Nyeri Kepala Pada Perdarahan Subarachnoid : Laporan Kasus
Wiratmono Rahmadi1, Jimmy Eko Budi Hartono2
Abstrak
Pendahuluan. Perdarahan subarachnoid (PSA) adalah salah satu jenis stroke, dan sekitar 1-7% dari semua stroke disebabkan oleh PSA. PSA merupakan salah satu kedaruratan medis dan dapat menyebabkan kematian atau kecacatan walaupun sudah didiagnosa dan ditangani sedini mungkin. Angka kematian pada PSA mencapai 50% dan sekitar 10-15% penderita meninggal sebelum sampai di rumah sakit, dan pasien-pasien yang dapat sembuh sering masih mengalami kecacatan neurologis maupun kognitif. PSA harus dipertimbangkan sebagai salah satu penyebab yang mungkin pada semua kasus nyeri kepala akut yang mendadak, dan harus dilakukan upaya untuk mengenali perdarahan subarachnoid yang ringan, karena diagnosanya masih sering terlewatkan.
Metode. Kami melaporkan dua kasus pasien dengan perdarahan subarachnoid, yang dirawat inap di RSU dr.Kariadi Semarang pada bulan Agustus-September 2012.
Hasil. Kasus 1. Seorang wanita usia 51 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala mendadak. Hasil pemeriksaan neurologis didapatkan kaku kuduk. Dilakukan MSCT kepala dan didapatkan suatu perdarahan subarachnoid. Kasus 2. Seorang wanita usia 48 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala mendadak, kemudian diikuti kejang dan penurunan kesadaran. Dari pemeriksaan neurologis didapatkan kaku kuduk dan hemiparesis sinistra spastik. Dilakukan MSCT kepala dan didapatkan suatu perdarahan subarachnoid. Imajing dengan MSCT angiografi menunjukkan adanya aneurisma sakuler di a.cerebri media kanan.
Kesimpulan. Pada pasien-pasien dengan nyeri kepala akut yang mendadak, harus dicurigai suatu perdarahan subarachnoid sebagai salah satu kemungkinan penyebabnya.
Kata kunci: nyeri kepala mendadak, perdarahan subarachnoid, stroke.
1. PPDS Neurologi FK Undip/RSU dr.Kariadi Semarang
2. Staf pengajar bagian Neurologi FK Undip/RSU dr.Kariadi Semarang
1
Cephalgia on Patients With Subarachnoid Hemorrhage : A Case Report
Wiratmono Rahmadi1, Jimmy Eko Budi Hartono2
Abstract
Introduction. SAH is a form of stroke and comprises 1–7% of all strokes. It is a medical emergency and can lead to death or severe disability even when recognized and treated at an early stage. Up to half of all cases of SAH are fatal and 10–15% of casualties die before reaching a hospital, and those who survive often have neurological or cognitive impairment. SAH should be considered as a possible cause of all sudden and/or unusual headaches, and every attempt should be made to recognize mild SAHs, as they are still frequently misdiagnosed.
Method. We report two cases of patients with subarachnoid bleeding, admitted and treated at RSU dr. Kariadi Semarang during August-September 2012.
Results. Case 1. A woman, 51 years-old, complaining of sudden, acute headache. Neurological examination revealed neck stiffness. A head CT was taken and the result was subarachnoid hemorrhage. Case 2. A woman, 48 years-old, complaining of a sudden, acute headache, followed by a seizure and loss of consciousness. Neurological examination revealed neck stiffness and left spastic hemiparesis. Brain MSCT revealed a subarachnoid hemorrhage, confirmed with CT angiography, which revealed a saccular aneurysm on right middle cerebral artery.
Conclusion. For every patients presenting with a sudden acute cephalgia, we must consider subarachnoid hemorrhage as one of the possible causes.
Keywords: sudden headache, subarachnoid bleeding, stroke.
