PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
“PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DAN MUTASI”
MAKALAH
diajukan untuk melengkapi tugas Matakuliah Perencanaan Sumber DayaManusia
di Program Studi/Jurusan Manajemen
Oleh
Aulia Bagus Wibowo 120810201336
Khairul Anam 120810201343
Eva Fariza 120810201341
Nailin Nikmatul Maulidiyah 120810201348
Nur Rochman Alfath 120810201357
S1 MANAJEMEN / KELAS MGT – B
KELOMPOK 9
PROGRAM STUDI/JURUSAN MANAJEMEN[1]
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER
2015
PRAKATA
Puji dan rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
Swt. serta tidak lupa kepada junjungan besar Nabi Muhammad
SAW, karena atas hidayah-Nya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “PERENCANAAN SUMBER DAYA
MANUSIA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DAN MUTASI”
Pada kesempatan ini juga, penulis tidak lupa mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini, terutama
kepada:
1. Drs. Budi Nurhardjo, M.Si. selaku dosen pengampu
Matakuliah Perencanaan Sumber Daya Manusia;
2. orang tua yang selalu memberikan dukungan moral kepada
penulis;
3. semua teman-teman di kampus yang tidak mungkin disebutkan
satu per satu, yang telah banyak memberikan dorongan dan
semangatnya, sekali lagi terima kasih untuk semuanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu
masih sarat dengan kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca yang budiman demi perbaikan makalah ini ke
[2]
depannya. Akhir kata semoga makalah yang sederhana ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Jember, 10
Maret 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................. i
KATA PENGANTAR............................................ ii
DAFTAR ISI................................................
..........................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................... 2
[3]
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………….................. 2
1.4 Manfaat………………………………………………………………………………................. 3
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemberhentian .......................... 4
2.2 Alasan Pemberhentian.................................. 4
2.3 Proses Pemberhentian……………………………………………………………….. 7
2.4 Pengaruh Pemberhentian Karyawan Terhadap
Perusahaan…………………………. 8
2.5 Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)............ 8
2.5.1 PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela)………………………………………...
8
2.5.2 PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)
…………………………... 10
2.6 Mekanisme Dan Penyelesaian Perselisihan PHK........... 12
2.7 Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)…………………………………… 14
2.8 Studi Kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)……………………………………
15
2.9 Pengembangan Melalui Mutasi/Promosi…………………………………………….. 16
2.9.1 Pengertian Promosi ……………………………………………………………. 16
2.9.2 Dasar-Dasar Promosi…………………………………………………………… 16
2.10 Pengertian Mutasi…………………………………………………………………… 17
[4]
2.10.1 Tujuan Mutasi…………………………………………………………………. 17
2.10.2 Sebab-Sebab dan Alasan Mutasi………………………………………………. 17
2.11 Studi Kasus Promosi/Mutasi………………………………………………………… 18
BAB 3 PENUTUP
3.1. Simpulan........................................ 19
3.2. Saran........................................... 19
DAFTAR PUSTAKA............................................ 20
iii[5]
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat
impian dan keinginan Negara Indonesia untuk mewujudkan rakyat
Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur serta merata baik
hal materil maupun kebutuhan spritualnya. Impian dan keinginan
diperuntukkan membangun manusia seutuhnya dengan pelaksanaan
pembangunan ekonomi nasional.
Dalam konteks ini, pembangunan ekonomi nasional rakyat,
pemerintah sebagai regulator dan pemegang kepentingan sudah
pasti akan melibatkan tenaga kerja atau buruh massal sebagai
komponen sumber daya manusia, guna mendukung proses
keberlangsungan kegiatan pembangunan. Keberlangsungan ini,
harus ada pengelolaan yang baik oleh pemerintah, baik itu
secara langsung maupun tidak langsung supaya pemerintah bisa
dikatakan berhasil, namun di sisi lain pemerintah akan
dikatakan gagal jika ia tidak bisa melakukan pengelolaan yang
baik. Banyak pimpinan negara mendapatkan demosi dari tampuk
kekuasaan hanya karena gagal dalam mengelola tenaga kerja atau
buruh, tetapi ada juga pimpinan mendapatkan promosi yang lebih
disebabkan keberhasilannya dalam pengelolaan tersebut1.
