Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sitem Muskuluskuletal merupakan penunjang bentuk
tubuh dan bertanggung jawab terhadap komponen utama
dari sistem muskuloskletal adalah jaringan ikat.
System ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka,
tendon ligamen gursa jaringan khusus yang
menghubungkan struktur ini. Dalam hal ini tulang
sebagai jaringan yang dinamis mempunyai fungsi ganda
yaitu fungsi mekanik dan metabolik. Tulang sebagai
pembentuk rangka tubuh yang mempunyai bergai jenis
bentuk. Menurut bentuknya tulang dibedakan tulang
panjang, tulang pendek dan tulang pipih.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebab kan oleh ruda paksa atau trauma yang
Page 2
2
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung
(R. Sjamsuhidajat Win de Jong 1997)
Negara indonesia merupakan Negara yang berkembang
yang berada dalam taraf halusinasi menuju
industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyrakat / mobilitas masyarakat yang
meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan
alat-alat transportasi / kendaraan bermotor khususnya
bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehinga
menambah kesemrawutan arus lalu lintas. Arus lalu
lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan
kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan
bermoto . Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan
cidera tulang atau disebut fraktur.
Jumlah korban Tahun 2008 di Amerika Serikat terdapat
lebih dari 135.000 kasus cedera yang di sebabkan olah
raga papan selancar dan sekuter, dimana kasus cedera
terbanyak adalah Frakktur sebanyak 39 % yang sebagian
besar penderitanya laki-laki di bawah umur 15 tahun.
Page 3
3
Di Negara maju seperti Australia masalah frakur
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendapat
perhatiaan serius, dengan jumlah korban setiap tahun
20.000 penduduk. Sedangkan di Negara Maju lainnya
seperti di Kamerun dan Maroko dimana pada tahun 2007
perbandingan insiden frktur pada kelompok umur 50 – 65
tahun, Pria 4,2 % penduduk, dan Wanita 5,4 % penduduk.
Di Maroko pada tahun 2009 insiden fraktur pada pria
43,7 % penduduk, pada wanita 52 % penduduk.
Jumlah korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia
yaitu 47.401 orang pada tahun 1989, menjadi 32.815
orang pada tahun 1995. Rasio jumlah korban cedera
sebesar 16,80 per 10.000 penduduk dan dan rasio korban
meninggal sebesar 5,63 per 100.000 penduduk. Angka
kematian tertinggi berada di wilayah Kalimantan Timur,
yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di Jawa
Tengah, yaitu sebesar 2,67 per 100.000 penduduk
(Lukman, 2009).
Page 4
4
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2007
terdapat lebih dari delapan juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta
orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden
kecelakaan yang mengalami prevalensi cukup tinggi
yakni insiden fraktur ekstermitas bawah sekitar 46,2%
dari insiden kecelakaan yang terjadi.( Http:// Lukman
rohamin.Blogspot.com.html.).
Berdasarkan data Kepmenkes 116/Menkes/SK/VIII/2007
di dapatkan 25 % penderita fraktur mengalami
kematiaan, 45% mengalami cacat fisik, 15 % mengalami
stress psikologis karena cemas bahkan depressi, dan 10
% mengalami kesembuhan dengan baik. Kecelakaan
merupakan pembunuh nomor 3 di indonesia.
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai
pemberi asuhan keperawatan langsung kapada klien yang
mengalami fraktur, sebagai mendidik memberi kan
pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta
sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya
Page 5
5
meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur
melalui metode ilmiah.
Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan
Asuhan Keperawatan pada dengan Gangguan
Muskuloskletal Fraktur Tibia dan Fibula.
1.1. Tujuan Penulisan
1.1.1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan yang diterapkan
pada pasien. Dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal
Post Op Fraktur Tibia Fibula yang dirawat di Rumah
Sakit.
1.1.2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian dengan melakukan
pendekatan secara Sistematis untuk mengumpulkan
data, menganalisa dan menegakkan diagnosa
keperawatan.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada
dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal, Post Op
Fraktur Tibia Fibula.
Page 6
6
c. Mampu membuat perencanaan Asuhan Keperawatan
Pada Dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal,Pots Op
Fraktur Tibia Fibula.
d. Melaksanakan tindakan Asuhan Keperawatan
Dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal Post Op
Fraktur Tibia Fibula.
e. Mampu membuat evaluasi berdasarkan tindakan
keperawatan yang dilakukan.
1.2. Ruang Lingkup Masalah
Mengingat luasnya permasalahan Gangguan Sistem
Muskuloskletal, maka dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini penulis membatasi ruang lingkup Asuhan
Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal
Post Op Fraktur Tibia Fibula.
1.3. Metode Penulisan
Dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini penulis
menggunakan metode deskriftif yaitu metode ilmiah
yang bersifat menggambarkan, mengumpulkan data,
Page 7
7
menganalisa data dan menarik kesimpulan. Sedangkan
cara mengumpulkan data yang penulis lakukan adalah:
1.4.1. Study Literatur
Dengan cara mempelajari buku-buku perpustakaan,
makalah, skripsi dalam tulisan ini yang berhubungan
dengan kasus ini.
1.4.2. Wawancara (interview)
Tanya jawab langsung dengan pasien, keluarga pasien,
serta tim kesehatan lainnya.
1.4.3. Observasi
Mengamati gejala yang muncul pada pasien dengan
insfeksi, palpasi, untuk memperoleh dan mengatasi
keadaan pasien sebenarnya.
1.4.4. Dokumentasi
Dengan cara melihat dan mempelajari catatan medis dan
Asuhan Keperawatan pasien itu sendiri.
1.5. Sistematika Penulisan
Page 8
8
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini disusun secara
sistematika yang terdiri dari
5 (lima) BAB yaitu:
BAB I Pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang,
Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup, Metode
Penulisan, serta Sistematika Penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka Terdiri Dari:
a. Tinjauan Pustaka Medis, yang
meliputi:
Defenisi, Etiologi, Anatomi
Fisiologi, Patofisiologi,
Tanda dan Gejala, Komplikasi,
Penatalaksanaan Medis.
b. Tinjauan Pustaka Keperawatan, yang
meliputi:
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan,
Intervensi,
Rasional.
Page 9
9
BAB III : Tinjauan kasus yang meliputi pengkajian,
diagnosa
keperawatan, intervensi,
implementasi, evaluasi, catatan
perkembangan.
BAB IV : Pembahasan yang meliputi tahap
pengkajian, tahap diagnosa
keperawatan, tahap
intervensi, tahap implementasi, tahap
evaluasi.
BAB V : Kesimpulan dan saran.
Page 10
10
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tujuan Teoritis Medis
2.1.1 . Defenisi
Fraktur adalah : Patah tulang atau terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. (Brunner & Suddrat, 2000)
2.1.2. ETIOLOGI
Page 11
11
Fraktur dapat disebabkan oleh: pukulan langsung gaya
remuk, gaya punter, mendadak, dan kontraksi otot
ekstrem (Suratun, dkk, 2008).
Trauma kerena kecelakaan dari kendaraan, jatuh,
olahraga, dan sekunder dari penyakit ostogenesis
imperfekta. (Suriadi 2000).
2.1.3. Anatomi Fisiologi
Page 12
12
Gambar 2.1. Anatomi Tulang (Evelyn 2007)
Tulang ialah suatu bentuk khusus jaringan ikat
ditandai dengan sel bercabang panjang - panjang dan
terletak (osteosit )yang mengisi rongga-rongga
(lekukan ) didalam matriks yang keras terdiri atas
serabut kologen pada jaringan amorf yang mengandung
gangguan fosfat kalsium.
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang
utama dari tungkai bawa dan terletak medial dari fibula
Page 13
13
atau tulang betis; tibia adalah tulang pipa dengan sebuah
batang dan dua ujung.
Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah
lateral tungkai bawah, tulang itu adalah tulang pipa
dengan sebuah batang dan dua ujung (Evelyn, 2007).
Sendi tibia fibula dibentuk antara ujung atas dan
ujung bawah,kedua tungkai bawah batang dari tulang -
tulang itu digabungkan oleh sebuah ligmen antara tulang
membentuk sebuah sendi ketiga antara tulang-tulang itu
(Drs.H.Syahrifuddin, 2006).
Tulang terdiri dari
1. Tulang pipih (Tulang kepala , pelpis)
2. Tulang kobaid (Tulang Vetebrata)
3. Tulang tersilia/ tulang panjang (tulang femur,
tulang fibia)
Tulang panjang terdiri dari:
1. Dinfensis (Tulang kompakta dengan rongga sum-sum
tulang )
Page 14
14
2. Efisis ( Tulang sponglosa)
Fungsi Tulang
Fungsi tulang secara umum:
1. Formasi kerangka
Tulang-tulang membentuk rangka tubuh untuk
menentuka bentuk dan ukuran tulang tubuh tulang
-tulang menyongkong struktur tubuh yang lain.
2. Formasi Sendi
Tulang- tulang membentuk persendiaan yang
bergerak dan tidak bergerak tergantung kebutuhan
fungsional.
3. Perlengketan otot
Tulang- tulang menyediakan permukaan untuk tempat
melekatnya otot.
4. Sebagai Pengungkit
Untuk bermacam-macam aktivitas selama pergerakan.
5. Menyongkong Berat Badan
Page 15
15
Memelihara sikap tegak tubuh manusia dan menahan
gaya tarikan dan gaya tekanan yang terjadi pada
tulang.
6. Proteksi
Tulang membentuk rongga yang mengandung dan
melindungi struktur yang halus seperti otak.
7. Hemopotesis
Sumsum tulang tempat penbebntukan sel-sel darah.
8. Limfosit Imunologi
Limfosit “B” dan makrofag dibentuk dalam sistem
retikuloendotel sum-sum tulang.
9. Penyimpanan Kalsium
Tulang mengandung 97% kalsium yang terdapat dalam
tubuh baik dalam bentuk anorganik maupun garam-
garam teutama kalsium fosfat.. ( Syaifudin 2006).
Page 16
16
Fungsi Tulang Secara Khusus :
1. Sinus –sinus paranalisis dapat menimbulkan nada
khusus pada suara.
2. Emai gigi di khususkan untuk memotong, mengigit
dan menggilas makanan
3. Tulang-tulang kecil telinga dalam mengkonduksi
gelombang suara untuk fungsi pendengaran.
4. Panggul wanita di khususkan untuk memudahkan
proses kelahiran bayi.
5. Hilangnya kemampuan gerak, penderita mungkin
biasa sedikit menggerakkan bagian yang cedera,
tetapi tidak bisa menggerakkan secara penuh.
(Syaifudin 2006).
Page 17
Daya
Tulang
Fraktur
Resiko FrakturEmboli ParuEmboli Lemak
Terbuka Tertutup
Infeksi
Gas Gangren
Debdridemenn Delayed Union
Reduksi
Pemulihan Imobilisasi
17
2.1.1. Patofisiologi
Trauma
Page 18
Debdridemen
Union Malunion Union Mobilisasi
18
Gambar 2.2. Skema Patofisiologi ( Lukman,
2009)
Jenis-jenis Patah Tulang
1. Fisura Tulang
Disebabkan oleh cedera tunggal hebat atau oleh
cedera terus menerus yang cukup lama seperti juga di
temukan pada retak stress pada struktur logam.
