Fraktur Tertutup Regio Antebrachii Dekstra 1/3 Tengah dengan Sindroma Kompartemen
Kelompok E - 2Everdina Ester Pelupessy - 10.2009.126
Yovinus Deny – 10.2010.119Maria Mustika Dewanti – 10.2011.072
Richard Kevin – 10.2011.190Raditia Kurniawan – 10.2011.219Vivi N Rumahlatu – 10.2011.321Olivia C. Kaihatu – 10.2011.370
Patricia Hapsari Jusuf – 10.2011.444
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061Fax: (021) 563-1731
_________________________________________________________________________
Pendahuluan
Fraktur tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis
dan luasnya. Fraktur merupakan masalah yang sangat banyak dialami oleh masyarakat dan
menyita perhatian masyarakat yang cukup serius. Pada kehidupan sehari-hari terutama saat
berkendara dalam padatnya lalu lintas, kecelakaan dapat terjadi dan sering menyebabkan luka
yang serius terutama fraktur pada tulang dan dapat berdampak pada kecacatan tubuh hingga
kematian.
Terdapat dua tipe utama jenis fraktur menurut hubungan tulang dengan dunia luar
lingkungan yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Pada fraktur terbuka ujung tulang yang
patah menembus kulit hingga keluar dari bagian tubuh, sedangkan pada fraktur tertutup tulang
yang patah tidak menembus kulit dan tetap berada dalam bagian tubuh. Fraktur terasa sangat
sakit dan rasa sakit itu dapat meningkat dengan menggerakan bagian tubuh yang mengalami
fraktur. Oleh karena itu fraktur harus ditangani secara langsung dengan beberapa cara dan
metode penanganan sesuai dengan jenis dan luas fraktur yang terjadi.
1
Dari berbagai lokasi fraktur yang terjadi, fraktur pada regio antebrachii merupakan salah
satu fraktur yang sering ditemui menyangkut dengan kecelakaan lalu lintas. Berbagai gejala
klinis pada pemeriksaan fisik serta penanganan yang tepat dapat di lakukan untuk menangani
fraktur tersebut
Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara tenang, ramah dan sabar, dalam suasana yang rahasia
dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Buatlah catatan penting
selama melakukan anamnesis sebelum dituliskan secara lebih baik di dalam status pasien.
Status adalah catatan medik pasien yang memuat catatan mengenai penyakit pasien dan
perjalanan penyakit pasien. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-
anamnesis) atau terhadap keluarganya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai.1 Fraktur dalam sistem muskuloskeletal bisa bermanifestasi
sebagai rasa sakit dan nyeri gerak (khususnya pada bagian tulang yang patah), pemendekan
tulang, angulasi, rotasi, false movement, berkurangnya mobilitas, dan penurunan fungsi gerak.
Untuk itu dapat dilakukan autoanamnesis sebagai berikut.2,3
1. Identitas Pasien
Ditanyakan nama, usia, dan pekerjaan pasien.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama yang pasien rasakan?
Bagaimana kronologi kejadian yang dialami pasien?
Dimanakah lokasi nyeri dan sakit yang dikeluhkan dan dirasakan pasien?
Sudah berapa lama pasien merasakan keluhan tersebut?
Bagaimana sifat sakit dan nyeri yang dirasakan pasien?
Bagaimana intensitas rasa sakit dan nyeri yang dirasakan pasien?
Apakah penanganan yang pernah diberikan pada pasien?
Adakah faktor yang memperberat keluhan pasien?
Adakah keluhan penyerta lain yang pasien rasakan?
3. Riwayat penyakit dahulu
Pernahkah pasien mengalami rasa sakit dan nyeri pada daerah yang sama?
2
Pernahkah pasien mengalami trauma yang serupa?
Pernahkah pasien berobat alternatif sebelumnya?
Bagaimana riwayat pengobatan dan penanganan sebelumnya?
4. Riwayat sosial
Ditanyakan bagaimana lingkungan perumahan dan pekerjaan pasien?
Ditanyakan aktivitas pekerjaan pasien?