Jadi, Pemutusan hubungan kerja adalah isu yang sensitif,
pemerintah / pengusaha haruslah bijaksana dalam melakukan
1 http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-msdm-pemberhentian-tenaga-kerja.html [diakses pada 08 Maret 2015]
[6]
pemutusan hubungan kerja (PHK), karena dapat menurunkan
kesejahteraan masyarakat, rakyat kehilangan pekerjaan, bahkan
jika terjadi pengangguran karena di PHK ini lebih gawat lagi,
sebab jelas akan mengundang demonstrasi pekerja/buruh secara
besar-besaran. Istilah pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah
sebuah momok bagi pekerja, mengingat sangat banyak sekali
dampak dan akibat yang ditimbulkannya, tidak hanya bagi
pekerja itu sendiri bahkan ini seperti efek domino yang saling
berkaitan satu sama lain dan merambah kesektor kehidupan
masyarakat lainnya. Jadi, pemerintah, pengusaha, pekerja/buruh
dan serikatnya sebaiknya mengupayakan agar jangan terjadi
pemutusan hubungan kerja.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang diangkat oleh penulis disini
adalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari pemberhentian?
2. Apa sajakah alasan dari pemberhentian?
3. Bagaimanakah proses pemberhentian?
4. Bagaimana pengaruh pemberhentian karyawan terhadap
perusahaan?
5. Apa sajakah jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
6. Bagaimanakah mekanisme dan penyelesaian perselisihan PHK?
7. Berapa kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
8. Bagaimana studi kasus tentang Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK)?
9. Apakah pengembangan melalui mutasi/promosi itu?[7]
10. Apa pengertian mutasi itu?
11. Bagaimana studi kasus tentang promosi/mutasi?
1.3TUJUAN
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Mengetahui pengertian dari pemberhentian;
2. Mengetahui alasan dari pemberhentian;
3. Mengetahui proses pemberhentian;
4. Mengerti akan pengaruh pemberhentian karyawan terhadap
perusahaan;
5. Mengerti akan jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK);
6. Mengetahui mekanisme dan penyelesaian perselisihan PHK;
7. Menjelaskan kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK);
8. Menelaah studi kasus tentang Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK);
9. Menganalisis pengembangan melalui mutasi/promosi;
10. Mengerti pengertian dari mutasi itu;
11. Mngetahui studi kasus tentang promosi/mutasi.
1.4MANFAAT
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.[8]
1. Memperluas wawasan masyarakat tentang seluk beluk
Perencanaan Sumber Daya Manusia khususnya Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) dan Promosi/Mutasi;
2. Mengajak masyarakat agar mengerti dan tidak simpang siur
akan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Promosi/Mutasi;
3. Memberikan gambaran konsep tentang Perencanaan Sumber
Daya Manusia guna sebagai acuan referensi.
[9]
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PEMBERHENTIAN
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengartikan
bahwa Pemberhentian atau Pemutusan hubungan kerja adalah
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan
pengusaha.
Sedangkan menurut Moekijat mengartikan bahwa
Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerjasama seseorang
karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.
2.2 ALASAN PEMBERHENTIAN
Ada beberapa alasan yang menyebabkan seseorang
berhenti atau putus hubungan kerjanya dengan perusahaan, ada
yang bersifat karena peraturan perundang-undangan, tapi ada
juga karena keinginan pengusaha, agar tidak terjadi hal
semena-mena yang dilakukan pengusaha, maka pemerintah telah
mengeluarkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan
pemberhentian karyawan. Dalam pengertian ini pemerintah tidak
melarang secara umum untuk memberhentikan karyawan dari
pekerjaannya. Jangan karena tidak cocok dengan pendapat
perusahaan atau bertentangan dengan kehendak atau[10]
keinginan pengusaha yang mengharapkan karyawan terus
bekerja utuk meningkatkan produksinya, karyawan tersebut
langsung diberhentikan, tanpa melalui prosedur yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah dan tanpa dijelaskan alasan-
alasannya kepada karyawan.
Oleh karena demikian, untuk melindungi karyawan dari
tindakan demikian, maka pemerintah telah mendaptkan
kebijakannya sebagai tertuang di dalam undang-undang No.
