LAPORAN
TUTORIAL SKENARIO B BLOK 19
Disusun oleh :
Kelompok B8
1. Muhammad Randi Akbar2. Renal Yusuf3. Nur Suci Trendy Asih4. Charisma Tiara Putri5. Ivandra Septiadi Tama Putra6. Nini Irmadoly7. Marini Syuryati8. Meida Rarasta9. Niken Kasatie10.Gina Sonia Fensilia Yolanda
04111401006041114010150411140101604111401023041114010280411140103604111401044041114010540411140106504111401082
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
1
Tutor :dr. Subandrat
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami ucapkan atas kehadirat Tuhan YME karena rahmat dan
anugerah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas tutorial dengan topik “Skenario B Blok
XIX“. Adapun tujuan pembuatan tugas ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam
pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan tugas ini sehingga tugas ini dapat terselesaikan tepat waktu dan tepat sasaran
sesuai dengan harapan.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan laporan
ini. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan laporan ini. Akhirnya kami berharap kepada teman – teman dan para
pembaca semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Palembang, 2 September 2013
Penyusun Kelompok 8
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………2
Daftar Isi ……………………………………………………………………………….....3
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang……………………………………………………... 4
BAB II : Pembahasan
2.1 Data Tutorial…………………………………………………………5
2.2 Skenario Kasus …………………………………………………….. 5
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah. ............………………………………….. 6
II. Identifikasi Masalah...........………………………………… 6
III. Analisis Masalah ...............................…………………….. 7
IV. Learning Issues ...………………...……………………...... 23
V. Kerangka Konsep..................…………………………… 30
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan .................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 32
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai Neurologi dan
Sistem Indera yang berada dalam blok 19 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran
untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.
Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK
di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Subandrat
Moderator : Ivandra Septiadi Rama Putra
Sekretaris Meja : Nur Suci Trendy Asih
Sekretaris Laptop : Charisma Tiara Ramadhani
Hari, Tanggal : Senin, 2 September 2013
Peraturan : 1. Alat komunikasi di non-aktifkan
2. Semua anggota tutorial harus aktif mengeluarkan pendapat
3. Dilarang makan dan minum
2.2. Skenario kasus
Otoy, 4 tahun, dibawa orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH
dengan keluhan timbul bercak merah sebagian ditutup keropeng kekuningan di tungkai
kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu. Kisaran 5 hari lalu timbul lepuh-lepuh
ukuran biji kacang hijau sampai biji jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada
kedua tungkai. Lepuh mudha pecah menjadi keropeng warna kuning madu. Dalam 3 hari
ini muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri. Keluhan ini tidak
disertai demam. Saudara kembar Otoy, Oboy juga pernah mendrita sakit yang sama 10 hari
yang lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju dan
handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas bila disuruh
mandi.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum: sadar dan kooperatif
Vital sign :
5
Nadi: 88x/menit, RR: 20x/menit, suhu: 37,0º C
Keadaan spesifik :
KGB inguinalis lateral dextra et sinistra : terdapat pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat,
diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri tekan.
Status Dermatologikus :
Region ektremitas inferior dextra et sinistra:
Plak eritem multipel, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta
kekuningan.
2.3. Paparan
I. Klarifikasi Istilah
1. Lepuh : Gelembung yang berisi cairan serum.
2. Plak : Peninggian diatas permukaan kulit, permukaannya rata dan berisi
zat padat ( biasanya infiltrat), diameter 2 cm atau lebih.
3. Eritem : Kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah
kapiler yang reversibel.
4. Lentikuler : Sebesar biji jagung.
5. Nodul : Tonjolan atau nodus kecil yang padat dan dapat dikenali melalui
sentuhan.
6. Krusta : Cairan badan yang mongering.
7. Diskret : Terpisah satu dengan yang lain.
II. Identifikasi Masalah
1. Otoy, 4 tahun, dibawa orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH
dengan keluhan timbul bercak merah sebagian ditutup keropeng kekuningan di
tungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu
6
2. Kisaran 5 hari lalu timbul lepuh-lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji
jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh
mudha pecah menjadi keropeng warna kuning madu
3. Dalam 3 hari ini muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri.
Keluhan ini tidak disertai demam
4. Saudara kembar Otoy, Oboy juga pernah mendrita sakit yang sama 10 hari yang
lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju
dan handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas
bila disuruh mandi
5. Pemeriksaan fisik6. Status dermatologikus
III. Analisis Masalah
1. Otoy, 4 tahun, dibawa orang tuanya untuk berobat ke poliklinik IKKK RSMH
dengan keluhan timbul bercak merah sebagian ditutup keropeng kekuningan di
tungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu
a. Apa saja etiologi yang berkaitan dengan keluhan ?