1. Resident,Neurology Dept. RSU dr. Kariadi Semarang
2. Lecturer, Neurology Dept. RSU dr. Kariadi Semarang
2
Tinjauan Pustaka
PERDARAHAN SUBARACHNOID
PENDAHULUAN
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak
dan selaput otak (rongga subaraknoid). Perdarahan subarachnoid merupakan penemuan
yang sering pada trauma kepala akibat dari yang paling sering adalah robeknya pembuluh
darah leptomeningeal pada vertex di mana terjadi pergerakan otak yang besar sebagai
dampak, atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh darah serebral major. Pasien
yang mampu bertahan dari pendarahan subarachoid kadang mengalami adhessi anachnoid,
obstruksi aliran cairan cerebrospinal dan hidrocepalus. Cedera intrkarnial yang lain kadang
juga dapat terjadi.1
Perdarahan subarachnoid, dapat diidentifikasi pada CT-scan sebagai jaringan dengan
densitas tinggi (40 – 90 Hu). Menggantikan cairan serebrospinal di interhemisfer atau fissura
silvii, sulcus cerebral atau sisterna basalis. Jika pendarahan subarachnoid luas maka bentuk
arah infundibulum atau cabang arteri karotis pada sisterna nampak sebagai filing deffect
pada darah intrasisternal yang hiperdens. Meskipun pemeriksaan CT-scan sangat akurat
untuk mendeteksi pendarahan subarachnoid yang baru untuk mengetahui adanya darah
disubarachnoid di interhemisferik falxcerebri yang relatif memiliki densitas dan sulit
dideteksi. Pendarahan subarachnoid biasanya meluas sampai pada sulcus paramedian,
mengakibatkan penampakan densitas dan irreguler, setelah beberapa hari pemeriksaan CT
Scan biasanya menunjukkan pembersihan darah subarachnoid disekitar falxcerebri,
sebaliknya pendarahan subdural interhemisferik secara tipikal terlihat sebagai bentuk baji,
tepi halus, zona densitas tinggi.2
Pada pasien dengan trauma kepala, pendarahan subarachnoid saat muncul biasanya
terbatas pada satu atau dua sulci, pendarahan subarachnoid yang luas, menunjukkan
adanya ruptur dari aneurisma atau pseudoaneurisma dan kadang merupakan indikasi untuk
pemeriksaan angiografi. Aneurisma konsenital biasanya berlokasi pada ciculus willisi dan
pseudoaneurisma berlokasi pada pembuluh darah yang dapat merengang akibat pergeseran
otak misalnya arteri cerebral anterior dibawah falx cerebri. 1
3
ANATOMI
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah
pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater. 3
1. Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan
suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang
melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah
untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di
antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di
antara bagian-bagian otak.
Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga
membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang
itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal darinya
membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua hemispherium terdapat
invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis
ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu
dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior
cavum cranii sedemikian rupa sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya
sendiri. Tentorium cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan
letaknya di fossa craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os
occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia
meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-
saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.
2. Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi
spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan
4
dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman
padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.
Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam sinus-
sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi arachnoidea).
Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae
lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Pada
orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares) dan
berinvaginasi ke dalam vena diploe.
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara
relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut
menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini
disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang
berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan
dengan rongga sub arachnoid umum.
Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas subarachnoid
di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini bersinambung dengan
rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons
mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang
lebar di antara ke dua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di
ats chiasma opticum, cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna
interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis,
dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).
5
Gambar 1. Lapisan-lapisan selaput otak/meninges
Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi
permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di
seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus
callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis,
dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk
membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas
atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.
EPIDEMIOLOGI4
Frekuensi
Amerika Serikat
Tiap tahun insiden dari perdarahan subarachnoid akibat nontraumatik aneruysmal
adalah 6-25 kasus per 100.000. Lebih dari 27.000 orang amerika menderita ruptur
aneurisma intracranial tiap tahun. Insiden tiap tahun meningkat dan tak bisa diperkirakan
karena kematian disertai dengan alasan lain yaitu tidak dikonfirmasi dengan autopsi.
6
International
Berbagai insiden perdarahan subarachnoid (SAH) telah dilaporkan di seluruh dunia
(2-49 kasus per 100.000).
Mortalitas/Morbiditas
Kira-kira 10-15% pasien meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Mortalitas rate
meningkat hingga 40% dalam minggu pertama. Sekitar 50% meninggal dalam 6 bulan
pertama. Mortalitas dan morbiditas rate meningkat sesuai peningkatan usia dan keadaan
umum pasien yang makin memburuk. Manajemen tingkat lanjut perdarahan subarachnoid
telah menekan tingkat mortalitas hingga lebih dari 25%. Akan tetapi, lebih dari sepertiga
pasien yang tetap survive menderita defisit neurologis yang besar.