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik secara umum dokter dapat melihat kondisi kesadaran umum dari
pasien dan mencari adanya deformitas yang terlihat jelas, postur tubuh yang abnormal,
pembengkakan otot yang terlihat jelas dan apakah terdapat edema pada regio antebrachii
dekstra dan daerah sekitarnya. Pemeriksa juga dapat mengamati kontur permukaan otot regio
antebrachii dan melihat perubahan pada warna kulit serta gambaran pembuluh darah di daerah
fraktur. Pemeriksa juga perlu mengamati adakah penonjolan tulang yang abnormal pada
daerah fraktur secara lokal dan penonjolan tulang yang abnormal secara umum. Secara khusus
perlu diperhatikan apakah muncul gejala-gejala seperti berikut.4,5
Bengkak/edema
Memar/ekimosis
Spasme otot
Penurunan sensasi
Gangguan fungsi
Mobilitas abnormal
Krepitasi
Deformitas
Shock hipovolemik
Gambaran sinar-x menentukan fraktur
Setelah melakukan inspeksi dengan mengamati daerah fraktur, maka selanjutnya dapat
dilakukan palpasi secara perlahan untuk mengetahui letak dan lokasi dari fraktur (1/3
3
proksimal, tengah atau distal). Kemudian melakukan palpasi secara perlahan untuk
menentukan adanya pembengkakan atau edema dan nyeri tekan yang dialami pasien pada
daerah yang mengalami oedem dan fraktur. Palpasi dilakukan juga untuk meraba pulsasi arteri
radialis dan mencari adanya krepitasi. Selain melakukan palpasi, selanjutnya dapat dilakukan
pergerakan pada lengan bawah untuk mengetahui apakah pasien dapat melakukan pergerakan
seperi fleksi, ekstensi, supinasi dan pronasi. Pergerakan dapat dilakukan secara aktif maupun
pasif. 4,5
Untuk melihat pemeriksaan fisik secara sistematis dan terperinci dapat dilihat sebagai
berikut.4, 5
Pemeriksaan Umum
Pada pemeriksaan umum, pemeriksaan dimulai dari ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah secara lengkap dan menyeluruh. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diperiksa
adalah : 4, 5
Kesadaran pasien yang meliputi compos mentis, gelisah, apatis, sopor, delirium ,
dan koma.
Rasa sakit dan keadaan penyakit yang meliputi akut, kronis, ringan, sedang, dan berat.
Pada kasus fraktur biasanya keadaan penyakit dan rasa sakit yang dirasakan akut.
Tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernafasan
dan suhu tubuh.
Pemeriksaan Lokal
Harus mempertimbangkan keadaan tubuh pasien pada anggota tubuh yang mengalami
fraktur terutama mengenai status neurovaskuler. Pada pemeriksaan muskuloskeletal yang
penting adalah : 4,5,6,7
Look (Inspeksi)
Feel (Palpasi)
Move (pergerakan, terutama mengenai lingkup gerak)
4
1. Inspeksi (LOOK)
a. Kulit : parut luka (scar), perubahan warna dan lipatan kulit abnormal
b. Bentuk : bengkak, wasting, benjolan, bentuk tulang bengkok
c. Posisi : berbagai kelainan sendi dan lesi saraf mengakibatkan deformitas
Yang khas. Ingat ekstremitas memiliki 3 dimensi, sehingga carilah deformitas
dalam 3 bidang
2. Palpasi (FEEL)
a. Kulit : hangat / dingin, lembab / kering, sensoris normal / abnormal
b. Jaringan lunak : benjolan, pulsasi
c. Tulang dan sendi : bentuk luar, penebalan sinovial, cairan sendi
d. Nyeri tekan : selalu penting dan sering kali diagnostik bila terlokalisir
3. Gerak (MOVE)
a. Aktif : minta pasien untuk menggerakkan sendi dan periksa kekuatannya
b. Pasif : catat lingkup gerak sendi pada setiap bidang gerak fisiologis
c. Abnormal : stabilitas gerak sendi
4. Tes khusus
Pemeriksaan ini khusus untuk daerah tertentu dengan keunikan tertentu.
Pemeriksaan Penunjang 8, 9
a) Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan saraf
yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan
tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.
b) Pemeriksaan radiologis
Foto polos: Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan,
5
lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk
imiobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan
lateral
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang
mengalami fraktur
Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak
terutama pada fraktur epifisis.
Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah
tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada
panggul dan tulang belakang.
Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto
pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan toto berikutnya 10-14 hari
kemudian.
c) Pemeriksaan Radiologis Lainnya
1. Tomografi, misalnya pada fraktur vertebra atau kondilus tibia
2. CT Scan 4, 5
6
Prosedur pemeriksaan ini dapat menunjukan rincian bidang tertentu dari tulang yang
sakit dan dapat memperlihatkan cedera ligamen atau tendon dan tumor jaringan lunak.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasikan lokasi dan panjangnya patah
tulang di daerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI 6
MRI memberikan kontras yang baik antara rangkaian perisian tubuh yang berbeda, yang
membuatnya sangat berguna dalam pengimejan otak, otot, jantung, dan kanser
berbanding dengan yang lain teknik pengimejan perubatan seperti computed
tomography (CT) atau sinar-X. Tidak seperti CT scan atau tradisional X-ray, MRI tidak
menggunakan.
4. USG dan Scan Tulang dengan Radioisotop (Scan tulang terutama berguna ketika CT
Scan/radiografi memberikan hasil negatif pada kecurigaan fraktur secara klinis).
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan
apakah fraktur terbuka/tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi
juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur
misalnya penyembuhan fraktur transversal lebih lambat dari fraktur oblik karena kontak yang
kurang.
d) Pemeriksaan Laboratorium
Pada fraktur, pemeriksaan laboratorium yang perlu diketahui adalah Hb dan hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan
lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan fraktur, kadar kalsium serum dan fosfor akan
meningkat didalam darah. Kadar normal kalsium serum adalah 4.5-5.5 mg/l atau 8.0-20.5
mg/dl, sedangkan kadar normal fosfor adalah 2.5-4.0 mg/dl dalam serum. 4, 5
Differential Diagnosis
1. Fraktur Galeazzi 10
Fraktur / dislokasi Galeazzi adalah fraktur ulna sepertiga-tengah atau proksimal dengan
disertai dislokasi caput radii
7
Etiologi
Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal.
Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan
bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.
Biomekanisme
Biasanya pada anak-anak muda laki-laki, jatuh dengan tangan terbuka menahan badan
dan terjadi pula rotasi. Hal ini menyebabkan patah pada radius 1/3 distal dan fragmen distal-
proksimal mengadakan angulasi ke anterior.
Manifestasi Klinik
Tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat
diraba tonjolan ujung distal ulna.
Epidemiologi
3-7% dari semua patah tulang lengan bawah, paling sering pada laki-laki. Walaupun pola
fraktur Galeazzi dilaporkan jarang, mereka diperkirakan 7% dari seluruh patah tulang lengan
bawah pada orang dewasa
Penatalaksanaan
Terapi dapat dilakukan dengan reposisi tertutup. Bila hasilnya baik, dilakukan
immobilisasi dengan gips sirkular di atas siku, dipertahankan 4-6 minggu. Biasanya hasil reposisi
tertutup hasilnya kurang baikm, karena fraktur tidak stabil. Dalam hal ini diperlukan tindakan
operasi reposisi terbuka dengan internal fiksasi. Tulang radius, dipasang plate-screw atau
untramedullary nail. Kalau radius sudah tereposisi dengan sendirinya dislokasi sendi radius ulna
distal akan tereposisi.
Komplikasi
Delayed union, non union, mal union
2. Fraktur Montegia 10
Etiologi
Merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal.
Terjadi karena trauma langsung.
8
Manifestasi Klinis
Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi ( lebih sering ) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi juga
yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi,
gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan
angulasi ke posterior.
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong melakukan tarikan
lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari
kepala radius dicoba ditekan ke tempat semula. Imobiliasi gips sirkuler dilakukan di atas siku
dengan posisi siku fleksi 90 dejarat dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal,
dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).
3. Fraktur Smith 11
Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering
disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan
tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan
tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.
Manifestasi Klinis
Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi
tangan ke radial (garden spade deformity).
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi ringan, deviasi
ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku
selama 4-6 minggu.
4. Fraktur Colles 11
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok (dinner fork deformity). Pasien
terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam
(endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).
9
Manifestasi Klinis
Fraktur Metafisis distal radius dengan jarak ±2,5 cm dari permukaan sendi distal radius.