Organisme penyebab dari impetigo krustosa adalah Staphylococcus aureus
selain itu, dapat pula ditemukan Streptococcus beta-hemolyticus grup A (Group A
betahemolytic streptococci (GABHS) yang juga diketahui dengan nama
Streptococcus pyogenes). Sebuah penelitian di Jepang menyatakan peningkatan
insiden impetigo yang disebabkan oleh kuman Streptococcus grup A sebesar 71%
dari kasus, dan 72% dari kasus tersebut ditemukan pula Staphylococcus aureus
pada saat isolasi kuman.
b. Bagaimana epidemiologi yang berkaitan dengan keluhan ?
Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia dan pada umumnya
menyebar melalui kontak langsung. Paling sering menyerang anak-anak usia 2-5
tahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi
laki-laki dan wanita sama. Sebuah penelitian di Inggris menyebutkan bahwa
insiden tahunan dari impetigo adalah 2.8 % terjadi pada anak-anak usia di bawah 4
7
tahun dan 1.6 persen pada anak-anak usia 5 sampai 15 tahun. Impetigo nonbullous
atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus
impetigo. Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta
pada negara-negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya
masih tergolong lemah atau miskin.
c. Bagaimana mekanisme timbulnya gejala ?
i. Bercak merah
ii. Keropeng kekuningan
iii. Gatal
Bercak merah dan keropeng kekuningan merupakan tanda khas pada non-
bullous impetigo. Setelah terjadi infeksi epidermis terbagi/break in tepat di bawah
stratum granulosum membentuk lepuh besar. Neutrofil bermigrasi melalui
epidermis spongiotic ke dalam rongga blister, yang juga mungkin mengandung
cocci. Sel acantholytic Sesekali dapat dilihat, mungkin karena aksi neutrofil. Atas
dermis mengandung peradangan menyusup neutrofil dan limfosit. Vesikel yang
terbentuk ini sangat tipis dan berdinding eritematosa. Vesikel ini mudah pecah dan,
serum exuding yang mongering membentuk kerak coklat kekuningan
Faktor resiko: Bermain di luar rumah dan malas mandi, (higienis kurang), saudara
kembar menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu,menggunakan baju dan handuk
bersama bakteri menempel dikulit koloni meningkat mengeluarkan
eksotoksin mengaktifkan limfosit T mengeluarkan IL-4 menghasilkan igE
faktor pertumbuhan sel mast meningkat histamin gatal
2. Kisaran 5 hari lalu timbul lepuh-lepuh ukuran biji kacang hijau sampai biji
jagung berisi cairan bening sampai kekuningan pada kedua tungkai. Lepuh
mudah pecah menjadi keropeng warna kuning madu
a. Bagaimana mekanisme timbulnya lepuh ?
8
Faktor resiko: Bermain di luar rumah dan malas mandi, (higienis kurang), saudara kembar menderita sakit yang sama 10 hari yang lalu,menggunakan baju dan handuk bersama.
b. Kenapa lepuh mudah pecah ?
Karena dinding vesikel tipis dengan isi yang padat, maka hanya dengan
garukan atau tekanan sedikit dinding vesikel akan mudah pecah
c. Apa hubungan timbul lepuh dengan munculnya keropeng ?
Lepuh yang mudah pecah dan menjadi krusta menunjukan impetigo
krustosa , karena lesi pada kulit superficial dan dinding vesikel yang tipis dan
mudah pecah sehingga mengeluarkan sekret yang seropurulen kuning kecoklatan
yang kemudian mengering menjadi keropeng
3. Dalam 3 hari ini muncul benjolan sebesar kelereng di lipat paha kanan dan kiri.
Keluhan ini tidak disertai demam
9
bakteri menempel di kulit
Koloni meningkat
Mengeluarkan eksotoksin
Merusak desmosom (jembatan sel )
Epidermis terenggang (akantolisis)
Menyebabkan rongga antar s.korneum dan s. granulosum
Neutrofil migrasi ke dalam rongga
Lepuh berisi cairan
a. Apa makna klinis timbulnya benjolan di lipat paha kanan dan kiri tanpa
disertai demam ?
Pada kasus nonbullous impetigo, 90% kasus pasien dengan infeksi yang
lama lama dibiarkan dan tidak diobati, akan mengalami regional limfadenopati
yang disebabkan penetrasi bakteri ke jaringan yang lebih dalam dan masuk dalam
jaringan limfatik.
b. Bagaimana mekanisme timbulnya benjolan di lipat paha kanan dan
kiri ?