13 Tahun 2003 bahwa, pengusaha dilarang melakukan pemutusan
hubungan kerja dengan alasan2:
1. Pekerja berhalangan masuk karena sakit perut menurut
keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12
bulan secara terus menerus;
2. Pekerja berhalangan Negara sesuai denganketentuan
perundang-undangan yang berlaku;
3. Pekerjaan mengerjakan ibadah yang diperintahkan
agamanya;
4. Pekerja menikah;
5. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan
perkawinan dengan pekerjaan lainnya dalam satu
perusahaan, kecuali telah diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama;
6. Pekerja mendirikan, mejadi anggota dan/atau pengurus
serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat
pekerja di luar jam kerja atau di dalam jam kerja atas
2 http://mahasiswa-adm.blogspot.com/2012/11/makalah-msdm-phk.html [diaksespada 08 Maret 2015]
[11]
kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam pernjanjian kerja bersama;
7. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang
berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan
tindakan pidana kejahatan;
8. Karena perbedaan yang paham, agama, aliran politik,
suku, wana kulit, golongan, jenis kelami, kondisi fisik
atau status perkawinan;
9. Pekerjaan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat
kecelakaan kerja, atau karena hubungan kerja yang
menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Di samping hal tersebut di atas yang melarang
pengusaha mengadakan pemutusan hubungan kerja dengan
karyawannya, tapi ada juga yang membolehkan pengusaha
mengadakan pemutusan kerja dengan karyawan dengan asalan
pekerja telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a) Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan dan/atau
uang milik perusahaan;
b) Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan
sehingga merugikan perusahaan;
c) Mabuk, minum-minuman keras memabukan, memakai atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya di lingkungan kerja;
d) Melakukan perbuatan asusiala atau perjudian di
lingkungan kerja;
[12]
e) Menyerang menganiaya, mengancam astau mengintimidasi
teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f) Membujuk temasn sekerja atau pengusaha untuk
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan;
g) Dengan ceroboh astau sengaja merusak atau
mebiarkan dalam keadaan bahaya barang milik
perusahaan yang menimbulkan rugi bagi perusahaan;
h) Dengan ceroboh atau membiarkan teman sekerja atau
pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i) Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang
harusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan
Negara;
j) Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan
yang diancam pidana 5 tahun atau lebih.
Semua kegiatan seperti di atas, baru pengusaha
memutuskan melakukan pemutusan hubungan hubungan kerja
dengna karyawan, apabila memang benar-benar terbukti dengan
didukung oleh bukti- bukti, atau tertangkap tasngan dan adanya
pengakuan dari karyawan.
Melayu SP. Hasibuan menyebutkan beberapa alasan karyawan
diberhentikan dari perusahaan, yaitu3:
1. Undang-undang
Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus
diberhentikan dari suatu perusahaan, antara lain anak-
3 http://novialaura.blogspot.com/2013/01/makalah-sumber-daya-manusia.html[diakses pada 08 Maret 2015]
[13]
anak karyawan WNA, karyawan yang terlibat organisasi
terlarang.
2. Keinginan peruasahaan
Keinginan perusahaan memberihentikan karyawan ini
disebabkan
a. Karyawan tidak mampu mengerjakan pekerjaannya;
b. Perilaku dan kedisiplinannya kurang baik;
c. Melanggar peraturan dan tata tertib perusahaan;
d. Tidak dapat bekerja sama dan konflik dengan karyawan
lainnya;
e. Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan.
3. Keinginan Karyawan
a. Pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua;
b. Kesehatan yang kurang baik;
c. Untuk melanjutkan pendidikan;
d. Untuk bewirausaha;
e. Bebas jasa terlalu rendah;
f. Mendapat pekerjaan yang lebih baik;
g. Suasana dan lingkungan pekerjaan yang kurang serius;
h. Kesempatan promosi yang tidak ada;
i. Perlakukan yang kurang adil.
4. Pensiun
Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah
mencapai batas usia dan masa kerja tertentu. Usia kerja
seseorang karyawan untuk setatus kepegawaian adalah
[14]
55 tahun atau seseorang dapat dikenakan pensiun dini,
apabila menurut keterangan dokter, karyawan tersebut
sudah tidak mampu lagi untuk bekerja dan umurnya sudah
mencapai 50 tahun dengan masa pengalaman kerja
minimal 15 tahun.
5. Kontrak Kerja Berakhir
Beberapa perusahaan sekarang ini banyak mengadakan
perjanjian kerja dengan karyawanya di dalam suatu
kontrak dimana di dalamnya, disebutkan masa waktu kerja
atau masa kontraknya. Dan ini alasan juga tidak dilakukan
pemutusan hubungan kerja apabila kontrak kerja tersebut
di perpanjang.