Kemudian terdapat adanya dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal dengan
terdapat subluksasi sendi radioulnar distal. Adanya avulsi prossesus stiloideus ulna.
Penatalaksanaan
Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan pemasangan gips
psirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi
tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi,
deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi
supinasi). Imobilisasi ini dilakukan selama 4-6 minggu
Working Diagnosis
Diagnosis fraktur tertutup regio antebrachii dekstra 1/3 tengah ditegakkan atas dasar
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta adanya gejala klinis yang
sesuai. Pada orang yang mengalami fraktur, anamnesis diperoleh dengan autoanamnesis
dimana ditemukan adanya riwayat trauma dan pada pemeriksaan fisik ditemukan gejala-gejala
klinis seperti nyeri, pembengkakan atau edema, adanya krepitasi, dan pulsasi arteri radialis
yang melemah menunjukan adanya fraktur yang disertai dengan sindroma kompartemen. Pada
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologi dengan menggunakan sinar-x ditemukan
adanya fraktur di regio antebrachii dekstra 1/3 tengah yang sangat menunjang pemeriksaan
fisik dan mengarahkan pada diagnosis kerja.
Klasifikasi dan Jenis Fraktur 12, 13, 14, 15
Terdapat beberapa jenis fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, cruris, dst).
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari:
10
Fraktur komplit dimana garis patah tulang melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang.
Fraktur tidak komplit dimana garis patah tulang tidak melalui seluruh garis
penampang tulang. Fraktur tidak komplit meliputi :
Hairline fracture (patah retak rambur)
Buckle fracture atau torus fracture, bila terjadi lipatan pada satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya, biasanya pada distal
radius anak-anak.
Greenstick yaitu patah tulang yang terjadi pada anak-anak atau pada
dewasa yang disebut dengan fraktur inkomplit. Fraktur tulang hanya
mengenai salah satu sisi korteks tulang.
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dansebagainya).
4. Berdasarkan posisi fragmen :
Undisplaced (tidak bergeser) fraktur dimana garis patah komplit tetapi kedua
fragmen tidak bergeser.
Displaced (bergeser) fraktur dimana terjadi pergeseran antara dua fragmen
fraktur.
5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :
Tertutup yaitu fraktur tulang masih berada di dalam tubuh dan tidak adanya
perlukaan pada kulit.
Terbuka yaitu fraktur tulang keluar dari tubuh menembus kulit yang disertai
dengan adanya perlukaan pada kulit.
11
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
Transversal yaitu patah yang melintangi tulang, biasanya disebabkan hantaman
keras dan sering terjadi pada lengan dan kaki.
Oblik / miring yaiut patah tulang yang menimbulkan sudut miring terhadap
sumbu panjang tulangnya.
Spiral yaitu patah yang disebabkan gerakan memuntir secara tiba-tiba, biasanya
terjadi pada tulang lengan atau kaki.
Kompresi / impresi yaitu patah tulang dimana satu area tulang melekuk kedalam,
fraktur ini sering timbul pada tulang tengkorak setalah pukulan yang keras.
Avulsi yaitu patah tulang dimana fragmen tulang terlepas dari lokasi ligamen
atau inseresi tendon.
Remuk yaitu patah tulang dimana bagian dalam tulang berbentuk seperti spons
remuk, biasanya hal ini terjadi pada tulang belakang penderita osteoporosis.
Kominutif yaitu patah tulang dimana terdapat bagian tulang yang pecah dan
pecahan tulang tersebut dapat menyebablan kerusakan jaringan di sekitarnya.
Biasanya disebabkan oleh pukulan langsung atau tubrukan.
Impaction yaitu patah tulang yang disebabkan oleh gaya kompresi sehingga
ujung patahan yang satu menancap ke dalam patahan lainnya tanpa
menyebabkan fraktur dislokasi.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
Tidak adanya dislokasi.
Adanya dislokasi
At axim yaitu membentuk sudut.
At lotus yaitu fragmen tulang berjauhan.
At longitudinal yaitu berjauhan memanjang.
At lotus cum contractiosnum yaitu berjauhan dan memendek.
8. Berdasarkan penyebab terjadinya fraktur
12
Fraktur stress yaitu patah tulang yang disebabkan karena gaya atau trauma yang
berulang-ulang pada tulang tersebut, biasanya pada penari balet atau pelari
marathon.
