BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Evaluasi 2.1.1. Pengertian Evaluasi
Umar Husein (2002) dalam buku Evaluasi Kinerja
Perusahaan, menjelaskan evaluasi adalah salah satu
tahap penting dalam manajemen yang berguna untuk
memberikan feet-back atas pelaksanaan suatu kegiatan
yang telah direncanakan agar pelaksanaan tersebut
tetap berada pada jalur yang telah ditetapkan.
Sedangkan Sudijono (2011) dalam bukunya yang
berjudul Pengantar Evaluasi Pendidikan, menjelaskan
evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai
sesuatu. Evaluasi mencakup dua kegiatan yaitu
“pengukuran” dan “penilaian”. Evaluasi bersifat
kualitatif, karena evalasi pada dasarnya adalah
merupakan penafsiran atau interpretasi yang sering
bersumber pada data kuantitatif. Evaluasi sering dilihat
sebagai sebuah upaya pencegahan. Ia bertujuan untuk
menemukan apa yang benar dan apa yang salah, serta
menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan
kinerja dimasa yang akan datang. Pencegahan dari
kesalahan agar tidak terulang kembali merupakan
fungsi evaluasi yang valid (Sallis 2012).
Dari pendapat tiga pakar tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa Evalasi merupakan kegiatan
pengukuran dan penilaian yang bertujuan untuk
menemukan apa yang benar dan apa yang salah
sebagai feet-back atas pelaksanaan suatu kegiatan yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dimasa
yang akan datang.
2.1.2. Tujuan Evaluasi
Menurut Wirawan (2012), tujuan melaksanakan
evaluasi antara lain adalah: (1) Mengukur pengaruh
program terhadap masyarakat; (2) menilai apakah
program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana; (3)
mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan
standar; (4) evaluasi program dapat mengidentifikasi
dan menemukan mana dimensi program yang jalan,
mana yang tidak jalan; (5) pengembangan staf program;
(6) memenuhi ketentuan undang-undang; (7) akreditasi
program ( apakah lembaga-lembaga yang melayani
kebutuhan masyarakat seperti sekolah, hotel, rumah
sakit, telah menyajikan layanan kepada masyarakat
sesuai dengan standar layanan yang ditentukan); (8)
mengukur cost effectiveness (kesepadanan nilai
anggaran dengan akibat atau manfaat yang
ditimbulkan oleh program) dan cost-efficiency (apakah
biaya yang dikeluarkan untuk membiayai program
telah dikeluarkan secara efektif atau tidak) ; (9)
mengambil keputusan mengenai program; (10)
accountabilitas (pertanggungjawaban); (11) memberikan
balikan kepada pimpinan dan staff program; (12)
memperkuat posisi politik; (13) mengembangkan teori
ilmu evaluasi atau riset evaluasi.
Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan informasi
untuk menentukan nilai dan manfaat objek evaluasi
( apa yang akan dievaluasi ), mengontrol, memperbaiki,
dan mengambil keputusan mengenai objek tersebut.
Informasi tersebut kemudian dibandingkan atau dinilai
dengan indikator objek evaluasi. Hasil perbandingan
dapat memenuhi atau tidak memenuhi tolok ukur
keberhasilan. (Wirawan 2012).
2.1.3. Jenis Evaluasi
Wirawan (2012) memaparkan bahwa evaluasi dapat
dikelompokkan berdasarkan objeknya dan menurut
focus dalam suatu program.
Menurut objeknya, evaluasi dapat
dikelompokkan menjadi : (1) Evaluasi Kebijakan,
adalah menilai kebijakan yang sedang atau telah
dilaksanakan. Setiap kebijakan harus dievaluasi untuk
menentukan apakah kebijakan bermanfaat, dapat
mencapai tujuannya, dilaksanakan secara efisien dan
untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaannya.;
(2) Evaluasi Program, adalah metode sistematik untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan memakai informasi
untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai program.