2. Patah tulang serong
3. Patah tulang lintang
4. Patah tulang komunitif oleh cedera hebat.
Page 19
19
5. Patah tulang segmental karena cedera hebat.
6. Patah tulang dahan hijau, pertosttetap utuh .
7. Patah tulang kompresi akibat kekuatan besar patah
tulang pendek atau epifisis tulng pipa.
8. Patah tulang impaksi, kadang juga disebut inklavasi.
9. Patah tulang impresi.
10. Patah tulang patoogis akibat tumor tulang
atau proses desktruksi lain.
( R.Sjamsuhijadat Wim De Jong, 1997)
Ciri- ciri Patah Tulang
1. Situasi sekitar menimbulkan dugaan bahwa telah
terjadi cedera (tulang mencuat keluar kulit).
2. Terasa nyeri yang menusuk pada area cedera.
3. Kelainan bentuk, kadang-kadang kepatahan tulang
menyebabkan bentuk yang tidak biasa atau
pembengkokan dari bagian tubuh.
2.1.4. Manifistasi Klinis
Page 20
20
1. Nyeri yang hilang dengan istirahat
2. Nyeri tekanan
3. Bengkak
4. Kerusakan Fungsi
5. Gerakan terbatas
6. Ekimalis disekitar fraktur
7. Status neurovaskuler pada daerah distal dari
tempat fraktur mengalami penurunan
8. Krepitus disis fraktur
9. Atropi distal
2.1.5. Komplikasi
1. Deformitas ekstermitas
2. Perbedaan panjang ekstermitas
3. Keganjilan pada sendi
4. Keterbatasa garak
5. Cedera saraf yang dapat menyebabkan mati rasa
6. Pembentukan sirkulasi
7. Kontraktur iskemik volkam
8. Ganggren
Page 21
21
9. Sindrom Kompatemen (Celci 2002)
2.1.6. Klafikasi
Fraktur terbagi dua :
1. Fraktur tertutup
Adalah Fraktur yang fragmen tulangnya tidak
menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan /tidak mempunyai hubungan
luar.
2. Fraktur Terbuka
Adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia
luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak,
dapat berbentuk From Within (dari dalam), Atau From
without (dari luar). (Arif Muttaqin 20004)
Klasifikasi Fraktur berdasarkan garis Patah Yaitu:
a. Sudut Patah
1. Fraktur Transversal
Page 22
22
Adalah fraktur yang garis patahanya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang
2. Fraktur Oblik
Adalah fraktur yang garis patahnya membentuk
sudut terhadap tulang
3. Fraktur Sipiral
Timbul akibat torsi pada ektermitas
b. Fraktur Multipel pada sudut tulang
1. Fraktur Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang
menyebabkan terpisahnya segmental dari suplai
darahnya.
2. Fraktur koordinata
Adalah serpihan terputusnya kebutuhann jaringan
dengan lebih dari dua fragmen tulang.
c. Fraktur Impaksi
1 .Fraktur Kompresi
Terjadi ketika dua tulang menumpuk (akibat
tubrukan) tulang ketiga yang berada di
Page 23
23
antranya, seperti satu vetebrata dengan dua
bertebrata lainnya. Fraktur Patologik
d. Fraktur yang terjadi pada daerah-daerah tulang yang
menjadi lemah oleh karena tumor atau proses
patologik lainnya.
e. Fraktur beban (kelelahan) lainya
1. Fraktur beban terjadi pada orang
2. Orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas
mereka
f. Fraktur Grensik
Fraktur yang tidak sempurna dan sering terjadi pada
anak-anak korteks dan peridiumnya menarik utuh.
Fraktur ini akan segera sembuh dan segera mengalami
nomedeling kebentuk dan fungsi normal.
g. Fraktur avulsi memisahkan suatu fragmen tulang pada
tempat insersi tendon atau pun ligament Fraktur
adalah fraktur yang melibatkan sendi.
(Sylvia Anderson, 2006)
Page 24
24
Fraktur terbagi 3 derajat yaitu :
1. Derajat I
Fraktur dengan luka kurang dari 1 cm, luka bersih
yang di akibatkan oleh proporsi tonjolan tulang
kecil.
2. Derajat II
Fraktur dengan luka lebih dari 1 cm tanpa
kerusakan jaringan lunak yang luas.
3. Derajat III
Fraktur dengan luka lebih dari 1 cm dengan
kerusakan yaitu dengan cedera jaringan lunak yang
masih memadai,III B, yaitu fraktur dengan
kehilangan kulit, III C, yaitu fraktur yang
disertai dengan cedera arteri.
( Gustit ,Merkow dan Templemen , 2005)
2.1.2. Penatalaksanaan Medis
Page 25
25
Pada prinsipnya terapi fraktur Tibia dan Fibula
adalah reposisi dan imobilisasi. Sebagian besar
fraktur dengan sedikit kerusakan jaringan lunak dapat
diterapi secara tertutup jika praktek tak bergeser
atau sedikit bergeser, gips panjang dari paha atas
sampai leher natotarsal jika fraktur bergeser ini
dapat direduksi dibawah anastesi umum dengan
pengawasan sinar-x diposisi tidak perlu tetapi
penjajaran harus mendekati sempurna kemudian dipasang
gips dari paha atas leher metatarsal, kemudian posisi
dicetak dengan sinar-x, tungkai ditinggikan dan
pasien diobservasi selama 48-72 jam kalau terjadi
pembengkakan gips dibelah.
Selama dua minggu posisi dicetak dengan sinar-x,
gips dipertahankan sampai fraktur dimana pada anak +
8 minggu dan orang dewasa + 16 minggu.
Proses penyembuhan fraktur :
1. Pembentukan hematom fraktur.
2. Sel radang mulai muncul pada hematom/prekaleus.
Page 26
26
3. Pembentukan kaleus (anyaman tulang fibrosa).
4. Konsolidasi (anyaman tulang yang dirangkai
kembali menjadi tulang hamelar dan fraktur
diperlukan sangat kuat).
5. Remodeling : Tulang yang baru berbentuk kembali
seperti struktur normalnya.
Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali
berfungsi. Dan beberapa patah tulang dilakukan
pembidaian untuk membatasi pergerakan dengan
pengobatan ini biasanya patah tulang selangka
(terutama pada anak-anak), tulang bahu, tulang iga,
jari kaki, dan jari tangan akan sembuh sempurna.
Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh
digunakan (imobilisasi) imobilisasi bisa dilakukan
melalui :
1. Pembidaian
Benda keras yang ditempatkan didaerah sekeliling
tulang.
2. Pemasangan Gips
Page 27
27
Merupakan bahan kuat yang dihubungkan disekitar
tulang yang patah.
3. Penarikan (traksi)
Menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota
gerak pada tempatnya.
4. Fiksasi Internal
Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan
atau batangan logam pada pecahan-pecahan tulang
merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang
disertai komplikasi.
2.1 Tinjauan Pustaka Keperawatan
2.1.1 Pengkajian
1.Aktivitas/Istirahat
Tanda : Keterbatasan gerak kehilangan fungsi
mootorik pada bagian yang terkena (dapat
segara atau sekunder akibat pembengkakan
/nyeri). Adanya kesulitan istrahat tidur
akibat dari nyeri.
Page 28
28
2.Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai
respon terhadap nyeri/ansitas) atau
hipotensi (hipivolomi). Takikardi (respon
stress ,hipovelemia). Penurunan tak teraba
nadi distal, pengisian kapiler lammmbat
(Capillaryrefill), kulit dan kuku pucat?
sianotik pembengkakan jaringan atau massa
hematoma pada sisi cedera.
3.Neurosensori
Gejala: Hilang gerak, sensasi, spasme otot, kebas,
kesemutan (parestesis).
Tanda : Deformitas lokal, ongulasi abnormal,
pemendekann rotasi, krepiasi, spasme otot,
kelemahan/hilang fungsi. Angitasi
berhubungan dengan nyeri, ansietas, trauma
lain.
Page 29
29
4.Nyeri / Kenyamanan
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat terjadi
cedera, (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang
pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf. Spasme /kram otoot
(setelah imobilisasi)
5.Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, ovulasi jaringan,
perdarahan, perubahan warna
pembengkakan lokal.
6.Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera. (Lukman 2009)
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
1.Resiko tinggi terhadap trauma bila kehilangan
integritas (fraktur).
Tujuan : Mempertahankan stabilitas dan posisi
fraktur.
Page 30
30
Kriteria hasil : Meningkatkan stabilitas dan
posisi fraktur,
Intervensi Rasional
- Pertahankan tirah
baring ekstremitas
sesuai indikasi.
Berikan sokongan
sendi diatas dan
dibawah fraktur bila
bergerak/membalik.
- Letakkan papan
dibawah tempat tidur
atau tempatkan pasien
pada tempat tidur
orthopedi.
- Sokong fraktur dengan
- Meningkatkan
stabilitas,
menurunkan
kemungkinan gangguan
posisi / penyembuhan.
- Tempat tidur lembut
atau lentur dapat
membuat deformasi
gips yang masih
basah, mematahkan
gips yang sudah
kering atau
mempengaruhi dengan
Page 31
31
bantal/gulungan
selimut.
- Tugaskan petugas yang
cukup untuk
membalikan pasien
dengan gips spika.
- Evaluasi pembebat
ektremitas terhadap
resolusi edema.
- Pertahankan posisi
integritas traksi.
penarikan traksi.
- Mencegah gesekan yang
perlu dan perubahan
posisi.
- Gips panggul/tubuh
atau multipasi dapat
membuat berat dan
tidak praktis secara
ekstrem, kegagalan
untuk menyokong
ekstremitas yang di
gips dapat
menyebabkan gips
patah.
- Pembebat koaptasi
mungkin digunakan
untuk memberikan
mobilisasi fraktur
dimana pembengkakan
Page 32
32
- Yakinkan bahwasanya
semua klem berfungsi.
- Pertahankan katrol
tidak terhambat
dengan beban bebas
menggantung, hindari
mengangkat/menghilang
kan berat.
- Kaji ulang tahanan
yang mungkin timbul
karena terapi, contoh
pergelangan tidak
menekuk/duduk dengan
traksi Buck atau
jaringan berlebihan.
- Traksi memungkinkan
tarikan pada fraktur
tulang dan mengatasi
tegangan
otot/pemendekan untuk
memudahkan
posisi/penyaluran.
- Yakinkan bahwa
susunan berfungsi
dengan tepat untuk
penyambungan fraktur.
- Jumlah beban traksi
optimal
dipertahankan.
Catatan : memastikan
gerakan bebas beban
selama mengganti
posisi pasien
Page 33
33
tidak memutar di
bawah pergelangan
dengan traksi
Russell.
- Kaji integritas alat
fiksasi eksternal.
