BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi lensa, denaturasi protein lensa, ataupun keduanya. Katarak dapat
terjadi akibat pengaruh kelainan kongenital atau penyulit mata lokal
menahun, dan bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan
katarak, seperti glukoma, ablasi, uveitis dan retinitis pigmentosa.
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan (WHO). Sebanyak
tujuh belas juta populasi dunia mengidap kebutaan yang disebabkan oleh
katarak dan menjelang tahun 2020 angka ini akan meningkat menjadi
empat puluh juta. Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling
sering ditemukan dimana 90 % dari seluruh kasus katarak adalah katarak
senilis. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif
ataupun tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Pengobatan
pada katarak adalah tidakan pembedahan. Setelah pembedahan, lensa
diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam
intraocular. Dengan peningkatan pengetahuan mengenai katarak,
penatalaksanaan sebelum, selama, dan post operasi, diharapkan
penganganan katarak dapat lebih diperluas sehingga prevalensi kebutaan
di Indonesia dapat diturunkan.
I.2. Tujuan
Laporan kasus ini merupakan laporan yang dibuat berdasarkan
hasil pemeriksaan dan penatalaksanaan pasien katarak senilis imatur
dengan tujuan sebagai aplikasi ilmu kedokteran mata yang telah dipelajari
dibagian mata RST Wijaya Kusuma
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa
2.1.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan
transparan. Jaringan ini berasal dari ectoderm permukaan pada lensplate.
Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa terletak dibelakang iris
dan disangga oleh zonula (zonula Zinii) yang berasal dari korpus siliare.
Disebelah anterior lensa terdapat humour aquos dan disebelah posterior
terdapat vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel
yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis
epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai
dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi,
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastik.
Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan
sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan
lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf
di lensa.
2.1.2 Fisiologi Lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris
relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter
anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya
biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan
2
lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa
perlahan-lahan berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang
mana sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik
kuning, kekuatan refraksi lensa sebesar +18.0 Dioptri.
2.1.3 Metabolisme Lensa Normal
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan
kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous
dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di
bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar.
Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari
luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk
menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase,
sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase.
Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).
Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak
dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase.
Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol,
dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogen
2.2 Katarak Senilis
Katarak Senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada
usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Pada katarak senilis terjadi
penurunan penglihatan secara bertahap dan lensa mengalami penebalan
secara progresif. Katarak senilis menjadi salah satu penybeab kebutaan di
dunia saat ini.
2.2.1 Etiologi
3
Penyebab sebenarnya dari katarak senilis belum diketahuidan pada
kasus-kasus yang ditemukan biasanya bersifat familial, jadi sangat
penting untuk mengetahui riwayat keluarga pasien secara detil.
2.2.2 Epidemiolgi
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan (WHO). Sebanyak
tujuh belas juta populasi dunia mengidap kebutaan yang disebabkan oleh
katarak dan dijangka menjelang tahun 2020, angka ini akan meningkat
menjadi empat puluh juta. Katarak senilis merupakan bentuk katarak yang
paling sering ditemukan. 90% dari seluruh kasus katarak adalah katarak
senilis. Sekitar 5 % dari golongan usia 70 tahun dan 10% dari golongan
usia 80 tahun harus menjalani operasi katarak.
2.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum
sepenuhnya diketahui. Diduga adanya interaksi antara berbagai proses
fisiologis berperan dalam terjadinya katarak senilis dan belum
sepenuhnya diketahui. Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan
protein. Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan
kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi padat di
bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat
berkurang. Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang
baru pada lensa yang mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras
(sklerosis nuklear). Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu
terbentukanya protein dengan berat molekul yang tinggi dan
mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga memantulkan
sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga
diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa.
