PERCOBAAN 5
ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN WARNA LARUTAN :
KOLORIMETRI
I. TUJUAN
I.1 Mampu membandingkan konsentrasi larutan berdasarkan kepekatan
warnanya.
I.2 Mampu menentukan konsentrasi larutan FeSCN2+.
I.3 Mampu menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+.
II. DASAR TEORI
II.1 Ilmu Kimia
Ilmu kimia merupakan suatu cabang ilmu yang di dalamnya
mempelajari bangun (struktur) materi dan perubahan-petubahan yang
dialami materi ini dalam proses alamiah maupun dalam eksperimen yang
direncanakan.
(Keenan, 1984)
II.2 Kolorimetri
Kolorimetri merupakan metode untuk mengukur konsentrasi
komponen biokimia menggunakan sinar putih yang dilewatkan melalui
larutan berwarna, lalu diukur beberapa panjang gelombang diabsorbsi lebih
dari yang lain.
(Bintang, 2010)
II.3 Hukum Bougrer Lambert
Apabila sinar monokromatis melalui media yang transparan, maka
berkurangnya intensitas sebanding dengan bertambahnya tebal media yang
dilewati.
DI = K.I.di
Dengan :
I = Intensitas sinar mula-mula
K = koefisien senapan
T = tebal media yang ditembus
(Khopkar, 1990)
II.4 Hukum Beer
Menyelidiki suau hubungan antara intensitas serapan dan konsentrasi
media berupa larutan pada tebak media tetap degan persamaan :
Log (Po/P )= Σ bc = A
Keterangan :
A = absorbansi
B = tebal media
c = konsentrasi materi
Σ = absorbansi edar
Syarat – syarat untuk penggunaan hukum Beer adalah :
a) Syarat konsentrasi
Konsentrasi harus rendah karena hukum Beer baik pada larutan
yang encer.
b) Syarat kimia
Zat yang diukur harus stabil.
c) Syarat cahaya
Cahaya yang digunakan harus yang monokromatik.
d) Syarat kejernihan
Larutan yang akan diukur harus jernih.
(Khopkar, 1990)
II.5 Hukum Lambert – Beer
Hubungan antara jumlah zat / cahaya yang diserap olah larutan disebut
absorban (ƒ) dengan jumlah zat – zat c dapat dinyatakan dengan :
A = abc
Keterangan :
a = tetapan semua jenis zat
b = tebal atau tinggi larutan yang dilalui sinar
Dua jenis larutan dari zat yang sama dengan absorbannya akan tampak
secara visual dengan kepekatan warna yang sama, dirumuskan :
A1 = a1b1c1 A2 = a2b2c2
Bila kepekatan sama, A1 = A2 maka :
C2 =
(Brady, 1984)
II.6 Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk dari penggabungan
2 atau lebih senyawa sederhana yang masing-masingnya dapat berdiri
sendiri. Istilah senyawa koordinasi menentukan pengertian bahwa 2 zat
yang lebih sederhana (misalnya : CuCl2 dan NH3) bergabung menjadi
senyawa yang lebih kompleks.
Reaksi senyawa kompleks :
C3H8O3 + CuSO4 + NaOH (C3H5OCuNa)2 . 3H2O
(Petrucci,1993)
II.7 Metode Kolorimetri
Kolorimetri adalah suatu metode analisa kimia yang didasarkan pada
perbandingan intensitas warna suatu larutan dengan warna larutan standar.
Metode analisa ini adalah bagian dari analisa fotometri. Pengukuran zat
dan warnanya yaitu dengan melewatkan sinar melalui pelarutnya.
Pengamatan dilakukan dengan memakai mata kita yang disebut fotosel.
Cahaya masuk dari sebelah kiri.
larutanC sensor mata
Cahaya masuk dari bawah
Mata ( fotosel )
Cahaya yang diteruskan
Cahaya masuk
Jika sinar, baik monokromatis maupun polikromatis, mengenai suatu
media, maka intensitasnya akan berkurang. Berkurangnya intensitas sinar
terjadi karena adanya serapan media tersebut dan sebagian kecil
dipantulkan atau dihamburkan.