Suku dan Ras
Orang kulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami perdarahan
subarchnoid (subarachnoid hemorrhage) dari pada orang kulit putih. 1
Jenis Kelamin
Insiden aneurismal subarachnoid hemorrhage lebih tinggi pada perempuan dari pada
laki-laki.
Usia
Rata-rata usia yang mengalami perdarahan subarachnoid adalah 50 tahun.
ETIOLOGI 6,7
Perdarahan pada rongga subarakhnoid paling sering terjadi akibat :
Ruptur aneurisma
Penyebab tersering perdarahan subarakhnoid spontan adalah ruptur aneurisma
salah satu arteri di dasar otak. Ada beberapa jenis aneurisma.
7
Gambar 2. Aneurisma sakular.
Aneurisma sakular (“berry”) ditemukan pada titik bifurkasio arteri
intrakranial. Arteri ini terbentuk pada lesi pada dinding pembuluh darah yang
sebelumnya telah ada, baik akibat kerusakan struktural (biasanya kongenital)
maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri
komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%),
dinding lateral arteri karotis interna (pada tempatnya berasalnya arteri oftalmika
atau arteri komunikans posterior (30%)) dan basillar tip (10%). Aneurisma pada
lokasi lain, seperti pada tempat berasalnya PICA, segmen P2 arteri serebri posterior,
atau segmen perikalosal arteri serebri anterior, jarang ditemukan. Aneurisma dapat
menimbulkan defisit neurologis dengan menekan struktur di sekitarnya bahkan
sebelum ruptur. Misalnya aneurisma pada arteri komunikans posterior dapat
menekan nervus okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien
mengalami diplopia).
Aneurisma fusiformis. Pembesaran pembuluh darah yang memanjang (“berbentuk
gelondong”) disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya
melibatkan segmen intrakranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri
media, dan arteri basilaris. Struktur ini biasanya disebabkan oleh aterosklerosis
dan/atau hipertensi, dan hanya sedikit yang menjadi sumber perdarahan. Aneurisma
fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang
8
lambat di dalan aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan
intra-aneurismal, terutama pada sisi-sisinya dengan akibat stroke embolik atau
tersumbatnya pembuluh darah perforans oleh perluasan trombus secara langsung.
Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pembedahan saraf, karena
merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan
struktur patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi
pada suplai darah serebral.
Gambar 3. Aneurisma fusiformis
Aneurisma mikotik. Dilatasi aneurisma pembuluh darah intrakranial kadang-kadang
disebabkan oleh sepsis dengan kerusakan yang dimiliki oleh bakteri pada dinding
pembuluh darah. Tidak seperti aneurisma sakular dan fusiformis, aneurisma mikotik
umumnya ditemukan pada arteri kecil otak. Terapinya terdiri dari terapi infeksi yang
mendasarinya. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami regresi spontan,
struktural ini jarang menyebabkan perdarahan subarakhnoid; struktur ini jarang
menyebabkan perdarahan subarakhnoid.
Malformasi arteriovenosa
Pembuluh darah anomali yang malformasi, juga kongenital, yang membesar dan
terjadi saat dewasa.
SAH dapat juga diakibatkan dari diseksi sekunder darah dari hematom intraparenkim
(seperti perdarahan akibat hipertensi atau neoplasma)
9
PATOFISIOLOGI8
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamic
pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma
dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis
bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma.
Suatu bagian tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.(9)
Gambar 4. Mekanisme terbentuknya perdarahan subarachnoid
Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid bagian
dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran wilis. Selama 25 tahun
John Hopkins mempelajari otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau tidaknya
aneurisma dihubungkan dengan hipertensi, cerebral atheroclerosis, bentuk saluran pada
lingkaran wilis, sakit kepala, hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan obat
pereda nyeri, dan riwayat stroke dalam keluarga yang semua memiliki hubungan dengan
bentuk aneurisma sakular(9).
Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah ruang subarachnoid.
Pia mater terikat erat pada permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi dengan CSF. Trauma
perdarahan subarachnoid adalah kemungkinan pecahnya pembuluh darah penghubung
yang menembus ruang itu, yang biasanya sma pada perdarahan subdural. Meskipun trauma
10
adalah penyebab utama subarachoid hemoragik, secara umum digolongkan denga pecahnya
saraf serebral atau kerusakan arterivenous. Dalam hal ini, perdarahan asli arteri.(9)
GAMBARAN KLINIS
Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala nyeri kepala
mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia, mual, muntah, dan
tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda kernig). Kesadaran dapat terganggu
segera atau dalam beberapa jam pertama.
