Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari obat-obatan sudah menjadi salah satu
kebutuhan pokok manusia. Dengan bertambahnnya beragam macam
penyakit, maka bertambah pula para ahli farmasi mengembangkan
penemuan obat baru. Sebagai seorang farmasis, seharusnya perlu
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik,
farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi.
Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem
tubuh termasuk menentukan toksisitasnya. Sebelum beredarnya sediaan
farmasi dipasaran, suatu sediaan tersebut perlu dilakukan beberapa
pengujian sesuai persyaratan tertentu. Salah satu pengujian yang dilakukan
yaitu dengan melakukan uji farmakalogi dari sediaan tersebut.
Pada uji farmakologi itu sendiri suatu sediaan dilakukan uji pra klinik
dan uji klinik, dimana uji praklinik dilakukan pada hewan coba dan klinik
dilakukan pada manusia. Sebelum dilakukannya pengujian praklinik suatu
sediaan terhadap hewan coba, kita harus mengetahui cara menangani dan
memperlakukan hewan coba dengan baik. Hewan coba yang digunakan
harus memenuhi syarat, mudah didapat dan memiliki harga yang relatif
murah. Selain itu, hewan coba tersebut harus memiliki struktur organ yang
hampir sama dengan manusia. Hewan coba yang biasanya digunakan dalam
pengujian praklinik diantaranya mencit, kelinci, marmot, tikus, dll.
Page 2
Pemanfaatan hewan percobaan demi pengembangan ilmu dan
teknologi semakin meningkat, baik dalam penggandan jumlah, ras maupun
aneka kondisi hewan. Sejalan dengan hal tersebut terjadi pula peningkatan
teknik dalam tata laksana peternakan dan pengembangbiakan, serta cara-
cara perlakuan dan penanganan terhadap hewan percobaan.
Dalam percobaan kali ini telah dilakukan cara menangani hewan coba
seperti mencit (Mus musculus) dan kelinci (Oryctolagus cuniculus) dengan
baik.
I.2 Maksud dan tujuan percobaan
I.2.1 Maksud percobaan
Adapun maksud dalam percobaan ini yaitu mengetahui dan
memahami cara penanganan dari hewan coba.
I.2.2 Tujuan percobaan
Adapun tujuan dalam percobaan ini yaitu dapat mengetahui cara
penanganan dari masing-masing hewan coba seperti pada Kelinci
(Oryctolaguscuniculus) dan Mencit (Mus musculus).
Page 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1Rute Pemberian Obat
Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan
fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan
tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda;
enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut
berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai
lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute
pemberian obat (Katzug, B.G, 1989).
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang
masuk kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau
kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi
2, yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008).
1. Jalur Enternal
Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal
(GI), seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral.
Pemberian melalui oral merupakan jalur pemberian obat paling banyak
digunakan karena paling murah, paling mudah, dan paling aman.
Kerugian dari pemberian melalui jalur enternal adalah absorpsinya
lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak
dapat menelan. Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain
Page 4
alasan di atas juga alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit.
Bahkan dianjurkan jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk
kepentingan emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan
secara enteral.
2. Jalur Parenteral
Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral
adalah transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke
dalam trakea menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian
obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal.
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan
besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula
kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek
obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat
yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1994).
Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah),
rektal (dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal,
intramuskular, subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan
obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti
melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan
proses penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian
menuju sisi reseptor (receptor site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi
melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata. Proses
penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat.
Page 5
Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan
memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan
(Sulaksono,M.E., 1992).
Rute penggunaan obat dapat diperlihatkan sebagai berikut (Anief, M.,
1994):
No.
Istilah Letak masuk dan jalan absorpsi obat
1. Per oral Melalui mulut masuk saluram intestinal (lambung), penyerapan obat melalui membran mukosa pada lambung dan usus memberi efek sistemik
2. Sublingual Dimasukkan di bawah lidah, penyerapan obat melalui membran mukosa, memberi efek sistemik
3 Parenteral atau injeksi
a. intravena
b. intrakardial
c. intrakutan
d. subkutan
e. intramuskular
Melalui selain jalan lambung dengan merobek beberapa jaringan
Masuk pembuluh darah balik (vena).
Menembus jantung, memberi efek sistemik
Menembus kulit, memberi efek sistemik
Di bawah kulit, memberi efek sistemik
Menembus otot daging, memberi efek sistemik
4 Intranasal Diteteskan pada lubang hidung, memberi efek lokal
5 Aural Diteteskan pada lubang telinga, memberi efek lokal
No.