6. Meninggal Dunia
7. Perusahaan Dilikudasi
Dalam hal perusahaan dilikuidasi masalah
pemberhentian karyawan diatur dengan peraturan
perusahaan, perjanjian bersama dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Untuk menentukan apakah benar
atau tidak perusahaan dilikuidasi atau dinyatakan
bangkrut harus didasarkan kepada peraturan perundang-
undasngan.
2.3 PROSES PEMBERHENTIAN
Dalam pemberhentian karyawan, apakah yang sifatnya
kehendak perusahaan, kehendak karyawan maupun karena undang-
undang harus betul-betul didasarkan kepada peraturan,
[15]
jangan sampai pemberhentian karyawan tersebut menibulkan
suatu konflik suatu konflik atau yang mengarah kepada kerugian
kepada dua belah pihak, baik perusahaan maupun karyawan.
Adapun beberapa cara yang dilakukan dalam proses
pemberhentian karyawan:
1) Bila kehendak perusahaan dengan berbagai alasan
untuk memberhentikan dari pekerjaannya perluditempuh
terlebih dahulu:
Adakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan;
Bila musyawarah menemui jalan buntu maka jalan
terakhir adalah melalui pengadilan atau instansi
yang berwenang memutuskan perkara.
2) Bagi karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat
langsung diserahkan kepada pihak kepolisian untuk
diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin legih dahulu
kepada Dinas terkait atau berwenang.
3) Bagi karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai
dengan peraturan. Demikian pula terhadap karyawan yang
akan mengundurkan diri atau atas kehendak karyawan
diatur atas sesui dengan peraturan perusahaan dan
peraturan perundang-undangan.
2.4 PENGARUH PEMBERHENTIAN KARYAWAN TERHADAP PERUSAHAAN
Dengan adanya pemberhentian karyawan tentu berpengaruh
sekali terhadap perusahaan terutama masalah dana. Karena
pemberhentian karyawan memerlukan dana yang cukup besar
diantaranya untuk membayar pensiun atau pesangon karyawan dan[16]
untuk membayar tunjangan-tunjangan lainnya. Begitu juga pada
saat penarikan kembali karyawan, perusahaan pun mengeluarkan
dan yang cukup besar untuk pembayaran kompensasi dan
pengembangan karyawan.
Dengan adanya pemberhentian karyawan tersebut tentu
sangat berpengaruh sekali terhadap karyawan itu sendiri.
Dengan diberhentikan dari pekerjaannya maka berarti
karyawan tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan secara
maksimal untuk karyawan ddan keluarganya. Atas dasar
tersebut, maka manajer sumber daya manusia harus sudah dapat
memperhitungkan beberapa jumlah uang yang seharusnya
diterima oleh karyawan yang behenti, agar karyawan tersebut
dapat memenuhi kebutuhannya sampai pada tingkat dianggap
cukup.
2.5 JENIS-JENIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
2.5.1 Pemutusan Hubungan Kerja Sementara4
Sementara tidak bekerja
Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan
pekerjaan mereka sementara. Alasannya bermacam-macam
4 Mangkuprawira, Sjafri. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik.Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 172
[17]
dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan pendidikan
rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini disebut juga
dengan cutipendek atau cuti panjang namun karyawan
tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan dan
memiliki aturan masing-masing.
Pemberhentian sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan
sementara memiliki alasan internal perusahaan, yaitu
karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi
moneter dan krisis ekonomi menyebabkan perusahaan
mengalami chaos atau karena siklus bisnis. Pemberhentian
sementara dapat meminimumkan di beberapa perusahaan
melalui perencanaan sumber daya manusia yang hati-hati
dan teliti.
2.5.2 PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela)
Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan
menghasilkan sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan.
Setelah menjalankan tugas dan melakukan peran sesuai dengan
tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada perusahaan maka
tiba saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang
tinggi atas jerih payah dan usahanya tersebut.
Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana
pengalaman bekerja dan tingkat kepuasan kerja seseorang selama
memainkan peran yang dipercayakan kepadanya. Ketika seseorang
mengalami kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya, maka masa
pensiun ini harus dinilai positif, artinya ia harus ikhlas
melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang disandangnya[18]
selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki masa
kehidupan yang tanpa peran.
Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya
perasaan sayang untuk melepaskan jabatan yang telah
digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Ketika seseorang
mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak
memuaskan selama masa pengabdiannya, maka ia akan berharap
segera untuk melepaskan dan meninggalkan pekerjaan yang
digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini akan
memasuki masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega,
terlepas dari himpitan yang dirasakannya selama ini.
Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri.
Karyawan dapat mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan
secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai
macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat lain,
berhenti dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk
mengundurkan diri, karyawan harus memenuhi syarat:
(a) mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya,
(b) tidak ada ikatan dinas,
(c) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan
diri.
Undang-undang melarang perusahaan memaksa karyawannya
untuk mengundurkan diri. Namun dalam prakteknya, pengunduran
diri kadang diminta oleh pihak perusahaan. Kadang kala,
pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini merupakan
solusi terbaik bagi karyawan maupun perusahaan. Di satu sisi,
reputasi karyawan tetap terjaga. Di sisi lain perusahaan tidak
perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila perusahaan[19]
harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan karyawan. Perusahaan
dan karyawan juga dapat membahas besaran pesangon yang
disepakati.
Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak
atas kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya
perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156
(4). Karyawan mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain
lewat perjanjian. Untuk biaya perumahan terdapat silang
pendapat antara karyawan dan perusahaan, terkait apakah
karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang
pesangon dan penghargaan masa kerja.
2.5.3 PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)
Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan
dimana perusahaan beroperasi dan memperoleh dukungan agar
dirinya tetap dapat survive (Robbins, 1984). Tuntutan yang
berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun tuntutan dari
luar (outside stakeholder) dapat memaksa perusahaan melakukan
perubahan-perubahan, termasuk di dalam penggunaan tenaga
kerja. Dampak dari perubahan komposisi sumber daya manusia ini
antara lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini
tuntutan lebih banyak berasal dari kondisi ekonomi dan politik
global, perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya
mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan
berimbas pada kemampuan menjual barang yang sudah jadi,
sehingga mengancam proses produksi. Kondisi yang demikian akan
mempersulit suatu perusahaan mempertahankan kelangsungan
pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut.
[20]
Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus
pemutusan hubungan kerja.
Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan
kerja dapat memberikan beberapa pengertian, yaitu:
a. Termination, yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya
atau berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati.
Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat kesepakatan
antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus
meninggalkan pekerjaannya.
b. Dismissal, yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan
melakukan Tindakan pelanggaran disiplin yang telah
ditetapkan. Misalnya: karyawan melakukan kesalahan-
kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat
psikotropika, madat, melakukan tindak kejahatan, merusak
perlengkapan kerja milik pabrik.
c. Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan
melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin
berteknologi baru, seperti : penggunaan robot-robot industri
dalam proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup
dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan
sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan
tenaga kerja.
d. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan
dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi,
masalah pemasaran, sehingga perusahaan tidak mampu untuk
memberikan upah kepada karyawannya.
[21]
Flippo (1981) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar
konteks pensiun menjadi 3 kategori, yaitu:
Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang
karyawan yang benar-benar memiliki kualifikasi yang
membanggakan harus dipurnatugaskan karena perusahaan tidak
lagi membutuhkan sumbangan jasanya.
Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja
disebabkan perusahaan ingin mengurangi banyak tenaga kerja,
baik tenaga profesional, manajerial, maupun tenaga pelaksana
biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk
mengurangi karyawan yang performansinya tidak memuaskan,
orang-orang yang tingkat upahnya telah melampaui batas-batas
yang dimungkinkan, dan orang-orang yang dianggap kurang
memiliki kompetensi kerja, serta orang-orang yang kurang
memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan untuk posisi di
masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini ialah kenyataan
bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja yang skillnya masih
dapat dijual kepada perusahaan lain, dan sejauh mana
kebutuhan pasar terhadap keahlian atau skill ini masih
tersembunyi.
Discharge, kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan
perasaan paling tidak nyaman di antara beberapa metode
pemutusan hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini dilakukan
berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai
sikap dan perilaku kerja yang memuaskan.
[22]
Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja
ini kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk
mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain.
Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah
pemutusan hubungan kerja, penyebabnya dapat disebabkan oleh
dua pihak.
Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan
perilaku karyawan yang tidak memuaskan, atau penyebab yang
berasal dari pihak manajemen yang seharusnya dengan
keahliannya dan kewenangan yang diserahkan kepadanya
diharapkan mampu mengembangkan perusahaan, walau dalam
kenyataannya menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi perusahaan,
dan harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.