Faktor Resiko infeksi bakteri pada kulit di tungkai melalui limfogen
masuknya antigen / mikroba ke KGB regional(daerah inguinal) untuk
identifikasi dan pemrograman penghancurannya sel KGB menghasilkan
pertahanan tubuh seperti limfosit, plasma, histiosit, monosit atau sel-sel radang
(neutrofil) pembesaran KGB tampak pembesaran berupa nodul, 2 buah, bulat,
diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri tekan
4. Saudara kembar Otoy, Oboy juga pernah mendrita sakit yang sama 10 hari yang
lalu dan sembuh setelah berobat ke dokter. Mereka sering menggunakan baju
dan handuk bersama. Mereka berdua sering bermain di luar rumah dan malas
bila disuruh mandi
a. Adakah keterkaitan keluhan otoy dengan riwayat penyakit saudara
kembarnya 10 hari yang ? Jelaskan !
Ada , riwayat penyakit yang diderita oleh oboy menjadi faktor resiko otoy
tertular penyakit tersebut.
b. Bagaimana hubungan kebiasaan malas mandi dan menggunakan handuk
dan baju bersama dengan keluhan ?
Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui
kontak langsung dari orang ke orang dalam kasus ini saudara kembar Otoy yang
pernah menderita penyakit yang sama merupakan faktor resiko, apalagi anak-anak
10
yang selalu bermain, makan, tidur, memakai barang yang sama bersama. Impetigo
banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada anak-anak sumber
infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak lainnya di
sekolah, daerah rumah kumuh.
Dari kebiasaan otoy yang sering bermain diluar ini bisa menyebabkan kuku
tangan Otoy yang kotor sehingga menjadi faktor resiko hygiene yang buruk
ditambah lagi kebiasaan malas bila disuruh mandi sehingga menjadi sumber infeksi
dari bakteri Steptococcus.
5. Pemeriksaan fisik
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik ?
Pemeriksaan fisik Interpretasi
Keadaan umum: sadar dan kooperatif
Vital sign :
Nadi: 88x/menit, RR: 20x/menit, suhu:
37,0º C
Keadaan spesifik :
KGB inguinalis lateral dextra et
sinistra : terdapat pembesaran berupa
nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm,
konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri
tekan.
Normal
Normal
Abnormal
b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik ?
KGB terletak di submandibular, lipat paha, dan inguinal. Terbungkus kapsul
fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan
tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening
yang melewatinya. Pembuluh limfe mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB
11
akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati
pembuluh getah bening menghasilkan antigen dan memiliki sel pertahanan tubuh
maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat
menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yg lebih banyakuntuk mengatasi antigen
tersebut sehingga KGB membesar. Pembesaran dapat berasal dari penambahan sel-
sel pertahanan tubuh yang berasal dari KGB seperti limfosit,sel plasma, monosit,
dan histiosit atau datangnya sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di
kelenjar getah bening, infiltrasi sel ganas atau timbunan penyakit metabolik
makrofag
6. Status dermatologikus
a. Bagaimana interpretasi status dermatologikus ?
Interpretasi : abnormal
o Plak eritem multiple : penonjolan padat, rata ,diameter 0,5 cm
o Lentikuler : ukuran sebesar jagung/kacang tanah
o Diskret : letak terpisah dekat
o Krusta : cairan eksudat yang mengering
b. Bagaimana mekanisme abnormalnya ?
Plak eritem multipel vesikel, lentikuler, diskret pecah sekret &
kering krusta berlapis è krusta diangkat erosi yg mengeluarkan sekret
krusta menebal
12
c. Bagaimana efflourosensi dari keluhan ?
Makula eritematosa miliar sampai lentikular, difus, anular, sirsinar, vesikel
dan bula lentikular difus, pustula miliar sampai lentikular; krusta kuning
kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat
7. Differential diagnosis ?
1. Dermatitis atopi
Lesi gatal yang bersifat kronik dan berulang, kering; pada orang dewasa dapat
ditemukan likenifikasi pada daerah fleksor ekstremitas. Sedangkan pada anak
sering berlokasi pada daerah wajah dan ekstremitas ekstensor
2. Dermatofitosis
Lesi kemerahan dan bersisik dengan bagian tepi yang aktif agak meninggi;
dapat berbentuk vesikel, terutama berlokasi di kaki.
3. Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi ulkus, jarang berupa erosi; lesi menetap
berminggu-minggu dan dapat sembuh dengan menyisakan jaringan perut jika
infeksi meluas hingga ke dermis.
4. Skabies
Lesi terdiri dari terowongan dan vesikel yang kecil; gatal pada daerah lesi saat
malam hari merupakan gejala yang khas.
5. Varisela
Vesikel berdinding tipis, ukuran kecil, pada daerah dasar yang eritem yang
awalnya berlokasi di badan dan menyebar ke wajah dan ekstremitas; vesikel
pecah dan membentuk krusta; lesi dengan tingkatan berbeda dapat muncul pada
saat yang sama.
8. Bagaimana cara penegakan diagnosis ?
Berdasarkan anamnesis :
Lepuh -lepuh berisi cairan bening di tungkai kanan dan kiri disertai gatal . Lepuh
mudah pecah dan menjadi koreng.
