Perancangan Film Dokumenter Biografi Pesilat Terakhir
Minangkabau Di Salatiga
(Studi Kasus Kota Salatiga)
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
untuk memperoleh Gelar Sarjana Desain
Oleh:
Raditya Bangun Sutrisno Herwanto
NIM: 692012023
Program Studi Desain Komunikasi Visual
Fakultas Tekonologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2018
1
1. Pendahuluan
Pencak silat merupakan seni beladiri asli Indonesia yang merupakan warisan
budaya nasional dan memiliki nilai yang sangat luhur. Setiap daerah di Indonesia
memiliki kekhasan tersendiri dalam teknik atau gerakan silatnya, salah satunya
ialah pencak silat tradisional Minangkabau. Pencak silat tradisional Minangkabau
merupakan pencak silat yang unik karena selain memiliki gerakan khas Minang ,
silat ini juga memiliki beberapa aliran yang berbeda satu dan yang lainnya, karena
silat Minangkabau ini merupakan silat pencampuran yang sangat menjunjung
tinggi nilai kebatiniah yang merupakan salah satu kesatuan dari silat tradisional
Minangkabau ini, tidak hanya jasmani yang ditonjolkan namun juga
mengandalkan kekuatan batiniah yang dari zaman dahulu sudah menjadi
tradisi.[1]
Di Kota Salatiga, terdapat seorang tokoh pencak silat tradisional Minangkabau
bernama Suparto Resowiyoto, beliau telah mencintai seni bela diri pencak silat
sejak remaja dan sampai saat ini. Dalam perjalanan waktu, beliau tidak hanya
sebagai atlit pencak silat namun juga menjadi seorang pelatih silat di Kota
Salatiga sejak tahun 1969. Berbagai prestasi baik secara individu maupun siswa
yang telah dilatihnya telah didapatkannya, salah satunya adalah loncatan tingkat
dari wasit daerah Salatiga menjadi salah satu wasit provinsi, nasional dan juga
taraf internasional.Sudah 49 tahun Suparto Resowiyoto mengabdikan dirinya di
dunia pencak silat. Beliau adalah salah satu dari 4(empat) wasit diseluruh
Indonesia yang pernah menjadi wasit pertandingan pencak silat dengan taraf
International. Hampir seluruh hidup Suparto dia abdikan pada pencak silat, karna
kecintaannya terhadap dunia persilatan sangat tinggi, hingga kini beliau masih
melatih silat di kota Salatiga tanpa di bayaran. Beliau adalah pesilat satu-satunya
yang tidak berasal dari Minangkabau namun masih menguasai teknik maupun
pengetahuan mengenai pencak silat tradisonal Minangkabau di Kota Salatiga. [2]
Berdasarkan dengan observasi awal yang telah dilakukan, ternyata aspek-
aspek yang terkandung didalam pencak silat tradisional Minangkabau sudah mulai
ditinggalkan dan sulit ditemukan. Pencak silat hanya dipandang sebagai bela diri
yang mementingkan aspek olahraga dan kemenangan saja tanpa memikirkan
aspek lainnya. Seperti halnya di Kota Salatiga sendiri, kini sudah tidak ada lagi
penerus dari silat tradisional Minangkabau yang benar-benar menjunjung tinggi
aspek kerohanian. Dan sebagai salah satu tokoh pesilat minangkabau, informasi
mengenai biografi serta sepak terjang beliau dalam dunia silat minangkabau
belum ada, baik secara tertulis maupun secara audio visual / film. Hal ini tentunya
akan menjadi kerugian tersendiri bagi kota Salatiga, bahwa ada seorang Tokoh
yang sangat berpengaruh dalam membawa dan membesarkan pencak silat
minangkabau di kota Salatiga, namun informasi mengenai itu tidak ada sama
sekali.
Berdasarkan dengan permasalah yang ada, maka dilakukan perancangan film
dokumenter biografi Suparto Resowiyoto, yang berisi tentang biografi pesilat
minangkabau yang masih kukuh mengajarkan nilai-nilai dasar pencak silat
2
tradisional Minangkabau. Dokumenter ini memiliki keunggulan untuk
menampilkan kedetailan serta mampu bercerita mengenai kondisi yang
sebenarnya, sehingga diharapkan masyarakat dalam mengetahui perjalanan hidup
seorang pesilat yang bernama Suparto Resowiyoto. Hasil dari perancangan ini
dapat memperkaya wawasan masyarakat dan meningkatkan pengetahuan
mengenai tokoh-tokoh pesilat tradisional Minangkabau yang berada di kota
Salatiga.
2. Tinjauan Pustaka
Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Benny Zanuarwan Putra Guchy
yang berjudul Perancangan Video Promosi Pencak Silat Setia Hati Organisasi.
Latar belakang masalah dari penelitian tersebut yaitu, Pencak Silat merupakan
bela diri asli Indonesia yang memiliki kekhasan dalam setiap gerakannya. Pencak
silat kini telah menyebar luas ke seluruh tanah air. Keunikan menjadi sangat
penting dalam mengembalikan citra suatu perguruan silat. Untuk itu dirancanglah
video dokumenter yang membahas tentang pencak silat pada persaudaraan setia
hati organisasi dalam upaya untuk mempromosikan pencak silat setia hati
organisasi. Prosedural perancangan meliputi : proses pra produksi, produksi dan,
paska produksi. [3]
Penelitian sebelumnya juga telah dilakukan oleh Andhika Taufik , Prayanto
W.H , Hen Dian Yudani yang berjudul Perancangan Film Dokumenter Perjalanan
Hidup RA Kartini. Latar belakang masalah dari penelitian tersebut yaitu, RA
Kartini bukan sekedar pahlawan biasa yang dengan senjata melawan penjajah,
tetapi dengan pemikirannya yang maju. Sayangnya belum banyak orang yang
mengangkat kisah hidup RA Kartini dalam bentuk dokumentasi audio visual.
