PENDAHULUAN
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, di mana eklampsia merupakan peningkatan yang lebih berat
dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu.1,2,3.
Di Indonesia eklampsia, di samping perdarahan dan infeksi masih merupakan
sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu
diagnosis dini pre eklampsia, yang merupakan tingkat pendahulu eklampsia serta
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan
anak. Perlu ditekankan bahwa sindroma pre eklampsia ringan dengan hipertensi, edema
dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang
bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre eklampsia
berat.1,2,4.
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Frekuensi
rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang
baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan pre-eklampsia yang
sempurna.1
Di negara-negara yang sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara
0,3% - 0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% -
0,1%.1
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia di dahului oleh pre eklampsia,
tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk
mencagah timbulnya penyakit itu.1
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus eklampsia yang dirawat di bagian/UPF
Kebidanan dan Kandungan RSUD Ulin Banjarmasin.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Pre eklampsia adalah gangguan multisistem spesifik pada kehamilan, di
definisikan sebagai hipertensi pada ibu hamil setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan dengan adanya proteinuria dan atau edema. Dapat terjadi lebih
awal misalnya pada mola hidatidosa.5
Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan
tanda-tanda pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan
kejang yang dapat diikuti oleh koma.1,5
Patofisiologi
Eklampsia terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan merupakan komplikasi
dari pre eklampsia berat. Progresi dari pre eklampsia berat ke kejang dan koma diduga
berhubungan dengan hipertensi ensefalopati, edema vasogenik akibat iskemia kortikal,
edema serebri dan perdarahan.
Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik,
immunologik, endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang rumit.
Beberapa penelitian memperkirakan bahwa iskemia plasenta dan uterus dan pelepasan zat
tertentu menyebabkan vasokonstriksi yang luas. Penyebab langsung aktivitas kejang pada
penderita eklampsia masih tidak diketahui. Iskemia serebri, infark, perdarahan edema
diketahui terjadi pada penderita dengan eklampsia.5,6
Frekuensi
Di Amerika serikat, kejadian eklampsia mendekati 0,05%-0,2% dari semua
kehamilan.5
Eklampsia sering terjadi pada pasien dengan usia reproduksi yang ekstrim,
Resiko eklampsia lebih besar terjadi pada wanita usia kurang dari 20 tahun.5
Gejala dan Tanda 1,7
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre eklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,mual, nyeri
epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati,
akan timbul kejang, yang sangat berbahaya terutama pada persalinan.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :
1. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata
penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya,
dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2. Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung kurang lebih 30 detik.
Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya keliatan kaku, tangan
menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernafasan berhenti, muka
mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik yang berlangsung
antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan
berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah
dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar ludah yang berbusa,
muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tidak
sadar.Kejangan klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat
terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejangan terhenti dan penderita menarik
nafas secara mendengkur.
4. sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama.
Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula
bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap
dalam keadaan koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat
sampai 400 celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi
seperti lidah tergigit, perlukaan dan fraktur, gangguan pernafasan, solusio
plasenta dan perdarahan otak.
Diagnosis5-8
Diagnosis eklampsia umumnya tidak sulit. Dengan adanya tanda dan gejala pre
eklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka diagnosis
eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari
epilepsi atau kejang akibat proses intra kranial yag lain, atau koma akibat sebab lain
seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis dan lain-lain.
Komplikasi1
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi
yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia.
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel
hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering
ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan terjadinya
ikterus.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelaianan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal
ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia-eklampsia merupakan
akibat vasospasme arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia,
tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzim dan low platelet.
9. Kelaianan ginjal. Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endothel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.
10. DIC (Disseminated intravascular coagulation)
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.
Prognosis1
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang
meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian
ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2%
- 48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya
kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang
sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita-penderita eklampsia sering
terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian ibu bisanya disebabkan oleh
perdarahan otak, dekompensatio kordis dengan edema paru, payah ginjal dan masuknya
isi lambung ke dalam jalan pernafasan waktu kejang.
Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intra uterin dan prematuritas.
Pencegahan 1
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya
dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas :
1. Mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklampsia dan mengobatinya
segera apabila ditemukan.