Pada perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan tekanan intrakranial
dan gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat edema papil dan perdarahan retina.
Tanda neurologis fokal dapat terjadi sebagai akibat dari :
Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial.
Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan.
Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan iskemia.
Gambaran sistemik meliputi bradikardia, hipertensi dengan peningkatan tekanan
intrakranial dan mungkin terjadi demam yang disebabkan kerusakan oleh hipotalamus.
Kadang-kadang, perdarahan subarakhnoid dapat berhubungan dengan edema paru dan
aritmia jantung.
Skema grading yang diajukan oleh Hunt dan Hess pada tahun 1986 masih berguna pada
praktek klinis, dan memberikan gambaran kasar pada prognosis pasien.
11
Tabel 1. Grading perdarahan subarachnoid menurut Hunt and Hess.
GRADE GAMBARAN KLINIS
1 Asimtomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal
2 Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat seumur hidupnya),
meningismus, defisit saraf kranial (paresis nervus abdusen sering ditemukan)
3 Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan
4 Stupor, defisit neurologis berat (misalnya hemiparesis), manifestasi otonom
5 Koma, deserebrasi
EVALUASI DIAGNOSTIK
CT secara sensitif mendeteksi perdarahan subarakhnoid akut, tetapi semakin lama
interval antara kejadian akut dengan CT Scan, semakin mungkin temuan CT Scan negatif.
Jika SAH masih dicurigai pada gambaran CT Scan normal, pungsi lumbal harus dilakukan.
Tindakan ini memungkinkan terlihatnya darah atau siderofag secara langsung pada cairan
serebrospinal.
Gambar 5. Gambaran perdarahan subarachnoid pada CT scan
12
Gambar 6. Gambaran aneurisma pada CT angiografi
Begitu diagnosis SAH ditegakkan, sumber perdarahan harus diidentifikasi. Hal ini hanya
dilakukan secara tepat dengan digital substraction angiography intra-arterial, yang
sebaiknya hanya dilakukan jika pasien merupakan kandidat untuk tindakan operatif untuk
clipping aneurisma atau menutupnya dengan metode neuroradiologi intervensional. DSA
menunjukkan adanya aneurisma secara sahih dan mengilustrasikan hubungan spasialnya
dengan pembuluh darah di sekitarnya. Keempat pembuluh darah besar yang menyuplai
otak diperiksa dengan medium kontras, karena sekitar 20% pasien dengan aneurisma
memiliki lebih dari satu aneurisma.
TERAPI 9
Aneurisma dapat diterapi dengan operasi pembedahan saraf berupa penutupan
leher aneurisma dengan metal clip. Dengan demikian, aneurisma terekslusi dari sirkulasi
secara permanen, sehingga tidak dapat berdarah lagi. Bentuk terapi ini adalah terapi
definitif, tetapi kerugiannya adalah terapi ini memerlukan operasi kepala terbuka
(kraniotomi) dan manipulasi pembedahan saraf di sekitar dasar otak yang dapat
menimbulkan komplikasi lebih lanjut.
13
Gambar 7. Tehnik operasi “clipping“ pada aneurisma
Pembedahan sebaiknya dilakukan dalam 72 jam pertama setelah perdarahan
subarakhnoid, yaitu sebelum periode dengan resiko terbesar terjadinya vasospasme.
Pembedahan dini diketahui memperbaiki prognosis pasien dengan SAH grade 1, 2, atau 3
pada Hunt dan Hess. Tindakan ini merupakan bentuk terapi terpenting untuk mencegah
perdarahan ulang.
Gambar 8. Tehnik “coiling” pada operasi aneurisma.
Selain itu, bentuk terapi yang lebih tidak invasif adalah mengisi aneurisma dengan
metal coils (“coiling”, suatu prosedur yang menjadi bidang neuroradiologi intervensional).
Coil dihantarkan dari ujung kateter angiografik khusus, yang dimasukkan secara
transfemoral dan didorong hingga mencapai aneurisma. Coiling menghindari perlunya
kraniotomi, tetapi mungkin tidak sereliabel obliterasi aneurisma secara permanen.