Evaluasi program dapat dikelompokkan menjadi
evaluasi proses (process evaluation), evaluasi manfaat
(outcome evaluation) dan evaluasi akibat (impact
evolution). Evaluasi proses meneliti dan menilai apakah
entervensi atau layanan program telah dilaksanakan
seperti yang direncanakan; dan apakah target populasi
yang direncanakan dilayani. Evaluasi ini juga menilai
mengenai strategi pelaksanaan program. Evaluasi
manfaat meneliti, menilai, dan menentukan apakah
program telah menghasilkan perubahan yang
diharapkan ; (3) Evaluasi proyek, adalah kegiatan atau
aktivitas yang dilaksanakan untuk jangka waktu
tertentu untuk mendukung pelaksanaan program.
Jangka waktu tersebut dapat satu atau dua tahun,
enam bulan, tiga bulan, sebulan, seminggu bahkan
sehari. Setelah jangka waktu tersebut suatu proyek
berakhir. Pelaksanaan proyek perlu dievaluasi untuk
mengukur kinerja dan manfaat proyek; (4) Evaluasi
Material. Untuk melaksanakan kebijakan, program
atau proyek diperlukan sejumlah material atau produk-
produk tertentu; (5) Evaluasi Sumber Daya manusia.
Keberhasilan organisasi pendidikan, lembaga bisnis,
dan lembaga pemerintah sangat ditentukan oleh kinerja
para pendidik (guru dan dosen) dan para pegawai
organisasi tersebut, oleh karena itu mereka harus
dievaluasi kinerjanya secara periodik.
Menurut fokusnya, evaluasi dapat digolongkan
menjadi : (1) Asesmen kebutuhan program (program
need assessment), adalah mengidentifikasi dan
mengukur level kebutuhan yang diperlukan dan
diinginkan oleh organisasi atau masyarakat. Asesmen
kebutuhan perlu dilakukan sebelum merencanakan
suatu kebijakan, program atau proyek. Dalam asesmen
kebutuhan , evaluator mengumpulkan semua informasi
yang berkaitan dengan perencanaan program. Hasil
evaluasi kebutuhan dipergunakan untuk menyusun
rencana program sebagai entervensi sosial untuk
masyarakat; (2) Evaluasi proses program (process
program evaluation), merupakan evaluasi formatif
yang berfungsi mengukur kinerja program untuk
mengontrol pelaksanaan program. Dalam satu
cakupannya adalah mengukur apakah terjadi
penyimpangan dalam pelaksanaan program. Jika
terjadi penyimpangan dari yang direncanakan,
diputuskan apa yang harus dilakukan untuk
mengontrol ketimpangan dan mengembalikan
pelaksanaan program ke treknya dalam pengertian:
kinerja yang diharapkan, penggunaan man, money,
material, machine, dan method yang dipergunakan
untuk melaksanakan program. Evaluasi proses
program dimulai ketika program mulai dilaksanakan. ;
(3) Evaluasi keluaran program (outcame program
evaluation, merupakan evaluasi sumatif (summative
evaluation) yaitu mengukur dan menilai keluaran dan
akibat atau pengaruh dari program. Data yang dijaring
antara lain mengenal : (a) hasil atau keluaran program
apakah sesuai dengan yang direncanakan; (b) jumlah
dan jenis orang yang dilayani apakah sesuai dengan
yang direncanakan; (c) pengaruh atau akibat dari
program terhadap orang yang mendapatkan layanan;
apakah terjadi perubahan atau perbedaan dari sebelum
dan sesudah mendapatkan layanan program; (d)
evaluasi keluaran juga mengidentifikasi apa yang harus
dilakukan agar pengaruh program dapat berlangsung
terus-menerus. ; dan (4) evaluasi efisiensi (program
efficiency evaluation). Sumber biaya terbatas, maka
anggaran yang baik dan tepat adalah anggaran yang
pas tidak kurang dan tidak lebih daripada yang
dibutuhkan program. Cost yang digunakan untuk
membiayai program perlu dievaluasi.