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas
apabila setelah dirawat tanda-tanda pre eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
Penatalaksanaan 9
Prinsip pengobatan ;
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.
I. Obat-obatan anti kejang
MgSO4
Dosis awal : 4 g 20 % iv pelan (3 menit atau lebih), disusul dengan 10 g
40% im terbagi pada bokong kanan dan bokong kiri.
Dosis ulangan : tiap 4 jam diberikan 4 g 40% im diteruskan sampai 24 jam
paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% iv pelan. Pemberian iv
ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi, maka
diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan.
Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4, diberikan antidotum glukonas
kalikus 10%, 10 ml iv pelan (selama 3 menit atau lebih).
Diazepam
Dosis awal : 20 mg iv pelan (selama 4 menit atau lebih), disusul dengan 40 mg
dalam 500 ml D5% infus dengan kecepatan 30 tetes/menit.
Pengobatan diberikan sampai dengan 12 jam paska persalinan atau 12 jam bebas
kejang.
Apabila ada kejang ulangan, diberikan 10 mg iv. Pemberian ulangan ini hanya
sekali saja, bila masih terjadi kejang diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan.
Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam di luar, maka :
Kalau pemberian belum lewat 3 jam (iv/im), maka dosis diazepam yang telah
diberikan diperhitungkan, dan pengobatan dengan diazepam dalam dosis penuh.
Kalau pemberian sudah 3 jam atau lebih, maka diberikan pengobatan dengan
MgSO4 atau diazepam dalam dosis penuh.
Bila diazepam tidak tersedia, maka pengobatan dengan MgSO4 10 mg im, bila
timbul kejang lagi maka diberikan MgSO4 2 g iv.
Perawatan kalau kejang
Kamar isolasi yang cukup tenang
Pasang sudep lidah ke dalam mulut
Kepala direndahkan dan orofaring dihisap
Oksigenasi yang cukup
Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar tidak terjadi fraktur.
Perawatan kalau koma
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka berikan dalam
bentuk per NGT.
II. Memperbaiki keadaan umum ibu
Infus D5%
Pasang CVP untuk :
Pemantauan keseimbangan cairan (pertimbangan pemberian low molekul
Dextran)
Pemberian kalori (D10%)
Koreksi keseimbangan asam basa (pada asidosis maka diberikan Na
Bic/Meylon 50 meq iv)
Koreksi keseimbangan elektrolit (didasarkan atas hasil pemeriksaan lain)
III. Mencegah Komplikasi
Obat-obatan hipertensi, diberikan pada penderita dengan TD
180/110 mmHg atau lebih
Diuretika, hanya diberikan atas indikasi edema dan kelainan fungsi
ginjal (apabila faktor pre renal sudah diatasi)
Kardiotonika, diberikan atas indikasi ; ada tanda-tanda payah
jantung, edema paru, nadi 120 x/menit, sianosis, diberikan digitalis
cepat dengan cedilanid
Antibiotika spektrum luas.
Antipiretika dan atau kompres alkohol
Kortikosteroid
IV. Terminasi kehamilan/persalinan. Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau
lebih keadaan berikut ini :
Setelah kejang terakhir
Setelah pemberian antikejang terakhir
Setelah pemberian antihipertensi terakhir
Penderita mulai sadar
Untuk koma, yang ditentukan skor tanda vital
STV > 10, boleh terminasi
STV < 9 tunda 6 jam kalau tidak ada perubahan terminasi
Skor Tanda Vital
1 2 3 4
Tekanan Darah Berat
S > 200
D 110-150
Sedang
S 140-200
D 90-110
Ringan
S 100-140
D 50-90
Nadi (x/menit) > 120 100-119 10-99
Suhu rektal (oC) > 40 38,5-39,9 < 38,4
Pernafasan
(x/menit)
> 40 atau
< 16
Tak terukur 29-40 16-26
GCS 3-4 5-7 > 8
Jumlah skor
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. R
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pemurus RT.02 Aluh-aluh
Masuk RS : 11 September 2007 pukul 23.15 WITA
RMK : 72 71 02
II. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Ingin melahirkan + Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 3 jam sebelum masuk RS pasien yang tengah hamil kejang 1x,
lama kejang kurang lebih 5 menit. Posisi tangan menarik ke arah wajah, kaki
lurus kaku, mata terbalik ke atas, stelah kejang pasien sadar namun lemas.