14
PERJALANAN KLINIS, PROGNOSIS, DAN KOMPLIKASI 10,11
Perdarahan subarakhnoid biasanya berhenti secara spontan, kemungkinan karena
terbendung oleh peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pasien dengan aneurisma yang
telah berhenti berdarah yang dapat selamat dirujuk di Rumah Sakit; kematian pra-rumah
sakit untuk SAH aneurismal sekitar 35%. Setelah kejadian akut, pasien menghadapi resiko
tiga komplikasi yang berpotensi fatal :
Hidrosefalus
Gangguan sirkulasi dan/atau resorpsi LCS, jika terjadi, timbul sangat cepat setelah
munculnya SAH. Hipertensi intrakranial yang disebabkannya sering menurunkan
kesadaran pasien dan juga dapat menimbulkan defisit neurologi fokal. Hidrosefalus
dapat diterapi secara efektif dengan drainase ventrikular eksternal. Drainase lumbal
jarang digunakan.
Vasospasme
Terjadi beberapa hari kemudian, kemungkinan melalui efek zat vasoaktif yang
terkandung di dalam darah subarakhnoid yang mengalami ekstravasasi. Resiko
vasospasme dapat dikurangi dengan pengangkatan darah subarakhnoid sebanyak
mungkin dengan pembedahan, dan dengan hipertensi yang diinduksi secara
terapeutik. Cara ini biasanya cukup untuk mencegah perkembangan infark
vasospastik, komplikasi yang sangat ditakuti. Vasospasme adalah penghambat serius
pada diagnostis dan terapi efektif perdarahan subarakhnoid aneurismal.
Perdarahan ulang
Jika terjadi, lebih sering letal (50%) daripada perdarahan subarakhnoid awal. Resiko
perdarahan ulang adalah 20% pada hari 14 pertama setelah SAH awal, dan 50% pada
enam bulan pertama, jika aneurisma belum diobliterasi. Tidak seperti SAH awal,
perdarahan ulang sering menimbulkan hematoma intraparenkimal yang besar,
karena ruang subarakhnoid di sekitar aneurisma sebagian tertutup oleh adesi yang
disebabkan oleh perdarahan awal. Pada kasus-kasus tersebut, manifestasi klinis dan
perjalanan perdarahan ulang aneurismal adalah seperti yang dideskripsikan di atas
mengenai perdarahan intraserebral spontan.
15
LAPORAN KASUS
KASUS 1.
Identitas :
Nama : Ny. M
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Kawin
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumahtangga
Alamat : Candisari Mranggen Demak
Tangal Masuk RS : 19 Agustus 2012
Tanggal Keluar RS : 29 Agustus 2012
No. CM : C371258
1. Riwayat penyakit sekarangKeluhanUtama : Nyeri kepala hebat
- Onset : ± 1 hari SMRS, mendadak
- Lokasi : Intrakranial
- Kualitas : Nyeri kepala hebat disertai rasa kaku pada leher
- Kuantitas : ADL dibantu keluarga
- Kronologis : ± 1 hari SMRS saat bangun tidur pasien tiba-tiba mengeluh nyeri kepala hebat, seperti ditusuk-tusuk, leher terasa kaku, mual (+), muntah (-), kejang (-),penurunan kesadaran (-). Pasien lalu dibawa keluarga ke RS Demak, kemudian dirujuk ke RS dr.Kariadi Semarang.
- Faktor yang memperberat : -
- Faktor yang memperingan : -
- Gejala penyerta : mual, leher kaku
16
2. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat trauma kepala disangkal. Riwayat Kencing manis, kholesterol, asam urat disangkal. Riwayat Darah tinggi (+), tidak minum obat Riwayat stroke sebelumnya (-)
3. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
4. Riwayat sosial ekonomi dan pribadi
Penderita seorang ibu rumah tangga, suami seorang petani, punya 1 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas.
Kesan : sosial ekonomi kurang.