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan
pertambahan usia lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi
4
kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan
penglihatan (pandangan kabur/buram) pada seseorang. Kekeruhan lensa
mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil berwarna putih dan
abu-abu./ Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di
lensa seperti korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi semakin sulit
dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi
fundus bisa hilang sama sekali. Miopia tinggi, merokok, konsumsi
alkohol dan paparan sinar UV yang tinggi menjadi faktor risiko
perembangan katarak sinilis.
2.2.4 Klasifikasi katarak senilis
Berdasarkan morfologinya katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Katarak Nuklear
2. Katarak Kortikal
3. Katarak Subkapsular Posterior
Katarak Nuklear
Pada katarak Nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan
menjadikan nukleus lensa menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak yang
lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus
cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi
kuning sampai coklat. Progresivitasnya lambat. Bentuk ini merupakan
bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan jauh lebih dipengaruhi
daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat
menjadi lebih baik.
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks
lensa serta komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak
menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai
timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat, tetapi lebih
cepat dibandingkan katarak nuklear. Terdapat wedge-shape
opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji. Keluhan yang biasa
5
terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu, penglihatan merasa
silau.
Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis
Pada katarak subkapsular posterior terjadi peningkatan opasitas
pada bagian lensa belakang secara perlahan. Biasanya mulai timbul
sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lebih cepat. Bentuk ini lebih
sering menyerang orang dengan diabetes, obesitas atau pemakaian steroid
jangka panjang. Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau,
pandangan kabur pada kondisi cahaya terang.
2.2.5 Stadium katarak senilis
Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu
insipien, imatur, matur, dan hipermatur.
Perbedaan stadium katarak senile.
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air
masuk)
Normal Berkurang (air+masa
lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma
1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti
bercak-bercak yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah
jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan
6
posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya nampak jika pupil
dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan
oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini
kadang menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi
belum mengenai seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-
bagian yang jernih pada lensa. Terjadi penambahan volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal
sehingga terjadi glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahdow test, maka akan terlihat
bayangn iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).
3. Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan
lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik
mata menjadi dangkal dibandingkan dalam keadaan normal. Katarak
intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
menyebabkan myopia lentikular
4. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa.
Proses degenerasi yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama hasil disintegrasi melalui kapsul, sehingga lensa kembali ke
ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif.
7
5. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa
yang mengalami degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul
lensa. Lensa menjadi mengecil dan berwarna kuning. Bila proses katarak
berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks
lensa. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji bayangan iris
memberikan gambaran pseudopositif. Cairan / protein lensa yang keluar
dari lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena
di anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis
dan glaukoma karena aliran melalui COA kembali terhambat akibat
terdapatnya sel-sel radang dan cairan / protein lensa itu sendiri yang
menghalangi aliran cairan bola mata.
2.2.6 Tanda dan gejala
Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang lengkap.
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang
progresif atau berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami
kemajuan tajam penglihatan dengan pin-hole.
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau,
dimana tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras
yang menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di
siang hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah
atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering
kali muncul pada penderita katarak kortikal.
3. Sensitifitas terhadap kontras
8
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam
mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda
warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi
mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada
menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi
penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya
penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan
dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga
sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan
berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah
sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa
nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak
sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua
mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi,
dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.
5. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan
penglihatan menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik
pada senja hari, sebaliknya paenderita katarak kortikal perifer kadang-
kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding
pada sinar redup.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi
tampak tumpul atau bergelombang.
7. Halo
9
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang
terlihat disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan
halo pada penderita glaucoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler
dari lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan
dengan diplopia binocular dengan cover test dan pin hole.
9. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan
perubahan persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih
kekuningan atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya.
10. Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-
gerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina
atau badan vitreous yang sering bergerak-gerak.
2.2.7 Pemeriksaan Fisik
10
- Penurunan ketajaman penglihatan
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan
ketajaman penglihatan, baik untuk melihat jauh maupun dekat. Ketajaman
penglihatan dekat lebih sering menurun jika dibandingkan dengan
ketajaman pengihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya
konstriksi pupil yang kuat. Penglihatan menurun tergantung pada derajat
katarak. Katarak imatur dari sekitar 1/60; pada katarak matur hanya 1/300
sampai 1/~.
- Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan
kekuatan dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan
hingga sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya
akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun
setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa
nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak
sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua
mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi,
dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.
2.2.8 Manajemen Katarak
Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok:
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika
penurunan tajam penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu
kegiatan sehari-hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi
segera, bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
11
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau
nervus optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat
diterima, misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak dapat
dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun
pengelihatan tidak akan kembali.
Teknik-teknik pembedahan katarak
Penatalaksanaan utama katarak adalah dengan ekstraksi lensa
melalui tindakan bedah. Dua tipe utama teknik bedah adalah Intra
Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Intra Kapsular (ICCE) dan
Extra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Ekstra Kapsular
(ECCE). Di bawah ini adalah metode yang umum digunakan pada operasi
katarak, yaitu ICCE, ECCE dan phacoemulsifikasi.
Operasi katarak intrakapsular/ Ekstraksi katarak intrakapsular
Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya
melalui insisi limbus superior 140-160 derajat. Metode ini sekarang sudah
jarang digunakan. Masih dapat dilakukan pada zonula Zinn yang telah
rapuh atau berdegenerasi atau mudah putus. Keuntungannya adalah tidak
akan terjadi katarak sekunder.
Meskipun demikian, terdapat beberapa kerugian dan komplikasi
post operasi yang mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior
yang lebih besar 160-180º dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih
lambat, rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih lambat, angka kejadian
astigmatisma yang lebih tinggi, inkarserata iris, dan lepasnya luka operasi.
12
Edema kornea juga dapat terjadi sebagai komplikasi intraoperatif dan
komplikasi dini.
Operasi katarak ekstrakapsular
Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek
kapsul lensa anterior, sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar
melalui robekan tersebut. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti,
implantasi lensa okuler posterior. Keuntungan dari metode ini adalah
karena kapsul posterior untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke
dalam kamera posterior serta insiden komplikasi paska operasi (ablasi
retina dan edema makula sistoid) lebih kecil jika dibandingkan metode
intrakapsular. Penyulit yang dapat terjadi yaitu dapat timbul katarak
sekunder.
Fakoemulsifikasi
Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-
sama menyisakan kapsul bagian posterior. Insisi yang diperlukan sangat
kecil yaitu 5 mm yang berguna untuk mempercepat kesembuhan paska
operasi. Kemudian kapsul anterior lensa dibuka. Dari lubang insisi yang
kecil tersebut dimasukan alat yang mampu mengeluarkan getaran
ultrasonik yang mampu memecah lensa menjadi kepingan-kepingan kecil,
kemudian dilakukan aspirasi. Teknik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis. Namun kurang
efektif untuk katarak senilis yang padat.
13
Keuntungan dari metode ini antara lain:
(Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit
karena akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya
astigmatisma, dan rasa adanya benda asing yang menempel setelah
operasi. Hal ini juga akan mencegah peningkatan tekanan intraokuli
selama pembedahan, yang juga mengurangi resiko perdarahan.
Cepat menyembuh.
Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi
struktur mata.
2.2.9 Intraokular Lens (IOL)
Setelah pembedahan, pasien akan mengalami hipermetropi karena
kahilangan kemampuan akomodasi. Maka dari itu dilakukan penggantian
dengan lensa buatan (berupa lensa yang ditanam dalam mata, lensa kontak
maupun kacamata). IOL dapat terbuat dari bahan plastik, silikon maupun
akrilik. Untuk metode fakoemulsifikasi digunakan bahan yang elastis
sehingga dapat dilipat ketika akan dimasukan melalui lubang insisi yang
14
kecil. Untuk menentukan kekuatan lensa intraokular yang akan diberikan
kepada pasien, dapat digunakan rumus SRK yaitu P = A – 0.9 K – 2.5 L
Keterangan :
- A (konstanta lensa intraokular, tergantung jenis / merk lensa yang
digunakan)
- K (daya refraksi kornea sentral, diukur dengan keratometer, normalnya
sekitar 43-44 Dioptri)
- L (panjang sumbu bola mata, diukur dengan USG A-Scan mata,
normalnya lebih kurang 24 mm)
2.3.0 Komplikasi Katarak
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena
proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.
Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa
akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior
terutama bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli
anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag
yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga
timbul glaukoma.
Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut
kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor
aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus,
akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul
glaukoma
Fakotoksik
15
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang
kemudian akan menjadi glaukoma.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : Ny. Sc
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 54 tahun
Alamat : Karang Pucung 01 / 07 Purwokerto Selatan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
No. RM : 248619
Status Daftar : Asuransi Umum
Tanggal Pemeriksaan : 17 Agustus 2013
3.2. Anamnesa
Pasien datang ke RST Wijaya Kusuma pada tanggal 17 Agustus 2013
dengan keluhan mata kanan dan kiri berkabut (mata kanan lebih parah). Keluhan
dirasakan sejak 4 tahun lalu, terus-menerus dan perlahan memburuk. Keluhan
lainnya mata terasa silau bila melihat cahaya terang. Nyeri tekan, belekan dan
gatal disangkal. Tidak ada yang dapat dilakukan pasien untuk mengurangi gejala
keluhan utama.
Kronologi : pada awalnya keluhan mata atau pandangan kabut masih dapat
ditoleransi pasien (belum cukup mengganggu) namun keluhan terus memburuk
dalam 4 tahun belakangan, membuat pasien sulit untuk melihat dan sering merasa
silau.
16
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit mata sebelumnya yang
membutuhkan penanganan dokter mata disangkal. Tidak terdapat riwayat alergi,
diabetes dan hipertensi. Riwayat trauma mata disangkal.
Riwayat Minum Obat : Tidak ada obat yang harus diminum oleh pasien secara
rutin, pernah ke dokter mata namun tidak diberi obat untuk mengatasi gejala
katarak
Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah pasien menjalani operasi katarak sekitar 12
tahun yang lalu.
Riwayat Sosial Ekonomi : Ny Sc adalah ibu rumah tangga yang sehari-hari
mengurusi pekerjaan rumah. Sosial ekonomi menengah.
3.3. Status Pasien
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
TD 130/80 mmHg N 73x
Rr 18x S 36,4oC
3.4. Status Oftalmologik
OCULUS DEXTER OCULUS SINISTER
1/60 VISUS 6/60
Tidak dilakukan VISUS DENGAN KACAMATA
SENDIRI
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan VISUS KOREKSI Tidak dilakukan
Deviasi (-), Bergerak ke segala
arah
BOLA MATA Deviasi (-), Bergerak ke segala
arah
Warna hitam, trikiasis (-) SILIA Warna hitam, Trikiasis (-)
Hiperemis (-) ptosis (-) edema (-)
eksotropion (-) entropion (-)
PALPEBRA SUPERIOR Hiperemis (-) ptosis (-) edema (-)
eksotropion (-) entropion (-)
Hiperemis (-) ptosis (-) edema (-)
eksotropion (-) entropion (-)
PALPEBRA INFERIOR Hiperemis (-) ptosis (-) edema (-)
eksotropion (-) entropion (-)
17
Hiperemis (-) papil (-) folikel (-)
sekret (-)
KONJUNGTIVA PALPEBRA Hiperemis (-) papil (-) folikel (-)
sekret (-)
Injeksi konjungtiva (-) injeksi
siliar (-)
KONJUNGTIVA BULBI Injeksi konjungtiva (-) injeksi
siliar (-)
Putih-kekuningan, ikterik(-) SKLERA Putih-kekuningan, ikterik(-)
Jernih, edem (-)
