Top Banner
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari obat-obatan sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia. Dengan bertambahnnya beragam macam penyakit, maka bertambah pula para ahli farmasi mengembangkan penemuan obat baru. Sebagai seorang farmasis, seharusnya perlu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi. Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh termasuk menentukan toksisitasnya. Sebelum beredarnya sediaan farmasi dipasaran, suatu sediaan tersebut perlu dilakukan beberapa pengujian sesuai persyaratan tertentu. Salah satu pengujian yang dilakukan yaitu dengan melakukan uji farmakalogi dari sediaan tersebut. Pada uji farmakologi itu sendiri suatu sediaan dilakukan uji pra klinik dan uji klinik, dimana uji
36

Percobaan 1

Dec 07, 2014

Download

Documents

Jim Colins
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Percobaan 1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari obat-obatan sudah menjadi salah satu

kebutuhan pokok manusia. Dengan bertambahnnya beragam macam

penyakit, maka bertambah pula para ahli farmasi mengembangkan

penemuan obat baru. Sebagai seorang farmasis, seharusnya perlu

mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik,

farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi.

Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem

tubuh termasuk menentukan toksisitasnya. Sebelum beredarnya sediaan

farmasi dipasaran, suatu sediaan tersebut perlu dilakukan beberapa

pengujian sesuai persyaratan tertentu. Salah satu pengujian yang dilakukan

yaitu dengan melakukan uji farmakalogi dari sediaan tersebut.

Pada uji farmakologi itu sendiri suatu sediaan dilakukan uji pra klinik

dan uji klinik, dimana uji praklinik dilakukan pada hewan coba dan klinik

dilakukan pada manusia. Sebelum dilakukannya pengujian praklinik suatu

sediaan terhadap hewan coba, kita harus mengetahui cara menangani dan

memperlakukan hewan coba dengan baik. Hewan coba yang digunakan

harus memenuhi syarat, mudah didapat dan memiliki harga yang relatif

murah. Selain itu, hewan coba tersebut harus memiliki struktur organ yang

hampir sama dengan manusia. Hewan coba yang biasanya digunakan dalam

pengujian praklinik diantaranya mencit, kelinci, marmot, tikus, dll.

Page 2: Percobaan 1

Pemanfaatan hewan percobaan demi pengembangan ilmu dan

teknologi semakin meningkat, baik dalam penggandan jumlah, ras maupun

aneka kondisi hewan. Sejalan dengan hal tersebut terjadi pula peningkatan

teknik dalam tata laksana peternakan dan pengembangbiakan, serta cara-

cara perlakuan dan penanganan terhadap hewan percobaan.

Dalam percobaan kali ini telah dilakukan cara menangani hewan coba

seperti mencit (Mus musculus) dan kelinci (Oryctolagus cuniculus) dengan

baik.

I.2 Maksud dan tujuan percobaan

I.2.1 Maksud percobaan

Adapun maksud dalam percobaan ini yaitu mengetahui dan

memahami cara penanganan dari hewan coba.

I.2.2 Tujuan percobaan

Adapun tujuan dalam percobaan ini yaitu dapat mengetahui cara

penanganan dari masing-masing hewan coba seperti pada Kelinci

(Oryctolaguscuniculus) dan Mencit (Mus musculus).

Page 3: Percobaan 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori

II.1.1Rute Pemberian Obat

Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan

fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan

tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda;

enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut

berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai

lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute

pemberian obat (Katzug, B.G, 1989).

Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang

masuk kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau

kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi

2, yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008).

1. Jalur Enternal

Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal

(GI), seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral.

Pemberian melalui oral merupakan jalur pemberian obat paling banyak

digunakan karena paling murah, paling mudah, dan paling aman.

Kerugian dari pemberian melalui jalur enternal adalah absorpsinya

lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak

dapat menelan. Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain

Page 4: Percobaan 1

alasan di atas juga alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit.

Bahkan dianjurkan jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk

kepentingan emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan

secara enteral.