OBYEKTIF1. Status praesens
Keadaan Umum : Tampak Sakit sedang
Kesadaran : compos mentis Tanda Vital :Tekanan darah : 160 / 90 mmHg
Nadi : 90 x/ menit
Pernafasan : 24 x/ menit
Suhu : 36,7o C
Tinggi badan : 153 cm
Berat badan : 65 kg
BMI : 27,10 kg/m² (overweight)
2. Status InternusKepala : mesosefal
Mata : kongjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
17
Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), JVP tidak meningkat
Dada
- Jantung : bunyi jantung I, II normal; bising (-), gallop (-)
- Paru : sonor, suara dasar : vesikuler, suara tambahan : ronkhi -/-, wheezing -/-
Perut : supel, bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas : edema (-), turgor cukup
3. Status Psikikus Cara berpikir : dalam batas normal
Perasaan hati : dalam batas normal
Tingkah laku : dalam batas normal
Ingatan : dalam batas normal
Kecerdasan : dalam batas normal
4. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15
Kepala : mesosefal, nyeri tekan (-), simetris (+)Mata : pupil bulat isokor, Ø 2,5 mm / 2,5 mm, refleks cahaya +/+
Nervi kraniales : dalam batas normal
Leher : sikap lurus, pergerakan bebas, kaku kuduk (+), nyeri tekan (-)
Motorik Superior Inferior
Gerak : +/+ +/+
Kekuatan : 5/5 5/5Tonus : N/N N/NTrofi : E/E E/E
R.Fisiologis : +/+ +/+
18
R.Patologis : -/- -/-
Klonus : -/-
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Koordinasi, Gait danKeseimbangan :
Cara berjalan : tidak dilakukan
Tes Romberg : tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : tidak dilakukan
Ataksia : tidak dilakukan
Rebound phenomen : tidak dilakukan
Dismetri : tidak dilakukan
Gerakan-gerakan abnormal :
Tremor : (-)
Athetose : (-)
Mioklonik : (-)
Khorea : (-)
Grading menurut Hunt dan Hess : grade 2
19
MSCT Kepala non kontras (19 Agustus 2012) :
- Tampak lesi hiperdens mengisi sulkus kortikalis regio parietal kiri, fissura sylvii kanan kiri dan tentorium serebri
- Tampak lesi hiperdens mengisi ventrikel IV- Fissura Sylvii dan sulcus kortikalis tampak menyempit- Ventrikel lateral kanan-kiri, III tampak baik- Cisterna perimesensefalik tampak baik- Tak tampak midline shifting- Pons dan pons cerebellum baik
Kesan :
- Perdarahan subarachnoid- Intraventrikular hemorrhage- Tak tampak tanda-tanda peningkatan TIK
Pasien dirawat selama 10 hari, dan kondisi saat pulang GCS E4M6V5, nyeri kepala sudah berkurang, dan tidak ada kelemahan anggota gerak.
20
Kasus 2
Identitas :
Nama : Ny. P
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Kawin
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumahtangga
Alamat : Rawoh Karangrayuing Grobogan
Tangal Masuk RS : 4 September 2012
Tanggal Keluar RS : 18 September 2012
No. CM : C373882
1. Riwayat penyakit sekarangKeluhanUtama : Penurunan kesadaran
- Onset : ± 1 hari SMRS, mendadak
- Lokasi : Intrakranial
- Kualitas : membuka mata dengan rangsang suara
- Kuantitas : ADL dibantu keluarga
- Kronologis : ± 1 hari SMRS saat akan tidur malam hari pasien mengeluh nyeri kepala mendadak, cekot-cekot, pandangan kabur (-), mual (-) muntah (-), lemah anggota gerak (-), pasien kemudian pergi tidur. Sekitar 6 jam SMRS pasien sulit dibangunkan, cenderung tidur terus. Anggota gerak kiri menjadi lemah, sulit digerakkan. Muntah(-), kejang(-), wajah merot ke kiri, bicara pelo (+). Pasien dibawa ke RSU Purwodadi, kemudian dirujuk ke RSDK.
Saat tiba di UGD RSDK pasien kejang 1x, kejang kelojotan seluruh tubuh, setelah kejang pasien tidak sadar, lama kejang sekitar 1 menit, diberikan injeksi Diazepam.
- Faktor yang memperberat : -
21
- Faktor yang memperingan : -
- Gejala penyerta : nyeri kepala, kejang, lemah anggota gerak kiri, wajah merot, bicara pelo
2. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat trauma kepala disangkal. Riwayat Kencing manis, kholesterol, asam urat disangkal. Riwayat Darah tinggi (+), tidak minum obat Riwayat stroke sebelumnya (-)
3. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
4. Riwayat sosial ekonomi dan pribadi
Penderita seorang ibu rumah tangga, suami seorang buruh tani, punya 3 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas.
Kesan : sosial ekonomi kurang.