13
Pemeriksaan fisik :
Keadaan spesifik : KGB inguinalis lateral dextra et sinistra: terdapat pembesaran
berupa nodul, 2 buah, bulat, diameter 1 cm, konsistensi kenyal, mobile, tidak nyeri
tekan . Status dermatologikus : regio extremitas inferior dextra et sinistra; plak
eritem multiple, bulat, lentikuler, diskret, dengan permukaan ditutupi krusta
kekuningan
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan Darah : biasanya akan menunjukkan leukositosis
Kultur bakteri: bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri penyebab, sehingga akan
membantu pada proses pengobatan (eradikasi bakteri)
Uji sensitivitas :untuk mengetahui jenis bakteri, dan pengobatan pilihan.
9. Working Diagnosis ?
Impetigo non bulosa ( kontangiosa )
10. Bagaimana pathogenesis ?
Streptococcus masuk melalui kulit yang terluka dan melalui transmisi kontak
langsung, setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat pada pasien tanpa
adanya kerusakan pada kulit. Bentuk lesi mulai dari makula eritema yang
berukuran 2 – 4 mm. Secara cepat berubah menjadi vesikel atau pustula.
Vesikel dapat pecah spontan dalam beberapa jam atau jika digaruk maka akan
meninggalkan krusta yang tebal, karena proses dibawahnya terus berlangsung
sehingga akan menimbulkan kesan seperti bertumpuk-tumpuk, warnanya
kekuning-kuningan. Karena secara klinik lebih sering dilihat krusta maka
disebut impetigo krustosa. Krusta sukar diangkat, tetapi bila berhasil akan
tampak kulit yang erosif.
Kulit yang intak resisten terhadap kolonisasi atau impetigenasi, kemungkinan
tidak adanya reseptor fibronectin untuk asam teichoic moieties(salah satu
lapisan dinding bakteri yang ada pada bakteri gram +) pada S.aureus dan group
streptococcus yang menyebabkan lesi.
11. Apa saja pemeriksaan penunjang ?
14
1) Gram-stain
Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk
menyingkirkan diagnosa banding dengan gangguan infeksi gram negatif. Bisa
dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara
Staphylokokus dan Streptokokus. Pada pewarnaan gram akan memperlihatkan neutrofil
dengan kuman gram-positif di dalam rantai atau kelompok
2) Kultur bakteri
Kultur akan memperlihatkan S.aureus, kebanyakan merupakan kombinasi dengan
S.pyogenes atau GABHS yang lain, tetapi kadang timbul sendiri. Kultur bakteri juga
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA), jika lesi imeptigo pecah, jika ada glomerulonefritis poststreptokokus. Eksudat
diambil dari bawah krusta untuk dilakukan kultur. Kultur bakteri pada lubang hidung
terkadang dibutuhkan untuk menentukkan seseorang S.aureus karier atau bukan. Jika
pada kultur tersebut negatif dan penderita persisten terhadap timbulnya impetigo, maka
kultur bakteri harus dilakukan pada aksila, faring dan perineum. Pada penderita dengan
status S.aureus karier yang negatif dan tidak mempunyai faktor predisiposisi dapat
dilakukan pemeriksaan level serum IgM. Pemeriksaan level serum IgA, IgM, dan IgG
juga dapat dilakukan untuk mengetahui imunodefisiensi yang lain.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pada darah tepi terdapat leukositosis pada hampir 50% kasus impetigo, terutama
pada infeksi yang disebabkan streptokok. Level Anti DNAase
(Antideoksiribonuklease) B meningkat cukup signifikan pada pasien impetigo
streptokok. Urinalisis perlu dilakukan untuk mengevaluasi glomerulonefritis
poststreptokokus jika pada pasien timbul edema dan hipertensi. Hematuria, proteinuria,
cylindruria merupakan indikator terlibatnya ginjal.
4) Pemeriksaan lainnya
Selain itu dapat juga dilakukan biakan bakteriologis eksudat besi; biakan sekret
dalam media agar darah, dilanjutkan dengan tes resistensi. Biopsi dapat diindikasikan.
15
Tes yang lainnya berupa :
- Titer Antistreptolysin-O (ASO) memberikan positif lemah terhadap streptokokus,
tapi ini jarang dilakukan.
- Streptozyme : positif untuk Streptokokus, tapi jarang dilakukan
12. Bagaimana penatalaksanaan kasus ?
1. Terapi non medikamentosa
Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan Sodium kloride 0,9%.
Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai
mengelupaskan krusta dengan handuk basah
Jika krusta banyak, dilepas dengan mencuci dengan H2O2 dalam air, lalu diberi
salep antibiotik
Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah
yang lecet dengan perban tahan air (kasa) dan memotong kuku anak.
Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh
2. Terapi medikamentosa
Pengobatan yang diberikan pada impetigo krustosa terdiri dari pengobatan topikal
dan pengobatan secara sistemik.
TERAPI LOKAL
Obat-obat topikal ini mempunyai potensi yang lebih rendah dibandingkan dengan
antibiotik sistemik atau obat oral, tapi obat topikal ini hanya digunakan pada kasus
dengan lesi yang kecil atau tidak terlalu banyak jumlahnya.
Mupirocin (Bactroban)
Mupirocin (dalam bentuk salap) merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai
digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis
RNA dan protein dari bakteri. Obat ini digunakan untuk beberapa lesi yang kecil tanpa
limfadenopati. Dan obat ini sudah dibuktikan dimana lebih unggul dibandingkan
polymiksin B dan neomisin topikal dan keefektifannya sama dengan obat cephalexin
16
(oral). Kombinasi mupirocin dan obat cephalexin lebing unggul daripada bacitracin.
Sayangnya, S.aureus dan MRSA resisten terhadap mupirocin dengan penafsiran antara
5-10%.
Penggunaan mupirocin topikal dapat dilihat di bawah ini :
Mupirocin 2% cream/salap 5/10 g
Oleskan tipis pada daerah yang terkena 3-5 kali /hari, selama 1 minggu, sebelumnya
di bersihkan lukanya.Jika penyakit tinbul kembali atau recurens maka oleskan pada
lubang atau cuping hidung 2x/hari untuk 5 hari selama sebulan
Retamapulin (Altabax)
Retamapulin ini sudah terbukti pada US Food and Drug Administration (FDA) tahun
2007 untuk digunakan sebagai pengobatan impetigo secara topikal pada orang dewasa
dan anak-anak (>9 bulan) yang disebabkan oleh S.aureus dan methicillin-susceptible S
aureus. Retamapulin mempunyai spektrum aktifitas yang luas, jauh melebihi
mupirocin. Obat ini digunakan untuk mencegah kembalinya aktifitas bakteri dimana
sudah resisten terhadap banyak obat antibiotik, seperti metisilin, eritromisin, fusidic
acid, mupirocin, azithromycin, and levofloxacin.
Retapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan
peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri.
Obat ini merupakan kelas antibiotik baru yang pertama kali disebut pleuromutilins.
Indikasinya untuk impetigo yang disebabkan oleh S.aureus atau S.pyogenes.
Penggunaan retamapulin topikal dapat dilihat di bawah ini :
Digunakan pada anak umur > 9 bulan oleskan tipis pada daerah yang terkena ± 5 hari
untuk total area < 100 cm2 ; daerah yang terkena harus ditutup dengan penutup yang
steril setelah pemakaian.Total area untuk pengobatan harus < 2% dari total BSA pada
pasien usia 9 bulan sampai 18 tahun.
Fusidic acid
Fusidic acid sekarang ini tidak tersedia di United States, tapi diakui sebagai terapi first-
line di Eropa dan negara bagian lainnya. Fusidic acid telah dilaporkan dapat
mengakibatkan resisten yang tinggi dengan persentase 32,5-50%.
Penggunaan fusidic acid topikal dapat dilihat di bawah ini :
17
Fusidic acid 2% cream/salap 5 g 2-3 x sehari selama 7 hari.
Dicloxacillin (Peridex)
Penggunaan dicloxacillin merupakan First line untuk pengobatan impetigo, namun
akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan retamapulin
topikal karena diketahui retamapulin memiliki lebih sedikit efek samping bila
dibandingkan dengan dicloxacillin.
TERAPI SISTEMIK ATAU SECARA ORAL
Pengobatan antibiotik sistemik diindikasikan untuk penyakit-peyakit kulit.
Sefalosporin, penisilin semisintetik, atau kombinasi inhibitor ß laktamase umumnya
merupakan digunakan sebagai terapi First line.
1) Penisilin
Penisilin V (fenoksimetil penisilin)
Anak : 7,5-12,5 mg/dosis 4 kali/hari a.c.
Penisilin G
Anak : 25.000-50.000 U IM 1-2 x sehari
Obat ini jarang dipakai karena tidak praktis, diberikan i.m. dengan dosis tinggi,
dan makin sering terjadi syok anafilaktif.
Benzathine penisilin G
Anak-anak < 6 tahun : 600.000 U IM
Anak-anak > 7 tahun : 1,2 juta U
2) Penisilin semisintetik (untuk Staphlococci yang kebal Penisilin)
Cloxacillin
Anak : 10-25 mg/kgBB/dosis 4 x sehari a.c.
Dicloxacillin (Dycill, Dynapen)
Anak : 4-8 mg/kg/dosis (neonatus).