- Kaji ulang
foto/evaluasi.
menghindari penarikan
berlebihan tiba-tiba
pada fraktur yang
menimbulkan nyeri dan
spasme otot.
- Mempertahankan
integritas tarikan
traksi.
- Traksi Hoffman
memberikan
stabilisasi dan
sokongan kaku untuk
tulang fraktur tanpa
menggunakan katrol,
Page 34
34
- Berikan/pertahankan
stimulasi listrik
bila digunakan.
tali atau beban,
memungkinkan
imobilisasi/
kenyamanan pasien
lebih besar dan
memudahkan perawatan
luka.
- Memberikan bukti
visual mulainya
pembentukan
kalus/proses
penyembuhan untuk
menentukan tingkat
aktivitas dan
kebutuhan
perubahan/tambahan
terapi.
- Mungkin diindikasikan
untuk meningkatkan
Page 35
35
pertumbuhan tulang
pada keterlambatan
penyembuhaan/tidak
menyatu.
2.Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan
fragmen tulang, cedera pada jaringan lunak,
ditandai dengan keluhan nyeri dan distraksi.
Tujuan : Nyeri hilang/terkontrol.
Kriteria hasil :Mampu berpartisipasi dalam
aktivitas/istirahat dengan tepat.
Intervensi Rasional
- Pertahankan
imobilisasi bagian
yang sakit dengan
tirah baring, gips,
pembebat.
- Tinggikan ekstremitas
- Mengurangi nyeri dan
mencegah kesalahan
posisi tulang/tegangan
jaringan yang cedera.
- Meningkatkan aliran
balik vena, mengurangi
Page 36
36
yang sakit.
- Hindari penggunaan
sprei/bantal plastik
di bawah ekstermitas
dalam gips.
- Tingkatkan penutup
tempat tidur,
pertahankan klien
terbuka pada ibu jari
kaki.
- Evaluasi nyeri,
lokasi,
karakteristik,
intensitas (skala 0-
10). Pertahankan
petunjuk nyeri non
verbal (perubahan
tanda vital dan
edema, dan nyeri.
- Meningkatkan
kenyamanan karena
peningkatan produksi
panas dalam gips yang
kering.
- Mempertahankan
kehangatan tubuh tanpa
ketidaknyamanan karena
tekana selimut pada
bagian yang sakit.
- Mempengaruhi
efektifitas
intervensi, tingkat
ansietas. Klien dapat
merasakan kebutuhan
untuk menghilangkan
pengalaman terhadap
nyeri.
Page 37
37
emosi/prilaku.
- Dorong klien untuk
mengekspresikan
masalah berhubungan
dengan cedera.
- Jelaskan prosedur
sebelum memulai
tindakan.
- Berikan obat sebelum
perawatan latihan
rentang gerak
pasif/aktif.
- Lakukan dan awasi
latihan /aktivitas.
- Membantu mengatasi
ansietas. Klien dapat
merasakan kebutuhan
untuk menghilangkan
pengalaman kecelakaan.
- Memungkinkan klien
untuk siap secara
mental dalam melakukan
aktivitas, dan
berpartisipasi dalam
mengontrol tingkat
ketidaknyamanan.
- Meningkatkan relaksasi
otot dan partisipasi
klien.
- Mempertahankan
kekuatan/mobilitas
otot yang sakit dan
Page 38
38
- Berikan alternative
tindakan kenyamanan,
seperti pijatan
punggung, perubahan
posisi.
- Dorong penggunaan
untuk periode yang
manajemen stress,
seperti relaksasi
progresif, latihan
nafas dalam,
imajinasi
visualisasi, sentuhan
terapeutik.
- Identifikasi
aktivitas terapeutik
yang tepat untuk usia
memudahkan resolusi
inflamasi pada
jaringan yang cedera.
- Meningkatkan sirkulasi
umum, menurunkan area
tekanan lokal dan
kelelahan otot.
- Memfokuskan kembali
perhatian,
meningkatkan rasa
control, dan dapat
meningkatkan kemampuan
koping dalam manajemen
nyeri, yang mungkin
menetap yang lama.
- Mencegah kebosanan,
menurunkan ketegangan,
meningkatkan kekuatan
otot.
Page 39
39
klien, kemampuan
fisik, dan penampilan
pribadi.
- Observasi adanya
keluhan nyeri yang
tidak biasa, tiba-
tiba atau dalam,
lokasi progresif atau
buruk tidak hilang
dengan analgesik.
- Lakukan kompres
dingin 24-48 jam
pertama sesuai
kebutuhan.
- Berikan obat sesuai
order: narkotik dan
analgesik non
narkotik, NSAID.
- Dapat mengindikasikan
terjadinya komplikasi,
seperti infeksi,
iskemia jaringan,
sindrom kompartemen.
- Menurunkan edema atau
pembentukan hematom,
menurunkan sensasi
nyeri.
- Untuk menurunkan nyeri
dan atau spasme otot.
- Pemberian rutin
mempertahankan kadar
analgesik darah secara
Page 40
40
Berikan narkotik
sesuai order selama
3-5 hari.
- Berikan/awasi
analgesik yang
dikontrol klien.
adekuat, mencegah
fluktuasi dalam
menghilangkan nyeri
akibat spasme/
tegangan otot.
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler
perifer terjadi interupsi
aliran darah.
Tujuan : Aliran darah kembali normal.
Kriteria hasil : Mempertahankan perfusi
jaringan terhadap disfungsi
neurovaskuler perifer.
Intervensi Rasional
- Lepaskan perhiasan
dari ekstremitas yang
sakit.
- Evaluasi kualitas
- Dapat menyebabkan
bendungan bila
terjadi edema.
- Penurunan/tak adanya
Page 41
41
nadi perifer distal
terhadap cedera
dengan palpasi.
Bandingkan dengan
ekstremitas yang
sehat.
- Kaji aliran kapiler,
warna kulit, dan
kehilangan distal
pada fraktur.
- Lakukan pengkajian
neuromuskuler.
Perhatikan perubahan
nadi dapat
menggambarkan cedera
vaskuler dan perlunya
evaluasi medis segera
terhadap status
sirkulasi. Waspadai
bahwa kadang-kadang
nadi dapat terhambat
oleh bekuan halus
dimana pulsasi mungkin
teraba.
- Kembalinya harus cepat
(<3). Warna kulit
putih menunjukkan
gangguan arterial.
Sianotik diduga ada
gangguan vena.
- Perasaan kebas,
Page 42
42
fungsi motorik atau
sensori. Minta klien
untuk melokalisasi
nyeri.
- Tes sensasi syaraf
perifer dengan
menusuk pada kedua
selaput antara ibu
jari pertama dan
kedua, kemudian kaji
kemampuan untuk
dorsofleksi ibu jari
bila diindikasikan.
- Kaji jaringan sekitar
akhir gips untuk
titik kasar/tekanan.
Selidiki keluhan
“rasa terbakar”
dibawah gips.
kesemutan, peningkatan
penyebaran nyeri
terjadi bila sirkulasi
pada syaraf tidak
adekuat atau syaraf
rusak.
- Panjang dan posisi
syaraf perifer
meningkatkan resiko
cedera pada
adanya fraktur kaki,
edema/sindrom
kompartemen, atau
malposisi alat traksi.
- Faktor ini disebabkan
atau mengindikasikan
tekanan
Page 43
43
- Awasi posisi/lokasi
cincin penyokong
bebat.
- Pertahankan
peninggian
ekstremitas yang
cedera kecuali ada
kontra indikasi,
seperti adanya
sindrom kompartemen.
- Kaji keseluruhan
panjang ekstremitas
yang cedera untuk
pembengkakan/pembentu
kan edema.
jaringan/iskemia,
menimbulkan
kerusakan/nekrosis.
- Alat traksi dapat
menyebabkan tekanan
pada pembuluh darah
saraf, terutama pada
aksila dan lipat paha,
mengakibatkan iskemia
dan kerusakan saraf
permanen.
- Meningkatkan drainase
vena/menurunkan edema.
- Peningkatan lingkar
ekstremitas yang
cedera dapat diduga
Page 44
44
- Perhatikan keluhan
nyeri ekstrem untuk
tipe cedera atau
peningkatan nyeri
pada gerakan pasif
ekstremitas,
terjadinya
parestesia, tegangan
otot/nyeri tekan
dengan eritema, dan
perubahan nadi
distal.
- Selidiki tanda
iskemia ekstremitas
tiba-tiba, contoh
penurunan suhu kulit,
dan peningkatan
ada pembengkakan
jaringan/edema umum
tetapi dapat
menunjukkan
perdarahan.
- Perdarahan/pembentukan
edena berlanjut dalam
otot tertutup dengan
fasia ketat dapat
menyebabkan gangguan
aliran darah dan
iskemia miositis atau
sindrom kompartemen,
perlu intervensi
darurat untuk
menghilangkan
tekanan/memperbaiki
sirkulasi.
- Dislokasi fraktur
Page 45
45
nyeri.
- Dorong pasien untuk
secara rutin latihan
jari / sendi distal
cedera. Ambulasi
sesegera mungkin.
- Selidiki nyeri tekan,
pembengkakan pada
dorsofleksi kaki.
- Awasi tanda vital.
- Tes feses/aspirasi
gaster terhadap darah
nyata.
- Berikan kompres es
sekitar fraktur
sesuai indikasi.
sendi dapat
menyebabkan kerusakan
arteri yang
berdekatan, dengan
akibat hilangnya
aliran darah ke
distal.
- Meningkatkan sirkulasi
dan menurunkan
pengumpulan darah
khususnya pada
ekstremitas bawah.
- Terjadi peningkatan
potensial untuk
tromboflebitis dan
emboli paru pada
pasien imobilisasi
selama 5 hari atau
lebih.
Page 46
46
- Bebat/buat spalk
sesuai kebutuhan.
- Kaji /awasi tekanan
intrakompartemen.
- Siapkan intervensi
bedah
(
fibulektomi/fasiotomi
).
- Ketidak adekuatan
volume sirkulasi akan
mempengaruhi sistem
perfusi jaringan.
- Peningkatan insiden
perdarahan gaster
menyertai
fraktur/trauma.
- Menurunkan
edema/pembentukan
hematoma, yang dapat
mengganggu sirkulasi.
- Mungkin dilakukan pada
keadaan darurat.
- Peninggian tekanan
kebutuhan evaluasi
segera dan intervensi.
- Mempercepat tindakan
pembedahan.
Page 47
47
4.Resiko tinggi terhadap kerusakan, pertukaran gas
dan perubahan aliran darah/emboli lemak.
Tujuan : Pertukaran gas tidak terjadi.
Kriteria hasil : Mempertahankan fungsi
pernafasan adekuat dibuktikan
tidak adanya syanosis,
frekuensi pernafasan dalam batas
normal.
Intervensi Rasional
- Awasi frekuensi
pernafasan dan
upayanya.
- Auskultasi bunyi
nafas, perhatikan
terjadinya ketidak-
samaan bunyi
hiperesonan juga
adanya
- Takipnea, dispnea dan
perubahan dalam mental
dan tanda dini
insufisiensi
pernafasan dan mungkin
hanya indikator
terjadinya emboli paru
pada tahap awal.