2. Jalur Parenteral

Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral

adalah transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke

dalam trakea menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian

obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal.

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan

besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula

kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek

obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke

seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat

yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1994).

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah),

rektal (dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal,

intramuskular, subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan

obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti

melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan

proses penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian

menuju sisi reseptor (receptor site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi

melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata. Proses

penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat.

Page 5: Percobaan 1

Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan

memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan

(Sulaksono,M.E., 1992).

Rute penggunaan obat dapat diperlihatkan sebagai berikut (Anief, M.,

1994):

No.

Istilah Letak masuk dan jalan absorpsi obat

1. Per oral Melalui mulut masuk saluram intestinal (lambung), penyerapan obat melalui membran mukosa pada lambung dan usus memberi efek sistemik

2. Sublingual Dimasukkan di bawah lidah, penyerapan obat melalui membran mukosa, memberi efek sistemik

3 Parenteral atau injeksi

a. intravena

b. intrakardial

c. intrakutan

d. subkutan

e. intramuskular

Melalui selain jalan lambung dengan merobek beberapa jaringan

Masuk pembuluh darah balik (vena).

Menembus jantung, memberi efek sistemik

Menembus kulit, memberi efek sistemik

Di bawah kulit, memberi efek sistemik

Menembus otot daging, memberi efek sistemik

4 Intranasal Diteteskan pada lubang hidung, memberi efek lokal

5 Aural Diteteskan pada lubang telinga, memberi efek lokal

No.

Istilah Letak masuk dan jalan absorpsi obat

6 Intrarespiratoral Inhalasi berupa gas masuk paru-paru, memberi efek lokal

7 Rektal Dimasukkan ke dalam dubur, memberi efek lokal dan sistemik

8 Vaginal Dimasukkan ke dalam lubang kemaluan wanita, memberi efek lokal

Page 6: Percobaan 1

II.1.2Hubungan Antara Hewan Uji dan Manusia

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang

kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai

model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan

tertentu, antara lain persyaratan genetis/keturunan dan lingkungan yang

memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah

tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip

kejadiannya pada manusia (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).

Peningkatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang

kesehatan dibarengi dengan peningkatan kebutuhan akan hewan uji terutama

mencit. Penggunaan mencit ini dikarenakan relatif mudah dalam

penggunaanya, ukurannya yang relatif kecil, harganya relatif murah,

jumlahnya peranakannya banyak yaitu sekali melahirkan bisa mencapai 16-

18 ekor, hewan itu memiliki sistem sirkulasi darah yang hampir sama

dengan manusia serta tidak memiliki kemampuan untuk muntah karena

memiliki katup dilambung. Sehingga banyak digunakan untuk penelitian

obat (Marbawati, 2009).

Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu

pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan

berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau

kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan

kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan

Page 7: Percobaan 1

dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga

bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989).

Ditinjau dari sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya,

dimana faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis

yang terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan,

yaitu (Sulaksono,M.E.,1992):

1. Hewan Liar

2. Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka

3. Hewan yang bebas kuman spesifik pathogen, yaitu hewan yang

dipelihara dengan system barrier ataut ertutup

4. Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang

dipelihara dengan system isolator.

Semakin meningkat cara pemliharaan, semakin sempuran pula hasil

percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan

dilakukan dengan hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila

menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang

bebas kuman (Sulaksono,M.E.,1992).

Jenis-jenis hewan percobaan, diantaranya (Sulaksono,M.E.,1992):

No Jenis hewan percobaan Spesies

1. Mencit (Laboratory mince) Mus musculus2. Tikus (Laboratory Rat) Rattus norvegicus3. Golden (Syrian) Haruster Mescoricetus auratus4. Chinese Haruster Cricetulus griseus5. Marmut Cavia porcellus (Cavia cobaya)6. Kelinci Oryctolagus cuniculus7. Mongolian gerbil Meriones unguiculatus8. Forret Mustela putorius furo9. Tikus kapas (cotton rat) Sigmodon hispidus

Page 8: Percobaan 1

10. Anjing Canis familiaris11. Kucing Fells catus12. Kera ekor panjang Cynomolgus) Macaca fascicularis (Macaca rus)13. Barak Macaca nemestrina14. Lutung/monyet daun Presbytis ctistata15. Kera rhesus Macaca mulata16. Chimpanzee Pan troglodytes17. Kera Sulawesi Macaca nigra18. Babi Sus scrofa domestica19. Ayam Gallus domesticus20. Burung dara Columba livia domestica21. Katak Rana sp.22. Salamander Hynobius sp.