<40 kg : 12,5-50 mg/kg/hari
>40 kg : 125-500 mg/hari
18
Mengikat satu atau lebih penisilin dengan protein, selain itu juga menghambat
sintesis dinding sel. Digunakan untuk pengobatan infeksi akibat penisilin-
produksi staphlococcus; kadang digunakan sebagai terapi jika diduga infeksi
staphylococcus. Obat ini sangat efektif tapi kurang toleransi daripada
cephalexin.
3) Aminopenicililins
Amoksisilin
Anak : 20 mg/kgBB
Kelebihan obat ini dapat diberikan setelah makan. Juga cepat diabsorbsi
dibandingkan ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
Amoxicillin plus asam klavulanat (ß-laktamase inhibitor)
Anak : 20 mg/kgBB/hari 3 kali/hari
Ampicillin
Dewasa : 250-500 mg 4 kali/hari (sejam sebelum makan) selama 7-10 hari
Anak : 125-250 mg (5-10 tahun); 125 mg (2-5 tahun) 4 kali/hari.
4) Sefalosporin
Cephalexin (Keflex)
Anak : 40-50 mg/kgBB selama 10 hari
Obat ini menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis
dinding sel; bersifat bakterisidal dan efektif melawan secara cepat
pembentukan dinding sel. Terutama aktif melawan bakteri di kulit; sering
digunakan untuk memperbaiki stuktur kulit dan sebagai profilaksis pada
prosedur minor. Merupakan obat pilihan untuk kasus yang banyak
menimbulkan lesi, daerah yang terkena luas, atau terdapat limfadenopati
regional.
Cephradine
Anak : 25-50 mg/kgBB selama 7-14 hari; tidak lebih dari 3g/hari.
Sefadroksil ( dosis : 2 x 500 mg sehari per os).
19
5) Eritromisin (EES, Erythrocin, Ery-Tab)
Anak : 30-50 mg/kgBB 4 kali/hari p.c. selama 7-14 hari; dosis ganda jika
penyakit bertambah berat.
Menghambat pertumbuhan bakteri, diduga menghalangi uraian t-RNA peptida
dari ribosom, menyebabkan sintesis protein dependen-RNA berhenti.
Digunakan untuk pengobatan infeksi Staphylococcus dan Streptococcus.
Biasanya terjadi resisten dan sering memberi rasa tak enak di lambung. Pada
anak-anak, umur, berat badan, dan hebatnya infeksi menentukkan dalam hal
pemberian dosis. Obat ini juga diberikan pada orang alergi terhadap penisilin.
6) Klindamisin (Cleocin)
Anak-anak lebih dari 1 bulan : 8-20 mg/kgBB/hari 3-4 kali/hari selama 10 hari.
Efektif untuk infeksi kulit; mengikat subunit 50S ribosom serta mengganggu
sintesis protein. Selain itu juga dapat digunakan untuk profilaksis impetigo.
Antihistamin
Jika gatal / pruritus sangat dikeluhkan, maka antihistamin dapat diberikan untuk
meminimalkan terjadinya garukan. Menghindarkan trauma pada kulit dapat
mencegah atau membatasi penyebaran impetigo secara autoinokulasi.
Loratadin (Claritin)
Nonsedatif dan secara selektif menghambat reseptor histamin H1.
Anak : <2 tahun : tidak dianjurkan
2-6 tahun : 5 mg/hari po
>6 tahun : gunakan sama seperti orang dewasa.
Desloratadin (Clarinex)
Obat ini merupakan antagonis selektif histamin trisiklik untuk reseptor H1 yang
long-acting. Dapat menyembuhkan kongesti nasal dan efek sistemik pada alergi
musim. Metabolisme utama dari loratadin adalah secara luas untuk
mengaktifkan metabolit 3-hydroxydesloratadine.
Anak : <12 tahun : tidak dianjurkan
>12 tahun : gunakan sama seperti orang dewasa.
Cetrizine (Zyrtec)
20
Obat ini merupakan long acting selektif histamin H1 reseptor antagonis.
Anak : 6 bln-2 tahun : 2,5 mg/hari po
2-5 tahun : 2,5-5 mg/hari po
6-11 tahun : 5-10 mg/hari po
Hidroksin (Atarax, Vistaril)
Merupakan reseptor H1 antagonis. Obat ini dapat menekan aktifitas histamin di
area subkortikal pada CNS. Sering digunakan sebelum tidur karena mempunyai
efek sedatif.
Anak : <6 tahun : 2 mg/kgBB/hari po dibagi menjadi 3-4 dosis
6-12 tahun : 12,5-25 mg po dibagi menjadi 3-4 dosis.
13. Apa saja komplikasi ?
Post streptococcus glomerulonefritis
Meningitis atau sepsis
Osteomyelitis
Arthritis septik
radang paru-paru (pneumonia)
selulitis
psoriasis
Staphylococcal scalded skin syndrome
radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening.