Page 48
48
gemericik/ronki/mengi
dan inspirasi
mengorok/bunyi sesak
napas.
- Atasi jaringan cedera
tulang dengan lembut,
khusuisnya selama
beberapa hari
pertama.
- Instruksikan dan
bantu dalam latihan
napas dalam dan
batuk.
- Perhatikan
peningkatan
kegelisahan, kacau,
letargi, stupor.
- Observasi sputum
- Perubahan dalam/adanya
bunyi adventisus
menunjukkan tejadinya
komplikasi pernapasan.
- Ini dapat mencegah
terjadinya emboli
lemak.
- Meningkatkan ventilasi
alveolar dan perfusi.
- Gangguan pertukaran
gas/adanya emboli paru
dapat menyebabkan
penyimpangan pada
tingkat kesadaran
pasien seperti
terjadinya
hipoksemia/asidosis.
Page 49
49
untuk tanda adanya
darah.
- Infeksi kulit untuk
ptekie diatas garis
putting pada sila,
meluas ke
abdomen/tubuh, mukosa
mulut, palatum keras,
kantung konjungtiva
dan retina.
- Bantu dalam
spirometri insentif.
- Berikan tambahan 02
- Hemodialisa dapat
terjadi dengan emboli
paru.
- Ini adalah
karakteristik paling
nyata dari tanda
emboli lemak, yang
tampak dalam 2-3 hari
setelah cedera.
- Memaksimalkan
ventilasi/oksigenasi.
Page 50
50
bila diindikasikan.
5.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan rangka neuromuskuler ditandai dengan
ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan dalam
lingkungan fisik.
Tujuan : Mobilitas fisik stabil.
Kriteri hasil: - Mempertahankan mobilitas fisik
- Memperhatikan posisi fungsional.
- Mampu melakukan aktivitas.
Intervensi Rasional
- Kaji imobilisasi yang
dihasilkan oleh
cedera/pengobatan dan
perhatikan persepsi
pasien terhadap
imobilisasi.
- Dorong partisipasi
pada aktivitas
- Pasien mungkin dibatasi
oleh pandangan diri
persepsi tentang
keterbatasan fisik
aktual memerlukan
informasi untuk
kemajuan kesehatan.
- Memberikan kesempatan
Page 51
51
terapeutik rekreasi.
- Dorong penggunaan
latihan isometrik
mulai dengan tungkai
yang tidak sakit.
- Berikan papan kaki,
bebat pergelangan,
gulungan
trokanter/tangan yang
sesuai.
- Berikan dalam posisi
telentang secara
periodik bila
mungkin.
- Instruksikan dorong
untuk mengeluarkan
energi, memfokuskan
kembali perhatian.
- Kontraksi otot
isometrik tanpa menekuk
sendi atau menggerakkan
tungkai dan membantu
mempertahankan kekuatan
dan massa otot.
- Berguna dalam
mempertahankan posisi
fungsional ekstremitas,
tangan/kaki dan
mencegash komplikasi.
- Menurunkan resiko
kontraktur fleksi
panggul.
- Memudahkan gerakan
selama
Page 52
52
menggunakan trapeze
dan pasca posisi
untuk fraktur tungkai
bawah.
- Berikan atau bantu
dalam mobilisasi
dengan kursi roda,
tongkat sesegera
mungkin.
- Bantu dalam perawatan
diri/ kebersihan.
- Awasi TD dengan
melakukan aktivitas.
- Ubah posisi secara
periodik dan dorong
untuk latihan
batuk/napas dalam.
hygiene/perawatan
kulit.
- Mobilisasi dini
menurunkan komplikasi
tirah baring.
- Hipotensi postural
adalah masalah umum
menyertai Tirah baring
lama dan dapat
memerlukan intervensi
khusus.
- Mencegah dan menurunkan
komplikasi
kulit/pernapasan.
- Tirah baring,
penggunaan analgesik,
Page 53
53
- Auskultasi bising
usus.
- Dorong peningkatan
masukan cairan 2000-
3000 ml/hari.
Termasuk air
asam/jeruk.
- Berikan diet tinggi
protein, karbohidrat,
vitamin dan mineral.
- Tingkatkan jumlah
diet kasar. Batasi
makanan pembentuk
gas.
- Konsul dengan ahli
terapi fisik/
okupasi/rehabilitasi
spesialis.
dan perubahandalam
keadaan diet.
- Mempertahankan hidrasi
tubuh, menurunkan
resiko infeksi.
- Pada adanya cedera
muskuloskletal.
- Penambahan bulk pada
feses membantu mencegah
konstipasi.
- Berguna dalam membuat
aktivitas
individual/program
latihan.
- Dilakukan untuk
meningkatkan evakuasi
Page 54
54
- Lakukan program
defekasi sesuai
indikasi.
- Rujuk ke perawat
spesialis psikiatrik
klinikal.
usus.
- Pasien/orang terdekat
memerlukan tindakan
intensif.
- Berguna dalam membuat
aktivitas individual /
program latihan pasien
dapat berlatih
aktivitas.
6.Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas
kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk,
fraktur terbuka ditandai dengan nyeri, kebas dan
gangguan permukaan kulit.
Tujuan : Kerusakan integritas kulit tidak
terjadi.
Kriteria hasil : Mengatakan ketidaknyamanan
hilang mencapai penyembu-han luka
sesuai waktu.
Page 55
55
Intervensi Rasional
- Balik pasien dengan
sesering mungkin jika
dapat dilakukan.
- Bersihkan kulit
dengan air sabun
hangat.
- Berikan tintur bezoin
gunakan plester
fraksi kulit.
- Tandai garis dimana
plester keluar
sepanjang
ekstremitas.
- Letakkan bantal
pelindung dibawah
- Meminimalkan tekanan
pada sekitar tepi
gips.
- Menurunkan kadar
kontaminasi kulit.
- Kekuatan untuk
penggunaan traksi
plester, traksi
melingkar tungkai
dapat mempengaruhi
sirkulasi.
- Memungkinkan untuk
pengkajian cepat
terhadap benda yang
terselip.
- Meminimalkan tekanan
pada zona ini.
Page 56
56
kaki dan diatas
tonjolan tulang.
- Palpasi jaringan tiap
hari dan catat nyeri
tekan.
- Tekuk ujung kawat/pen
dengan karet atau
gabus pelindung.
- Beri bantal/pelindung
dari kulit domba,
busa.
- Gunakan tempat tidur
busa bantal apung
atau kasur udara
sesuai indikasi.
- Bila zona dibawah
plester nyeri tekan
ada iritasi kulit dan
siapkan untuk membuka
balutan.
- Mencegah cedera pada
bagian kulit lain.
- Mencegah tekanan
berlebihan pada kulit
meningkatkan evaporasi
kelembaban yang
menurunkan resiko
nekrosis.
- Karena imobilisasi
bagian tubuh tonjolan
dari zona yang sakit
oleh gips mungkin
sakit karena penurunan
sirkulasi.
Page 57
57
7. Resiko tinggi terhadap infeksi dan prosedur
infasif dan traksi tulang.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :Mencapai penyembuhan luka
sesuai waktu tidak
terjadi demam.
Inetrvensi Rasional
- Infeksi kulit adanya
intraksi atau robekan
kontinuitas.
- Kaji sisa pen/kulit
perhatikan keluhan
peningkatan nyeri,
rasa terbakar atau
- Pen atau kawat tidak
harus dimasukkan
melalui kulit yang
terinfeksi atau
abrasi.
- Dapat mengidentifikasi
timbulnya infeksi
lokal inekrosis
Page 58
58
adanya edema entema
drainase/bau tak
enak.
- Berikan perawatan
kawat/pen steril.
- Observasi luka
perubahan warna
kulit, bau drainase
yang tak enak.
- Berikan obat sesuai
indikasi.
- Bantu prosedur.
Contoh
insisi/drainase,
therapy 02.
jaringan yang dapat
menimbulkan
osteomielesis.
- Mencegah kontaminasi
silang dan kemungkinan
infeksi.
- Tanda perkiraan
infeksi gangren.
- Antibiotik spektrum
luas dapat digunakan
secara profilaktik
atau dapat ditujukan
pada mikroorganisme
khusus.
- Banyak prosedur
dilakukan pada
Page 59
59
- Siapkan pembedahan
sesuai indikasi.
pengobatan infeksi
lokal gangren gas.
- Sequestrektomi
(pengangkatan tulang
nekrotik) perlu untuk
membantu pengobatan
dan mencegah perluasan
proses infeksi.
8.Kurangnya pengetahuan terhadap prognosis penyakit
berhubungan dengan salah interpretasi dirtandai
dengan sering bertanya dan permintaan informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien meningkat.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman tentang
penyakit.
Melakukan dengan benar prosedur yang
diperlukan dan menjelaskan alasan
tindakan.
Page 60
60
Intervensi Rasional
- Kaji ulang patologis
prognosis dan harapan
yang akan datang.
- Beri pengetahuan
metode mobilisasi dan
ambulansi sesuai
dengan terapi fisik
- Memberikan dasar
pengetahuan pasien
dapat membuat pilihan
informasi.
- Banyak fraktur yang
memerlukaan gips,
gabat atau penjepit
selama proses
Page 61
61
bila diindikasikan.
- Dorong pasien untuk
melanjutkan latihan
aktif untuk sendi
atas dan bawah
fraktur.
- Diskusikan pentingnya
perjanjian evaluasi
klinis.
- Kaji ulang perawatan
pen/luka yang tepat.
penyembuhan, kerusakan
lanjut dapat terjadi
sekunder terhadap
ketidaktahuan
penggunaan alat
ambulansi.
- Mencegah kekakuan
sendi kontraktur dan
kelelahan otot,
meningkatkan kembali
aktifitas sehari-hari
secara dini.
- Penyembuhan fraktur
memerlukan waktu
tahunan untuk sembuh
lengkap dan kerja sama
dengan pasien membantu
untuk penyatuan yang
tepat.
Page 62
62
- Menurunkan resiko
tulang/jaringan daru
infeksi yang dapat
berlanjut menjadi
osteomelitis.
(Marillyn. E. Doenges, 2000)
BAB III
Page 63
63
LAPORAN KASUS
3.1. Pengkajian
I. Identitas Pasien
An.J dengan jenis klamin laki-laki, tempat dan
tanggal lahir Lampung, 14 Agustus 1997. Pendidikan SMP
dan menganut Agama Kristen Protestan. Pasien bertempat
tinggal di Jln. Tanah Jawa Panambean Marjanji Kab.
Simalungun. Belum menikah, bersuku bangsa Batak /
Indonesia dan masuk ke Rumah Sakit Umum Daerah
dr.Pirngadi Kota Medan pada tanggal 17 Maret 2013. Dengan
diangnosa Post Op Fraktur Tibia Fibula Sinistra, dan
dirawat sekarang di ruang VII dengan nomor RM.
00.87.54.61.
II. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang :
1. Tanda Vital
TD : 118 / 75 mmHg S : 35 0 C
Page 64
64
HR : 80 x / i BB : 47 kg
RR : 20 x / i TB : 160 cm
2. Alasan masuk ke Rumah Sakit
Pasien datang ke RSU Dr. Pirngadi Medan
tanggal 17 Maret 2013 melalui UGD dengan
keluhan kaki sebelah kiri pasien mengalami
patah tulang kecelakaan dari mobil Pick up.
3. Keluhan Utama :
Nyeri adanya patah tulang dibagi anterior
(depan) tulang tibia dan fubula dengan
intensitas nyeri (4-6). Pasien tidak bisa
berjalan.
- Faktor Pencetus : Kerena kecelakaan
- Lamanya keluhan : 1 hari yang lalu
Page 65
65
- Upaya yang dilakukan : Pasien di bawah ke
Rumas sakit Dr. Pirngadi
kota Medan
- Faktor yang memperberat : Terputusnya
kontinius jaringan tulang
- Dimana lokasinya : Fraktur dibagian
tibia dan fibula
sinistra
- Kapan mulai timbul : Sering
- Bagaimana terjadinya : Bertahap
- Diangnosa medis : Post Op Fraktur
Tibia dan Fibula
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Informasi yang diperoleh pada saat pengkajian,
pasien menumpang mobil pick up terbuka. Pasien
terjatuh dan kemudian di lindas oleh sepeda motor yang
melintas di belakang mobil pick up tersebut.
Menyebabkan tulang tibia fibula sinistra fraktur.
Page 66
66
Pasien menyatakan belum pernah di operasi dan tidak
memiliki riwaya alergi
.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penjelasan :
Pasien berinisisal An. J anak Pertama dari 3
bersaudara anak dari Tn. W dan Ny. R pada saat ini
dirawat diruang VII. Dengan kondisi Fraktur Tibia
Tn. W
Ny. R RR
15 Thn
Page 67
67
Fibula Sinistra dan sudah dilakukan tindakan infasif
pembedahan dengan Debridement dan pemasangan Backslab.
Pada saat pengkajian, pasien terpasang Backslab bagian
extremitas bawah Sinistra dengan kondisi luka bekas
operasi ± 10 cm, sudah mulai mengering dengan jumlah
jahitan 10 jahitan. Intensitas nyeri sedang (4-6).
d. Pola kebiasaan sehari- hari
1. Biologi
No Pola Sebelum Masuk RS Setelah Masuk RS
1
.
Nutrisi
- Pola makan
- Makanan yang
disukai
- Diet
- Pola minum
- Jenis minuman
- Banyaknya
- Minuman yang
3 x Sehari
Nasi Goreng
Makanan biasa
7 – 8 gls/ hari
Air putih
7 – 8 gls / hari
Jus
3 x Sehari
Tidak ada
Makanan biasa
5 – 6 gls / hari
Air putih
4 – 5 gelas
Tidak ada
Page 68
68
disukai
2. Pola Tidur
- Kebiasaan tidur
malam
- Kebisaan tidur
siang
- Kesulitan tudur
- Cara mengatasinya
6 – 8 jam
1 – 2 jam
Tidak ada
Tidak ada
7 jam
2 – 3 jam, tidak
teratur
Tidak ada
Tidak ada
3. Pola Eleminasi Fekal /
BAB
- Frekuensidan
benyaknya
- Konsistensi dan
warna
1 kali sehari
Lembek dan
Kekuning -
kuningan
1 x sehari
Lembek dan
Kekuning – kuningan
4. Pola Eleminasi Urine
Frekuensi dan
banyak nya
- Kejernihan dan
warnanya
1500 - 2000 cc /
hari
Jernih kekuning–
kuningan
1000 – 1500 cc / hari
Jernih kekuning –
kuningan
Page 69
69
5. Pola Aktivitas
- Pekerjaan sekarang
- Lama bekerja
Pelajar
Tidak tentu
Tidak ada
Tidak ada
6. Pola Hygiene Personal
- Kebiasaan mandi
- Menggosok gigi
- Mencuci rabut
- Memotong kuku
- Hambatan dalam
personal
Hygiene
2 x sehari
2 x sehari
1 x sehari
1 x seminggu
Tidak ada
1 x sehari
1 x sehari
Tidak tentu
1 x seminggu
Ada, Pasien di bantu
oleh keluarganya ke
toilet.
2. Psikologis
Presepsi penyakit pasien mengerti tentang
penyakitnya dan optimis unuk sembuh,konsep diri baik,
pasien berharap cepat sembuh, emosi pasien stabil,
pasien dapat beradaptasi dengan baik, mekanisme
Page 70
70
pertahanan diri baik, pasien slalu berdoa agar
penyakitnya segera sembuh.
3. Sosial
Hubungan antara anggota kelurga pasien
harmonis, Pasien dapat membina hubungan dengan orang
lain. Respon pasien terhadap lawan bicara baik,
komunikasi 2 arah. Bahasa yangg digunakan sehari-hari
adalah bahasa Batak dan Indonesia.
4. Spiritual
Pola ibadah pasien taat beribadah. Mengikuti
kebaktian, keyakinan tentang kesehatan, pasien yakin
akan sembuh dengan pengobatan dan perawatan di rumah
sakit .
III. Pemeriksaan Fisik
A. Tanda – tanda Vital . Tgl: 08 April 2013
Pasien berinisial An.J pada saat ini dirawat
diruang VII dengan kondisi Fraktur tibia fibula
Page 71
71
sinistra. Tinggkat kesadarannya compos mentis, suhu
350 C, tekann darah 118 / 75, Nadi / denyut jantung
80 x / i, pernafasan 20 x / i, tinggi badan 160 cm
dan berat badan 47 kg.
B. Head to toe dan pengkjiaan system
1. Kepala.
Bentuk kapala pasien bulat, posisi simetris
kanan dan kiri, warna rambut hitam, ikal, kulit
kepala bersih tidak ada keluhan pada kepala.
2. Mata / Pengelihatan.
Bentuk mata pasien bulat, tidak ada anemis
pada konjungtiva, pupil isokor kanan dan kiri, dan
keadaan simetrisi, ketajaman pengelihatan baik
(dapat membaca buku ± 30 cm). Refleks cahaya
baik, tidak memakai alat bantu dan tidak ditemukan
tanda-tanda peradangan, serta kebutuhan pada
lensa.
3. Hidung / Penciuman.
Page 72
72
Posisi simetris kanan dan kiri. Tidak ada
peradangan, perdarahan dan sumbatan (polip).
Fungsi penciuman baik (dapat membedakan bau parfum
dan buah mangga).
4. Tenggorokkan.
Pasien tidak mengalami kesulitan menelan dan
tidak ada tanda-tanda peradangan pada kelenjar
thyroid.
5. Telinga / Pendengaran.
Bentuk dan posisi telinga pasien simetris
kanan dan kiri, tidak ada ditemukan tanda-tanda
peradangan, perdarahan. Fungsi pendengaran pasien
baik dan dapat mendengar suara panggilan
keluarganya. Pasien tidak memakai alat bantu
pendengaran dan tidak ada keluhan.
6. Mulut dan Gigi.
Bibir dan mukosa gusi pasien lembab, tidak
ada masalah pada lidah, terdapat caries gigi,
tidak ada pembengkakan tonsil, fungsi pengecapan
Page 73
73
baik, tidak ditemukan tanda-tanda peradangan dan
perdarahan.
Nutrisi :
Jenis diet makanan biasa, nafsu makan pasien
baik. Tidak ada smasalah seperti mual dan muntah.
Intake 1500-2000 ml /hari OutPut 1000-1500
ml/hari, terpasang infuse RL 20 gtt / i.
7. Thorak.
Bentuk thorak pasien simetris kanan dan kiri.
Bunyi nafas vesikuler dan teratur. Jenis
pernafasan thorakoabdominal, sesak (-) dan nyeri
dada (-).
8. Sirkulasi.
HR : 80 x / i tidak terjadi haematoma pada
(fraktur) dan terpasangnya backslab pada kaki
sebelah kiri.
9. Abdomen.
Page 74
74
Bentuk abdomen pasien simetris kanan dan
kiri, turgor kulit baik, tidak ada pembesaran
hepar, ginjal tidak teraba, bising usus 12 x/I,
tidak ada nyeri abdomen, fungsi pencernaan baik.
10. Genetalia.
Kebersihan genetalia terjaga karena pasien
dapat menjaga personal hygiene (genetalia) dengan
baik, tidak ada peradangan, alat genetalianya
terjaga kebersihannya.
11. Genitounaria.
Pasien tidak memakai kateter karena dapat
bereleminasi kekamar mandi dan tidak ada masalah,
hematuri tidak ada, inkontinensia urine out put
tidak tentu tetapi ke kamar mandi perlu dibantu
keluarganya seperti BAK, ini di karenakan Tibia
Fibula Sinistra terpasang beckslab.
12. Ekstermitas Atas.
Page 75
75
Bentuk simetris kanan dan kiri, rentang gerak
normal, tangan kiri terpasang infuse RL. 20 gtt /
i. Post tranfusi darah 700 cc (RBC) Free operasi.
13. Ekstermitas Bawah.
Terjadi fraktur tibia dan fibula sinistra,
dengan indikasi pemasangan Backslab. Rentang
gerak tidak baik ( harus di gerakkan perlahan )
elastis dan skala nyeri ( 4 – 6), berjalan dengan
menggunakan tongkat dan kadang - kadang di bantu
oleh keluarganya bila ingin ke toilet.
14.Neurologis.
Tingkat kesadaran pasien compos mentis
dengan, dapat berorientasi dengan baik terhadap
orang lain, dapat mengenal perawat, keluarga dan
pasien lain diruangannya.
15.Muskuloskletal.
Terjadi gangguan integritas tulang (fraktur)
dan luka bekas operasi dengan tindakan pembedahan
debridement dan backslab.
Page 76
76
DATA PENUNJANG / PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal Pemeriksaan : 17 Maret 2013-06-03
No.RM : 00.87.54.61
Pemeriksaan Hasil Nilai NormalHEMATOLOGIDarah Rutin
Page 77
77
WBCRBCHGBHCTMCVMCHPLT
Glukosa AdrondomUreum
CreatininUric Acid
Atrium, kalium,cloridaNatriumKalium
107003,398,125,474,923,918100010837
1,056,81434,0
4000 – 10000 / UL4,5 – 5,5 / 10 6 / UL
13 – 16 / gr / dl39,0 – 48,0 / %80,0 – 97,0 / FL27,0 – 33,7 / pg
150000 – 440000 / UL<140 mg / dl /
10 – 50 mg / dl / 0,6 – 1,2 mg / dl /3,5 – 7,0 mg / dl /
136 – 155 mmol / dl /3,5 – 5,5 mmol / dl /
Therapy :
1. Infus RL. 20 gtt / i
2. Inj. Terfacef 1 gr / 12 jam
3. Inj. Metronidazole 500 mg / 12 jam
4. Inj. Ketorolac 1 amp / 8 jam
5. Inj. Ranitidine 1 amp / 8 jam
6. Inj. Gentamycin 80 mg / 12 jam
Page 78
78
ANALISA DATA
No Data Kemungkinan
penyebab
Masalah
1. Ds : Pasien
mengatakan
nyeri
pada kaki kiri
dengan
intensitas
nyeri
sedang(4-6)
Do : Pasien
tampak
meringis
kesakitan
dan tidak
tampak
Trauma
Fraktur Tibia
Fibula dan
terpasang backslab
Nyeri
Nyeri
Page 79
79
haematoma
pada sisi
fraktur.