hiperemis (-)
KORNEA Jernih, edem (-)
hiperemis (-)
Dangkal BILIK MATA DEPAN Dangkal
Coklat kehitaman, bulat, sinekia
anterior
IRIS Coklat kehitaman, bulat, sinekia
anterior
Bulat, sentral, diameter 3 mm,
reflex direct dan indirect (+)
PUPIL Bulat, sentral, diameter 3 mm,
reflex direct dan indirect (+)
Kekeruhan (+) anterior,
kekeruhan tidak merata, iris
shadow (+)
LENSA Kekeruhan (+) anterior, kekeruhan
tidak merata, iris shadow (+)
Positif (bulat, keruh) REFLEKS FUNDUS Positif (bulat, keruh)
Tidak dilakukan KORPUS VITREUS Tidak dilakukan
Normal, palpasi TEKANAN INTRAOKULAR Normal, palpasi
Hipersekresi (-)
Hiposekresi (-)
SISTEM KANALIS
LAKRIMALIS
Hipersekresi (-)
Hiposekresi (-)
3.5. Ringkasan
Keluhan utama : Kedua mata berkabut (kanan lebih tidak jelas)
Keluhan tambahan : Merasa silau
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit mata sebelumnya yang
membutuhkan penanganan dokter mata disangkal. Tidak terdapat riwayat alergi,
diabetes dan hipertensi. Riwayat trauma mata disangkal.
Riwayat Minum Obat : Tidak ada obat yang harus diminum oleh pasien secara
rutin, pernah ke dokter mata namun tidak diberi obat untuk mengatasi gejala
katarak
Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah pasien menjalani operasi katarak sekitar 12
tahun yang lalu.
18
Riwayat Sosial Ekonomi : Ny Sc adalah ibu rumah tangga yang sehari-hari
mengurusi pekerjaan rumah. Sosial ekonomi menengah.
Hasil pemeriksaan oftalmologi : visus OD 1 / 60 OS 6 / 60, kekeruhan lensa (+)
di anterior, kekeruhan tidak merata, iris shadow test (+). Tidak tampak tanda
peradangan konjungtiva, sklera dan kornea.
3.6. Diagnosis Banding
Katarak Senilis Matur
3.7. Diagnosis Kerja
Katarak Senilis Imatur Oculi Dextra - Sinistra
3.8. Penatalaksanaan
Medikamentosa –
Non medikamentosa :
- Edukasi mengenai katarak (merupakan penyakit terkait usia
dimana obat-obatan tidak dapat memperbaiki gangguan
penglihatan, penatalaksanaannya adalah pembedahan)
- Mengatur pencahayaan di rumah pasien agar tidak terlalu terang
atau penggunaan kacamata yang dapat mengurangi pencahayaan.
- Mengurangi aktivitas yang membebani mata (menonton dalam
waktu yang lama).
- Menjaga kesehatan dengan olahraga aerobik dan mengurangi
makanan berlemak, garam (memperlambat timbulnya penyakit
sistemik yang dapat memperberat penyakit mata pasien; seperti
hipertensi dan diabetes)
3.9. Prognosis
OD OS
19
bonam Quo ad Visam bonam
Dubia ad bonam Quo ad Sanam Dubia ad bonam
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Cosmeticum : bonam
3.10. Usulan dan Rencana
Rujuk ke dokter spesialis mata untuk dilakukan pembedahan katarak.
Pembedahan ECCE diperlukan karena memenuhi indikasi optik (keluhan utama
pasien adalah gangguan penglihatan). Sebagai persiapan operasi, perlu
pemeriksaan lensa mata lebih lanjut dengan menggunakan slitlamp atau
oftalmoskop untuk menyingkirkan diagnosis banding, tekanan bola mata
diperiksa terlebih dahulu sebelum diberikan midriatika. Pemeriksaan USG A-
Scan mata untuk menentukan panjang sumbu bola mata dan keratometri
diperlukan untuk mengetahui ukuran daya refraksi lensa intraokular yang akan
diberikan kepada pasien. Cek darah lengkap untuk menyingkirkan kemungkinan
penyulit selama tindakan pembedahan (diabetes, gangguan fungsi ginjal, fungsi
hati, dan lain-lain).