Metode yang digunakan dalam perancangan film dokumenter perjalanan hidup
RA Kartini adalah Kualitatif karena untuk memaparkan interpretasi pada konteks
sejarah sosial. Dengan pendekatan film dokumenter ini akan menyajikan fakta-
fakta dari wawancara beberapa narasumber dan memperlihatkan latar belakang
dari RA Kartini. Hasil dari penelitian ini berupa film dokumenter perjalanan kisah
RA Kartini. [4]
Dari penelitian sebelumnya, penelitian ini membahas mengenai video
dokumenter biografi seorang atlet pencak silat yakni Suparto Resowiyoto, yang
lebih mendetail dan mendalam karena dilakukan dengan metode kualitatif
langsung wawancara dengan narasumber, sehingga dapat memiliki rangkaian
cerita yang asli dari narasumber tersebut. Dalam perancangan ini menggunakan
teknik sinematografi dalam merekam keseluruhan cerita dari narasumber sehingga
menjadikan suatu cerita yang detail dan dinamis. Pengambilan gambar juga
memanfaatkan drone untuk mengambil scene Kota Salatiga sehingga mampu
memberikan gambaran Kota Salatiga bagi masyarakat yang belum
mengetahuinya. Perancangan film dokumenter pencak silat tradisional
Minangkabau ini berupa perancangan film dokumenter biografi sehingga tidak
3
menggunakan metode rekonstruksi untuk menjelaskan setiap detail ceritanya,
melainkan dari wawancara yang disampaikan narasumber tersebut.
Periode setelah kemerdekaan pada seminar pencaksilat pada tahun 1973 di
Tugu Bogor dihasilkan istilah baku yaitu pencak silat dalam kamus besar Bahasa
Indonesia istilah pencak silat mempunyai arti permainan dalam mempertahankan
diri dengan kepandaian menangkis, menyerang, dan membela diri baik dengan
senjata maupun tanpa senjata. [5] Pencaksilat adalah hasil budaya manusia
Indonesia untuk membela atau mempertahankan eksistensi dan integritasnya
terhadap lingkungan hidup atau alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan
hidup guna peningkatan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. [5]
Falsafah pencak silat adalah falsafah budi pekerti luhur yakni yang
memandang budi pekerti luhur sebagai sumber dari keluhuran sikap , perilaku,
dan perbuatan manusia yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita agama dan
moral masyarakat. Amalan ajaran budi pekerti luhur adalah pengendalian dalam
arti : (a) Rasa keterikatan kepada kaidah-kaidah, nilai-nilai, dan cita-cita agama
dan moral masyarakat. (b)Sikap tanggap dan arif kepada setiap gelagat
perkembangan, tuntutan, dan tantangannya. (c) Sikap tangguh dan dapat
mengembangkan kemampuan di dalam menghadapi dan mengatasi setiap
tantangan.(d)Sikap disiplin dan tahan uji di dalam menghadapi bebagai godaan
dan cobaan.(e)Sikap dinamis dan kreatif dalam upaya mencapai keberhasilan dan
kemajuan.
Ajaran falsafah budi pekerti di jiwai oleh nilai-nilai pencak silat di antaranya
Taqwa, Tanggap, Tangguh, Tanggon, dan Trengginas atau yang biasa di sebut
dengan 5T [5]. Dalam pencak silat memiliki aspek-aspek yang harus dipegang
teguh yakni (a)Aspek Mental Spiritual Pencak silat membangun dan
mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang. Sebagai aspek mental
spiritual pencak silat lebih banyak menitik beratkan pada pembentukan sikap dan
watak.(b)Aspek Seni. Pencak silat menggambarkan bentuk seni tarian pencak
silat, dengan musik dan busana tradisional, yang merupakan wujud kebudayaan
dalam bentuk kaidah gerak dan irama.(c)Aspek Bela Diri, pada aspek bela diri,
pendak silat bertujuan untuk memperkuat naluri manusia untuk membela diri
terhadap berbagai ancaman dan bahaya.(d)Aspek Olahraga, aspek olahraga
meliputi sifat dan sikap menjamin kesehatan jasmani dan rohani serta berprestasi
di bidang olahraga. [5]
Biografi yakni riwayat hidup (seseorang) yg ditulis oleh orang lain. Biografi
dapat diartikan sebagai kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat memuat,
menganalisa dan menerangkan fakta-fakta dari kehidupan seseorang dan peran
pentingnya. Biografi dapat bercerita tentang tokoh sejarah ataupun tokoh yang
masih hidup, orang terkenal ataupun orang yang tidak terkenal. Kebanyakan
biografi ditulis secara kronologis, dan dibagi kepada beberapa bagian. Adapula
beberapa biografi yang hanya berfokus kepada bagian-bagian atau pencapaian-
pencapaian tertentu.[6]
4
Media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur
pesan guna mencapai tujuan. Media Audio Visual: media audio visual adalah
media yang bisa didengar dan dilihat secara bersamaan. Media ini menggerakkan
indra pendengaran dan penglihatan secara bersamaan. Contohnya: media drama,
pementasan, film, televisi dan media yang sekarang menjamur, yaitu VCD.
Internet termasuk dalam bentuk media audio visual, tetapi lebih lengkap dan
menyatukan semua jenis format media, disebut Multimedia karena berbagai
format ada dalam internet. [7]
Film adalah lembaran tipis, bening, mudah lentur yang dilapisi dengan
lapisan antihalo, dipergunakan untuk keperluan fotografi. Sebuah film terbentuk
dari dua unsur, yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif
berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film cerita tidak mungkin
lepas dari unsur naratif dan setiap cerita pasti memiliki unsur-unsur seperti tokoh,
masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya-lainnya. Seluruh elemen tersebut
membentuk unsur naratif secara keseluruhan [8] Pembagian film secara umum
ada tiga jenis film, yakni: dokumenter, fiksi, dan eksperimental. Pada penelitian
ini jenis film yang digunakan adalah film dokumenter. Film dokumenter adalah
film yang subyeknya adalah masyarakat, peristiwa atau suatu situasi yang benar-
benar terjadi di dunia realita dan di luar dunia sinema yang memiliki beberapa
karakter teknis yang khusus yang tujuan utamanya untuk mendapatkan
kemudahan, kecepatan, fleksibilitas, efektifitas, serta otentitas peristiwa yang akan
direkam. [9] Umumnya film dokumenter memiliki bentuk sederhana dan jarang
sekali menggunakan efek visual.