2.1.4. Evaluasi Kinerja
Menurut Ivancevich JM, Konopaske R dan
Matteson MT (2005), ada delapan tujuan spesifik dalam
evaluasi kinerja yaitu : (1) menyediakan dasar untuk
alokasi penghargaan, termasuk kenaikan ,
pemberhentian, dan sebagainya; (2) mengidentifikasi
karyawan yang berpotensi tinggi; (3) memvalidasi
efektivitas dari prosedur pemilihan karyawan; (4)
mengevaluasi program pelatihan sebelumnya; (5)
menstimulasi perbaikan kinerja; (6) mengembangkan
cara untuk mengatasi hambatan dan penghambat
kinerja; (7) mengidentifikasi kesempatan
pengembangan dan pelatihan; (8) membentuk
kesepakatan supervisor-karyawan mengenai ekspektasi
kinerja.
Kedelapan tujuan spesifik tersebut dapat
dikelompokkan kedalam dua kategori yang lebih luas.
Empat yang pertama memiliki orientasi pertimbangan,
empat yang terakhir memiliki orientasi pengembangan.
Evaluasi dengan orientasi pertimbangan memusatkan
perhatian pada kinerja masa lalu dan menyediakan
dasar untuk membuat pertimbangan mengenai
karyawan mana yang seharusnya diberi penghargaan
dan seberapa efektif program organisasi yang ada.
Evaluasi dengan orientasi pengembangan lebih
menaruh perhatian pada memperbaiki kinerja masa
depan dengan memastikan ekspektasi dengan jelas dan
dengan mengidentifikasikan cara untuk memfasilitasi
kinerja karyawan. Kedua kategori ini tentu saja tidak
saling terpisah.
Evaluasi kinerja yang efektif merupakan proses
yang berkesinambungan dan dapat dikatakan
melibatkan dua pertanyaan : “ Apakah pekerjaan telah
dikerjakan secara efektif ? dan Apakah keterampilan
dan kemampuan karyawan telah sepenuhnya
digunakan?” Pertanyaan pertama cenderung
berorientasi pertimbangan, sementara yang kedua lebih
berorientasi pengembangan.
Pada umumnya, evaluasi seharusnya berfokus
menerjemahkan tanggungjawab pekerjaan kedalam
aktivitas sehari-hari karyawan. Tanggungjawab
pekerjaan ditentukan atas dasar suatu analisis
pekerjaan yang menyeluruh. Evaluasi seharusnya
membantu karyawan memahami tanggungjawab
pekerjaan tersebut, tujuan kerja yang dihubungkan
dengan tanggungjawab tersebut, dan tingkat di mana
tujuan telah dicapai. Evaluasi kinerja seharusnya
memusatkan perhatian pada kinerja pekerjaan, bukan
individu.
Jadi suatu evaluasi dikatakan evaluasi kinerja jika kita
menilai seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan
(Ivancevich JM, Konopaske R dan Matteson MT, 2005).
2.1.5. Evaluasi atau Penilaian Kinerja Kepala
Sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
28 tahun 2010 tentang Penugasan guru sebagai kepala
sekolah/madrasah, Pasal 12 antara lain menjelaskan
bahwa:(1) Penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah
dilakukan secara berkala setiap tahun dan secara
kumulatif setiap empat tahun; (2) Penilaian kinerja
tahunan dilaksanakan oleh pengawas sekolah/
madrasah; (3) Penilaian kinerja empat tahunan
dilaksanakan oleh atasan langsung dengan
mempertimbangkan penilaian kinerja oleh tim penilai
yang terdiri dari pengawas sekolah/ madrasah,
pendidik, tenaga kependidikan, dan komite sekolah/
madrasah dari tempatnya bertugas; (4) Hasil penilaian
kinerja dikategorikan dalam tingkatan amat baik,
baik, cukup, sedang atau kurang.