Bullousimpetigo
Lymphangitis
bacteremia dengan pneumonitis
septikemis
Nonbullousimpetigo
o Gromerulonefritis akut bisa timbul pada anak usia 2-4 tahun
14. Bagaimana tindakan pencegahan ?
a. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak
dengan pasien, terutama apabila terkena luka.
21
b. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita .Bersihkan dan
lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan pada
orang lain, setelah digunakan pasien .
c. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan,
namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif) .
d. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap
pendek dan bersih .
e. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo .
f. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari
yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari
atau pengering yang panas.
g. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan .
h. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang
terinfeksi dan cuci tangan setelah itu.
15. Bagaimana prognosis ?
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
16. SKDI ?
Tingkat kemampuan 4 : mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan sendiri.
22
IV. Learning Issues
1. Efloresensi kulit
Ruam kulit terbagi dua yaitu :
a. ruam primer adalah ruam kulit yang timbul pertama kali, tidak dipengaruhi oleh trauma
dan manipulasi (garukan, gosokan) seperti: macula, papula, plak,urtika, nodus,
nodulus, vesikel, bula, pustule, dan kista.
b. ruam sekunder adalah ruam yang timbul akibat garukan/gosokan ataupun lanjutan dari
ruam primer, bisa berupa: skuama, krusta, erosi, ulkus, dan sikatriks.
23
2. Pioderma
Definisi :
Pioderma: penyakit kulit yg disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus atau
keduanya
Etiologi :
Penyebabnya utama: Staphylococcus aureus & Streptococcus β hemolyticus ,
sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal kulit, jarang
menyebabkan infeksi
Klasifikasi :
A. Pioderma primer : terjadi pd kulit normal; Gambaran klinisnya tertentu;
Penyebabnya biasanya 1 macam organisme
B. Pioderma sekunder: pd kulit yg telah ada penyakit kulit lain; Gambaran
klinisnya tidak khas, mengikuti penyakit yg telah ada
Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata,
contohnya: dermatitis impetigenisata, skabies impetigenisata èTanda: ada pus,
24
pustul, bula purulen, krusta warna kuning kehijauan, pembesaran KGB regional,
leukositosis, dapat disertai demam
Bentuk pioderma :
1. Impetigo
I. Impetigo Krustosa
Lokalisasi
Daerah yang terpajan, terutama wajah ( sekitar hidung dan
mulut ), tangan, leher dan ektremitas.
Umur
Terutama pada anak –anak.
Penyebab
Staphylococcus aureus koagulase positif dan Streptococcus
betahemolyticus.
II. Impetigo Bulosa
Lokalisasi
Didaerah ketiak, dada, punggung, ekstremitas atas dan
bawah.
Umur
Anak – anak dan dewasa
Penyebab
Terutama di sebabkan oleh Staphylococcus aureus
III. Impetigo Neonatorum
25
Lokalisasi
Seluruh tubuh
Umur
Pada neonates
Penyebab
Staphylococcus aureus, Streptococcus betahemoyiticus
Gambaran klinis
i. impetigo krustosa
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat
predileksi di muka, yankni di sekitar lubang hidung dan mulut
karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit
berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika
penderita dating berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwarna
kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di bawahnya.
Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.
ii. impetigo bulosa
Keadaan umum tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak,
dada, punggung. Sering bersama-sama malaria. Terdapat pada anak
dan orang dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula
hipopion. Kadang-kadang waktu penderita dating berobat,
vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret
dan dasarnya masih eritematosa.
2. impetigo neonatorum
Biasanya disertai demam.
2. Folikulitis
3. Furunkel
26
Furunkel adalah Infeksi akut dari satu folikel rambut yang biasanya mengalami
nekrosis disebabkan oleh Staphylococcus aureus. jika lebih dari pada sebuah
disebut furunkulosis.
Gejala klinis :
- Mula-mula modul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut,
kemudian menjadi pustula dan mengalami nekrose dan menyembuh setelah pus
keluar dan meninggal sikatrik. Proses nekrosis dalam 2 hari – 3 minggu.
- Nyeri, terutama pada yang akut, besar, di hidung, lubang telinga luar.
- Gejala konstitusional yang sedang (panas badan, malaise, mual).
- Dapat satu atau banyak dan dapat kambuh-kambuh.
- Tempat predileksi : muka, leher, lengan, pergelangan tangan dan jari-jari tangan,
pantat dan daerah anogenital.
4. Karbunkel
Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut / kumpulan furunkel.yang
terinfeksi oleh Staphylococcus aureus, yang disertai oleh keradangan daerah
sekitarnya dan juga jaringan dibawahnya termasuk lemak bawah kulit
Gejala klinis :
- Pada permulaan infeksi terasa sangat nyeri dan tampak benjolan merah,
permukaan halus, bentuk seperti kubah dan lunak.