Istilah Letak masuk dan jalan absorpsi obat
6 Intrarespiratoral Inhalasi berupa gas masuk paru-paru, memberi efek lokal
7 Rektal Dimasukkan ke dalam dubur, memberi efek lokal dan sistemik
8 Vaginal Dimasukkan ke dalam lubang kemaluan wanita, memberi efek lokal
Page 6
II.1.2Hubungan Antara Hewan Uji dan Manusia
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang
kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai
model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu, antara lain persyaratan genetis/keturunan dan lingkungan yang
memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah
tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip
kejadiannya pada manusia (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).
Peningkatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang
kesehatan dibarengi dengan peningkatan kebutuhan akan hewan uji terutama
mencit. Penggunaan mencit ini dikarenakan relatif mudah dalam
penggunaanya, ukurannya yang relatif kecil, harganya relatif murah,
jumlahnya peranakannya banyak yaitu sekali melahirkan bisa mencapai 16-
18 ekor, hewan itu memiliki sistem sirkulasi darah yang hampir sama
dengan manusia serta tidak memiliki kemampuan untuk muntah karena
memiliki katup dilambung. Sehingga banyak digunakan untuk penelitian
obat (Marbawati, 2009).
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu
pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan
berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau
kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan
kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan
Page 7
dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga
bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989).
Ditinjau dari sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya,
dimana faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis
yang terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan,
yaitu (Sulaksono,M.E.,1992):
1. Hewan Liar
2. Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka
3. Hewan yang bebas kuman spesifik pathogen, yaitu hewan yang
dipelihara dengan system barrier ataut ertutup
4. Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang
dipelihara dengan system isolator.
Semakin meningkat cara pemliharaan, semakin sempuran pula hasil
percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan
dilakukan dengan hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila
menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang
bebas kuman (Sulaksono,M.E.,1992).
Jenis-jenis hewan percobaan, diantaranya (Sulaksono,M.E.,1992):
No Jenis hewan percobaan Spesies
1. Mencit (Laboratory mince) Mus musculus2. Tikus (Laboratory Rat) Rattus norvegicus3. Golden (Syrian) Haruster Mescoricetus auratus4. Chinese Haruster Cricetulus griseus5. Marmut Cavia porcellus (Cavia cobaya)6. Kelinci Oryctolagus cuniculus7. Mongolian gerbil Meriones unguiculatus8. Forret Mustela putorius furo9. Tikus kapas (cotton rat) Sigmodon hispidus
Page 8
10. Anjing Canis familiaris11. Kucing Fells catus12. Kera ekor panjang Cynomolgus) Macaca fascicularis (Macaca rus)13. Barak Macaca nemestrina14. Lutung/monyet daun Presbytis ctistata15. Kera rhesus Macaca mulata16. Chimpanzee Pan troglodytes17. Kera Sulawesi Macaca nigra18. Babi Sus scrofa domestica19. Ayam Gallus domesticus20. Burung dara Columba livia domestica21. Katak Rana sp.22. Salamander Hynobius sp.
II.1.3Pemeliharaan Hewan Coba
Pemeliharaan kesehatan hewan coba merupakan kombinasi antara
usaha pencegahan penyakit dan pengobatan hewan yang sakit. Tindakan
pencegahan merupakan suatu rangkaian tindakan yang saling
mempengaruhi, terdiri dari (Lukas, 2006):
- Kandang
Bangunan kandang harus baik sehingga memberikan kenyamanan
bagi hewan coba. Tidak mempunyai permukaan yang kasar dan tajam
sehingga dapat melukai hewan, mudah dibersihkan, mudah diperbaiki,
tidak mudah dirusak oleh hewan yang dikandang atau oleh hewan
pemangsa dari luar, cukup luas agar hewan dapat bergerak leluasa untuk
mencari makanan dan berbiak. Bangunan kandang harus cukup terang,
mendapat air bersih, mudah dibersihkan, kering, dilengkapi dengan
sistem pembuangan air limbah dan cukup ventilasi. hewan dalam
kandang akan merasa nyaman bila kandang kering, bersih, tidak ribut,
temperatur antara 18-19oC (rata-rata 20-22oC), kelembaban relatif antara
Page 9
30-70%, sinar antara 800-1300 lumen/m2, pertukaran udara minimum 10
kali/ jam. Alas kandang harus diganti 1-3 kali dalam seminggu untuk
menjamin kandang selalu kering dan bebas dari gas amonia yang
merangsang selaput lendir sehingga hewan tidak mudah terserang
penyakit saluran pernafasan. Peningkatan kadar amonia dalam kandang
dapat dicegah dengan ventilasi yang baik, selalu bersih dan hindari
penimbungan feces serta urin dalam kandang.