2.6 MEKANISME DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN PHK
Mekanisme PHK
Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk
melakukan segala upaya untuk menghindari PHK. Apabila tidak
ada kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya, PHK
hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh
penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu
dibawah ini, PHK harus dilakukan melalui penetapan Lembaga
Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut
adalah:
a. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana
telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;[23]
b. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri,
secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada
indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha,
berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian
kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
c. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan
ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan
perundang-undangan;
d. Karyawan meninggal dunia;
e. Karyawan ditahan;
f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang
dituduhkan karyawan melakukan permohonan PHK.
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan
pengusaha harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan
skorsing, dengan tetap membayar hak-hak karyawan.
Perselisihan PHK
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan
hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian
pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan
PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan
besaran kompensasi atas PHK.
Penyelesaian Perselisihan PHK [24]
Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang, yaitu5:
a) Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua
kaki antar pengusaha dan karyawan atau serikatpe kerja.
Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan
dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal
dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang
ditandatangai para Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal
6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para
pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka
tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan
pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian
Bersama dilakukan. Perilakunya menddaftarkan perjanjian
bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah satu
pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan
dapat mengajukan permohonan eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan
pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian
yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
b) Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum
penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak:
Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi
ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja kemudian menunjuk
5 Ibid, hal. 176[25]
mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak,
agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal
tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian
bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak
dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan
anjuran.
Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang
ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator,
Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar
tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak
dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan
produk berupa anjuran.
Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang
berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan arbitrase
mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak
yang menolak putusan tersebut ialah permohonan
Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya
kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase
kurang populer.
c) Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator,
dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya
didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga
[26]
akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan
ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan
industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima
permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian
Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan
lainnya: Perselisihan yang timbul akibat adanya
perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan
perselisihan antar serikat karyawan.
d) Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK
dapat langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding)
atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.
2.7 KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha
diwajibkan membayar uang pesangon (UP) dan atau uang
penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH)
yang seharusnya diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung
berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.
Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai
berikut6:
Masa Kerja Uang Pesangon
Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
Masa kerja 1 – 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.6 https://ridwanirairawans.wordpress.com/makalah-tentang-phk/ [diakses pada09 Maret 2015]
[27]
Masa kerja 2 – 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 3 – 4 tahun 4 (empat) bulan upah.
Masa kerja 4 – 5 tahun 5 (lima) bulan upah.
Masa kerja 5 – 6 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 6 – 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan
upah.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan
sebagai berikut:
Masa Kerja UPMK
Masa kerja 3 – 6 tahun 2 (dua) bulan upah.
Masa kerja 6 – 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 9 – 12 tahun 4 (empat) bulan upah.
Masa kerja 12 – 15 tahun 5 (lima) bulan upah.
Masa kerja 15 – 18 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 18 – 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 21 – 24 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH)
meliputi:
Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan
keluarganya ketempat dimana karyawan/buruh diterima
bekerja.
[28]
Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan
ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang
penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.
Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
2.8 STUDI KASUS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)7
Sebuah kasus (realita) yang terjadi di Surabaya 26 Juni
2012 bersumber dari News Centro One.com, kantor DPRD Surabaya di
demo Federasi Serikat Buruh Kerakyatan Jatim, untuk menuntut
DPRD mengeluarkan hak preogratif menyelesaikan kasus
ketenagakerjaan akibat pemutusan hubungan kerja sepihak yang
dilakukan oleh PT Hasil Fastindo yang tidak memberikan
kebebasan untuk melaksanakan ibadah sholat jumat. Aturan dalam
perusahaan itu adalah pelaksanaan ibadah sholat jumat harus
digilir, yakni satu kali boleh melaksanakan dan dua kali tidak
boleh melaksanakannya.
Perusahaan itu juga di anggap telah melanggar HAM yang di
atur dalam UU 39/1999. Tetapi aksi ini sama sekali tidak di
hearing, jawaban DPRD Surabaya mengatakan bahwa dia
permasalahan itu hanya bisa diselesaikan oleh Dinas
Ketenagakerjaan Subarayabukan di DPRD, sehingga masalah ini
semakin membuntut, dan dikhawatirkan akan terjadi PHK masal.
(laporan oleh : Windhi Ariesman- Editor : Adi Cahyo).