Dalam Buku Pedoman Penilaian Kinerja Kepala
Sekolah/Madrasah (Kemendikbud.BPSDMPdanK dan
PMPPPTK, 2012) dijelaskan bahwa : Penilaian kinerja kepala sekolah meliputi (1) dimensi tugas utama manajerial; dan (2) supervisi. Dalam dua dimensi tersebut terkandung dua belas unsur tugas utama yang secara nyata harus kepala sekolah penuhi sebagai implementasi berbagai peraturan mendasari pemenuhan standar pelaksanaan tugasnya... Penilaian kinerja guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah yang selanjutnya disebut penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data yang sesungguhnya kepala sekolah/madrasah kerjakan pada setiap indikator pemenuhan standar. Efektivitasnya ditentukan dengan mengukur keberhasilan mencapai target pada tiap indikator dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam program. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35
Tahun 2010 menjelaskan bahwa penilaian kinerja guru
yang memiliki tugas tambahan sebagai kepala
sekolah/madrasah meliputi enam komponen penilaian,
yaitu kepribadian dan sosial, kepemimpinan
pembelajaran, pengembangan sekolah/madrasah,
manajemen sumber daya, kewirausahaan, dan
supervisi pembelajaran.
Penilaian Kinerja Kepala Sekolah khususnya
terkait dengan kompetensi supervisi Pembelajaran,
dalam buku Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja
Guru (Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan,2011) ditentukan ada tiga Kriteria
Penilaian sebagai berikut : Tabel 1. Kriteria Kompetensi sapervisi Pembelajaran Penilaian
Kinerja Kepala Sekolah (PKKS), mengacu Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru
(Kem.dik.Nas. Dir.Jen. PMP dan TK,2011)
No. Kriteria Indikator 1. Menyusun
program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Mampu menyusun program tahunan supervisi akademik dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru yang meliputi. 1) Fokus pada perbaikan proses dan
hasil belajar 2) Jadwal pelaksanaan dan instrumen
supervisi akademik 3) Dikomunikasikan pada bulan
pertama di awal tahun 4) Pendelegasian dan pemnbagian
tugas supervisor kepada guru senior
2. Melaksana kan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
1) Mampu membagi tugas pelaksanaan supervisi akademik kepada wakil dan guru senior yang memenuhi syarat (contohmembuat tim pelaksana supervisi akademik, menugaskan wakil dan guru senior yang sesuai dengan mata pelajaran dan pangkatnya lebih tinggi)
2) Mampu menerapkan prosedur, pendekatan, dan teknik supervisi yang tepat (contoh ada praobservasi, observasi dan post observasi)
3) Mampu mengembangkan instrumen supervisi yang relevan dengan tuntutan perubahan dan sesuai dengan perkembangan kurikulum dari pemerintah (contoh ada muatan nilai-nilai karakter)
4) Mampu mengevaluasi pelaksanaan supervisi akademik.
3. Menilai dan menindak lanjuti kegiatan supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
1) Mampu memanfaatkan hasil penilaian supervisi akademik dalam rangka evaluasi program sekolah dibidang akademik (contoh: evaluasi pengembangan silabus yang terintegrasi dengan nilai karakter, alokasi dana menambahan alat peraga dan multimedia)
2) Mampu menindaklanjuti hasil penilaian supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru (contoh: efektivitas metode pembelajaran, relevansi media pembelajaran, efektivitas tehnik penilaian)
3) Mampu menindaklanjuti hasil penilaian supervisi akademik dengan mengefektifkan dan lebih mengaktifkan MGMP sekolah, mengirim guru dalam pelatihan-pelatihan
4) Mampu menindaklanjuti hasil penilaian supervisi akademik dengan menyelenggarakan workshop dan mengundang nara sumber yang kompeten sesuai dengan hasil evaluasi supervisi akademik.