Sebelum kejang pasien mengeluh pusing, pandangan kabur (-), nyeri ulu hati
(-). Selama hamil pasien ANC ke puskesmas dan mengaku kakinya mulai
bengkak sejak 1 bulan yang lalu dan tekanan darahnya mulai tinggi sejak 2
minggu yang lalu. Rata-rata tekanan darah berksar 140-180 mmHg. Kurang
lebih 7 jam sebelum masuk RS pasien merasa mules-mules, tidak ada keluar
lendir darah dan tidak ada keluar air-air. Pasien kemudian pergi ke puskesmas
dan di rawat karena tekanan darah tinggi 200/130 mmHg dan proteinuria 3+. Di
puskesmas pasien telah mendapatkan nifedipin sublingual dan MgSO4 15 cc 25
tetes/menit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak ada riwayat penyakit kencing manis, asma, maupin ginjal. Sebelum
hamil pasien tidak ada menderita tekanan darah tinggi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada dalam keluarga yang menderita kencing manis, asma, hipertensi.
Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.
5. Riwayat Haid
Menarche pada usia 12 tahun, siklus haid teratur setiap bulan (kurang lebih 30
hari), lamanya 7 hari. HPHT lupa.
6. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1 kali, lama perkawinan 5 tahun.
7. Riwayat Obstetri
G2 P1 A0
I / 2003 / Rumah / Dukun kampung / Perempuan / Hidup / SPT-BK
II / 2007 / ini
II. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENT
1. Keadaan Umum : tampak lemah
2. Kesadaran : kompos mentis
3. GCS : 4 5 6
4. Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 94 kali/menit
Respirasi : 22 kali/menit
Suhu : 36,6 oC
5. Kepala dan Leher :
Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-) sklera ikterik (-/-)
6. Thorax :
Pulmo I : Bentuk simetris, gerak nafas simetris
P : Fremitus raba simetris
P : sonor/sonor
A : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-) wheezing (-/-).
Cor I : iktus kordis tidak terlihat
P : Thrill (-)
P : Batas kanan ICS II LPS dextra, batas kiri ICS IV LMK sinistra
A : S1 dan S2 tunggal
7. Abdomen
Lihat status obstetrik
8. Ekstremitas
Atas : Edema (-/-), parese (-/-), akral dingin (-/-)
Bawah : edema (+/+), parese (-/-), akral dingin (-/-)
STATUS OBSTETRI
Inspeksi : perut tampak membuncit asimetris
Palpasi : L1 : 4 jari di bawah processus
xyphoideus
L2 : memanjang pungung kanan
L3 : Presentasi kepala
L4 : Kepala masuk pintu atas panggul
4/5
His : 2x/10 menit/15-20 detik
TFU : 28 cm
TBJ : 2630 gram
Auskultasi : Denyut jantung janin (DJJ) 162 kali/menit
Vaginal Toucher (pkl 23.30 wita) :
Portio tipis lunak arah medial, pembukaan 7 cm,kulit ketuban (+), bagian terbawah
kepala,penurunan di Hodge 1, penunjuk UUK
Pemeriksaan Panggul ;
Promontorium tidak teraba, spina ischiadica tidak menonjol, linea inominata teraba
kurang dari setengah lingkaran, dinding samping sejajar, kesan luas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin :
Hb : 11,2 g/dl
Leukosit : 15.800/ul
Eritrosis : 3,98 juta/ul
Hematokrit : 34 VOL %
Trombosit : 257.000/ul
Kimia Darah :
GDS : 129 mg/dl
SGOT : 21 U/l
SGPT : 13 U/l
Ureum : 30 mg/dl
Kreatinin : 1,2 mg/dl
Asam Urat : 6,8 mg/dl
Natrium : 121 MMOL/L
Kalium : 4,1 mmol/l
Chlorida : 108 mmol/l
Urinalisa
Warna : kuning
BJ : 1,025
pH : 7,0
Protein : 3+
Glukosa : negatif
Bilirubin : 1+
Darah Samar : 3+
III. DIAGNOSIS
G2P1A0 Hamil aterm inpartu kala I fase aktif dengan eklampsia janin tunggal
hidup intra uterin prsentasi kepala.