- Beberapa hari ukuran membesar 3 – 10 cm.
- Supurasi terjadi setelah 5 – 7 hari dan pus keluar dari banyak lubang fistel.
- Setelah nekrosis tampak modul yang menggaung atau luka yang dalam dengan
dasar yang purulen.
5. Ektima
27
Ektima merupakan infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik
berbentuk krusta disertai ulserasi. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit ini adalah sanitasi buruk, menurunnya daya tahan tubuh, serta
adanya riwayat penyakit kulit sebelumnya.
Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi terjadinya
ektima berdasarkan umur terdapat pada anak-anak, dewasa muda dan orang tua,
tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama).
Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari
pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab terpenting yang
membedakan angka kejadian, beratnya ringannya lesi, dan dampak sistemik yang
didapatkan pada pasien ektima.
Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi
pada orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di
Perancis, ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya
mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu
Staphylococcus aureus dan Streptococcus B-hemolyticus group A yang merupakan
penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima.
A. Etiologi
Status bakteriologi dari ektima pada dasarnya mirip dengan Impetigo.
Keduanya dianggap sebagai infeksi Streptococcus, karena pada banyak kasus
didapatkan kultur murni Streptococcus pyogenes. Selain Streptococcus, penyebab
lain dari ektima adalah Staphylococcus aureus. Dari 66 kasus yang disebabkan
Streptococcus group A, 85% terdapat Staphylococcus. Suatu literatur menunjukkan
bahwa dari 35 pasien impetigo dan ektima, 15 diantaranya (43%) disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, 12 pasien (34%) disebabkan oleh streptococcus group A,
dan 8 pasien (23%) disebabkan oleh keduanya.
Streptococcus β-hemolyticus group A dapat menyebabkan lesi atau
menimbulkan infeksi sekunder pada lesi yang telah ada sebelumnya. Kerusakan
jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga) dan keadaan imunokompromais
merupakan predisposisi pada pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran infeksi
28
Streptococcus pada kulit diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat, sanitasi
buruk dan malnutrisi.
B. Patofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan
sistemik, seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, juga terkenal
sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus group A, B, C, D, dan G
merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia.
Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap
fagositosis. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan
beberapa toksin yang dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik.
Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja
dengan cara berikatan langsung pada molekul HLA-DR pada antigen-presenting
cell tanpa adanya proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional
memerlukan interaksi dengan kelima elemen dari kompleks reseptor sel T,
superantigen hanya memerlukan interaksi dengan variabel dari pita B. Aktivasi
non spesifik dari sel T menyebabkan pelepasan masif tumor necrosis factor-α
(TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini
menyebabkan gejala klinis berupa demam, ruam eritematous, hipotensi, dan cedera
jaringan.
Pada umumnya bakteri patogen pada kulit akan berkembang pada
ekskoriasi, gigitan serangga, trauma, sanitasi yang buruk serta pada orang-orang
yang mengalami gangguan sistem imun.
Adanya trauma atau inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar,
dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada patogenesis
dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini karena kerusakan jaringan kulit
sebelumnya menyebabkan fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga
memudahkan terjadi infeksi bakteri.
C. Gambaran klinis
Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang
eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari
29
kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya.
Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul pada ekstremitas inferior. Bila
krusta terlepas, tertinggal ulkus superfisial dengan gambaran “punched out
appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Pada
beberapa kasus juga terlihat bulla yang berukuran kecil atau pustul dengan dasar
yang eritema serta krusta yang keras dan telah mengering. Krusta sangat sulit
dilepaskan untuk membuka ulkus purulen yang ireguler. Dapat disertai demam dan
limfodenopati. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan
meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat ditemukan pada daerah ekstremitas
bawah, wajah dan ketiak.
6. Pionikia
7. Erisipelas
8. Selulitis
9. Flegmon
V. Kerangka Konsep
Di lampiran
30
BAB III
PENUTUPAN
3.1. Kesimpulan
Otoy, 4 tahun, mengalami bercak merah sebagian ditutup keropeng kekuningan di tungkai
kanan dan kiri disertai gatal karena menderita impetigo kontangiosa ( impetigo nonbulosa).
31
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, juanda, et al.,2011, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ke Enam, Jakarta: FKUI
Wolff Klaus, Johnson Richard Allen, Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology, Sixth Edition, McGraw-Hill, 2009
Dorland, W. A. Newman.2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.
Andrew. 2000. Viral Diseases : Diseases of the skin. 9th edition. Philadelphia : WB
Saunders Company.\\\\\
Budimulja, Unandar. 2007. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis : Ilmu Kulit Kelamin.
Ed. 5. Jakarta: FKUI.
32