Sedangkan dalam buku Pedoman Penilaian Kinerja
Kepala Sekolah/Madrasah (Kemendikbud.BPSDMP dan
K dan PMPPPTK, 2012) ditentukan Indikator Penilaian
Kinerja sebagai berikut
Tabel 2. Tugas Utama Supervisi dan Indikator Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah, mengacu Pedoman Penilaian Kinerja Kepala
Sekolah/Madrasah
No. Tugas Utama Supervisi No. Indikator Kinerja
1. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalis me guru.
1. Kepala sekolah mengidentifikasi masalah pengelolaan.
2. Kepala sekolah merumuskan tujuan yang dilengkapi dengan target pencapaian yang terukur.
3. Kepala sekolah mengembangkan instrumen supervisi.
2. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
1. Kepala sekolah mengadakan pertemuan awal untuk menjaring data rencana pembelajaran dan menetapkan fokus kegiatan supervisi.
2. Kepala sekolah melaksanakan kegiatan pemantauan pembelajaran dan membuat catatan yang objektif dan selektif sebagai bahan pemecahan masalah supervisi.
3. Kepala sekolah melakukan pertemuan refleksi, menganalisis catatan hasil observasi, dan menyimpulkan hasil observasi
4. Kepala sekolah memfasilitasi guru dalam merencanakan tindak lanjut perbaikan sistem penilaian hasil belajar.
3. Menindak lanjuti hasil evaluasi program dalam rangka peningkatan pemenuhan standar .
1. Kepala sekolah bersama guru menyusun rekomendasi tindaklanjut perbaikan dalam bentuk kegiatan analisis butir soal, remedial, dan pengayaan.
2. Kepala sekolah mengecek ulang keterlaksanaan rekomendasi oleh guru
3. Kepala sekolah melaksanakan pembinaan dan pengembangan guru sebagai tindaklanjut kegiatan supervisi.
4. Kepala sekolah menggunakan data hasil supervisi sebagai bahan perbaikan perbaikan kinerja pelaksanaan program.
Selanjutnya, dalam buku pedoman penilaian kinerja
Kepala Sekolah/ Madrasah (Kemendikbud.BPSDMP
dan K dan PMPPPTK, 2012) menjelaskan bahwa setelah
bukti-bukti kinerja diperoleh melalui pengamatan ,
wawancara dengan warga sekolah, penilai dapat
menentukan nilai Kinerja Kepala Sekolah dengan
langkah – langkah sebagai berikut: (1) Penentuan Skor Indikator Kinerja, yang dinyatakan dengan nilai kualitatif “ya” atau “tidak”... “Ya“ diberikan apabila Kepala Sekolah /Madrasah mampu menunjukkan bukti-bukti yang lengkap dan sangat meyakinkan bahwa data otentik yang diperoleh oleh Kepala Sekolah/ Madrasah yang bersangkutan mencapai minimal 70 % dari data kinerja yang diharapkan. “Tidak”, diberikan apabila Kepala Sekolah / Madrasah tidak mampu menunjukkan bukti-bukti yang cukup bahwa data otentik yang diperoleh oleh Kepala Sekolah/ Madrasah yang bersangkutan tidak mencapai 70% dari data kinerja yang diharapkan. (2)Penentuan skor indikator, dengan rumus jumlah jawaban “ya” dibagi jumlah “ya”maksimal kali 100... (3) Penentuan Nilai Kinerja Kepala Sekolah, dinyatakan dalam rentang nilai 1 sampai dengan 100 dan dibedakan menjadi lima ketegori penilaian yaitu : Amat Baik (91 – 100) , baik (76 – 90) , Cukup (61 – 75), Sedang (51 - 60), Kurang ( kurang dari 51 ).
2.2. Dimensi Kompetensi Supervisi Kepala
Sekolah 2.2.1. Supervisi sebagai salah satu Kompetensi dan
Tupoksi. Kepala Sekolah
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI
nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/
Madrasah (2007), dijelaskan ada lima kompetensi
Kepala Sekolah/ Madrasah , salah satunya adalah
dimensi kompetensi supervisi . Dimensi kompetensi
Supervisi dirinci menjadi tiga kompetensi, yaitu : (1)
merencanakan program supervisi akademik dalam
rangka peningkatan profesionalisme guru ; (2)
melaksanakan supervisi akademik terhadap guru
dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi
yang tepat ; (3) menindaklanjuti hasil supervisi
akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan
profesionalisme guru.