Terpasang
backslab
dengan kondisi
luka bersih.
TD :
118 / 75 mmHg
HR : 80
x/i
RR : 22
x/i
Temp : 35
ºc
2. Ds : Pasien
mengatakan
kaki kiri
sulit
Post op Fraktur
Tibia Fibula
sinistra
Imobilisasi
Page 80
80
untuk
digerakkan.
Do : Aktivitas
pasien
dibantu
keluarganya.
Terpasang
infuse RL
20 gtt/ i
pada
tangan kiri,
backslab
terpasang
daerah
fraktur.
Keterbatasan gerak
Intoleransi
aktivitas
Imobilisasi
3. Ds : Pasien
mengatakan
susah
untuk bergerak
Trauma
langsung/kecelakaa
n
Resiko
tinggi
infeksi
Page 81
81
karena
kaki kiri
terdapat
luka bekas
operasi.
Do : Pada bagian
anterior
Kaki kiri
pasien
tampak
luka bekas
operasi ±
10 cm,
dengan 10
jahitan.
Terpasang
backslab.
Open fraktur
Post op
debridement dan
backslab
Luka operasi masih
basah
Resiko tinggi
infeksi
Page 82
82
3.2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan trauma ditandai dengan
pasien meringis kesakitan dan tidak tampak
haematoma pada sisi fraktur. TD : 118/75 mmHg, HR
: 80 x / i, RR : 20 x / i Temp : 35 ºc.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan post
op fraktur tibia fibula ditandai dengan Aktivitas
pasien dibantu keluarganya. Terpasang infus RL 20
gtt / i pada tangan kiri, backslab terpasang
daerah fraktur.
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan
dengan post operasi debridement dan backslab.
Tampak ada luka bekas operasi ± 10 cm, dengan
jumlah jahitan 10 jahitan.
Page 84
84
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : An. J
Tanggal Masuk : 17 Maret 2013
J. Kelamin : Laki - laki
Ruangan : VII / VIII
Tanggal : 10 April 2013 Diagnosa Medis :
Fraktur Tibia dan
Fibula sinistra
No Tanggal Data DiagnosaKeperawatan
Tujuan / KH Rencana KeperawatanIntervensi Rasional
1 10 – 04-2013
Ds : Pasien
mengatakan
nyeri
Nyeri berhubungan
dengan trauma
ditandai dengan
Nyeri hilang
K/H :
Melaporkan
- Pertahankan
imobilisasi
- Menghilan
gkan nyeri
dan
Page 85
85
pada kaki
kiri. Dengan
intensitas
nyeri sedang
(4-6).
Do : Pasien
tampak
meringis
kesakitan
dan tidak
tampak
haematoma
pada sisi
pasien meringis
kesakitan dan
tidak tampak
haematoma pada
sisi fraktur.
TD : 118/75 mmHg,
HR : 80 x/I,
RR : 20 x/i
Temp : 35 ºc.
nyeri
hilang /
terkontrol.
bagian
yang
sakit.
- Tinggikan
dan
dukung
daerah
yang
cedera.
- Atur posisi
yang
mencegah
kesalahan
posisi
tulang.
- Meningkatkan
aliran
balik
vena.
- Memberikan
posisi yang
nyaman pada
pasien.
Page 86
86
fraktur.
TD :
118/75 mmHg
HR : 80 x
/ i
RR : 20
x / i
Temp : 35˚c.
Nyaman.
- Evaluasi
keluhan
nyeri dan
skala
nyeri.
- Lakukan
jadwal
perawatan
- Meningkatkan
kenyamanan
pasien dan
mengetahui
skala
nyeri.
- Mencegah
terjadinya
infeksi.
- Memumingkan
Page 87
87
luka
yang telah
dianjurkan
dokter
setiap
hari.
- Jelaskan
Prosedur
Sebelum
Melakukan
tindakan.
pasien untuk
siap secara
mental untuk
aktivitas
dan
berpartisipa
si dalam
tindakan
pengobatan.
- Membantu
menghilangka
Page 88
88
- Dorong
pasien
untuk
mendiskusika
n
masalah
sehubungan
dengan
n ansietas.
- Menentukan
pengobatan
yang tepat.
Page 89
89
cedera.
- Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pengobatan.
2 11-04 -2013
Ds : Pasien
mengatakan
kaki kirinya
sulit
digerakkan.
Kerusakan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan post op
fraktur tibia
fibula dextra
Mobilitas
fisik stabil.
K/H :
Mampu
melakukan
- Kaji
mobilitas
fisik yang
dihasilkan
oleh
- Pasien
mungkin
dibatasi
oleh
pandangan
dari
Page 90
90
Do : Aktivitas
pasien dibantu
keluarganya.
Terpasang
infus RL 20
gtt / i pada
tangan kiri.
Backslab
terpasang pada
daerah
fraktur.
ditandai dengan
Aktivitas pasien
dibantu
keluarganya.
Terpasang infuse
RL 20 gtt / i
pada tangan
kiri, backslab
terpasang daerah
fraktur.
aktivitas. cedera.
- Instrusikan
pada
pasien
untuk
bantu dalam
rentang
gerak
aktif pada
ekstremitas
yang
sakit dan
keterbatasan
fisik
aktual.
- Meningkatkan
aliran darah
ke otak dan
tulang untuk
meningkatkan
tonus otot.
- Mencegah
terjadinya
Page 91
91
yang
sehat.
- Perhatikan
balutan /
perban
elastis.
- Bantu dalam
mobilisasi
dengan
tongkat.
penyatuan
fraktur yang
salah.
- Menurunkan
komplikasi
tirah
baring.
- Membantu
proses
penyembuhan
dengan diet
Page 92
92
- Berikan
diet tinggi
protein
karbohidrat
dan
kalsium.
- Kolaborasi
dengan
dokter
dala
pengobatan.
yang baik.
- Menentukan
pengobatan
yang tepat.
3 12-04- Ds : Pasien Resiko tinggi Infeksi tidak - Kaji tanda- - Dapat
Page 93
93
2013 mengatakan
susah untuk
bergerak
karena kaki
kiri terdapat
luka operasi.
Do : Pada bagian
anterior
Kaki
kiri
pasien
tampak ada
luka
terjadinya
infeksi
berhubungan
dengan post
operasi
debridement dan
backslab.
terjadi.
K/H :
Mencapai
penyembuhan
luka sesuai
waktu, tidak
terjadi
demam.
tanda
infeksi.
- Observasi
luka,
perubahan
warna kulit,
bau yang
kurang
sedap.
- Anjurkan
pada pasien
mengidentifi
kasi
terjadinya
infeksi.
- Tanda
perkiraan
infeksi
ganggren.
- Mencegah
terjadinya
Page 94
94
bekas
operasi ± 10
cm, dengan
jumlah
jahitan 10
jahitan.
Terpasan
backslab.
untuk tidak
menyentuh
luka bekas
operasi.
- Pantua TTV
pasien.
- Gunakan
anti septic
(sabun)
untuk
mencuci
kontaminasi
yang
menyebabkan
infeksi.
- Mengetahui
keadaan umum
pasien.
- Mencegah
terjadinya
infeksi
silang.
Page 95
95
tangan.
- Kolaborasi
dengan dokter
dalam
pengobatan
- Menentuka
n pengobatan
yang tepat.
Page 97
97
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : An.J
Tanggal Masuk : 17 Maret 2013
J.Kelamin : Laki – laki Ruangan :
VII
Tanggal : 10 – 04 2013 Dx Medis :
Fraktur Tibia Dan Fibula
Sinistera
Hari /Tanggal
No.DX
Jam Implementasi Jam Evaluasi
Rabu
10-04-
2013
08.
30
08.
30
- Mempertahankan
mobilisasi bagian
yang cedera
dengan tirah
baring.
- Meninggikan
bagian kaki yang
cedera dengan 1
13.00
S : Pasien
mengatakan
kaki kirinya
masih terasa
sakit.
O : Pasien
masih tampak
meringis
Page 98
98
08.
35
08.
40
12.
00
bantal.
- Mengatur posisi
pasien yang
nyaman dengan
memberikan 1
bantal yang
tinggi dan
merapikan tempat
tidur.
- Mengevaluasi
adanya keluhan
nyeri dan skala
nyeri 4 – 6
(sedang) ditandai
dengan pasien
masih tampak
meringis
kesakitan.
- Menjelaskan
kesakitan.
TD : 118 / 75
mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 350c
A : Masalah
belum
teratasi.
P : Rencana
tindakan
dilanjutkan.
Page 99
99
12.
10
12.
40
prosedur tindakan
saat akan memberi
injeksi
Gentamycin 80
mg/12 jam.
- Memotivasi pasien
agar mau
mendiskusikan
masalah
sehubungan dengan
cedera.
- Berkolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat.
- Infus RL. 20
gtt / i
- Inj. Terfacef 1
gr / 12 jam
Page 100
100
- Inj. Gentamycin
80 mg / 12 jam
- Inj.
Metronidazole 500
mg / 12 jam
- Inj. Ketorolac 1
amp / 8 jam
- Inj. Ranitidine 1
amp/8 jam
Rabu
10-04-
2013
2 09.
00
09.
10
- Mengkaji
imobilitas fisik
yang dihasilkan
cedera (fraktur)
pasien tidak
dapat menggerakan
jari – jari
kakinya.
- Menginstruksikan
pasien untuk
14.00
S : Pasien
mengatakan
kaki kirinya
tidak dapat
digerakkan
spontan dan
tidak dapat
melakukan
aktivitas.
O : Pasien
Page 101
101
09.
15
09.
20
10.
00
11.
40
melatih gerak
aktif pada kaki
yang cedera
dengan cara
menggerakkan jari
– jari kakinya.
- Memperhatikan
balutan/perban
elastis masih
terpasang dengan
tepat.
- Membantu pasien
menggunakan
tongkat saat
berjalan.
- Memberikan diet
tinggi protein
karbohidrat dan
kalsium yaitu
dibantu
keluarga dalam
melakukan
aktivitas
(berjalan
kekamar mandi
akan BAK).
Terpasang
infus RL 20
gtt/i,
dibagian
tangan kiri,
terpasang
backslab kaki
kirinya.
A : Masalah
belum teratasi
P : Rencana
Page 102
102
makanan biasa +
sup.
- Berkolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat
- Infus RL. 20
gtt/i
- Inj. Terfacef 1
gr/12 jam
- Inj. Gentamycin
80 mg/12 jam
- Inj.