Film dokumenter biografi merupakan sebuah penyajian potongan-potongan
peristiwa biografi seorang tokoh dalam suatu narasi yang dilengkapi dengan
elemen-elemen nonfiksi dan dilengkapi dengan audio dan visual yang menjadikan
rangkaian kisah perjalanan hidup seseorang menjadi menarik yang dibuat secara
runtut dari periodenya. Jenis film dokumenter biografi ini bercerita tentang profil
dan kehidupan seorang tokoh, baik yang dikenal oleh masyarakat luas, sosok yang
memiliki suatu keunikan, kehebatan, atau mungkin aspek-aspek lainnya yang
dimiliki seorang tokoh tersebut dan tentunya memiliki keunikan yang khas. Jenis
biografi ini pun terbagi lagi menjadi beberapa golongan antara lain, potret yaitu
mengupas human interest seseorang, dan biografi sendiri yaitu mengupas
kronologis seseorang misalnya lahir hingga meninggal atau kesuksesan seseorang
dari dulu hingga masa kini, dan yang terakhir adalah profil biasanya membahas
aspek positif dari sang tokoh.[10]
Keunggulan pembuatan dokumenter biografi yang ber-genre biografi seorang
tokoh ialah melekat pada diri subyek tersebut, memuat pengalaman unik yang
tidak akan ditemui sama persis dengan tokoh lainnya meski memiliki keahlian
yang sejenis, ditulis untuk biografi seseorang benar-benar nyata dan mencakup
keseluruhan kehidupan tokoh tersebut, sehingga dengan melihat dokumenter
biografi dapat benar-benar mengetahui keseluruhan kehidupan seorang tokoh
yang di tulis secara mendetail dan kronologis. [11]
5
Sinematografi adalah kata serapan dari bahasa Inggris Cinematography yang
asalnya dari bahasa Latin kinema 'gambar'. Sinematografi sebagai ilmu terapan
merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan
menggabungkan gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat
menyampaikan ide atau dapat mengemban cerita. Sinematografi memiliki
beberapa unsur pembentuk didalamnya yakni unsur utama dan unsur penunjang.
[12]
Unsur utama terdiri dari, Visual Gerak yang berupa lambang-lambang
komunikasi visual yang disajikan dengan metode fotografi. Audio, unsur audio
berperan besar untuk memperjelas pesan informasi dalam unsur visual
sinematografi. Dan jalan cerita yang berupa rangkaian gambar bergerak yang urut.
Unsur penunjang terdiri dari setting yang berupa tempat pengambilan gambar.
Properti, yang meliputi perlengkapan seperti kostum, pakaian untuk memberikan
kesan alami atau dramatis bagi cerita. Efek, meliputi efek gambar, suara, cahaya
maupun transisi waktu dan special efek untuk memberikan kesan yang lebih
dramatis.
3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam perancangan ini ialah menggunakan metode
kualitatif dimana metode penelitian ini bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. [14] Metode penelitian ini
digunakan untuk mengetahui, memahami, dan menghayati lebih mendalam sosok
pesilat Tradisional Minangkabau yaitu Suparto Resowiyoto. Metode ini bertujuan
mengungkapkan gejala secara holistik-konstekstual melalui pengumpulan data
dari latar alami yang dilakukan dengan wawancara langsung yang lebih
menyeluruh terhadap perilaku narasumber dan melihat langsung bagaimana
kehidupan narasumber tersebut. Sehingga yang menjadi tujuan dalam penelitian
diskriptif kualitatif ini adalah ingin menggambarkan dan menginterprestasikan
objek dengan apa adanya.
Strategi yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan Linear Strategy.
Linear Strategy atau disebut dengan strategi garis lurus, yakni menetapkan urutan
logis pada tahapan perancangan sederhana yang sudah dipahami komponennya.
[15] Adapun tahap-tahap metode linear strategy dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Linear Strategy
Tahap pertama merupakan tahap identifikasi masalah, yakni dengan
wawancara dengan narasumber yang menjadi obyek dari perancangan film
dokumenter ini, yakni Suparto Resowiyoto. Dari hasil wawancara dengan beliau
didapatkan pengetahuan mengenai pencak silat tradisional Minangkabau, yang
merupakan sebuah kesenian beladiri warisan bangsa yang kemudian di ajarkan di
Kota Salatiga. Kemudian terdapat fakta bahwa di Kota Salatiga satu-satunya yang
menguasi aliran pencak silat tradisonal Minagkabau hanya Suparto, dalam hal ini,
6
berarti aliran pencak silat tradisional Minangkabau yang asli sudah tidak memiliki
penerus lagi. Pencaksilat Minangkabau lainnya, yang terdapat di Salatiga tidak
autentik dan nilai-nilai batiniah yang seharusnya terkandung di dalam silat
tradisional Minangkabau tidak ada, dimana seharusnya nilai ini
diimplementasikan dalam setiap gerakan, sehingga aspek jasmani dan batiniah
berjalan seimbang.
Selain melakukan identifikasi masalah dengan narasumber, dilakukan
wawancara dengan pelatih pencaksilat aliran campuran yakni Bapak Santo. Hasil
yang didapatkan ialah , di Salatiga selain pencak silat tradisonal Minangkabau
juga terdapat pencak silat campuran Minangkabau yang memiliki perbedaan
dengan pencaksilat tradisional Minangkabau. Baik dai segi nilai ataupun filosofi
dan makna yang terkandung didalamnya. Sehingga keduanya memiliki perbedaan,
Suparto ialah sosok pesilat yang seluruh perjalanan hidupnya dari muda hingga
sekarang ini di warnai dengan pencak silat. Suparto telah mengenal dan
mempelajari silat tradisional Minangkabau sejak lama sehingga nilai-nilai dan
makna yang terkadung dalam silat Minangkabau telah melekat dalam dirinya,
sehingga ketika beliau menjadi pelatih, beliau tidak pernah melupakan nilai-nilai
batiniah yang terkandung didalamnya, dan selalu mengajarkan muridnya untuk
selalu menyeimbangkan antara jasmani dan rohani.