II.1.3Pemeliharaan Hewan Coba

Pemeliharaan kesehatan hewan coba merupakan kombinasi antara

usaha pencegahan penyakit dan pengobatan hewan yang sakit. Tindakan

pencegahan merupakan suatu rangkaian tindakan yang saling

mempengaruhi, terdiri dari (Lukas, 2006):

- Kandang

Bangunan kandang harus baik sehingga memberikan kenyamanan

bagi hewan coba. Tidak mempunyai permukaan yang kasar dan tajam

sehingga dapat melukai hewan, mudah dibersihkan, mudah diperbaiki,

tidak mudah dirusak oleh hewan yang dikandang atau oleh hewan

pemangsa dari luar, cukup luas agar hewan dapat bergerak leluasa untuk

mencari makanan dan berbiak. Bangunan kandang harus cukup terang,

mendapat air bersih, mudah dibersihkan, kering, dilengkapi dengan

sistem pembuangan air limbah dan cukup ventilasi. hewan dalam

kandang akan merasa nyaman bila kandang kering, bersih, tidak ribut,

temperatur antara 18-19oC (rata-rata 20-22oC), kelembaban relatif antara

Page 9: Percobaan 1

30-70%, sinar antara 800-1300 lumen/m2, pertukaran udara minimum 10

kali/ jam. Alas kandang harus diganti 1-3 kali dalam seminggu untuk

menjamin kandang selalu kering dan bebas dari gas amonia yang

merangsang selaput lendir sehingga hewan tidak mudah terserang

penyakit saluran pernafasan. Peningkatan kadar amonia dalam kandang

dapat dicegah dengan ventilasi yang baik, selalu bersih dan hindari

penimbungan feces serta urin dalam kandang.

- Makanan

Hewan percobaan membutuhkan makanan yang bergizi dalam

jumlah yang cukup, segar, bersih. Minuman harus selalu bersih dan

disediakan dalam jumlah yang tidak terbatas. Makanan harus disimpan

dalam wadah yang bersih dan kering untuk mencegah pencemaran oleh

cendawan dan kutu makanan.Hewan percobaan harus diberi makanan

yang berkualitas baik untuk menjamin tingkat pertumbuhan dan

pembiakan yang normal. Ketidakseimbangan gizi dalam makanan dapat

menimbulkan macam-macam gangguan, misalnya rambut rontok,

kematian anak prenatal, peka terhadap penyakit, pertumbuhan lambat,

berkurangnya produksi air susu, infertil, anemia, kelainan bentuk tulang,

kelainan jaringan saraf, kesulitan bergerak dan lainnya.

- Pemberian tanda

Hewan coba harus diberi tanda secara baik dan jelas. Terdapat

berbagai cara identifikasi, misalnya pemberian kartu pada kotak kandang,

identifikasi berdasarkan warna bulu, pembuatan lubang dan guntingan

pada daun telinga (pada tikus, hamster). Cincin pada jari kaki, lempengan

Page 10: Percobaan 1

logam bernomor yang dikaitkan pada telinga (hamster, marmut, kelinci),

pemberian zat warna pada bagian kulit yang putih, pemberian tato dan

lainnya.

Penandaan juga seringkali digunakan untuk mengidentifikasi

hewan yang terdapat dalam satu kelompok/kandang, sehingga

memudahkan saat penggunaan. Biasanya dunakan larutan asam pikrat

10% dalam air dan sebuah sikat atau kuas.