Metronidazole 500
mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 1
amp/8 jam
- Inj. Ranitidine 1
amp/8 jam
tindakan
dilanjutkan.
Page 103
103
Rabu
10-04-
2013
3 08.
50
10.
00
10.
00
12.
00
- Mengkaji
perubahan rasa
nyeri dengan
bertanya langsung
pada pasien
skala nyeri 4 – 6
- Mengobservasi
perubahan warna
kulit untuk
mendeteksi tanda
– tanda infeksi,
tidak tampak
kemerahan pada
sekitar luka,
luka tidak bau.
- Menganjurkan
pasien agar tidak
menyentuh bagian
14.35
S : Pasien
mengatakan
susah untuk
bergerak
karena kaki
sebelah
kirinya
terdapat luka
bekas operasi.
O : Pada bagian
anterior kaki
kiri pasien
tampak luka
bekas operasi
±10 cm,
backslab.
A : Masalah
belum
teratasi.
Page 104
104
13.
00
13.
30
luka operasi.
- Memantau TTV
pasien
TD : 110 / 70
mmHg
HR : 82 x/i
RR : 22 x/i
T : 36,5 0c
- Menggunakan
antiseptik saat
cuci tangan
sebelum dan
sesudah melakukan
tindakan.
- Berkolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
P : Rencana
tindakan
dilanjutkan.
Page 106
106
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : An.J Tanggal Masuk
: 17 Maret 2013
J.Kelamin : Laki – laki Ruangan
: VII
Tanggal : 11 April 2013 Dx Medis
: Fraktur Tibia dan Fibula
Sinistera
Hari /Tanggal
No.DX
Jam Implementasi Jam Evaluasi
Kamis
11-04-
2013
1 08.
30
08.
- Mempertahankan
mobilisasi bagian
yang cedera
dengan tirah
baring.
- Meninggikan
12.30
S : Pasien
mengatakan
kaki
kirinyanya
masih terasa
sakit.
Page 107
107
30
08.
35
08.
40
12.
00
bagian kaki yang
cedera dengan 1
bantal.
- Mengatur posisi
pasien yang
nyaman dengan
memberikan 1
bantal yang
tinggi dan
merapikan tempat
tidur.
- Mengevaluasi
adanya keluhan
nyeri dan skala
nyeri 4 – 6
(sedang) ditandai
dengan pasien
masih tampak
meringis
O : Pasien
masih tampak
meringis
kesakitan.
TD : 118 / 75
mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 350c
A : Masalah
belum
teratasi.
P : Rencana
tindakan
dilanjutkan.
Page 108
108
12.
10
12.
40
kesakitan.
- Menjelaskan
prosedur tindakan
saat akan memberi
injeksi
Gentamycin 80
mg/12 jam.
- Memotivasi pasien
agar mau
mendiskusikan
masalah
sehubungan dengan
cedera.
- Berkolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat.
- Infus RL. 20
gtt/i
Page 109
109
- Inj. Terfacef 1
gr/12 jam
- Inj. Gentamycin
80 mg/12 jam
- Inj.
Metronidazole 500
mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 1
amp/8 jam
- Inj. Ranitidine 1
amp/8 jam
Kamis
11-04-
2013
2 09.
00
09.
10
- Mengkaji
imobilitas fisik
yang dihasilkan
cedera (fraktur)
pasien tidak
dapat menggerakan
jari – jari
kakinya.
14.00
S : Pasien
mengatakan
kaki
kirinyanya
tidak dapat
digerakkan
spontan dan
tidak dapat
Page 110
110
09.
15
09.
20
10.
00
- Menginstruksikan
pasien untuk
melatih gerak
aktif pada kaki
yang cedera
dengan cara
menggerakkan jari
– jari kakinya.
- Memperhatikan
balutan/perban
elastis masih
terpasang dengan
tepat.
- Membantu pasien
menggunakan
tongkat saat
berjalan.
- Memberikan diet
melakukan
aktivitas.
O : Pasien
dibantu
keluarga dalam
melakukan
aktivitas
(berjalan
kekamar mandi
akan BAK).
Terpasang
infus RL 20
gtt/i,
dibagian
tangan kiri,
terpasang
backslab kaki
kirinya
.
Page 111
111
11.
40
tinggi protein
karbohidrat dan
kalsium yaitu
makanan biasa +
sup.
- Berkolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat
- Infus RL. 20
gtt/i
- Inj. Terfacef 1
gr/12 jam
- Inj. Gentamycin
80 mg/12 jam
- Inj.
Metronidazole 500
mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 1
A : Masalah
belum teratasi
P : Rencana
tindakan
dilanjutkan.
Page 112
112
amp/8 jam
- Inj. Ranitidine 1
amp/8 jam
Kamis
11-04
2013
3 08.
50
10.
00
- Mengkaji
perubahan rasa
nyeri dengan
bertanya
langsung pada
pasien skala
nyeri 4 – 6
- Mengobservasi
perubahan warna
kulit untuk
mendeteksi tanda
– tanda infeksi,
tidak tampak
14.35
S : Pasien
mengatakan
susah untuk
bergerak
karena kaki
sebelah
kirinya
terdapat luka
bekas operasi.
O : Pada bagian
anterior kaki
kiri pasien
Page 113
113
10.
00
12.
00
13.
00
13.
30
kemerahan pada
sekitar luka,
luka tidak bau.
- Menganjurkan
pasien agar tidak
menyentuh bagian
luka operasi.
- Memantau TTV
pasien
TD : 118 / 75
mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 35 0c
- Menggunakan
antiseptik saat
cuci tangan
sebelum dan
tampak luka
bekas operasi
±10 cm, dengan
10 jahitan
terpasang
backslab.
A : Masalah
belum
teratasi.
P : Rencana
tindakan
dilanjutkan.
Page 114
114
sesudah melakukan
tindakan.
- Berkolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat.
Page 115
115
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : An. J Tanggal Masuk : 17
Maret 2013
J.Kelamin : Laki – laki Ruangan :
VII
Tanggal : 12 April 2013 Dx Medis :
Fraktur Tibia dan Fibula
Sinistera
Hari /Tanggal
No.DX
Jam Implementasi Jam Evaluasi
jumat
12-04-
2013
1 08.
30
- Mempertahankan
mobilisasi bagian
yang cedera
12.30
S : Pasien
mengatakan
kaki kirinya
Page 116
116
08.
30
08.
35
08.
40
12.
dengan tirah
baring.
- Meninggikan
bagian kaki yang
cedera dengan 1
bantal.
- Mengatur posisi
pasien yang
nyaman dengan
memberikan 1
bantal yang
tinggi dan
merapikan tempat
tidur.
- Mengevaluasi
adanya keluhan
nyeri dan skala
nyeri 4 – 6
(sedang) ditandai
masih terasa
sakit.
O : Pasien
masih tampak
meringis
kesakitan.
TD : 118 / 75
mmHg
HR : 80 x / i
RR : 20 x / i
T : 350c
A : Masalah
belum
teratasi.
P : Rencana
tindakan
dilanjutkan.
Page 117
117
00
12.
10
12.
40
dengan pasien
masih tampak
meringis
kesakitan.
- Menjelaskan
prosedur tindakan
saat akan memberi
injeksi
Gentamycin 80
mg/12 jam.
- Memotivasi pasien
agar mau
mendiskusikan
masalah
sehubungan dengan
cedera.
- Berkolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
Page 118
118
obat.
- Infus RL. 20
gtt/i
- Inj. Terfacef 1
gr/12 jam
- Inj. Gentamycin
80 mg/12 jam
- Inj.
Metronidazole 500
mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 1
amp/8 jam
- Inj. Ranitidine 1
amp/8 jam
Jumat
12-04-
2013
2 09.
00
- Mengkaji
imobilitas fisik
yang dihasilkan
cedera (fraktur)
14.00
S : Pasien
mengatakan
kaki kirinya
tidak dapat
Page 119
119
09.
10
09.
15
09.
20
10.
00
pasien tidak
dapat menggerakan
jari – jari
kakinya.
- Menginstruksikan
pasien untuk
melatih gerak
aktif pada kaki
yang cedera
dengan cara
menggerakkan jari
– jari kakinya.
- Memperhatikan
balutan/perban
elastis masih
terpasang dengan
tepat.
- Membantu pasien
menggunakan
digerakkan
spontan dan
tidak dapat
melakukan
aktivitas.
O : Pasien
dibantu
keluarga dalam
melakukan
aktivitas
(berjalan
kekamar mandi
akan BAK).
Terpasang
infus RL 20
gtt/i,
dibagian
tangan kiri,
terpasang
Page 120
120
11.
40
tongkat saat
berjalan.
- Memberikan diet
tinggi protein
karbohidrat dan
kalsium yaitu
makanan biasa +
sup.
- Berkolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat
- Infus RL. 20
gtt/i
- Inj. Terfacef 1
gr/12 jam
- Inj. Gentamycin
80 mg/12 jam
- Inj.
backslab kaki
kiri.
A : Masalah
belum teratasi
P : Rencana
tindakan
dilanjutkan.
Page 121
121
Metronidazole 500
mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 1
amp/8 jam
- Inj. Ranitidine 1
amp/8 jam
Jumat
12-04-
2013
3 08.
50
10.
00
10.
- Mengkaji
perubahan rasa
nyeri dengan
bertanya langsung
pada pasien
skala nyeri 4 – 6
- Mengobservasi
perubahan warna
kulit untuk
mendeteksi tanda
– tanda infeksi,
tidak tampak
14.35
S : Pasien
mengatakan
susah untuk
bergerak
karena kaki
sebelah
kirinya
terdapat luka
bekas operasi.
O : Pada bagian
anterior kaki
kiri pasien
tampak luka
Page 122
122
00
12.
00
13.
00
13.
30
kemerahan pada
sekitar luka,
luka tidak bau.
- Menganjurkan
pasien agar tidak
menyentuh bagian
luka operasi.
- Memantau TTV
pasien
TD : 118 / 75
mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 35 0c
- Menggunakan
antiseptik saat
cuci tangan
sebelum dan
sesudah melakukan
bekas operasi
±10 cm,
A : Masalah
belum
teratasi.
P : Rencana
tindakan
dilanjutkan.
Page 123
123
tindakan.
- Berkolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat.
Page 124
124
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah penulis melaksanakan dan menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan muskuloskuletal
fraktur tibia dan fibula post op debridement dan
pemasangan backslab di ruang VII RSU dr. Pirngadi kota
medan yang di observasi 3 hari, maka penulis akan
membahas setiap permasalahan dan kesenjangan yang di
jumpai pada asuhan keperawatan pada kasus pasien.
Dalam hal ini penulis akan membahas melalui tahapan
– tahapan proses keparawatan yaitu : pengkajian,
Page 125
125
diangnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi.
4.1. Tahap Pengkajian
Didalam tahap pengkajian penulis mengadakan wawancara
langsung pada pasien. Pengkajian diawali dari pengumpulan
data tentang identitas pasien, riwayat kesehatan masa
lalu, riwayat kesehatan sekarang dan kebiasaan hidup
sehari-hari.