I0 = Ia + If + Ir
Keterangan :
I0 = intensitas mula-mula
Ia = sinar yang diserap
If = sinar yang diteruskan
Ir = sinar yang dipantulkan
(Underwood, 1998)
Analisis fotometrik dibagi menjadi empat metode :
Larutan C
a. Analisa kolorimetri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar
tampak.
b. Analisa turbudimetri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar
terusan.
c. Analisa nefelometri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar
hambur koloid.
d. Analisa fluometri, apabila intensitas sinar yang digunakan adalah sinar
UV, maka mengalami fluorensi.
(Damin, 1997)
Metode kolorimetri merupakan metode spektroskopi sinar tampak,
berdasarkan panjang sinar tampak oleh suatu larutan berwarna, hanya
senyawa berwarna yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa tak
berwarna dapat dibuat berwarna dengan pereaksi yang menghasilkan
senyawa berwarnya, misalnya ion Fe3+ dan SCN- menghasilkan larutan
berwarna merah. Lazimnya, kolorimetri dilakukan dengan membandingkan
larutan standar dengan cuplikan yang dibuat pada keadaan yang sama
dengan menggunakan tabung Messler atau kolorimetri Dubuscog. Dengan
kolorimetri elektronik, jumlah cahaya yang diserap berbanding lurus
dengan konsentrasi larutan. Metode ini sering digunakan untuk
menentukan konsentrasi besi di dalam air minum.
(Sumardjo, 1997)
2.8.1 Metode Deret Standar (Tabung Messier)
Digunakan untuk penampung larutan berwarna dengan jumlah volume
tertentu. Kemudian dibandingkan dengan larutan standar yang dibuat dari
komponen yang sama dengan yang dianalisis tetapi konsentrasinya telah
diketahui. Pengukuran Messier bekerja berdasarkan prinsip perbandingan
warna.
2.8.2 Metode Pengenceran (Metode Silinder Hehner)
Larutan sampel dan larutan standar dengan konsentrasi Cx dan Cy
ditempelkan pada tabung kaca dengan ukuran yang sama. Larutan yang
lebih pekat diencerkan sampai warnanya memiliki intensitas yang sama
dengan yang lebih encer. Untuk memperoleh kesamaan intensitas tinggi
larutan akan dihitung by(b2) dapat divariasikan sedemikian rupa sehingga :
Cx . bx = Cy . by atau Cy =
2.8.3 Metode Kesetimbangan (Kolorimetri Duboscq)
Pada metode ini, Cxby dijaga agar tetap dan konsentrasi larutan yang
diukur adalah Cy, panjang jalan yang ditempuh sinar divariasikan hingga
intensitas warna pada kedua tabung sama.
(Sumardjo, 1997)
II.9 Kolorimetri Visual
Pada kolorimetri, suatu duplikasi warna dilakukan dengan larutan
yang mengandung sejumlah zat yang sama pada kolom dengan acameter
penampang yang sama serta tegak lurus dengan arah sinar. Biasanya zat-zat
yang bisa menimbulkan warna ialah ion-ion kompleks, dimana warna
tersebut timbul karena adanya elektron-elektron yang tidak berpasangan.