- Pencegahan penyakit

Sejumlah faktor organik dan lingkungan dapat meningkatkan

resiko kontak dengan agen penyakit dan menurunkan daya tahan tubuh

hewan coba. Faktor-faktor tersebut perlu diperhitungkan dalam usaha

pencegahan penyakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan

hewan coba terhadap penyakit antara lain : faktor lingkungan, faktor

genetik,faktor metabolisme, faktor perlakuan dalam percobaan, faktor

makanan.

II.1.4Penanganan Umum Beberapa Hewan Coba

Berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati, percobaan

dengan hewan percobaan yang hidup memerlukan perhatian dan

penanganan yang khusus (Malole, 1989).

1. Mencit (Mus musculus) 

Mencit adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan

di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan.

Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung

berkumpul sesamanya dan bersembunyi, aktivitasnya dimalam hari lebih

Page 11: Percobaan 1

aktif dan kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya (Malole,

1989).

Adapun cara memegang mencit adalah sebagai berikut (Malole,

1989):

- Mencit dapat dipegang dengan cara memegang ujung ekornya dengan

tangan kanan, biarkan menjangkau /mencengkeram alas yang kasar

(kawat kandang).

- Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit

tengkuknya seerat / setegang mungkin.

- Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan

jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh

tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan.

2. Kelinci (Oryctolagus caniculus)

Kelinci jarang sekali bersuara kecuali bila dalam keadaan nyeri

yang luar biasa. Kelinci cenderung berontak bila merasa terganggu.

Kelinci hendaklah diperlakukan dengan halus namun sigap karena ia

cenderung berontak. Hewan ini dapat ditangkap dengan memegang kulit

pada tengkuknya dengan tangan kiri kemudian pantatnya diangkat

dengan tangan kanan dan didekapkan ke badan. Penanganan untuk

perlakuan tertentu dapat digunakan kotak / kandang individual kelinci

yang dapat menjaga kelinci agar tak dapat banyak bergerak (restriction

box) (Malole, 1989):

- Dalam cara pemberian oral pada kelinci digunakan alat penahan

terbukanya mulut dan pipa lambung. Alat suntik dihubungkan dengan

Page 12: Percobaan 1

pipa lambung (dapat digunakan slang yang lunak dengan ukuran

sesuai), pipa lambung dimasukkan ke dalam kemudian diluncurkan ke

dalam esophagus secara perlahan-lahan 

- Cara pemberian ini dilakukan di bawah kulit di daerah tengkuk atau

daerah sisi pinggang. Cara pemberian dilakukan dengan mengangkat

kulit dan kemudian jarum ditusukkan ke bawah kulit.

- Cara ini dilakukan pada vena marginalis telinga dan penyuntikan

dilakukan pada daerah dekat ujung telinga. Untuk memperluas

(mendilatasi vena), telinga diulas terlebih dahulu dengan air hangat

atau alkohol. Pencukuran bulu bila perlu dapat dilakukan terutama

pada hewan yang berwarna bulunya.

3. Tikus (Rattus novergicus)

Mula - mula dipegang ekor tikus, kemudian dengan pelan-pelan

tangan kiri memengang kulit tengkuknya lalu di balik, dan tikus siap

diberi sediaan (Sudjadi, 2007).

Gambar 3. Cara memegang tikus

Page 13: Percobaan 1

II.2 Uraian Hewan Uji

II.2.1Kelinci (Oryctolagus cuniculus)

a. Klasifikasi

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Lagumorida

Family : Leporidae

Genus : Oryctolagus

Spesies : Oryctolagus cuniculus

b. Morfologi

Kelinci mempunyai punggung melengkung dan berekor pendek,

kepalanya kecil dan telinganya tegak lurus ke atas akan tetapi bibir

terbelah dan yang bagian atasnya bersambung hingga hidung.