Fraktur spontan / patologis yaitu patah tulang yang disebabkan karena adanya
ketidaknormalan struktur dan komposisi tulang, biasanya pada pasien yang
menderita osteoporosis atau tumor tulang.
Mekanisme Fraktur 8
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus
mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir
(shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama
tekanan membengkok, memutar dan tarikan.
Trauma bisa bersifat:
1. Trauma langsung: menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan.
2. Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih
jauh dan daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Tekanan pada tulang dapat berupa:
Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik
Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau
fraktur dislokasi
Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya pada
badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak
Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan
fraktur oblik atau fraktur Z
13
Fraktur oleh karena remuk
Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang
Proses Penyembuhan
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara
ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu pada gambar 1. 7
Gambar 1 : stadium penyembuhan tulang 7
1. Kerusakan jaringan dan pembentukan hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti
sama sekali.
2. Inflamasi dan proliferasi seluler
14
Pada stadium ini dalam 8 jam terjadi inflamasi akut dan terjadi proliferasi serta differensiasi
sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan
yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.
Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.
3. Pembentukan Kallus (tulang muda)
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan
keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini
dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur
berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar.
Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau
tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang
yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya
lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
15
Efek Fraktur Tulang 4
Sewaktu tulang patah, maka sel-sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi di sekitar
tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya
juga mengalami kerusakan. Reaksi peradangan hebat timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk bekuan fibrin
(hematom fraktur) dan berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas
segera terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin
direabsorpsi dan sel-sel tulang secara perlahan mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi.
Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan (fraktur pada anak
sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat terganggu atau terlambat apabila hematom fraktur
atau kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk atau apabila sel-sel tulang baru rusak selama
proses kalsifikasi dan pengerasan.
Gejala Klinis
Fraktur Regio Antebrachii
Berikut merupakan gejala klinis dari fraktur antebrachii.3, 17
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang yang mengalami
fraktur diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Deformitas dapat disebabkan oleh karena adanya pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan eksremitas. Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama .
Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
16
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.
Sindroma Kompartemen 12, 13
Sindroma kompartemen adalah suatu kelainan yang potensial menimbulkan kedaruratan
yaitu dengan adanya peningkatan tekanan interstisial dalam sebuah ruang tertutup, biasanya
kompartemen oseofasial ekstremitas yang noncompliant, misalnya kompartemen ateral,
anterior, dan posterior dalam tungkai serta kompartemen volar superfisial dan dalam lengan
serta pergelangan tangan. Peningkatan tekanan dapat menyebabkan gangguan mikrovaskular
dan nekrosis jaringan lokal.
Penyebab tersering dari sindroma kompratemen akut adalah perdarahan dari fraktur,
trauma jaringan lunak atau luka bakar, cedera arteri, dan penekanan anggota badan selama
kesadaran menurun. Perban atau gips yang restriktif juga dapat menjadi salah satu penyebab
terjadinya sindroma kompartemen.
Pada sindroma kompartemen, terrjadi penimbunan cairan di kompartemen otot, tetapi
fasia fibrosa tidak dapat mengembang sehingga terjadi edema dan tekanan meningkat. Apabila
tidak segera diobati maka dapat mengakibatkan terjadinya iskemia. Gejala utama adalah nyeri
hebat dan edema, tetapi gejala tersebut sering berkaitan dengan penyebab timbulnya sindroma
sehingga diagnosis sering sulit ditegakkan. Penilaian neurovaskular secara berkala merupakan
hal yang sangat perlu dilakukan.
Diagnosis juga sulit ditegakkan pada pasien yang dianestesi atau tidak sadar dan mungkin
memerlukan pengukuran tekanan secara langsung. Tekanan kompartemen yang lebih besar
dari 30 mmHg biasanya mengindikasikan intervensi pembedahan. Sindroma kompartemen yang
berkaitan dengan fraktur ekstremitas atas harus diteapi saat dilakukannya stabilisasi fraktur.
Modalitas pengobatan yang sering dilakukan adalah fasiotomi dan apabila dilakukan dalam 25
hingga 30 jam setelah awitan prognosisnya baik.