Konsentrasi larutan berwarna dapat diperkirakan secara visual dengan
membandingkan cuplikan dengan sederet larutan yang diketahui
konsentrasinya yang disebut larutan standar. Cara menentukan
konsentrasinya antara lain dengan menggunakan kolorimetri visual
dubuscq dengan mengukur kepekatan melaui mata. Pada alat ini ditemui
dua tabung yang dapat dinaikkan dan diturunkan. Jumlah zat pada suatu
sampel dapat ditentukan dengan “Hukum Leimber Beer”, dimana salah
satu larutan telah diketahui konsentrasinya untuk kedua larutan tersebut,
maka :
A1 = a.b1.c1
A2 = a.b2.c2
Keterangan :
a = tetapan jenis zat
b = tebal larutan yang disinar
c = konsentrasi zat
Bila kedua larutan tersebut memiliki kepekatan yang sama maka
A1 = A2 a.b1.c1 = a.b2.c2
b1.c1 = b2.c2
=
(Khopkar, 1990)
II.10 Spektrofometri
Spektrofometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari
visual suatu studi lebih mngenai penyerapan energy cahaya oleh spesies
kimia yang memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam perincian dan
pengukuran kuantitatif. Dengan menggunakan mata manusia dan dengan
depektor. Depektor lain dimungkinkan study adsorbs (serapan) di luar daerah
spektrum tampak dan sering kali eksperimen spektrometri dilakukan secara
autometik.
(Underwood, 1983)
II.11 Fotometri
Ada dua macam Fotometer yang digunakan, yaitu Fotometer sel
tunggal dan Fotometer sel ganda atau Fotometer berkas ganda. Metode sel
berkas tunggal kurang umum digunakan jika dibandingkan dengan berkas
ganda. Berkas sinar yang konstanta dari sumber akan melalui lensa
pemfokus serta filter sehingga menjadi monokromatis, selanjutnya berkas
sinar akan melewati larutan. Sebelum menumbuk Fotosel di mana berkas
sinar tersebut diubah menjadi arus pada sirkuit dan akhirnya galvanometer
menunjukkan defleksi. Bila sampel diletakkan pada jalannya sinar, sinar
melewati sampel dan kemudian menumbuk fotogel, maka akan teramati
suatu penyimpangan arus yang besarnya sebanding dengan konsentrasi
larutan.
(Khopkar, 1990)
II.12 Faktor yang Mempengaruhi Kolorimetri
Pemakaian indikator tidak mempengaruhi pH kolorimetri, karena
umumnya indikator adalah asam atau basa yang sangat lemah. Faktor lain
yang mempengaruhi adalah pemakaian indikator yang tidak cocok dengan
pH larutan. Dengan adanya protein dan asam amino, karena bersifat
amfoter sehingga dapat bereaksi dengan indikator asam maupun basa.
(Sukardjo, 1986)
II.13 Komposisi dan Kompleks Berwarna
Komposisi dan kompleks berwarna dapat ditentukan dengan
spektrofometri. Metode yang biasa digunakan adalah metode perbandingan
Molle Job. Pada perbandingan mol adsorbansinya diukur pada deret larutan
yang bervariasi konsentrasi salah satu konstituen baik logamnya maupun
reagennya, sedangkan jumlah zat lain tetap. Pada metode job variasi
kontinyu sederet larutan dengan berbagai fraksi mol logam atau
pereaksi dimana jumlah antara keduanya tetap. Semua metode ini
memiliki keterbatasan dan tidak dapat digunakan untuk menentukan
komposisi spesies berwarna. Aplikasi lain untuk spektrofometri adalah
menentukan pH larutan dengan persamaan :
pH = pKa + log
(Khopkar, 1991)
II.14 Tetapan Kesetimbangan
Tetapan kesetimbangan adalah suatu reaksi untuk mendapatkan
tetapan derajat lengkap. Reaksi itu berjalan pada seperangkat kondisi-
kondisi yang diberikan konsentrasi keseimbangan menunjukkan
kecenderungan intrinsik atom-atom berada pada molekul pereaksi atau
hasil reaksi.
Untuk mendapat reaksi umum dalam air :
A(aq) + B(aq) C(aq) + D(aq)
K = ; K = tetapan kesetimbangan
(Underwood,1996)
2.14 Faktor – faktor Kesetimbangan
2.14.1 Luas Permukaan Bidang Sentuh
Pada reaksi kimia terjadi tumbukan antar partikel atom unsur atau
antar partikel molekul-molekul senyawa. Jika ada tumbukan terjadi
maka ada bidang sentuh yang beraksi. Luas permukaan sentuh makin
besar maka makin besar pula kesetimbangannya.