Mempunyai beberapa helai kumis dan pembuluh darah banyak terdapat

pada telinga.

c. Karakteristik

Masa reproduksi : 1-3 tahun

Masa hamil : 28-35 hari

Umur dewasa : 4-10 bulan

Umur kawin : 6-12 bulan

Siklus kelamin : Setahun 5 kali hamil

Page 14: Percobaan 1

Periode eksterus : 11-15 hari

Jumlah kelahiran : 4-10

Volume darah : 10 mL/kg berat badan

Masa perkawinan : 1 minggu

II.2.2Mencit (Mus musculus)

a. Klasifikasi

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Subfamily : Murinae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

b. Morfologi

Ukuran lebih kecil, bulu berwarna putih, dan warna kulit lebih pucat,

mata berwarna hitam dan kulit berpigmen.

c. Karakteristik

Lama hidup : 1-2 tahun bisa sampai 3 tahun

Lama bunting : 19-21 hari

Umur dewasa : 35 hari

Siklus eksterus : 4-5 hari

Lama ekstrus : 12-24 jam

Berat dewasa : 20-40 gram

Page 15: Percobaan 1

Berat lahir : 0,5-1 gram

Jumlah anak : 6-15

Suhu tubuh : 35-390C

Volume darah : 6% BB

Page 16: Percobaan 1

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat Dan Bahan

III.1.1 Alat

1. Kandang mencit

2. Penutup kandang yang kasar (ram, kawat)

3. Kotak atau kandang individu kelinci

III.1.2 Bahan

Berupa hewan coba seperti :

1. Kelinci (Oryctolagus cuniculus)

2. Mencit (Mus musculus)

III.2 Cara Kerja

III.2.1 Cara perlakuan Kelinci (Oryctolagus cuniculus)

1. Kelinci dipegang kulit tengkuk lehernya

2. Pantat diangkat dengan tangan kanan dan didekapkan kebadan

3. Dapat digunakan kotak atau kandang individu kelinci agar tidak banyak

bergerak.

III.2.2 Cara perlakuan Mencit (Mus musculus)

1. Buka kandang dengan hati-hati, kira-kira cukup untuk masuk tangan

saja

2. Diangkat mencit dengan cara mengangkat ujung ekor dengan tangan

kanan

3. Mencit dibiarkan mencengkeram alas penutup kandang yang kasar

(kawat) sehingga tertahan ditempat

Page 17: Percobaan 1

4. Ibu jari dan jari telunjuk kiri menjepit kulit tengkuk seerat mungkin

5. Ekor dipindahkan, dijepit diantara jari manis dan jari kelingking tangan

kiri

6. Mencit siap diberi perlakuan dengan tangan kanan.

Page 18: Percobaan 1

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Hasil pengamatan

Gambar IV.1. Mencit Gambar IV.1 Kelinci

IV.2 Pembahasan

Yang dipelajari dan sebagai dasar dari praktikum farmakologi adalah

cara-cara pemberian obat dan faktor yang mempengaruhi pemberian obat.

Cara pemberian obat sangat penting karena setiap jenis obat berbeda

penyerapannya oleh tubuh dan sangat bergantung pada lokasi pemberian.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi pemberian obat juga sangat penting

bergantung pada kondisi individu, jenis kelamin dan spesies hewan

laboratorium. Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan

yang sengaja dipelihara dan sengaja diternakan untuk dipakai sebagai hewan

percobaan guna mempelajari dan membangun berbagai macam bidang ilmu

dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium.

Dalam percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui cara menangani

hewan coba dengan baik karena sebelum kita melakukan pemberian obat

terhadap hewan coba kita harus mengetahui bagaimana cara penanganan

Page 19: Percobaan 1

hewan coba yang baik dan benar terlebih dahulu agar dapat dilanjutkan

untuk melihat bagaimana kemampuan obat bekerja dalam tubuh manusia

serta bagaimana efek sampingnya yang akan diujikan terhadap hewan coba.

Hewan coba yang digunakan yaitu mencit (Mus musculus) dan kelinci

(Oryctolagus cuniculus). Kedua hewan ini digunakan sebagai hewan coba

karena mencit (Mus musculus) dan kelinci (Oryctolagus cuniculus)

memiliki struktur organ dalam yang hampir sama dengan manusia sehingga

mudah mengetahui pendistribusian obat dalam tubuh dan efek yang terjadi.