7 http://mahasiswa-adm.blogspot.com/2012/11/makalah-msdm-phk.html [diaksespada 09 Maret 2015]
[29]
2.9 PENGEMBANGAN MELALUI MUTASI/PROMOSI
2.9.1 Pengertian Promosi
Promosi adalah penghargaan dengan kenaikan jabatan dalam
suatu organisasi ataupun instansi baik dalam pemerintahan
maupun non pemerintah (swasta). Menurut Husein (2003)
seseorang yang menerima promosi harus memiliki kualifikasi
yang baik dibanding kandidat-kandidat yang lainnya. Terkadang
jender pria wanita serta senioritas tua muda mempengaruhi
keputusan tersebut. Hal inilah yang banyak diusahakan oleh
kalangan pekerja agar bias menjadi lebih baik dari jabatan
yang sebelumnya ia jabat. Dan juga demi peningkatan dalam
status sosial8. Promosi merupakan kesempatan untuk berkembang
dan maju yang dapat mendorong karyawan untuk lebih baik atau
lebih bersemangat dalam melakukan suatu pekerjaan dalam
lingkungan organisasi atau perusahaan.
2.9.2 Dasar-Dasar Promosi
Pedoman yang dijadikan dasar untuk mempromosikan karywan
atau pegawai menurut Handoko (1999) adalah:
a. Pengalaman (lamanya pengalaman kerja karyawan).
b. Kecakapan (keahlian atau kecakapan).
c. Kombinasi kecakapan dan pengalaman (lamanya pengalaman
dan kecakapan).
2.9.3 Syarat-Syarat Promosi
Persyaratan promosi untuk setiap perusahaan tidak selalu
sama tergantung kepada perusahaan/lembaga masing-masing.
Menurut Handoko (1999) syarat-syarat promosi pada umunya
8 Mangkuprawira, Sjafri. Op.Cit., hal. 168[30]
sebagai berikut: kejujuran, disiplin, prestasi kerja,
kerjasama, kecakapan, loyalitas, kepemimpinan, komunikatif,
pendidikkan.2.10.2 Pengertian, tujuan, dan alasan seseorang di
mutasi
2.10 PENGERTIAN MUTASI
Mutasi atau transfer menurut Wahyudi (1995) adalah
perpindahan pekerjaan seseorang dalam suatu organisasi yang
memiliki tingkat level yang sama dari posisi perkerjaan
sebelum mengalami pindah kerja. Kompensasi gaji, tugas dan
tanggung jawab yang baru umumnya adalah sama seperti sedia
kala9. Mutasi atau rotasi kerja dilakukan untuk menghindari
kejenuhan karyawan atau pegawai pada rutinitas pekerjaan yang
terkadang membosankan serta memiliki fungsi tujuan lain supaya
seseorang dapat menguasai dan mendalami pekerjaan lain di
bidang yang berbeda pada suatu perusahaan. Transfer terkadang
dapat dijadikan sebagai tahapan awal atau batu loncatan untuk
mendapatkan promosi di waktu mendatang.
Hakekatnya mutasi adalah bentuk perhatian pimpinan
terhadap bawahan. Disamping perhatian internal, upaya
peningkatan pelayanan kepada masyarakat adalah bagian
terpenting dalam seluruh pergerakan yang terjadi dalam lingkup
kerja pemerintahan.
2.10.1 Tujuan Mutasi
Tujuan mutasi menurut Mudjiono (2000) adalah sebagai
berikut:
9 Ibid, hal. 166[31]
Untuk meningkatkan poduktivitas kayawan;
Untuk menciptakan keseimbangan anatar tenaga kerja
dengan komposisi pekejaan atau jabatan;
Untuk memperluas atau menambah pengetahuan karyawan;
Untuk menghilangkan rasa bosan/jenuh tehadap
pekerjaannya;
Untuk memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya
meningkatkan karir yang lebih tinggi;
Untuk alat pendorong agar spirit kerja meningkat
melalui pesaingan terbuka;
Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik
karyawan.