Selama pasien dirawat dirumah sakit dilakukan
pengkajian yang meliputi bio, psiko, sosio dan spiritual.
Selain itu juga didukung oleh data yang ada dalam catatan
keperawatan / studi dokumentasi yang mendukung pengkajian
penulis.
Adapun data yang penulis temukan pada teori dan tidak
ditemukan pada kasus fraktur meliputi :
a. Keterbatasan fungsi / kehilangan fungsi pada
bagian yang cedera
Page 126
126
b. Pembengkakan / hematoma pada sisi fraktur
c. Spasme otot
d. Deformitas, pemendekan otot, keterbatasan gerak
e. Nyeri
f. Perdarahan atau perubahan warna kulit
g. Hipertensi, hipotensi, takikardia, tidak ada
nadi pada bagian distal, pengisian
kapiler lambat dan parastesis.
Dari data-data tersebut (secara teori) ada beberapa
data yang tidak penulis temukan pada kasus antara lain
:
a. Pemendekan Tulang
Pada kasus An. J tidak terdapat adanya deformitas.
Karena sudah dilakukan tindakan infasif pembedahan
debridement dan backslab serta fraktur tampak
bersih.
b. Hipertensi, hipotensi, takikardia, tidak ada
nadi pada bagian distal, pengisian kapiler lambat
Page 127
127
dan parastesis tidak penulis temukan pada kasus
karena pada saat pengkajian penulis mendapatkan TTV
pasien, TD : 118 / 75 mmHg, HR : 80 x/i, RR : 20
x/i, S : 35 0c. Karena fraktur yang dialami An. J
sudah dilakukan tindakan infasif pembedahan
debridement dan pemasangan backslab dengan grade III
dan kemungkinan sangat kecil.
4.2. Tahap Diagnosa Keperawatan
Pada diagnosa keperawatan dalam tinjauan teoritis
penulis menemukan 8 (delapan) diagnosa keperawatan
yaitu :
1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan
dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
2. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak.
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neuromuskuler
perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah.
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan aliran darah.
Page 128
128
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan rangka neuromuskuler.
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan imobilisasi.
7. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan prosedur invasive.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
Dari diagnosa keperawatan diatas tersebut ada
beberapa diagnosa keperawatan yang tidak penulis
temukan pada kasus antara lain :
1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan
dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
Hal ini tidak ditemukan karena pasien sudah
menjalani tindakan infasif pembedahan dengan
debridement dan pemasangan backslab.
Page 129
129
2. Resiko tinggi terhadap disfungsi
neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah, cedera vaskuler.
Menurut teori hal ini terjadi karena penurunan
aliran darah, cedera vaskuler. sedangkan pada kasus
ini tidak dijumpai. Dimana dijumpai data terabanya
nadi, TTV stabil, pengeluaran urine normal dan kulit
hangat.
3. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran
gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,
emboli lemak.
Hal ini tidak ada ditemukan pada kasus dibuktikan
dengan tidak adanya syanosis, frekwensi pernafasan
20 x/i.
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
Hal ini tidak ditemukan dalam kasus karena pasien
hanya mengalami fraktur tibia fibula sinistra dan
Page 130
130
sebagian anggota gerak yang lain dapat digerakkan
dengan normal kecuali daerah yang dioperasi. Maka
dalam hal ini tidak terdapat kerusakan integritas
kulit.
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Hal ini tidak ditemukan pada kasus karena pasien
memiliki keluarga yang memberikan pengetahuan dan
informasi tentang penyakitnya.
Sedangkan 3 (tiga) diagnosa yang penulis temukan
pada An. J ada pada diagnosa keperawatan tinjauan
pustaka.
4.3. Tahap Intervensi
Berdasarkan dari intervensi pada diagnosa yang sama
pada teori dan pada kasus tidak semua direncanakan.
1. Nyeri.
Page 131
131
Pada teori terdapat intervensi untuk mengatasi
nyeri dengan melakukan kompres dingin (es) 20 – 28
jam pertama sesuai keperluan. sedangkan pada kasus
An. J hal ini tidak dilakukan karena luka tidak
terjadi hematoma tetapi luka yang ada akibat insisi
post operasi debridement dan pemasangan backslab.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik.
Pada teori yang terdapat pada intervensi
untuk mengatasi kerusakan mobilitas fisik dengan
konsul, dengan ahli terapi fisik / okupasi. Tetapi
pada kasus An. J kerusakan mobilitas fisik hanya
ditangani dengan tindakan mandiri saja misalnya
melatih untuk menggerakkan kaki perlahan – lahan
melatih berjalan dengan tongkat.
3. Resiko Tinggi Terhadap Infeksi
Hal ini tidak ditemukan pada kasus An. J
karena infeksi / ganggren tidak terjadi dan
Page 132
132
intervensi persiapan pembedahan sesuai indikasi. Hal
ini juga tidak terdapat pada kasus An.J karena sudah
dilakukan debridement dan pemasangan backslab
sebelumnya, dan tidak di jumpai tanda - tanda
infeksi.
4.4. Tahap Implementasi
Pada tahap ini penulis melaksanakan semua yang
sesuai dengan apa yang direncanakan, pada prinsipnya
semua yang direncanakan pada setiap diagnosa
keperawatan dapat dilaksanakan pada pasien tersebut
dan sebelumnya penulis memilih tindakan keperawatan
yang sudah diberikan pada pasien.
Selama pelaksanaan penulis menemukan beberapa
faktor pendukung dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yaitu : adanya kerja sama perawat ruangan
dengan penulis, adanya kerjasama antara penulis dengan
tim kesehatan lainnya dan adanya kerjasama antara
penulis dengan pasien itu sendiri.
Page 133
133
Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan
tindakan yaitu : implementasi yang diharapkan tidak
sesuai dengan intervensi yang ada sehingga adanya
keterbatasan dalam pemberian tindakan. Dan tindakan
yang diberikan hanya berdasarkan kepada implementasi
yang sudah tercantum pada rencana keperawatan.
Sedangkan faktor penghambat lainnya dalam pelaksanaan
tindakan yaitu: keterbatasan waktu, dari penulis untuk
melakukan tindakan keperawatan pada pasien.
4.5. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi ini merupakan penilaian terhadap
hasil dari tindakan yang dilakukan pada tahap
pelaksanaan.
Adapun diagnosa yang terdapat pada kasus antara lain
:
a. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak
ditandai dengan pasien meringis kesakitan. TD :
118 / 75 mmHg, HR : 80 x/i, RR : 20 x/i, T : 35 0.
Page 134
134
S : Pasien mengatakan susah untuk bergerak karena
kaki sebelah kiri terdapat luka bekas operasi. O :
Pada bagian anterior kaki kiri pasien tampak luka
bekas operasi ± 10 cm dengan jumlah jahitan 10
jahitan, terpasang backslab di kaki kiri, A :
Masalah belum teratasi, P : Rencana tindakan
dilanjutkan.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan rangka neurovaskuler ditandai dengan
aktivitas dibantu keluarganya. Terpasang infus RL 20
gtt/i pada tangan kiri, terpasang backslab pada,
kaki kiri, teratasi pada hari ke-5. sedangkan
diagnosa yang sebagian masalahnya teratasi yaitu
nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak
ditandai dengan pasien meringis kesakitan. TD :
118 / 75 mmHg, RR : 20 x/i, T : 350c, sehingga
rencana dilanjutkan oleh perawat ruangan. S : Pasien
mengatakan susah bergerak karena kaki kiri terdapat
luka bekas operasi 10 cm, terpasang backslab di kaki
Page 135
135
kiri. O : Pada bagian anterior kaki kiri pasien
tampak ada luka bekas operasi ± 10 cm dengan jumlah
jahitan 10 jahitan. Terpasang backslab di kaki kiri
A : Masalah sebagian teratasi, P : Intervensi
dilanjutkan.
c. Resiko tinggi infeksi Resiko tinggi terjadinya
infeksi berhubungan dengan post operasi debridement
dan backslab. Terpasang infus RL 20 gtt/i pada
tangan kiri, terpasang backslab pada, kaki kiri,
teratasi pada hari ke-5. sedangkan diagnosa yang
sebagian masalahnya teratasi yaitu nyeri berhubungan
dengan cedera jaringan lunak ditandai dengan pasien
meringis kesakitan. TD : 118 / 75 mmHg, RR : 20 x/i,
T : 350c, sehingga rencana dilanjutkan oleh perawat
ruangan. S : Pasien mengatakan susah bergerak karena
kaki kiri terdapat luka bekas operasi 10 cm,
terpasang backslab di kaki kiri. O : Pada bagian
anterior kaki kiri pasien tampak ada luka bekas
operasi ± 10 cm dengan jumlah jahitan 10 jahitan.
Page 136
136
Terpasang backslab di kaki kiri A : Masalah
sebagian teratasi, P : Intervensi dilanjutkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Page 137
137
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan, penulis membuat
kesimpulan :
1.Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak
atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya
disebabkan oleh trauma/ruda paksa atau tenaga fisik
yang ditentukan jenis dan luasnya trauma.
2.Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari
pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan
sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau
kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut (usila)
prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada
wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormon
3.Pada kondisi lebih lanjut, penderita fraktur
kemungkinan besar akan mengalami tindakan amputasi
apabila kondisi fraktur tidak tertolong.
Page 138
138
4. Penanganan segera pada klien yang dicurigai
terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi
bagian fraktur, hal ini adalah salah satu metode
mobilisasi fraktur dengan Fiksasi Interna melalui
Operasi Orief. Penanganan tersebut dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
5. Keberhasilan tindakan asuhan keperawatan pada pasien
fraktur sangat tergantung kerja sama antara pasien,
keluarga, dan tim kesehatan dalam hal pengobatan
sehingga dapat mencapai hasil yang optimal.
6. Pada prinsipnya terapi fraktur Tibia dan Fibula
adalah reposisi dan imobilisasi.
7. Imobilisasi pada pasien fraktur bisa dilakukan
melalui :
1. Pembidaian
Benda keras yang ditempatkan didaerah
sekeliling tulang.
2. Pemasangan Gips
Page 139
139
Merupakan bahan kuat yang dihubungkan
disekitar tulang yang patah.
3. Penarikan (traksi)
Menggunakan beban untuk menahan sebuah
anggota gerak pada tempatnya.
4. Fiksasi Internal
Dilakukan pembedahan untuk menempatkan
piringan atau batangan logam pada pecahan-pecahan
tulang merupakan pengobatan terbaik untuk patah
tulang disertai komplikasi.
5.2. Saran
Adapun saran penulis antara lain :
1.Diharapkan kepada keluarga, masyarakat terutama
pasien lebih berhati – hati dalam mencegah
terjadinya suatu trauma yang dapat menyebabkan
fraktur.
Page 140
140
2.Diharapkan kepada pasien fraktur agar dapat
mengikuti terapi yang diberikan selama perawatan dan
juga pengobatan.
3.Diharapkan kepada pasien fraktur agar dapat
melakukan mobilisasi atau gerakan-gerakan agar
melatih daerah fraktur untuk dapat kembali normal.