(Keenan, 1990)
2.14.2 Konsentrasi Pereaksi
Konsentrasi yang besar akan meningkatkan frekuensi tumbukan antar
molekul karena molaritas semakin pekat. Semakin besar konsentrasi,
kesetimbangan makin besar.
(Keenan,1990)
2.14.3 Katalis
Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat kesetimbangan tetapi
zat itu tidak mengalami perubahan yang tepat. Makin tinggi nilai
aktifasi, makin kecil fraksi molnya. Dengan demikian, kesetimbangan
pun makin lambat.
(Petrucci, 1985)
2.14.4 Suhu
Kesetimbangan dapat juga dipercepat dengan mengubah suhunya.
Reaksi akan berlangsung cepat jika suhunya lebih tinggi dan oleh
sebab itu tumbukan yang terjadi akan lebih sering.
(Petrucci, 1985)
2.15 Analisa Bahan
2.15.1 Fe(NO3)3
Berbentuk kristal, berwarna ungu tua sampai putih keabu-abuan, titik
didih 47OC, dipakai untuk reagen dalam kimia analisa.
(Budaveri, 1989)
2.15.2 KSCN
Berupa kristal berwarna, titik lebur 172OC, lembaran garamnya secara
bergilir dari coklat, hijau, biru lalu kembali putih dalam keadaan
pendinginan. Digunakan dalam percetakan dan pencucian tekstil,
menyebabkan iritasi bagi kulit.
(Parker,1993)
2.15.3 Na2HPO4
Berupa bubuk higroskopis dalam udara terbuka, mampu menyerap 2-7
mol H2O, bergantung pada kelembaban suhu, kelarutan lebih besar di air
panas, dalam bentuk kristal, stabil di udara, larutan bersifat alkali dengan
pH ± 9,8.
(Budaveri, 1989)
2.15.4 Aquades (H2O)
Zat cair tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Titik didih
100°C dan titik beku 0°C. Dapat pula berwujud padat dan gas. Merupakan
pelarut yang baik.
(Basri, 1996)
III. METODE PERCOBAAN
III.1Alat
1. Gelas kimia
2. Tabung reaksi
3. Gelas ukur
4. Pipet tetes
5. Labu ukur
6. Corong
III.2Bahan
1. Fe(NO3)3
2. KSCN
3. Aquades (H2O)
III.3 Gambar Alat
a. Gelas kimia b. Gelas ukur c. Tabung reaksi
e. Pipet tetes f. Labu ukur g. Corong
III.4 Skema Kerja
III.4.1 Reaksi- reaksi pendahuluan
10 mL KSCN 0,002 MGelas kimia
Campuran ICampuran
II
Campuran
III
Campuran
IV
Tabung
reaksi
Tabung
reaksi
Tabung
reaksi
Tabung
reaksi
Sebagai penambahan penambahan penambahan
pembanding 1 tetes KSCN 3 tetes Fe(NO3)3 sebutir
Pekat 0,2 M Na2HPO4
Hasil Hasil hasil Hasil
3.4.2 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+
5 mL Fe(NO3)3 0,2 M
Labu ukur
Penambahan 0 mL KSCN 0,002 M
Penggojogan campuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi I
Hasil
5 mL Fe(NO3)3 0,2 M
Labu ukur
Penambahan 1 mL KSCN 0,002 M
Penggojogan campuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi II
Hasil
5 mL Fe(NO3)3 0,2 M
Labu ukur
Penambahan 2 mL KSCN 0,002 M
Penggojogan campuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi III
Hasil
5 mL Fe(NO3)3 0,2 M
Labu ukur
Penambahan 3 mL KSCN 0,002 M
Penggojog ancampuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi IV
Hasil
5 mL Fe(NO3)3 0,2 M
Labu ukur
Penambahan 4 mL KSCN 0,002 M
Penggojogan campuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi V
Hasil
5 mL Fe(NO3)3 0,2 M
Labu ukur
Penambahan 5 mL KSCN 0,002 M
Penggojogan campuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi VI
Hasil
5 mL Fe(NO3)3 0,2 M
Labu ukur
Penambahan larutan x