- Makanan
Hewan percobaan membutuhkan makanan yang bergizi dalam
jumlah yang cukup, segar, bersih. Minuman harus selalu bersih dan
disediakan dalam jumlah yang tidak terbatas. Makanan harus disimpan
dalam wadah yang bersih dan kering untuk mencegah pencemaran oleh
cendawan dan kutu makanan.Hewan percobaan harus diberi makanan
yang berkualitas baik untuk menjamin tingkat pertumbuhan dan
pembiakan yang normal. Ketidakseimbangan gizi dalam makanan dapat
menimbulkan macam-macam gangguan, misalnya rambut rontok,
kematian anak prenatal, peka terhadap penyakit, pertumbuhan lambat,
berkurangnya produksi air susu, infertil, anemia, kelainan bentuk tulang,
kelainan jaringan saraf, kesulitan bergerak dan lainnya.
- Pemberian tanda
Hewan coba harus diberi tanda secara baik dan jelas. Terdapat
berbagai cara identifikasi, misalnya pemberian kartu pada kotak kandang,
identifikasi berdasarkan warna bulu, pembuatan lubang dan guntingan
pada daun telinga (pada tikus, hamster). Cincin pada jari kaki, lempengan
Page 10
logam bernomor yang dikaitkan pada telinga (hamster, marmut, kelinci),
pemberian zat warna pada bagian kulit yang putih, pemberian tato dan
lainnya.
Penandaan juga seringkali digunakan untuk mengidentifikasi
hewan yang terdapat dalam satu kelompok/kandang, sehingga
memudahkan saat penggunaan. Biasanya dunakan larutan asam pikrat
10% dalam air dan sebuah sikat atau kuas.
- Pencegahan penyakit
Sejumlah faktor organik dan lingkungan dapat meningkatkan
resiko kontak dengan agen penyakit dan menurunkan daya tahan tubuh
hewan coba. Faktor-faktor tersebut perlu diperhitungkan dalam usaha
pencegahan penyakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan
hewan coba terhadap penyakit antara lain : faktor lingkungan, faktor
genetik,faktor metabolisme, faktor perlakuan dalam percobaan, faktor
makanan.
II.1.4Penanganan Umum Beberapa Hewan Coba
Berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati, percobaan
dengan hewan percobaan yang hidup memerlukan perhatian dan
penanganan yang khusus (Malole, 1989).
1. Mencit (Mus musculus)
Mencit adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan
di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan.
Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung
berkumpul sesamanya dan bersembunyi, aktivitasnya dimalam hari lebih
Page 11
aktif dan kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya (Malole,
1989).
Adapun cara memegang mencit adalah sebagai berikut (Malole,
1989):
- Mencit dapat dipegang dengan cara memegang ujung ekornya dengan
tangan kanan, biarkan menjangkau /mencengkeram alas yang kasar
(kawat kandang).
- Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit
tengkuknya seerat / setegang mungkin.
- Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan
jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh
tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan.
2. Kelinci (Oryctolagus caniculus)
Kelinci jarang sekali bersuara kecuali bila dalam keadaan nyeri
yang luar biasa. Kelinci cenderung berontak bila merasa terganggu.
Kelinci hendaklah diperlakukan dengan halus namun sigap karena ia
cenderung berontak. Hewan ini dapat ditangkap dengan memegang kulit
pada tengkuknya dengan tangan kiri kemudian pantatnya diangkat
dengan tangan kanan dan didekapkan ke badan. Penanganan untuk
perlakuan tertentu dapat digunakan kotak / kandang individual kelinci
yang dapat menjaga kelinci agar tak dapat banyak bergerak (restriction
box) (Malole, 1989):
- Dalam cara pemberian oral pada kelinci digunakan alat penahan
terbukanya mulut dan pipa lambung. Alat suntik dihubungkan dengan
Page 12
pipa lambung (dapat digunakan slang yang lunak dengan ukuran
sesuai), pipa lambung dimasukkan ke dalam kemudian diluncurkan ke
dalam esophagus secara perlahan-lahan
- Cara pemberian ini dilakukan di bawah kulit di daerah tengkuk atau
daerah sisi pinggang. Cara pemberian dilakukan dengan mengangkat
kulit dan kemudian jarum ditusukkan ke bawah kulit.