Setelah melakukan identifikasi masalah, kemudian tahap berikutnya adalah
tahap pengumpulan data, yang berupa data primer dan data sekunder.
pengumpulan data Primer diperoleh dengan wawancara dengan beberapa
narasumber yakni Suparto Resowiyoto, seorang tokoh dalam pencak silat
tradisional Minangkabau, keluarga dari Suparto yakni anak dari Suparto. Suparto
Resowiyoto merupakan seseorang yang menggeluti dunia persilatan sejak lama,
semasa mudanya beliau menjadi atlit pencak silat, kemudian beliau mulai diminta
untuk menjadi pelatih di Salatiga, dan dalam kesuksesannya melatih beliau juga
pernah menjadi wasit. Pada pengumpulan data primer ini didapat data mengenai
profil lengkap dari Pak Suparto, profil dan sejarah berdirinya padepokan silat,
falsafah dan nilai-nilai yang terdapat dalam pencak silat serta jenis dan
teknik/jurus dalam pencak silat tradisonal dan koleksi dokumentasi yang berupa
foto pribadi pak parto, dan juga dari pendapat murid Suparto yakni Bapak Kusrin.
Selain itu juga dilakukan pengumpulan data sekunder yang berfungsi untuk
memperkuat hasil yang didapatkan dari pengumpulan data primer. Data sekunder
diperoleh dari studi literatur dan referensi buku pencak silat ,beberapa jurnal
terdahulu mengenai pencaksilat, dan website.
Tahap ketiga merupakan tahap perancangan, Informasi yang telah diperoleh
dari hasil wawancara dan studi literatur, kemudian di olah untuk menjadi sebuah
ide cerita menarik yang akan digunakan untuk perancangan film dokumenter. Ide
yang diambil untuk merancang film dokumenter biografi adalah dengan mengulas
perjalanan silat Suparto Resowiyoto dimana beliau pernah menjadi seorang atlit ,
wasit dan sampai sekarang ini menjadi pelatih dalam pencak silat tradisional
Minangkabau di Salatiga. Dalam hal ini perancangan media di bagi dalam 3
tahapan yakni tahap pra roduksi, produksi, dan paska produksi. Ketiga tahapan ini
dapat dilihat dalam Gambar 2.
7
Gambar 2. Bagan Perancangan Film Dokumenter
Tahap pertama dalam peracangan film adalah dengan menentukan ide dan
konsep film. Ide dan Konsep dalam film dokumenter adalah mengisahkan dan
merekam jejak satu-satunya pendekar pencak silat tradisonal minangkabau yang
masih tersisa yaitu Bapak Suparto Resowiyoto, dengan menceritakan sejarah dan
prestasi yang telah di lakukan semasa hidupnya.
Film statement dalam video ini mengenai rangkaian perjalanan dari seorang
Suparto Resowiyoto, yang memperkenalkan kembali bahwa pencak silat
tradisional Minangkabau merupakan salah satu kesenian beladiri warisan bangsa
yang memiliki nilai-nilai luhur di dalamnya yang harus dijaga ke autentisitasnya.
Storyline ialah sebuah alur cerita yang akan dibuat pada film dokumenter
setelah statement terbentuk sehingga jelas dan terarah. [16] Gambaran Storyline
dari perancangan film dokumenter pencak silat Minangkabau adalah sebagai
berikut:
Pencak silat merupakan beladiri tradisional yang sudah ada sejak dulu dan
merupakan warisan dari leluhur yang harus kita lestarikan, di kota Salatiga
terdapat salah satu pendekar yang masih menggeluti silat tradisional yaitu Suparto
Resowiyoto.Suparto Rsowiyoto seorang yang sangat mencintai pencak silat,
beliau mendedikasikan hidupnya dalam dunia silat. Suparto merupakan seorang
pelatih Pencak Silat Tradisional Minangkabau di Salatiga yang masih bertahan
hingga saat ini. Suparto juga seorang atlit dan wasit pencak silat profesional yang
telah memiliki pengalaman baik dalam kejuaraan silat nasional maupun taraf
internasional.
Perjalanan silatnya dimulai dari kecintaanya terhadap seni bela diri semasa
beliau muda. Suparto Resowiyoto lahir di Temanggung yakni di desa Mbutuh,
dimana di desa tersebut terkenal dengan anak-anak yang gemar berkelahi. Suparto
memiliki banyak kekurangan seperti fisik yang kecil dan selalu teraniyaya.
Menjadikan ia memiliki keinginan yang kuat untuk belajar bela diri, dimana saat
era G30SPKI banyak bermunculan persaingan pencak silat sambung (pesilat-
pesilat bertarung) di gelanggang, dengan diiringi musik kicir-kicir atau es lilin
yang sangat menggetarkan hatinya. Tahun 1966 Suparto pertama kali dikenalkan
oleh Ayah Sambung yakni Pak Kurdiyanto kepada pencak silat tradisional
Minangkabau.
8
Pada zaman itu keluarga Suparto menentang beliau belajar pencak silat
karena dikhawatirkan Suparto dapat menjadi orang yang keras. Namun Suparto
tetap gigih belajar meskipun memiliki kendala dalam biaya. Beliau sangat tertarik
dalam dunia pencak silat karena dalam silat tidak perlu fisik yang kuat, yang
terpenting ialah ratio dan akal yang cerdik.
Suparto memulai perjalanan silatnya menjadi seorang atlit, dimana zaman itu
kepekaan terhadap perlindungan keselamatan masih sangat rendah, seperti
pertandingan tanpa body protector. Namun beliau tetap gigih dalam belajar
pencak silat. Suparto mulai berpindah ke Salatiga sekitar 49 tahun yang lalu. Pada
bulan-bulan pertama beliau pernah mengikuti pertandingan resmi dan juara 1
dalam pertandingan tersebut mengalahkan guru-guru besar lainnya tahun 1969 di
Lapangan Tangsi Salatiga.
Sewaktu menjadi atlit di kota Salatiga, beliau diminta untuk mengajari
pencak silat tradisional Minangkabau. Beliau merupakan seorang pelatih luar
biasa yang mengutamakan keaslian dan niai-nilai pencak silat sehingga banyak
murid-murid beliau yang memenangkan kejuaraan silat. Beliau juga selalu ritual
sembahyang dan tirakat supaya para atlit menang. Dalam pencak silatnya,
Tanggap, Tangguh, Tanggon, dan Trengginas ialah nilai-nilai yang terkandung
dalam pencak silat tradisional Minangkabau.