Penggojogan campuran
Penambahan aquades
Penggojogan hingga bercampur
Penuangan dalam tabung reaksi VII
Hasil
IV. DATA PENGAMATAN
IV.1 Reaksi – reaksi Pendahuluan
Tabung
ReaksiPerlakuan Hasil
110 mL KSCN 0,002 M + 3mL lar
Fe(NO3)3 0,2 M
210 mL KSCN 0,002 M +3 mL lar
Fe(NO3)3 0,2 M + 1 tetes KSCN pekat
310 mL KSCN 0,002 M + 3mL lar
Fe(NO3)3 0,2 M + 3 tetes Fe(NO3)3 0,2 M
410 mL KSCN 0,002 M + 3mL lar
Fe(NO3)3 0,2 M + 1 butir Na2HPO4
IV.2 Penentuan Tetapan Kesetimbangan Reaksi Pembentukan FeSCN2+
Tabung
ReaksiPerlakuan Pengamatan
14 mL KSCN 0,002 M + 5 mL Fe(NO3)3
0,2 M
2
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan
dari pengenceran (10 mL Fe(NO3)3 0,2
M) + aquades hingga 25 mL
pembanding dengan kalorimetri
duboscq ).
3
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan
hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran
2 + aquades hingga 25 mL pembanding
dengan kalorimetri duboscq ).
4
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan
hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran
3 + aquades hingga 25 mL pembanding
dengan kalorimetri duboscq ).
5 4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan
hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran
4 + aquades hingga 25 mL pembanding
dengan kalorimetri duboscq ).
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Sarjono. 1996. Kamus Kimia. Jakarta : Rineka Cipta.
Bintang, Maria M. 2010. Biokimia-Teknik Penelitian. Jakarta : Erlangga.
Brady, James E. 1990. General Chemistry Principle and Structure. United States :
Wiley.
Budaveri, Susan. 1989. The Merck Index Second Edition. USA : The Merck Index
Co.
Chang, Raymond. 1994. Chemistry Fifth Edition. USA : Mc Grawhill.
Cotton, Albert F. 1989. Kimia Organik Dasar. Jakarta : UI Press.
Fatih, Ahmad. 2008. Kamus Kimia. Jakarta : Panji Pustaka.
Keenan, Wood. 1990. Kimia Universitas. Jakarta : Erlangga.
Khopkar, S.M, terjemahan oleh Saptoraharjo, a., 1990. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Jakarta : UI Press.
Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Yogyakarta : Bina Aksara.
Sumarjo, Damin. 1997, 1998. Petunjuk Praktikum Kimia Dasar. Semarang :
UNDIP Press.
Parker, Sybil P. 1993. Encyclopedia of Chemistry. Mc. Graw Hill : USA.
Petrucci, Ralph H. 1985. General Chemistry. Jakarta : Erlangga.
Underwood, A L. 1998. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Ke-6. Jakarta : Erlangga.
LEMBAR PENGESAHAN
Semarang, 11 Desember 2013
Praktikan,
Mustomah
NIM: 24030113120024
Mutiara Hapsari
NIM: 24030113140107
Nana Nurviana
NIM: 24030113140101
Naufal Dewangga A.
NIM: 24030113140083
Qurrotu A’yun
NIM: 24030113130122
Raditya Raka P.
NIM: 24030113140125
Mengetahui,
Asisten,
Istiana Sulisminawati
NIM: 24030110120011
PERCOBAAN 5
ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN
WARNA LARUTAN :
KOLORIMETRI
Disusun oleh :
1. Mustomah (24030113120024)
2. Mutiara Hapsari (24030113140107)
3. Nana Nurviana (24030113140101)
4. Naufal Dewangga A. (24030113140083)
5. Qurrotu A’yun (24030113130122)
6. Raditya Raka P. (24030113140125)
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013