OBYEKTIF5. Status praesens
Keadaan Umum : Tampak Sakit sedang
Kesadaran : somnolen Tanda Vital :Tekanan darah : 160 / 120 mmHg
Nadi : 90 x/ menit
Pernafasan : 24 x/ menit
Suhu : 36,7o C
Tinggi badan : 155cm
Berat badan : 65 kg
BMI : 27,10 kg/m² (overweight)
22
6. Status InternusKepala : mesosefal
Mata : kongjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), JVP tidak meningkat
Dada
- Jantung : bunyi jantung I, II normal; bising (-), gallop (-)
- Paru : sonor, suara dasar : vesikuler, suara tambahan : ronkhi -/-, wheezing -/-
Perut : supel, bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas : edema (-), turgor cukup
7. Status Psikikus
Cara berpikir : sulit dinilaiPerasaan hati : sulit dinilai
Tingkah laku : sulit dinilai
Ingatan : sulit dinilai
Kecerdasan : sulit dinilai
8. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E3M5V4 = 12
Kepala : mesosefal, nyeri tekan (-), simetris (+)Mata : pupil bulat isokor, Ø 2,5 mm / 2,5 mm, refleks cahaya +/+
Nervi kraniales : paresis n.VII sin sentral, lain-lain sulit dinilai
Leher : sikap lurus, pergerakan bebas, kaku kuduk (+), nyeri tekan (-)
Motorik Superior Inferior
Gerak : +/↓ +/↓
Kekuatan : sulit dinilai, kesan lateralisasi ke kiri
23
Tonus : N/N N/NTrofi : E/E E/E
R.Fisiologis : +/+↑ +/+↑
R.Patologis : -/- -/+B
Klonus : -/-
Sensibilitas : sulit dinilai
Vegetatif : terpasang DC
Koordinasi, Gait danKeseimbangan :
Cara berjalan : tidak dilakukan
Tes Romberg : tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : tidak dilakukan
Ataksia : tidak dilakukan
Rebound phenomen : tidak dilakukan
Dismetri : tidak dilakukan
Gerakan-gerakan abnormal :
Tremor : (-)
Athetose : (-)
Mioklonik : (-)
Khorea : (-)
Pemeriksaan Tambahan
Skor Stroke Siriraj
= (2.5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0.1 D) – (3 x A) – 12 =(2.5 x 1) + (2 x 0 ) + ( 2 x 1) + (0.1 x 120) – (3 x 0)- 12
= 16,5-12= 4,5 Stroke Hemoragik
Grading menurut Hunt dan Hess : grade 4
24
MSCT kepala non kontras (4 September 2012) :
o Tampak lesi hiperdens dengan batas sebagian tak tegas (vol 3,85 ml), pada lobus temporal kanan (lebih prominen) serta pada sulkus kortikalis regio temporal kanan yang disertai perifokal edema di sekitarnya
o Tampak lesi hipodens pada korona radiata kanan kiri dan nukleus lentiformis kiri
o Sulkus kortikalis dan fissura Sylvii kiri tampak baiko Ventrikel lateralis kanan-kiri, III dan IV tampak baiko Cisterna perimesencephali tampak baiko Tak tampak midline shiftingo Pons dan cerebellum baikKesan :
ICH pada lobus temporal kanan (vol 3,85 ml) disertai subarachnoid hemorrhage pada sulkus kortikalis regio temporal kanan
Tak tampak tanda-tanda peningkatan TIK saat ini
Hasil MSCT Angiografi (11 September 2012):
25
Hasil Ekspertise MSCT Angiografi:
- Tampak pelebaran saccular bentuk oval ukuran 0,52x0,29cm pada arteri cerebri media kanan
- Kaliber arteri karotis interna, cerebri anterior, cerebri media kanan dan kiri tampak baik, tidak tampak oklusi
- Tampak lesi hiperdens batas tidak tegas pada fissura Sylvii kanan disertai perifokal edema lobus temporal, masih tampak deviasi midline ke kiri
Kesan : Aneurisma saccular ukuran 0,52x0,29cm pada arteri cerebri media kanan.
Pasien dirawat selama 14 hari, dan kondisi saat pulang dengan GCS E4M6V5, hemiparese sinistra spastik, dan parese N.VII sin sentral.
Pasien dan keluarga menolak dilakukan intervensi pembedahan untuk penyebab perdarahan subarachnoidnya.