IV. Penatalaksanaan
Sikap : Pasang infus
Pasang kateter
Regimen MgSO4
Cek darah rutin, kimia darah, PT/aPTT da urin lengkap
Observasi kemajuan persalinan dan percepat kala 2.
Advis dokter konsulen :
Observasi kemajuan persalinan, jika pembukaan tetap, lakukan induksi persalinan
dan percepat kala 2.
Pkl 00.50 wita :
Pembukaan lengkap, kepala di depan vulva. Ibu dpimpin mengedan sesuai his.
Tangan kanan memegang perineum, tangan kiri menahan defleksi kepala, kepala lahir
spontan, terjadi putaran Paksé puar kepala dipegang secara biparietal dilakukan penarikan
ke posterior sampai bahu depan di bawah simfisis, dilakukan penarikan ke anterior
sampai bahu belakang lahir. Dilakukan penarikan sejajar lantai sampai lahir punggung,
bokong dan kaki. Uptur perineum grade 1.
Pkl 01.00 wita :
Lahir bayi laki-laki 1900 gram 47 cm, apgar skor 7-8-9 anus (+), kelainan
kongenital (-). Tali pusat di klem 2 posisi kemudian dipotong disuntikkan oksitosin 1
ampul im, dilakukan peregangan tali pusat.
Pkl 01.05 wita :
Lahir plasenta spontan lengkap infark (-), kalsifikasi (-), insersio lateralis. Dilakukan
penjahitan ruptur perineum.
Tekanan darah post partum 130/90 mmHg
Nadi 88 x/menit
Respirasi 20 x/menit.
Terapi post partum :
Cefadroxil 3 x 500 mg tablet
Asam Mefenamat 3 x 500 mg tablet
Vit C 2 x 1 tablet
Vit B kompleks 2 x 1 tablet
Nipedifin 3 x 5 mg bila Td > 140/90 mmHg
Follow up pasien :
Tanggal 13 september 2007 :
S : Nyeri perut (+), flatus (+), ASI (-)
O : TD 140/100 mmHg RR : 24 x/menit
N 80 x/menit T 36,7 0C
Kontraksi uterus baik
A : P2A0 post partum + eklampsia (H1)
P : Cefadroxil 3 x 500 mg tablet
Asam Mefenamat 3 x 500 mg tablet
Vit C 2 x 1 tablet
Vit B kompleks 2 x 1 tablet
Nipedifin 3 x 5 mg
Tanggal 14 september 2007 :
S : Nyeri perut (-), perdarahan (-), ASI (+) makan/minum (+/+), BAK/BAB (+/+)
O : TD 160/100 mmHg RR 20 x/menit
N 80 x/menit T 36,50C
A : P2A0 post partum + eklampsia (H2)
P : Cefadroxil 3 x 500 mg tablet
Asam Mefenamat 3 x 500 mg tablet
Vit C 2 x 1 tablet
Vit B kompleks 2 x 1 tablet
Nipedifin 3 x 5 mg
DISKUSI
Dalam menentukan diagnosa dan penatalaksanaan kasus obstetri yang harus
dilakukan terhadap pasien adalah anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pada kasus ini seorang wanita dengan usia 24 tahun didiagnosis dengan G2P1A0
Hamil aterm inpartu kala I fase aktif dengan eklampsia janin tunggal hidup intra uterin
presentasi kepala.
Dasar diagnosis eklampsia pada pasien ini adalah sesuai definisi dimana
eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan
gejala-gejala pre eklampsia (kejang bukan akibat kelainan neurologik). Pada pasien ini
sedang dalam prsalinan kala 1 fase aktif, dengan tanda-tanda pre eklampsia yakni
hipertensi dengan tekanan darah saat tiba di RS 140/90 mmHg, adanya proteinuria 3+
serta edema pada kedua tungkai. Pasien juga mengalami kejang sebanyak 1 kali. Namun
kesadaran pasien saat tiba di RS sudah composmentis.
Prinsip pengobatan pada penderita eklampsia adalah sebagai berikut9 :
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin.