- Cara ini dilakukan pada vena marginalis telinga dan penyuntikan
dilakukan pada daerah dekat ujung telinga. Untuk memperluas
(mendilatasi vena), telinga diulas terlebih dahulu dengan air hangat
atau alkohol. Pencukuran bulu bila perlu dapat dilakukan terutama
pada hewan yang berwarna bulunya.
3. Tikus (Rattus novergicus)
Mula - mula dipegang ekor tikus, kemudian dengan pelan-pelan
tangan kiri memengang kulit tengkuknya lalu di balik, dan tikus siap
diberi sediaan (Sudjadi, 2007).
Gambar 3. Cara memegang tikus
Page 13
II.2 Uraian Hewan Uji
II.2.1Kelinci (Oryctolagus cuniculus)
a. Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Lagumorida
Family : Leporidae
Genus : Oryctolagus
Spesies : Oryctolagus cuniculus
b. Morfologi
Kelinci mempunyai punggung melengkung dan berekor pendek,
kepalanya kecil dan telinganya tegak lurus ke atas akan tetapi bibir
terbelah dan yang bagian atasnya bersambung hingga hidung.
Mempunyai beberapa helai kumis dan pembuluh darah banyak terdapat
pada telinga.
c. Karakteristik
Masa reproduksi : 1-3 tahun
Masa hamil : 28-35 hari
Umur dewasa : 4-10 bulan
Umur kawin : 6-12 bulan
Siklus kelamin : Setahun 5 kali hamil
Page 14
Periode eksterus : 11-15 hari
Jumlah kelahiran : 4-10
Volume darah : 10 mL/kg berat badan
Masa perkawinan : 1 minggu
II.2.2Mencit (Mus musculus)
a. Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Subfamily : Murinae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
b. Morfologi
Ukuran lebih kecil, bulu berwarna putih, dan warna kulit lebih pucat,
mata berwarna hitam dan kulit berpigmen.
c. Karakteristik
Lama hidup : 1-2 tahun bisa sampai 3 tahun
Lama bunting : 19-21 hari
Umur dewasa : 35 hari
Siklus eksterus : 4-5 hari
Lama ekstrus : 12-24 jam
Berat dewasa : 20-40 gram
Page 15
Berat lahir : 0,5-1 gram
Jumlah anak : 6-15
Suhu tubuh : 35-390C
Volume darah : 6% BB
Page 16
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat Dan Bahan
III.1.1 Alat
1. Kandang mencit
2. Penutup kandang yang kasar (ram, kawat)
3. Kotak atau kandang individu kelinci
III.1.2 Bahan
Berupa hewan coba seperti :
1. Kelinci (Oryctolagus cuniculus)
2. Mencit (Mus musculus)
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Cara perlakuan Kelinci (Oryctolagus cuniculus)
1. Kelinci dipegang kulit tengkuk lehernya
2. Pantat diangkat dengan tangan kanan dan didekapkan kebadan
3. Dapat digunakan kotak atau kandang individu kelinci agar tidak banyak
bergerak.
III.2.2 Cara perlakuan Mencit (Mus musculus)
1. Buka kandang dengan hati-hati, kira-kira cukup untuk masuk tangan
saja
2. Diangkat mencit dengan cara mengangkat ujung ekor dengan tangan
kanan
3. Mencit dibiarkan mencengkeram alas penutup kandang yang kasar
(kawat) sehingga tertahan ditempat
Page 17
4. Ibu jari dan jari telunjuk kiri menjepit kulit tengkuk seerat mungkin
5. Ekor dipindahkan, dijepit diantara jari manis dan jari kelingking tangan
kiri
6. Mencit siap diberi perlakuan dengan tangan kanan.
Page 18
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Hasil pengamatan
Gambar IV.1. Mencit Gambar IV.1 Kelinci
IV.2 Pembahasan
Yang dipelajari dan sebagai dasar dari praktikum farmakologi adalah
cara-cara pemberian obat dan faktor yang mempengaruhi pemberian obat.