26
PEMBAHASAN
Kedua kasus di atas merupakan contoh dari kasus perdarahan subarachnoid dengan tampilan klinis yang berbeda dan derajat keparahan yang berbeda. Di sini dapat kita lihat bahwa pada kedua kasus, yang pertama kali dirasakan oleh pasien adalah nyeri kepala yang hebat, yang timbul mendadak.
Pada kasus pertama gejala klinis yang nampak hanya berupa nyeri kepala hebat disertai kekakuan pada leher, sedangkan pada kasus kedua setelah nyeri kepala kemudian pasien mengalami penurunan kesadaran, dan kelemahan pada anggota gerak sisi kiri disertai paresis n.cranialis. Kami memilih kedua kasus ini untuk menunjukkan derajat keparahan yang berbeda dari perdarahan subarachnoid, dimana yang satu hanya berupa nyeri kepala sedangkan yang lain sampai mengalami penurunan kesadaran dan kelemahan anggota gerak.
Dari kedua kasus ini menunjukkan nyeri kepala sebagai gejala awal yang muncul, dimana sifat nyerinya sangat hebat, yang mungkin dapat digambarkan sebagai “nyeri kepala terhebat seumur hidup”. Dari gejala awal ini dapat meningkatkan kewaspadaan kita akan adanya kemungkinan suatu perdarahan subarachnoid, karena bila tidak hati-hati maka diagnosisnya akan mudah terlewatkan, apalagi bila gejala yang muncul hanya berupa nyeri kepala.
Pada kasus kedua terdapat bukti adanya suatu aneurisma pada a.cerebri media yang pecah sebagai penyebab PSA. Ini memungkinkan kita untuk merencanakan penanganan lebih lanjut pada pasien tersebut, misalnya dengan intervensi pembedahan untuk aneurisma tersebut. Sayang pada kasus ini penderita dan keluarga menolak untuk dilakukan operasi, sehingga masih berpotensi terjadi kekambuhan, yang mungkin akan lebih parah dari yang pertama. Diperlukan edukasi yang baik pada kasus-kasus seperti ini, agar kekambuhan di kemudian hari dapat dicegah.
27
KESIMPULAN
1. Perdarahan subarachnoid merupakan suatu kedaruratan medis yang harus segera mendapat penanganan yang tepat
2. Bila tidak cepat mendapat penanganan yang tepat , angka kecacatan dan kematian dari perdarahan subarachnoid cukup tinggi
3. Pada semua pasien dengan keluhan nyeri kepala hebat, harus dipertimbangkan perdarahan subarachnoid sebagai salah satu kemungkinan penyebabnya
4. Nyeri kepala dapat menjadi petanda dini dari adanya suatu perdarahan subarachnoid
28
DAFTAR PUSTAKA
1. van Gijn J, Kerr RS, Rinkel GJ (2007). "Subarachnoid haemorrhage". Lancet 369 (9558): 306–18.
2. Suarez JI, Tarr RW, Selman WR (January 2006). "Aneurysmal subarachnoid hemorrhage". New
England Journal of Medicine 354 (4): 387–96
3. Baehr, M . M. Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi Duus . Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010
4. Mumenthaler, M. Heinrich Mattle, MD. Neurology. Thieme . 2004
5. Harsono.1997, Buku Ajar Neurology Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis saraf Indonesia. Gajah
Mada University Press. Bandung.
6. Harsono.dr.DSS,. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Fakultas Kedokteran Gajah Mada, Gajah Mada
University Press. Yogyakarta
7. Fisher C, Kistler J, Davis J (1980). "Relation of cerebral vasospasm to subarachnoid hemorrhage
visualized by computerized tomographic scanning". Neurosurgery 6 (1): 1–9.
8. Copstead,Lee-Ellen.C.Phd,RN dan Banasik,Jacquelyn.L.PhD,ANRP. 2005, Pathophysiology Third
Edition, Elsevier Inc. Saunders
9. Lindsay, Kenneth W; Ian Bone, Robin Callander (1993). Neurology and Neurosurgery Illustrated.
United States: Churchill Livingstone
10. Broderick JP, Brott T, Tomsick T. The risk of subarachnoid and intracerebral hemorrhages in
blacks as compared with whites. N Engl J Med. Mar 12 1992;326(11):733-6.
11. Perry JJ, Stiell IG, Sivilotti ML, Bullard MJ, Lee JS, Eisenhauer M, et al. High risk clinical
characteristics for subarachnoid haemorrhage in patients with acute headache: prospective
cohort study. BMJ. Oct 28 2010;341:c5204.
29