Pasca pembedahan, mata pasien diberikan salep antibiotik dan dibalut
untuk mencegah infeksi pasca pembedahan. Kemudian pasien diinstruksikan
untuk menghindari peningkatan tekanan intraokular selama lebih kurang 1 bulan
dengan tidak memaksakan batuk, mengangkat beban berat dan tidur miring kesisi
berlawanan dengan mata yang dibedah.
BAB IV
ANALISIS KASUS
20
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan,
penyakit yang diderita pasien ini adalah katarak senilis imatur. Diagnosis katarak
senilis berdasarkan pada faktor usia pasien (54 tahun) dan keluhan utama pasien
yaitu penglihatan yang terganggu (berkabut) tanpa disertai gejala peradangan
pada kedua mata, dimana gangguan penglihatan dirasakan terus-menerus semakin
memburuk dalam waktu lama (sekitar 4 tahun).
Riwayat penyakit sistemik yang diderita oleh pasien seperti diabetes dan
hipertensi perlu diketahui sebab akan berguna dalam edukasi dan penanganan
agar gejala tidak semakin memberat, dengan mengendalikan penyakit yang
mendasari keluhan utama, pada pasien ini tidak ditemukan adanya riwayat
penyakit tersebut. Trauma mata sebelumnya tidak ada, menandakan penyakit
pada pasien ini bukan akibat kelainan traumatik atau komplikasinya. Pada
pemeriksaan tajam penglihatan, penggunaan pinhole tidak memperbaiki tajam
penglihatan (OD 1 / 60 dan OS 6 / 60) yang mengindikasikan bahwa gangguan
penglihatan bukan disebabkan oleh kelainan refraksi (visus menurun dapat
diakibatkan oleh kekeruhan media refrakta dan defek saraf optikus).
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik, pada inspeksi terlihat kekeruhan
tidak merata pada lensa mata kanan dan kiri pasien tanpa disertai peradangan
pada kedua bola mata. Kekeruhan mengikuti arah lirikan pasien yang
menandakan kekeruhan terletak di anterior. Keadaan kamera okuli anterior yang
cenderung dangkal disertai tes bayangan iris yang positif menandakan bahwa
jenis katarak merupakan katarak imatur. Rasa silau (glare) diakibatkan oleh
berkurangnya transparansi lensa sehingga cahaya dihamburkan, tidak terfokus
pada fovea.
Penanganan pada kasus katarak senilis imatur dalam laporan ini adalah
melalui tindakan pembedahan, berdasarkan indikasi optik (keluhan utama pasien
berupa gangguan penglihatan). Munculnya kekambuhan pasca operasi katarak
adalah kecil – katarak ikutan setelah operasi (dubia ad bonam) sedangkan
prognosis tajam penglihatan dan tampilan mata adalah baik (bonam) .
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Setiohadji, B., Community Opthalmology., Cicendo Eye Hospital/Dept of
Ophthalmology Medical Faculty of,Padjadjaran University. 2006.
2. Ilyas, Prof. Sidarta, dr., Sp.M. 2005. Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: FKUI
3. Victor V. Cataract Senile. Tersedia di : http://www.emedicine.com
4. Vaughan DG, Asbury T, riordan-Eva P. Oftalmology Umum Edisi 14.
Penerbit Widya medika. Jakarta: 2000.
5. Bradford C. Basic Ophtalmology. 8th Edition. San Fransisco-American
Academy of opthalmology. 2004.
6. AAO. Cataract surgery in special situation. In Basic and clinical science
course : lens and cataract. United State of America. Lifelong Education
for The Ophthalmology (LEO). 2003. p-72-80,187-213.
22