Dalam nilai-nilai ini juga mengandung aspek-aspek pencak silat yakni Aspek
Mental Spiritual dimana pencak silat membangun dan mengembangkan
kepribadian dan karakter mulia seseorang. Aspek Seni Pencak silat
menggambarkan bentuk seni tarian pencak silat, dengan musik dan busana
tradisional, yang merupakan wujud kebudayaan dalam bentuk kaidah gerak dan
irama. Aspek Bela Diri, pencak silat bertujuan untuk memperkuat naluri manusia
untuk membela diri terhadap berbagai ancaman dan bahaya. Aspek Olahraga
meliputi sifat dan sikap menjamin kesehatan jasmani dan rohani serta berprestasi
di bidang olahraga. Falsafah pencak silat budi pekerti luhur sebagai sumber dari
keluhuran sikap, perilaku, dan perbuatan manusia yang diperlukan untuk
mewujudkan cita-cita agama dan moral masyarakat. Amalan ajaran budi pekerti
luhur adalah pengendalian dalam pencak silat.
Perjalanan silatnya tidak sampai disitu saja beliau memulai karir sebagai
wasit pencak silat dari dari cabang Salatiga. Dimana cabang daerah memiliki 3
tingkatan wasit, provinsi memiliki 3 tingkatan, Nasional memiliki 3 tingkatan,
kemudian setelah itu baru dapat menjadi ketua pertandingan dan bisa
dipromosikan menjadi wasit internasional. Tahun 1989 Suparto mengikuti
penataran wasit nasional kelas 3. Pada April 1992 beliau menjadi wasit dalam
kejuaraan di Thailand meskipun beliau masih menjadi wasit nasional tingkat 3. Di
bulan Desember beliau menjadi wasit kejuaraan di Jakarta. Pada tahun 1996 di
Vietnam beliau juga menjadi wasit internasional, dan pada tahun tersebut juga,
beliau menjadi dewan hakim yang merupakan posisi tertinggi di sebuah
kejuaraan, yang diadakan ketika Kejuaraan Remaja Nasional.
Namun tahun 2002 beliau mengalami vakum menjadi wasit karena banyak
halangan dari pihak lain, hingga pada akhirnya tahun 2012 beliau menjadi wasit
lagi di kejuraan di Singapura, dan di Thailand. Beliau sangat menyukai ketika jadi
wasit karena merasa terhormat meskipun banyak pihak yang tidak menyukainya.
9
Hingga akhirnya umur 70 tahun beliau resmi mengundurkan diri karena merasa
sudah tidak mampu lagi karena kendala penglihatan dan pendengaran.
Kini beliau kembali melanjutkan perjalanan silatya menjadi pelatih silat
tradisional Minangkabau di kota Salatiga ini, yang sudah tidak memiliki penerus
lagi. Harapan beliau bagi pencak silat Indonesia ialah Pencak Silat semakin
banyak peminatnya, dan nilai-nilai pencak silat jangan sampai tercabut dari akar
budaya nya karena terlalu fokus pada aspek olahraganya saja, supaya pencak silat
tetap lestari, dan Suparto juga berharap kepada Kusrin, salah seorang muridnya
supaya dapat melestarikan silat tersebut seperti yang beliau ajarkan tanpa
menghilangkan nilai-nilai didalamnya.
Setelah proses menentukan storyline dari film dokumenter selesai, proses
selanjutnya yang dilakukan adalah membuat treatment. Treatment merupakan
kerangka lengkap yang berisikan adegan-adegan di suatu tempat, oleh sebab itu
treatment pun disertakan keterangan tempat dan waktu.[17]
Scene 1(Opening)
(full shot) Time lapse Plang selamat datang kota salatiga
(Bird’s-Eye view) bunderan tamansari tampak dari atas
(full shot) Time lapse Merbabu
Scene 2 (Pembuka Biografi)
1. (Full shot)Pak Parto Silat
2. (Full shot)Pak Parto Latihan
3. (Medium Long Shoot)Pak Parto di kandang ayam (Kehidupan sehari –hari)
Scene 3 (Biodata Pak Parto)
1. (Medium close up)Wawancara tentang tempat tanggal lahir
2. (Medium close up)Wawancara tentangkeluarga
3. (Medium close up)Wawancara tentang keturunan
Scene 4 (Wawancara Tentang Pencak Silat)
1. (Medium close up)Wawancara tentang awal mula mengenal Pencak Silat
2.( Medium close up)Wawancara tentang orang yang pertama kali
mengenalkan silat pada pak parto
3. (Medium close up)Wawancara tentang alasan memilih silat
4. (Medium close up)Wawancara tentang tanggapan keluarga
Scene 5 (Silat Minangkabau)
1. (Medium close up Wawancara tentang alasan memilih silat Minangkabau
2. (Medium close up)Wawancara tentang keunikan
3. (Medium close up)Wawancara tentang pengalaman saat latihan
Scene 6 (Falsafah Silat Minangkabau)
1. (Medium close up)Wawancara tentang falsafah silat melayu
2. (Medium close up)Wawancar tentang aspek- aspek silat
3. (Medium close up)Wawancara tentang aspek utama
10
Scene 7 (Atlit)
1. (Medium close up)Wawancara tentang waktu menjadi atlit
2. (Medium close up)Wawancara tentang kejuaraan
3. (Medium close up)Wawancara tentang kejuaraan yang pernah di
menangkan, foto dan video
4.( Medium close up)Wawancara tentang suka dan duka yang di alami saat
menjadi atlit
Scene 8 (wasit)
1. (Medium close up Wawancara tentang awal menjadi wasit
2. (Medium close up)Wawancara tentang wasit dalam kejuaraan
3. (Medium close up)Wawancara tentang pengalaman suka dan duka saat
menjadi wasit
4. (Medium close up)Wawancara tentang alasan berhenti menjadi wasit
Scene 9 (pelatih)
1. (Medium close up)Wawancara tentang awal menjadi pelatih
2. (Medium close up)Wawancara tentang alasan memilih pelatih di banding
atlit
3. (Medium close up)Wawancara tentang prestasi yang di dapat sebagai
pelatih, foto
4. (Medium close up)Wawancara tentang suka dan duka saat menjadi pelatih
Scene 10
(Medium close up)Wawancara mengenai saran – saran untuk silat Indonesia
(Medium close up)Wawancara tentang harapan pak parto untuk silat di
Indonesia
(Medium close up)Wawancara tentang pesan untuk silat Indonesia
Scene 11 (Penutup)
1. (High Angel)Pak parto memperagakan silat