2.10.2 Sebab-Sebab dan Alasan Mutasi
Sebab-sebab pelaksanaan mutasi menurut Siswandi (1999)
digolongkan sebagai berikut:
a. Permintaan sendiri
Mutasi atas permintaan sendiri adalah mutasi yang
dilakukan atasa keinginan sendiri dari karywan yang
bersangkutan dan dengan mendapat persetujuan pimpinan
organisasi. Mutasi pemintaan sendiri pada umumnya
hanya pemindahan jabatan yang peringkatnya sama baik,
anatrbagian maupun pindah ke tempat lain.
b. Alih Tugas Produktif (ATP)
Alih tugas produktif adalah mutasi karena kehendak
pimpinanan perusahaan untuk meningkatkan produksi
dengan menempatkan karywan yang bersangkutan ke jabatan
atau pekerjannya yang sesuai dengan kecakapannya.[32]
2.11 STUDI KASUS PROMOSI/MUTASI10
Perselisihan Hak Karena Menolak Mutasi di PT. Coca-Cola
Bottling Indonesia (Putusan No.25/G/2007/PHI.BDG)
Hubungan kerja mengandung keterkaitan kepentingan antara
pekerja dengan pengusaha yang cukup rawan berpotensi
menimbulkan perbedaan pendapat bahkan perselisihan antara
kedua belah pihak satu sama lain. Perselisihan dalam hubungan
industrial salah satunya adalah mengenai hak yang telah
ditetapkan atau mengenai ketenagakerjaan yang belum ditetapkan
baik dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian
kerja bersama maupun peraturan perundang-undangan dapat
merugikan kesejahteraan para pekerja atau buruh. Salah satu
perkara yang masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri kelas 1 A Bandung Putusan
No.25/G/2007/PHI.BDG adalah mengenai Perselisihan Hak Karena
Penggugat Menolak Mutasi PT Coca Cola Bottling Indonesia yang
diputuskan tanggal 23 April 2007.
Dalam perkara tersebut Tergugat sebagai pengusaha di PT
Coca Cola Bottling Indonesia mengeluarkan keputusan mutasi
berdasarkan perjanjian kerja bersama pasal 13 ayat 2 yang
bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 32 yang mengatur tentang
penempatan tenaga kerja. Namun Majelis Hakim dalam
pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa keputusan mutasi
10 http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=178111 [diaksespada 10 Maret 2015]
[33]
tersebut dilatar belakangi oleh motif lain atau sebagai
tindakan balas dendam pengusaha sebagai penghukuman bagi
pekerja yang dianggap bersalah.
Keputusan mutasi masih berhubungan dengan kasus
sebelumnya dan pengusaha tidak memperhatikan kesesuaian
kemampuan pekerja dengan tugas ditempat yang baru. Keputusan
mutasi tersebut terkesan subjektif dengan maksud untuk
melemahkan serta memandulkan fungsi Penggugat (Ruslani)
sebagai ketua SPSI di PT. Coca Cola Bottling Indonesia.
Penulis berpendapat, pertimbangan hukum dan putusan Majelis
Hakim dalam putusan pengadilan tersebut sudah tepat dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait.
BAB 3
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Permasalahan tenaga kerja adalah permasalahan yang pelik
terjadi, salah satunya tentang pemutusan hubungan kerja.
Pemutusan hubungan kerja merupakan sebuah momok bagi
karyawan/buruh mempunyai dampak seperti lingkaran maut yang
siap menyerbu ke sektor kehidupan. Pemerintah Indonesia sudah
mengantisitapasi cakupan permasalahan pekerja/buruh yaitu PHK
dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang[34]
Ketenagakerjaan. Dalam realisasi UU No 13 Tahun 2003 oleh
perusahaan tidak diindahkan, malahan banyak terjadi pemutusan
hubungan kerja secara sepihak dan semena-mena.
Maka dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa
pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan dinamika dalam
sebuah organisasi perusahaan. Dan jika pandangan mengenai PHK
itu negative maka itu kurang tepat karna PHK merupakan proses
yang akan dialami semua karyawan misalnya dengan pensiun atau
kematian.
3.2 SARAN
Semoga pembahasan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK)
ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis yang
sedang belajar dan bagi kita semua umumnya, Tulisan ini
ditujukan untuk pembelajaran semata sehingga sangat diharapkan
kritik dan sarannya yang sangat membangun demi perbaikan
makalah ini. Apabila banyak kekurangan pada tulisan ini harap
dimaklumi.
[35]
DAFTAR PUSTAKA
Mangkuprawira, Sjafri. 2001. Manajemen Sumber Daya ManusiaStrategik. Jakarta: Ghalia Indonesia
http://anekamakalahkita.blogspot.com/2013/01/makalah-msdm-pemberhentian-tenaga-kerja.html
http://mahasiswa-adm.blogspot.com/2012/11/makalah-msdm-phk.html
http://novialaura.blogspot.com/2013/01/makalah-sumber-daya-manusia.html
https://ridwanirairawans.wordpress.com/makalah-tentang-phk/
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=178111
[36]