muntah
dan kram pencernaan.
Regimen Aborsi Medikamentosa Untuk Kehamilan Muda :
Mifepristone + Misoprostol
oMifepristone 100 – 600 mg p.o diikuti dengan
oMisoprostol 400ug p.o atau 800 ug per vaginam dalam waktu 6 – 72 jam
Sumber : (ACOG 2001b, Borgatta 2001; Creinin 2001,2004 ; Pymar 2001,
Schaff 2000, von Hertzen 2003; Wiebe 1999, 2002)
Epostan
Inhibitor hiidroksi steroid-3β dehidrogenae ini menghambat sintesis
progesteron endogen. Apabila diberikan dalam 4 minggu setelah hari pertama
haid terakhir, obat ini akan memicu abortus pada sekitar 85 % wanita (Crooij
dkk., 1988)
VIII. PENYULIT
Kebanyakan penyulit dari abortus disebabkan abortus kriminalis walaupun dapat
timbul juga pada abortus yang spontan.
Perdarahan yang hebat
Kerusakan serviks
Infeksi, kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba dapat
menimbulkan infertilitas
Renal failure (faal ginjal rusak); disebabkan karena infeksi dan syok. Pada
pasien dengan abortus, diurese harus selalu diperhatikan.
Syok bakterial; terjadi syok yang berat yang disebabkan toksin-toksin.
Perforasi, terjadi saat kuretase atau karena abortus kriminalis.
IX. PENCEGAHAN
Sebagian besar abortus tidak dapat dicegah terutama apabila penyebabnya
adalah kelainan kromosom. Tetapi beberapa abortus dapat dicegah dengan
pencegahan dan pengobatan penyakit ibu sebelum kehamilan, Pre Natal Care
sejak dini, diabetes dan hipertensi yang terkontrol, serta proteksi ibu terhadap
mikroorganisme penyebab infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sastrawinata, R. S, Kelainan Lamanya Kehamilan, Obstetri Patologi.
1981. Bandung : Bagian Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Bandung. Hal 7-18.
2. Sastrawinata, R. S, Terapi Operatif Abortus, Obstetri Operatif. 1981.
Bandung : Bagian Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran Bandung. Hal 9-18.
3. Krisnadi R.S., Mose J.C., Effendi J.S., Kelainan Lamanya Kehamilan,
Padoman Diagnosis dan Trapi Obstetri dan Ginekologi RS DR. Hasan
Sadikin. 2005. Bandung : Bagian Obstetri Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Hal 41-49.
4. DeCherney AH, Pernol ML. Current Obstetric and Gynecologic
Diagnostic and Treatment. 1990. Connecticut : Pleton dan Lange.
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Gilstap L.C, Houth J.C,
Wenstrom K.D. William Obstetrics 22th ed. 2005. London : McGraw-
Hill.
6. Chamberlain, G. Steer, P, J. Sporadic and Recurrent miscarriage, in
Trunbull”s Obstetrics. 2002. London : Churli Livingstone.