Fasiotomi meliputi pembukaan kulit, jaringan subkutis, dan fasia yang membungkus
kompartemen. Otot yang bengkak mungkin menonjol melalui insisi sehingga terjadinya
dekompresi kompartemen dan pulihnya perfusi jaringan. Pada fasiotomi ini mungkin perlu
17
dilakukan lebih dari satu insisi, bergantung pada ukuran atau jumlah kompartemen yang
terkena. Semua jaringan nekrotik harus dikeluarkan dan luka dapat ditutup atau dibiarkan
terbuka beberapa lama, bergantung kepada keparahan dan kerusakan jaringan.
Gejala klinis yang terjadi pada sindroma kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:
Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika
ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika
munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin
gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada
kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
Parestesia (rasa kesemutan)
Paralisis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut
dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindroma kompartemen.
Komplikasi
Komplikasi Fraktur
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur tulang meliputi dua komplikasi utama yakni
komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini dapat meliputi kehilangan darah, infeksi,
emboli lemak, DVT, dan sindroma kompartemen. Komplikasi lanjut dapat menyebabkan non-
union, delayed union, malunion, dan terhambatnya pertumbuhan. 3, 17
Komplikasi dini
Kehilangan darah terjadi karena trauma yang menyebabkan fraktur terbuka dan banyak
darah yang hilang saat trauma berlangsung.
Infeksi dapat terjadi terutama pada fraktur terbuka. Sistem pertahanan tubuh rusak bila
ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Bisa terjadi oleh karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
18
Emboli lemak adalah tetesan lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak pada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun
terutama bagi yang obesitas. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum tulang, atau
dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam
lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering
tersangkut disirkulasi paru karena ada robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya tarik
kembali terhadap darah-darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang juga
mengikutsertakan lemak yang dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas
Deep Vein Thrombosis, trombosis vena dalam sering terjadi pada individu yang tidak
bergerak dalam jangka waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuannya bergerak
seperti pada lazimnya.
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
Komplikasi lanjut
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring. Kelainan penyatuan tulang karena
penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran tulang dari tempat
yang normal.
Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
Gangren gas, Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium
saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau clostridium
perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami penurunan
suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan terdapat edema,
gelembung – gelembung gas pada tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut dapat
berakibat fatal.
19
Komplikasi Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen harus mendapatkan penanganan dengan segera mungkin dan
sebaik mungkin, jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera maka sindroma
kompartemen akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain: 13, 18
Kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan nekrosis
jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan hipoksia pada jaringan
tersebut.
Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang merupakan
kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat terapi selama lebih dari
beberapa minggu atau bulan.
Infeksi.
Hipestesia dan nyeri
Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal
akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis
kegagalan organ secara multisistem.
Penatalaksanaan Fraktur 9, 16
Umum
Cari tanda-tanda syok/ perdarahan dan periksa ABC (Airway Management, Breathing,
Circulation).
Cari trauma pada tempat lain yang berisiko (kepala dan tulang belakang, iga dan
pneumotoraks, femoral dan trauma pelvis).
Segera
Hilangkan rasa nyeri (opiat intravena, blok saraf, gips, dan traksi).
Buat akses intravena dengan baik dan kirim golongan darah dan sampel untuk dicocokan.
Fraktur terbuka membutuhkan debridement, antibiotik dan profilaksis tetanus.
Definitif
Reduksi: Penyambungan kembali tulang; penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak
normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi
20
tertutup). Apabila diperlukan tindakan bedah untuk fiksasi (reduksi terbuka), dapat
dipasang pen atau sekrup untuk mempertahankan sambungan. Mungkin diperlukan traksi
untuk mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan
Imobilisasi: Fraktur harus segera diimobilisasi agar hematom fraktur dapat terbentuk dan
untuk memperkecil kerusakan. Imobilisasi jangka-panjang dilakukan setelah reduksi agar
kalus dan tulang baru dapat terbentuk. Imobilisasi jangka-panjang biasanya dilakukan
dengan gips, traksi, fiksasi internal, fiksasi eksternal, bracing fungsional
Rehabilitasi (bertujuan untuk mengembalikan pasien ke tingkat fungsi seperti sebelum
trauma dengan fisioterapi dan terapi okupasi).