2. Logo UKSW & FTI
Setelah merancang treatment, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan
storyboard yang merupakan rangkaian gambar ilustrasi yang menggambarkan alur
cerita . Storyboard menggabungkan narasi dan visual dalam selembar kertas
sehingga naskah dan visual dapat terkoordinasi [18]. Sehingga dengan melihat
storyboard dapat mengetahui ide cerita apa yang terdapat dalam rancangan film
dokumenter ini. Perancangan storyboard dapat dilihat pada tabel 1
11
Tabel 1 Storyboard
Scene Gambar Jenis Shot Durasi Keteragan
1
Full shot 00:20 - 00:25 Opening suasana kota
Salatiga
Backsound yang di pakai
menggunakan instrumental
2
Medium long shot 00:50 - 01:05 Kegiatan sehari-hari bapak
Suparto saat di kandang
ayam saat memandikan
ayam jago yang di pelihara
3
Medium close up 01:06 – 01:42 Wawancara Biodata
Suparto mengenai latar
belakang dan tempat dan
tanggal lahir Suparto
4
Medium close up 04:15 – 04:30 Bercerita tentang aspek –
aspek yang harus di miliki
sebagai pesilat
minangkabau
5
Medium close up 06:40 – 06:45 Menceritakan tentang saat
di salatiga Suparto harus
menjadi leader di
karenakan dia sudah
melepaskan diri dari
gurunya
6
Medium close up 06:44 – 07:08 Menjelaskan saat Suparto
menjadi Wasit pemimpin
pertandingan
7
Medium close up 07:15 – 07:42 Mas Kusrin menceritakan
tentang pengalamannya
saat belajar silat dan
mengikuti kejuaraan
8
Medium close up 07:41 – 08:00 Wawancara Prestasi yang
pernah di dapat oleh
trimurdoko(anak ke-3
bapak Suparto) saat
mengikuti perlombaan
9
Medium close up 08:02 – 08:16 Bercerita tentang suka
duka bapak Suparto saat
menjadi pelatih
10
Medium close up 10:41 – 10:51 Scene ini menceritakan
mengenai harapan dan
pesan untuk menjaga dan
melestarikan pencak silat
tradisional Minangkabau
11
High Angel 10:52 – 10:59 Peraggan silat tradisional
Minangkabau Suparto
sepagai penutup video
biografi
12
Setelah tahapan pra produksi kemudian dilanjutkan dengan tahapan produksi.
Dalam tahap ini dilakukan pengambilan gambar dan video yang mengacu pada
konsep yang terdapat dalam storyline, treatment dan juga storyboard yang telah
dirancang dalam tahapan sebelumnya sehingga dapat memudahkan dalam proses
produksi.
Kemudian tahap terakhir setelah proses produksi yakni pasca produksi yang
melibatkan proses mengedit video. Dalam proses mengedit ini dilakukan
penyesuaian durasi, mana bagian scene yang dibutuhkan dan yang perlu di
hilangkan, menambahkan footage-footage yang telah di ambil dalam proses
produksi sehingga hasil dari pengeditan video dapat maksimal.
Dalam pengerjaannya penyesuaian terhadap durasi dan ketepatan sangat
dibutuhkan , Offline editing merupakan salah satu tahap pertama dalam proses
editing yaitu memotong gambar (cut to cut) sehingga dapat di gabungkan menjadi
satu kesatuan, dalam hal ini memotong rekaman video untuk menyesuaikan
dengan durasi. Kemudian setelah tahap pertama selesai dilanjutkan dengan Online
editing, merupakan tahap lanjutan dari tahap pertama disini potongan gambar
disempurnakan dengan memberikan efek-efek transisi pada gambar atau video
yang telah dipotong, ditambahkan transisi sehingga dapat menampilkan video
dengan lebih menarik.
Selanjutnya proses compositing yakni menggabungkan klip-klip dari video
yang sebelumnya sudah di potong dan diberikan efek-efek transisi, maupun klip
audio yang menjadi background suara dalam video tersebut, digabungkan
sehingga menjadi video yang utuh.
Gambar 3 . Proses compositing
Setelah menjadi satu kesatuan yang utuh kemudian tahap berikutnya adalah
melakukan proses grading pada video yakni, proses mengubah, memperbaiki atau
menyamakan warna dalam video, yang berfungsi untuk memberikan nuansa
tampilan yang lebih baik untuk dilihat,jenis grading yang di pakai adalah
Cinematic color grading yang membuat video menjadi lebih hidup di karenakan
warna yang ada di video menjadi lebih tajam.
13
Before Grading After Grading
Gambar 4. Proses Grading
Setelah proses mengedit video selesai dilanjutkan proses selanjutnya yakni
proses rendering dengan menggabungkan semua berkas-berkas potongan video
beserta efek-efek yang ada menjadi sebuah output final dalam video ini
menggunakan format render mp4 dengan resolusi 720p, sehingga video ini dapat
di implementasikan dan dibagikan dengan mudah di youtube , media sosial
sehingga banyak orang yang dapat mengetahui dan dengan mudah dapat
mengaksesnya, dan juga dalam bentuk DVD sehingga dapat langsung menjadi
arsip bagi dunia pendidikan bahwa ada kisah perjalanan pencak silat tradisional
Minangkabau lewat Suparto.
4. Hasil dan Pembahasan
Hasil dari perancangan film dokumenter berupa media yang mampu
memberikan informasi dan menyajikan perjalanan silat dari seorang tokoh yakni
Suparto Resowiyoto di Salatiga, yang tetap menjaga teguh pendirian mengenai
falsafah silat tradisonal dan upaya untuk menjaga keberlangsungan Pencak Silat
Tradisonal Minangkabau yang sudah mulai dilupakan oleh para generasi muda
dapat dilestarikan. Berikut adalah hasil perancangan film dokumenter.
Gambar 4. Scene 1 Opening
Gambar 4 merupakan scene opening yang menceritakan mengenai seperti apa
kota Salatiga, kehidupan kota nya dan juga panorama yang menghiasi kota tempat
tinggal dari sosok Suparto Resowiyoto yang menggunakan jenis shoot yakni full
shot untuk memperlihatkan suasana Kota Salatiga jika dilihat dari jauh dan
memperlihatkan icon dari Kota Salatiga ini sendiri dengan teknik time lapse.