Adapun beberapa syarat dalam memilih hewan coba, diantaranya

harus memiliki ukuran badan yang kecil agar mudah dalam penggunaan,

memiliki harga yang relatif murah, mudah didapat dan dipelihara, serta

penggunaannya yang luas.

Sebelum hewan percobaan digunakan, perlu diadaptasikan terlebih

dahulu selama 1 minggu agar hewan tersebut telah beradaptasi dengan

lingkungan sekitar. Dalam melakukan penanganan untuk hewan coba harus

memerhatikan beberapa cara, salah satunya perlu melakukan pendekatan

terlebih dahulu terhadap hewan coba. Cara pendekatannya diantaranya yaitu

dengan cara mengelus-elus terlebih dahulu hewan coba yang digunakan.

Tujuannya agar hewan coba yang digunakan lebih mudah dipegang dan

diperlakukan, serta menghindari terjadinya perasaan stress pada hewan coba

tersebut. Pengaruh stress yang terjadi pada hewan coba akan mempengaruhi

hasil percobaan yang akan dilakukan.

Pada percobaan ini, pertama-tama dilakukan penangan terhadap

hewan coba kelinci (Oryctolagus cuniculus). Cara penangannya yaitu

Page 20: Percobaan 1

dengan memegang kulit tengkuk lehernya dengan menggunakan tangan kiri,

kemudian mengangkat pantat kelinci dengan tangan kanan dan didekapkan

kebadan agar kelinci tidak bergerak dan meloncat selama perlakuan. Selain

itu, penanganan terhadap kelinci dapat menggunakan alat pembantu. Alat ini

seperti kandang atau kotak individu kelinci yang ukurannya tepat untuk

seekor kelinci agar tidak banyak bergerak. Penggunaannya, kelinci

dimasukkan kedalam kotak ini, dan siap diberi perlakuan. Adapun salah satu

syarat dalam perlakuan hewan coba kelinci, yaitu tidak

diperbolehkan sekali-kali memegang telinga kelinci karena pada telinga

kelinci terdapat banyak pembuluh darah yang dikhawatirkan terganggu dan

telinga kelinci juga sangat sensitif, sehingga bila telinganya dipegang, maka

dapat mempengaruhi system saraf pada kelinci.

Adapun masalah pada kelinci untuk percobaan ini yaitu berat badan

pada kelinci juga. Seharusnya berat ideal kelinci yang dillakukan pada

penelitian atau pada saat percobaan yaitu 2,5 kg, sedangkan pada praktikum

ini berat kelinci yang digunakan yaitu kurang lebih 1,5 kg yang berarti

kurang dari berat ideal kelinci. Sehingga pada saat pengambilan darah,

volume darah yang dihasilkan kurang mencukupi untuk dijadikan sebagai

sampel pengamatan.

Selanjutnya, dilakukan penanganan terhadap hewan coba mencit (Mus

musculus). Cara penanganannya yaitu dengan mengangkat ujung ekor

mencit dengan menggunakan tangan kanan, mencit tersebut dibiarkan

mencengkeram alas penutup kandang yang kasar (kawat) sehingga tertahan

ditempat. Selanjutnya ibu jari dan jari telunjuk kiri menjepit kulit tengkuk

Page 21: Percobaan 1

seerat mungkin kemudian ekor dipindahkan dengan menjepitnya diantara

jari manis dan jari kelingking tangan kiri, mencit tersebut siap diberi

perlakuan dengan tangan kanan.

Adapun persyaratan untuk hewan coba yang digunakan adalah hewan

yang telah dewasa, berbadan sehat dengan berat badan yang telah

ditentukan. Untuk berat badan mencit yang ditentukan yaitu 17-25 gram.

Pada percobaan kali ini, mencit yang digunakan tidak sesuai bobot badan

yang telah ditentukan. Selain itu masih terlalu kecil (belum dewasa),

sehingga sangat sulit dalam penanganan terutama pada saat memegang atau

menjepit kulit tengkuknya karena terlalu kecil.