Penatalaksanaan Sindrom Kompartemen 6
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi
neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi.
Penanganan kompartemen secara umum meliputi:
1. Terapi Medikal / Non bedah
Terapi ini diindikasikan untuk diagnosa dugaan kompartemen, meliputi: menempatkan
extremitas setinggi jantung untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal.
Elevasi dapat menurunkan aliran darah sehingga memperberat iskemia; pembukaan gips dan
pembalut konstriksi; pada kasus gigitan ular berbisa diberikan anti racun; mengoreksi
hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah; pemakaian diuretik dan manitol dapat
mengurangi tekanan kompartemen;
2. Terapi Bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30 mmHg dan ada disfungsi
neuromuskular. Tujuannya yaitu menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.
Pencegahan Fraktur 4, 18
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur
disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada
dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur.
21
Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma
benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau
mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman keselamatan
dengan memakai alat pelindung diri.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang lebih serius dari
terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada
penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak memperparah bagian
tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis
dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto
radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat
dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan
fiksasi internal maupun eksternal.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya
komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk
menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis
dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan
untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti
biasanya. Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif,
memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang
patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan
mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak, memantau status
neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam
aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.
22
Prognosis
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata laksana
dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya cepat, maka
prognosisnya akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika
fraktur yang di alami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat
dengan prognosis yang baik. Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan
buruk.bahkan jikalau parah, tindakan yang dapat di ambil adalah cacat fisik hingga amputasi.
Selain itu penderita dengan usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya di banding
penderita dengan usia lanjut.
Kesimpulan
Fraktur tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang dan kartilago. Penyebabnya
digolongkan menjadi 3 yaitu fraktur traumatik, fraktur patologis dan fraktur stress. Gejala klinis
yang nampak berupa reaksi peradangan yaitu kemerahan, hiperemia dan nyeri, tampak
deformitas. Jika terdapat oedem, terjadi gangguan sensasi serta melemahnya denyut nadi,
menandakan adanya sindrom kompartemen. Penatalaksanaanya berupa tindakan non bedah
dan bedah (fasciotomi). Sementara itu penatalaksaan fraktur secara definitif berupa imobilisasi,
reduksi dan rehabilitasi. Prognosisnya baik jika pasien mendapatkan perawatan dengan tepat.
Daftar Pustaka
1. Carter Michel A., Fraktur dan Dislokasi dalam: Price Sylvia A, WilsonLorraine McCarty.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke- 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.;2006.h. 1365-1371.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.h.10-6.
3. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga; 2006.h.84-5.
4. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem muskuloskeletal. Jakarta:
EGC; 2008.h.15-32.
5. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2003.h.309-344.
23
6. Bickley S. Anamnesis. Bates’ Guide to physical examination and history taking.
International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health.
2009.
7. Blundell A. Harrison R. Hand examination. Musculoskeletal examination 3. OSCEs at A
Glance. 1st edition. Wiley-Blackwell. A John Wiley & Sons Ltd., Publication.UK. 2009.
8. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007. h.355-61,
368-9. Grace PA, Borley NR.
9. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke 3. Jakarta:Penerbit Erlangga; 2007.
h.85.
10. Simbardjo D. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2003.
11. Mahode AA, Halim MJ, Bourman V, Hartanto YB. Terapi dan rehabilitasi fraktur. Jakarta:
EGC; 2011.h.157-175.
12. Davies K. Buku pintar nyeri tulang dan otot. Jakarta: Erlangga; 2007.h.90-1.
13. Gruendemann BJ, Fernsebner B. Buku ajar keperawatan perioperatif. Jakarta: EGC;
2006.h.288-98.
14. Brooker C. Ensiklopedia keperawatan. Jakarta: EGC; 2009.h. 136-140, 599-600
15. Patel PR. Lecture notes radiologi. Jakarta: Erlangga; 2007.h.221-3
16. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2004. h. 298-301.
17. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.335-9.
18. Oman KS, Mclain JK, Scheetz LJ. Panduan belajar keperawatan emergensi. Jakarta: EGC;
2008.h.305-16.
19. Rasul AT. Acute compartment syndrome treatment & management. 2013 [dikutip 24
Maret 2013]. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/307668-treatment.
24