14
Gambar 5. Scene 2 Kegiatan Sehari-hari
Scene berikutnya adalah pengenalan tokoh utama film dokumneter ini yaitu
sosok Suparto Resowiyoto dalam pengenalan sosok ini diperlihatkan bagaimana
kehidupan sehari-hari sosok Suparto Resowiyoto dengan menampilkan latar
tempat tinggal dan kegiatan sehari-hari. Pengambilan gambar mengunakan jenis
shoot yakni medium shoot, yang bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana
sosok Suparto dan kegiatan yang dilakukan oleh Suparto setiap harinya. Scene
pengenalan dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 6. Scene 3 Wawancara Biografi
Scene berikutnya adalah biografi tokoh utama dan kondisi keluarga dari
tokoh Suparto . Pengambilan gambar mengunakan jenis shoot yakni medium
shoot, yang bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana perjalanan tokoh dalam
dunia persilatan, menceritakan latar belakang dari Suparto beserta keluarga dari
Suparto. Scene pengenalan dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 7. Scene 4 menceritakan latar belakang narasumber
Scene berikutnya merupakan scene yang membahas mengenai latar belakang
silat yang membuat Suparto memutuskan untuk menggeluti dunia persilatan dari
awal hingga kini. Scene ini menggunakan medium shoot untuk pengambilan
gambar. Menampilkan dokumentasi-dokumentasi bagaimana Suparto di masa lalu
Scene pengenalan dapat dilihat pada gambar 7.
15
Gambar 8. Scene 5 latar belakang silat
Scene berikutnya merupakan scene yang membahas mengenai silat yang
digeluti oleh Suparto ini yakni Silat aliran Minangkabau. Beliau memiliki
ketertarikan sendiri terhadap jenis silat Minangkabau ini, dengan segala
keunikannya, hingga sekarang ini Suparto masih memegang teguh nilai-nilai yang
ada. Jenis shoot yang digunakan ialah medium shoot yang menampilkan gambaran
dari wawancara dan cuplikan bagaimana Suparto ketika mendalami silat dimasa
lampau. Scene pengenalan dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 9. Scene 6 falsaah-falsafah yang ada di dalam silat Minangkabau
Scene berikutnya membahas mengenai bagaimana falsaah-falsafah yang ada
di dalam silat Minangkabau, yakni yang tidak hanya mengedepankan aspek
jasmani dan perlombaan saja namun sangat memegang teguh nilai-nilai
kerohanian yang terdapat ketika mempelajari silat ini. Dalam scene ini juga di
tampilkan bagaimana nilai-nilai yang ada dalam silat Minangkabau tersebut
dengan pengambilan gambar menggunakan medium shoot. Scene pengenalan
dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 10. Scene 7 gambaran Suparto ketika menjadi wasit
Scene berikutnya menggambarkan kehidupan Suparto ketika menjadi wasit,
tingkatan yang ada di dalam wasit pencak silat, dan bagaimana proses hingga
Suparto pernah menjadi wasit Internasional, dan pernah menjadi hakim dalam
pertandingan pencak silat nasional. Seluruh perjalanan Suparto dalam menjadi
wasit baik dokumentasi maupun wawancara diambil menggunakan medium shoot.
Scene pengenalan dapat dilihat pada gambar 10.
16
Gambar 11. Scene 8 kehidupan Suparto saat menjadi atlit pencak silat
Scene berikutnya menggambarkan kehidupan Suparto ketika beliau menjadi
atlit pencak silat. Bagaimana kisah permulaan beliau menjadi tertarik dan
akhirnya menjadi seorang atlit pencak silat ketika beliau masih muda, apa saja
yang pernah beliau raih, dan suka duka menjadi atlit pencak silat semua di ambil
dengan pengambilan medium shoot. Scene pengenalan dapat dilihat pada gambar
11.
Gambar 12. Scene 9 wawancara dengan murid dan keluarga Suparto
Scene berikutnya menceritakan perjalanan Suparto setelah menjadi atlit yakni
ketika menjadi pelatih pencak silat, hingga sekarang ini, bagaimana kiat-kiat yang
beliau lakukan dan upayakan sehingga atlit yang beliau latih dapat memenangkan
pertandingan, dan atlit tersebut tidak meninggalkan aspek kerohanian yang ada di
dalam pencak silat tradisional Minangkabau ini. Pengambilan gambar diambil
dengan medium shoot. Ditambah pendapat murid dari Suparto tentang bagaimana
sosok Suparto sebagai pelatih oleh Bp. Kusrin. Scene pengenalan dapat dilihat
pada gambar 12.
Gambar 13. Scene 10
Scene berikutnya merupakan bagian penutup yang diambil dengan medium
shoot yang diambil dengan wawancara sosok Suparto mengenai pesan dan kesan
pencak silat di Indonesia ini yang telah dilaluinya semasa muda hingga saat ini,
pesan untuk murid dari Suparto untuk selalu melestarikan silat aliran
17
Minangkabau, dan harapan dari Suparto untuk kemajuan silat di Indonesia ini.
Scene pengenalan dapat dilihat pada gambar 13.
Gambar 14. Scene 11
Gambar 14 merupakan penutup dari rangkaian video dokumenter ini, yang
berisi tokoh Suparto yang memperagakan pencak silat yang diambil menggunakan
pengambilan gambar dengan jenis High angel dan ditutup dengan logo UKSW
dan FTI.
Pada hasil akhir film dokumenter tentang Pencak Silat Tradisional
Minangkabau dengan Narasumber Suparto Resowiyoto di Salatiga ini akan
diunggah pada media sosial Youtube dan juga disebarkan melalui media sosial
Facebook, dan media sosial lainnya sehingga jangkauan penyebarannya luas.