Keuntungan dari penggunaan mencit itu sendiri adalah karena

kemudahannya dalam memelihara dalam jumlah banyak, memiliki struktur

organ dalam yang hampir sama dengan manusia sehingga mudah

mengetahui bagaimana pendistribusian obat dalam tubuh dan efek yang

terjadi serta memiliki ukuran yang kecil sehingga mudah digunakan dalam

penanganan hewan coba. Untuk kerugian dari mencit yaitu hanya memiliki

volume darah yang sedikit sehingga sulit dalam melakukan pengamatan.

Penggunaan suatu obat hampir selalu melibatkan transfer obat ke

dalam aliran darah. Tetapi, meskipun tempat kerja obat tersebut berbeda-

beda, namun bisa saja terjadi absorpsi ke dalam aliran darah dan dapat

menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Absorpsi ke dalam darah

dipengaruhi secara bermakna oleh cara pemberian, oleh karena itu perlu

diperhatikan bobot dan volume pemberian obat.

Page 22: Percobaan 1

Untuk bobot dan volume maksimal pemberian obat pada hewan coba

tidak boleh melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan. Seperti yang ada

didalam tabel berikut ini :

Tabel I.2.4. Volume Maksimum Larutan Obat Yang Diberikan Pada Hewan Coba

Jenis hewan dan

BB

Cara pemberian dan volume maksimum dalam

mililiter

i.v i.m i.p s.c p.o

Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0

Tikus (100 g) 1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0 5,0

Hamster (50 g) - 0,1 1,0-5,0 2,5 2,5

Marmut (250 g) - 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0

Merpati (300 g) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0

Kelinci (2,5 kg) 5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 20,0

Kucing (3 kg) 5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 5,0-10,0 50,0

Anjing (5 kg) 10,0-20,0 5,0 20,0-50,0 10,0 100,0

Keterangan :

a. BB = bobot badan

b. i.v = intravena

c. i.m = intramuscular

d. i.p = intraperitoneal

e. s.c = subcutan

f. p.o = per oral

Page 23: Percobaan 1

.

Page 24: Percobaan 1

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

1. Cara penanganan pada hewan coba kelinci (Oryctolagus cuniculus)

yaitu dipegang kulit leher kelinci pada tangan kiri, diangkat ke belakang

dengan tangan kanan, setelah itu kelinci tersebut siap diberi perlakuan.

2. Cara penanganan pada hewan mencit (Mus musculus) yaitu ujung ekor

mencit diangkat dengan tangan kanan, mencit diletakkan dan dibiarkan

mencengkram ditempat kasar (kawat) kemudian ibu jari dan telunjuk

kiri menjepit kulit tengkuk seerat mungkin lalu ekor mencit dililit pada

jari kelingking dan dijepit degan jari manis. Selanjutnya mencit tersebut

siap diberi perlakuan.

V.2 Saran

Disarankan untuk laboratorium farmakologi dan toksikologi

kedepannya untuk lebih dilengkapi baik dari segi alat maupun bahan agar

tercapainya praktikum yang efisien.

Page 25: Percobaan 1

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Malole, M.M.B, Pramono, C.S.U. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan

Laboratorium. Penelaah Maskudi Pertadireja. Bogor: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat

Antar Universitas Bioteknologi, IPB.

Marbawati, Dewi., dan Bina Ikawati, “Kolonisasi Mus musculus albino Di

Laboratorium loka Litbang P2B2 Banjarnegara”, Balaba Vol. 5, No.01

Priyanto, 2008, Farmakologi Dasar Edisi II, Depok : Leskonfi.

Stefanus, Lukas. 2006. Formulasi Sediaan Steril. Yogyakarta : C.V Andic Offset.

Sudjadi, Bagad. 2007. Biologi kelas 2 SMA. Jakarta : Yudistira.

Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan

Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis.

Jakarta.

Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan

Efek-Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit

PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.