Cara pemberian obat sangat penting karena setiap jenis obat berbeda
penyerapannya oleh tubuh dan sangat bergantung pada lokasi pemberian.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi pemberian obat juga sangat penting
bergantung pada kondisi individu, jenis kelamin dan spesies hewan
laboratorium. Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan
yang sengaja dipelihara dan sengaja diternakan untuk dipakai sebagai hewan
percobaan guna mempelajari dan membangun berbagai macam bidang ilmu
dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium.
Dalam percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui cara menangani
hewan coba dengan baik karena sebelum kita melakukan pemberian obat
terhadap hewan coba kita harus mengetahui bagaimana cara penanganan
Page 19
hewan coba yang baik dan benar terlebih dahulu agar dapat dilanjutkan
untuk melihat bagaimana kemampuan obat bekerja dalam tubuh manusia
serta bagaimana efek sampingnya yang akan diujikan terhadap hewan coba.
Hewan coba yang digunakan yaitu mencit (Mus musculus) dan kelinci
(Oryctolagus cuniculus). Kedua hewan ini digunakan sebagai hewan coba
karena mencit (Mus musculus) dan kelinci (Oryctolagus cuniculus)
memiliki struktur organ dalam yang hampir sama dengan manusia sehingga
mudah mengetahui pendistribusian obat dalam tubuh dan efek yang terjadi.
Adapun beberapa syarat dalam memilih hewan coba, diantaranya
harus memiliki ukuran badan yang kecil agar mudah dalam penggunaan,
memiliki harga yang relatif murah, mudah didapat dan dipelihara, serta
penggunaannya yang luas.
Sebelum hewan percobaan digunakan, perlu diadaptasikan terlebih
dahulu selama 1 minggu agar hewan tersebut telah beradaptasi dengan
lingkungan sekitar. Dalam melakukan penanganan untuk hewan coba harus
memerhatikan beberapa cara, salah satunya perlu melakukan pendekatan
terlebih dahulu terhadap hewan coba. Cara pendekatannya diantaranya yaitu
dengan cara mengelus-elus terlebih dahulu hewan coba yang digunakan.
Tujuannya agar hewan coba yang digunakan lebih mudah dipegang dan
diperlakukan, serta menghindari terjadinya perasaan stress pada hewan coba
tersebut. Pengaruh stress yang terjadi pada hewan coba akan mempengaruhi
hasil percobaan yang akan dilakukan.
Pada percobaan ini, pertama-tama dilakukan penangan terhadap
hewan coba kelinci (Oryctolagus cuniculus). Cara penangannya yaitu
Page 20
dengan memegang kulit tengkuk lehernya dengan menggunakan tangan kiri,
kemudian mengangkat pantat kelinci dengan tangan kanan dan didekapkan
kebadan agar kelinci tidak bergerak dan meloncat selama perlakuan. Selain
itu, penanganan terhadap kelinci dapat menggunakan alat pembantu. Alat ini
seperti kandang atau kotak individu kelinci yang ukurannya tepat untuk
seekor kelinci agar tidak banyak bergerak. Penggunaannya, kelinci
dimasukkan kedalam kotak ini, dan siap diberi perlakuan. Adapun salah satu
syarat dalam perlakuan hewan coba kelinci, yaitu tidak
diperbolehkan sekali-kali memegang telinga kelinci karena pada telinga
kelinci terdapat banyak pembuluh darah yang dikhawatirkan terganggu dan
telinga kelinci juga sangat sensitif, sehingga bila telinganya dipegang, maka
dapat mempengaruhi system saraf pada kelinci.
Adapun masalah pada kelinci untuk percobaan ini yaitu berat badan
pada kelinci juga. Seharusnya berat ideal kelinci yang dillakukan pada
penelitian atau pada saat percobaan yaitu 2,5 kg, sedangkan pada praktikum
ini berat kelinci yang digunakan yaitu kurang lebih 1,5 kg yang berarti
kurang dari berat ideal kelinci. Sehingga pada saat pengambilan darah,
volume darah yang dihasilkan kurang mencukupi untuk dijadikan sebagai
sampel pengamatan.
Selanjutnya, dilakukan penanganan terhadap hewan coba mencit (Mus
musculus). Cara penanganannya yaitu dengan mengangkat ujung ekor
mencit dengan menggunakan tangan kanan, mencit tersebut dibiarkan
mencengkeram alas penutup kandang yang kasar (kawat) sehingga tertahan
ditempat. Selanjutnya ibu jari dan jari telunjuk kiri menjepit kulit tengkuk
Page 21
seerat mungkin kemudian ekor dipindahkan dengan menjepitnya diantara
jari manis dan jari kelingking tangan kiri, mencit tersebut siap diberi
perlakuan dengan tangan kanan.