Selain itu akan dibuat juga dalam bentuk offline berupa, DVD yang akan di
berikan untuk arsip di perpustakaan UKSW , dapat di lihat pada gambar 15 dan 16
Gambar 15. Implementasi media sosial Youtube
Gambar 16. Implementasi media DVD
Pengujian film Dokumenter dilakukan secara kuantitatif dengan melakukan
pembagian kuisioner serta memperlihatkan hasil video dokumenter, kepada 20
mahasiswa Desain Komunikasi Visual, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas
Kristen Satya Wacana yang telah mengambil mata kuliah pre production dan post
production. Berdasarkan kuisioner yang dibagikan kepada responden mengenai
kejelasan akan alur cerita dalam film dokumenter, hasil yang didapat adalah 80%
18
respoden menyatakan bahwa alur cerita yang dibangun pada film ini sudah baik
dan sistematis. Untuk teknik pengambilan gambar / sinematografi pada video ini,
respoden menyatakan 80 % sudah sesuai dengan kaidah sinematografi yang baik,
pengambilan gambarnya juga dinamis, sehingga perpindahan tiap scene tidak
monoton. Pemilihan setting dan pemilihan tempat sudah baik menurut 70%
responden sudah baik karena pemilihan lokasi shooting sangat sesuai dengan alur
cerita. Menurut 80% responden mengatakan untuk pemilihan kostum baik dalam
keseluruhan cerita maupun peragaan silat sudah sesuai dengan tema sehingga
menambah nilai estetik dalam film tersebut. Sedangkan teknik pencahayaan, dan
pemilihan latar musik menurut 90% responden tergolong cukup baik, dalam
penampilan setiap adegan nya dan pemilihan backsound cukup tidak membuat
audiens bosan, 95% responden menyatakan cukup baik, karena pergerakannya
sudah cukup stabil sehingga audiens tetap dapat menikmati film dokumenter ini.
Sedangkan menurut 90% responden untuk proses editing video yang melibatkan
color grading sudah sesuai, sehingga dapat membuat video menjadi lebih hidup di
karenakan warna yang ada di video menjadi lebih tajam dan terkesan sinematik.
Penambahan transisi menurut 95% responden dalam video sudah sesuai dengan
potongan gambar sehingga tidak mengganggu dan menimbulkan efek berlebihan
dalam film ini. Sehingga 80 % responden menyatakan secara keseluruhan pesan
yang di visualisasikan dalam dokumenter ini telah dapat tersampaikan ke audiens
dengan baik.
Pengujian selanjutnya dilakukan secara kualitatif yakni dengan melakukan
wawancara serta memperlihatkan hasil video dokumenter kepada Martin
Setyawan, S.T. s.kom selaku staff pengajar di Universitas Kristen Satya Wacana
dan sebagai ahli dalam dunia perfilman. Dalam wawancara mengenai hasil dari
film dokumenter , membahas mengenai sinematografi dan alur cerita yang ada
pada film dokumenter tersebut, serta keseluruhan teknik yang ada dalam film
dokumenter ini. Hasil pengujian yang didapatkan ialah film dokumenter ini
menarik, selain itu teknik pengambilan gambar dan setting lokasi, beserta kostum
dan penampilan dari sosok Suparto ditampilkan dengan baik. Namun untuk
background music dari film dokumenter ini masih harus diperbaiki lagi karena
dianggap belum mampu membangun suasana yang sesuai dengan adegan yang di
visualisasikan, apabila pemilihan backsound sudah tepat makahal ini akan
menjadikan film dokumenter silat tradisional Minangkabau lebih menarik.
Sehingga akan dilakukan revisi penambahan ataupun penggantian background
music dalam film dokumenter ini.
5. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, Perancangan Film Dokumenter Biografi Pesilat
terakhir Minangkabau di Salatiga telah dapat menyampaikan informasi tentang
perjalanan silat tradisional Minangkabau oleh sosok Suparto. Keseluruhan isi
dalam film dokumenter ini telah menggambarkan dengan baikn bagaimana
perjalanan silat Suparto ketika menjadi atlit, wasit dan juga pelatih dengan tetap
teguh memegang nilai-nilai dan falsafah yang terkandung di dalam silat
tradisional Minangkabau. Dalam film dokumenter ini juga didukung dengan unsur
19
sinematografi dan backsound yang dapat membuat suasana dalam film
dokumenter ini lebih menarik. Teknik pengambilan gambar, setting lokasi dan
juga pemilihan kostum sudah sesuai dengan alur cerita sehingga sapat
menghidupkan cerita yang ada dalam film dokumenter ini. Oleh karena itu, film
dokumenter ini dapat dijadikan sebagai media informasi yang menarik dalam
mengenalkan biografi seorang pesilat tradisional Minangkabau di kota Salatiga
pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
6. Pustaka
[1] Wawancara dengan Suparto Resowiyoto, Tanggal ,10 Februari 2018
[2] Wawancara dengan Suparto Resowiyoto, Tanggal ,15 Maret 2018
[3] Guchy,Benny Zanuarwan Putra.2014. Perancangan Video Promosi Pencak Silat Setia
Hati Organisasi. Jurnal Integrasi, vol. 6, no. 1, 2014, 36-40. Batam : Politeknik Negeri
Batam
[4] Taufik, Andhika , W.H, Prayanto, Yudani, Hen Dian. 2014. Jurnal Perancangan Film
Dokumenter Perjalanan Hidup RA Kartini. Surabaya : Universitas Kristen Petra
[5] Kriswanto, Erwin Setyo. 2015. Pencak Silat. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
[6] http:// kamusbahasaindonesia.org/. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. diakses 1
Agustus 2018
[7]http://www.pengertianahli.com/2014/07/pengertian-media-dan-jenis-media.html
diakses pada 21 Maret 2018
[8] Pratista , Himawan. 2008, Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka hal 33
[9] Blandford, Steve dkk. 2000, The Film Studies Dictionary
[10] https://idseducation.com/articles/jenis-jenis-film-dokumenter/. International Design
School. 2014 diakses pada 3 April 2018
[11] Sugiarto, Eko. 2015, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi dan Tesis.
Jakarta: Suaka Media
[12] Mulyono, Agus,. 2014, Dasar-dasar Sinematografi
[13] Pratista, Himawan. 2008, Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka hal 76
[14] Sugiyono. 2011:9
[15] Jonathan, Sarwono. 2007. Metode Riset untuk Desain Komunikasi Visual.
Yogyakarta: Andi Yogyakarta
[16] Nugroho, Fajar. 2007. Cara Pinter Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta : Penerbit
Indonesia Cerdas.
[17] Nugroho, Fajar. 2007. Cara Pinter Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta : Penerbit
Indonesia Cerdas
[18] Binanto, Iwan. 2010. Multimedia Dasar (Dasar Teori dan Pengembangannya).
Yogyakarta: Andi Yogyakarta