Pada pasien ini diberikan obat anti kejang MgSO4 dengan dosis awal 4 gram
20% iv pelan , disusul dengan 10 gram 40% im terbagi pada bokong kanan dan bokong
kiri. Dosis ulangan diberikan 4 gram 40% im tiap 4 jam sampai 24 jam paska persalinan
atau 24 jam bebas kejang.
Syarat-syarat pemberian sulfas magnesikus :
Tersedia kalsium glukonas 1 g, 10 ml 10% iv pelan (3 menit).
Refleks patella (+) kuat
Pernafasan > 16 kali/menit, tanpa tanda-tanda distres prnafasan
Produksi urin > 100 ml dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgbb/jam).
Pengobatan obstetrik pada penderita pre eklampsia-eklampsia adalah dengan
cara pengakhiran kehamilan/persalinan :
Belum inpartu
o Induksi persalinan
Amniotomi
Drip oksitosin dengan syarat skor Bishop
o SC bila
o Syarat drip oksitosin tidak terpenuhi
o 12 jam sejak drip oksitosin belum masuk fase aktif
o Pada primigravida cenderung SC
Inpartu
o Kala I :
Fase laten tunggu 6 jam fase laten SC
Fase aktif (amniotomi, drip pitosin)
o Kala II :
Tindakan dipercepat sesuai dengan syarat yang terpenuhi.
Pada pasien ini berat bayi yang dilahirkan rendah, ini merupakan salah satu
komplikasi pre eklampsi-eklampsia pada janin, di mana terdapat adanya pertumbuhan
janin yang terhambat.
Dari pemeriksaan penunjang; darah rutin dan kimia darah tidak ditemukan
adanya komplikasi lain pada ibu seperti sindrom HELLP.
Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam.
Bila tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah 24 jam
postpartum untuk kemudian lambat laun dihentikan. Biasanya diuresis bertambah 24-48
jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria berkurang.
Pada pasien ini juga mendapat terapi anti hipertensi yaitu nipedifin 3 x 5 mg.
Prognosis penderita ditentukan berdasarkan kriteria Eden9 :
1. Koma yang lama (6 jam atau lebih )
2. Nadi > 120 x/menit
3. Suhu > 130 0F atau 39 0 C
4. TD > 200 mmHg
5. Konvulsi > 10 kali
6. Proteinuria > 10 g
7. Tidak ada edema, edema menghilang
Bila dijumpai satu atau lebih dari gejala tersebut diatas, prognosa buruk.
Pada penderita ini tidak terdapat satu atau lebih kriteria eden. Penderita boleh
dipulangkan bila perawatan obstetrik baik, perlu evaluasi keadaan jantung, ginjal dan
metabolik.
Pada hari perawatan ke 3 TD pasien 160/100 mmHg. Namun pasien pulang atas
permintaan sendiri.
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas nama Ny. R, 24 tahun, hamil aterm datang
dengan keluhan ingin melahirkan + kejang. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosa hamil aterm inpartu kala I fase aktif
dengan eklampsia Janin tunggal hidup intra uterin.
Telah dilakukan penatalaksanaan sesuai dengan eklampsia. Pasien pulang pada
postpartum hari ke 3 atas permintaan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, S. Pre Eklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina pustaka Prawirohardjo, Jakarta. 1999.
2. Wagner, L.K. Diagnosis & Management of Pre Eklampsia. American Academy of Family Physicians Journal. Vol 70/no 12) 2004. http ://www.nhlbi.nib.gov/healthy/prof/heart/hbp preg.pdf.
3. Euerle, B, Warden, M. Pre Eklampsia (Toxemia of Pregnancy). 2005. http://www.emedicine.com
4. Jung, Dawn C. Pregnancy, Pre Eklamsia. 2007. http;//www. Emedicine.com
5. Morris, S C. Pregnancy, Eklampsia. 2006. http;//www. Emedicine.com
6. Stephani, R. Eklampsia. 2005. http;//www. Emedicine.com
7. Shuman, T. Pregnancy : Pre Eklampsia and Eklampsia. 2005. http;//www.Google.com.
8. Wikipedia Foundation. Eklampsia. 2007. http;//www.Yahoo.com.
9. Sutarinda, Z. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Obstetri Ginekologi. Banjarmasin, Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD ULIN-FK UNLAM