Adapun persyaratan untuk hewan coba yang digunakan adalah hewan
yang telah dewasa, berbadan sehat dengan berat badan yang telah
ditentukan. Untuk berat badan mencit yang ditentukan yaitu 17-25 gram.
Pada percobaan kali ini, mencit yang digunakan tidak sesuai bobot badan
yang telah ditentukan. Selain itu masih terlalu kecil (belum dewasa),
sehingga sangat sulit dalam penanganan terutama pada saat memegang atau
menjepit kulit tengkuknya karena terlalu kecil.
Keuntungan dari penggunaan mencit itu sendiri adalah karena
kemudahannya dalam memelihara dalam jumlah banyak, memiliki struktur
organ dalam yang hampir sama dengan manusia sehingga mudah
mengetahui bagaimana pendistribusian obat dalam tubuh dan efek yang
terjadi serta memiliki ukuran yang kecil sehingga mudah digunakan dalam
penanganan hewan coba. Untuk kerugian dari mencit yaitu hanya memiliki
volume darah yang sedikit sehingga sulit dalam melakukan pengamatan.
Penggunaan suatu obat hampir selalu melibatkan transfer obat ke
dalam aliran darah. Tetapi, meskipun tempat kerja obat tersebut berbeda-
beda, namun bisa saja terjadi absorpsi ke dalam aliran darah dan dapat
menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Absorpsi ke dalam darah
dipengaruhi secara bermakna oleh cara pemberian, oleh karena itu perlu
diperhatikan bobot dan volume pemberian obat.
Page 22
Untuk bobot dan volume maksimal pemberian obat pada hewan coba
tidak boleh melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan. Seperti yang ada
didalam tabel berikut ini :
Tabel I.2.4. Volume Maksimum Larutan Obat Yang Diberikan Pada Hewan Coba
Jenis hewan dan
BB
Cara pemberian dan volume maksimum dalam
mililiter
i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
Tikus (100 g) 1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0 5,0
Hamster (50 g) - 0,1 1,0-5,0 2,5 2,5
Marmut (250 g) - 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0
Merpati (300 g) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0
Kelinci (2,5 kg) 5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 20,0
Kucing (3 kg) 5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 5,0-10,0 50,0
Anjing (5 kg) 10,0-20,0 5,0 20,0-50,0 10,0 100,0
Keterangan :
a. BB = bobot badan
b. i.v = intravena
c. i.m = intramuscular
d. i.p = intraperitoneal
e. s.c = subcutan
f. p.o = per oral
Page 24
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Cara penanganan pada hewan coba kelinci (Oryctolagus cuniculus)
yaitu dipegang kulit leher kelinci pada tangan kiri, diangkat ke belakang
dengan tangan kanan, setelah itu kelinci tersebut siap diberi perlakuan.
2. Cara penanganan pada hewan mencit (Mus musculus) yaitu ujung ekor
mencit diangkat dengan tangan kanan, mencit diletakkan dan dibiarkan
mencengkram ditempat kasar (kawat) kemudian ibu jari dan telunjuk
kiri menjepit kulit tengkuk seerat mungkin lalu ekor mencit dililit pada
jari kelingking dan dijepit degan jari manis. Selanjutnya mencit tersebut
siap diberi perlakuan.
V.2 Saran
Disarankan untuk laboratorium farmakologi dan toksikologi
kedepannya untuk lebih dilengkapi baik dari segi alat maupun bahan agar
tercapainya praktikum yang efisien.
Page 25
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Malole, M.M.B, Pramono, C.S.U. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan
Laboratorium. Penelaah Maskudi Pertadireja. Bogor: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Bioteknologi, IPB.
Marbawati, Dewi., dan Bina Ikawati, “Kolonisasi Mus musculus albino Di
Laboratorium loka Litbang P2B2 Banjarnegara”, Balaba Vol. 5, No.01
Priyanto, 2008, Farmakologi Dasar Edisi II, Depok : Leskonfi.
Stefanus, Lukas. 2006. Formulasi Sediaan Steril. Yogyakarta : C.V Andic Offset.
Sudjadi, Bagad. 2007. Biologi kelas 2 SMA. Jakarta : Yudistira.
Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan
Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis.
Jakarta.
Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit
PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.