Selain itu ada lima Tugas pokok dan fungsi
(Tupoksi) Kepala Sekolah/ Madrasah yang dipaparkan
dalam buku kerja Kepala Sekolah yang diterbitkan oleh
Pusat Pengembangan tenaga Kependidikan, Badan
PSDM dan PMP Kementerian Pendidikan Nasional
(2011), yaitu : (1) Perencanaan Program; (2)
Pelaksanaan Rencana Kerja ; (3) Pengawasan dan
Evaluasi ; (4) Kepemimpinan Sekolah; dan (5)Sistem
Informasi Manajemen.
Berdasarkan Permendiknas. RI nomor 13 tahun
2007 serta uraian dalam Buku Kerja kepala Sekolah
diatas, menunjukkan bahwa Supervisi atau
pengawasan selain menjadi salah satu kompetensi
Kepala Sekolah/ Madrasah, juga merupakan salah satu
tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Kepala Sekolah/
Madrasah.
Dalam Permen. No. 41 tahun 2007 tentang
Standar Proses dijelaskan bahwa kegiatan supervisi
proses pembelajaran pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran
dilakukan oleh Kepala Sekolah dan Pengawas satuan
pendidikan dengan cara pemberian contoh, diskusi,
pelatihan, dan konsultasi.
2.2.2. Pengertian dan fungsi Supervisi Kepala
Sekolah
Mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh
tenaga kependidikan merupakan salah satu tugas
kepala sekolah. Supervisi merupakan suatu proses
yang dirancang secara khusus untuk membantu para
guru dan supervisor dalam mempelajari tugas sehari-
hari di sekolah; agar dapat menggunakan pengetahuan
dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang
lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah,
serta berupaya menjadikan sekolah sebagai masyarakat
belajar yang lebih efektif (Mulyasa 2005).
Supervisi dapat berarti pengawasan yang
dilakukan oleh seorang yang ahli atau profesional
dalam bidangnya sehingga dapat memberikan
perbaikan dan peningkatan atau pembinaan agar
pembelajaran dapat dilakukan dengan baik dan
berkualitas (Engkoswara, 2010).
Selanjutnya Mulyasa (2005) dalam buku Menjadi
Kepala Sekolah Profesional menjelaskan : Jika supervisi dilakukan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan Pengendalian
ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya... Kepala sekolah sebagai supervisor harus diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervisi pendidikan, serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan program supervisi untuk kegiatan ekstra kurikuler, pengembangan program supervisi perpustakaan, laboratorium, dan ujian. Kemampuan melaksanakan program supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam pelaksanaan program supervisi klinis, program supervisi nonklinis, dan program supervisi kegiatan ekstra kurikuler. Sedangkan kemampuan memanfaatkan hasil supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam pemanfaatan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan, dan pemanfaatan hasil supervisi untuk mengembangkan sekolah.
Berdasarkan uraian Mulyasa (2005) diatas, jelas
bahwa fungsi supervisi Kepala Sekolah sebagai kontrol
supaya kegiatan pendidikan di sekolah terarah ke
tujuan, juga sebagai preventif atau pencegahan agar
para guru tidak melakukan penyimpangan dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya.
2.2.3. Tugas Kepala Sekolah sebagai supervisor
Dalam menjalankan perannya sebagai supervisor,
Kepala Sekolah/ Madrasah diharapkan dapat
menyusun, melaksanakan atau melakukan Supervisi
Akademik kepada para guru di sekolah/ madrasahnya
dengan rutin, serta memanfaatkan hasilnya untuk
meningkatkan kinerja guru. Hal ini sejalan dengan apa
yang dipaparkan oleh Agung dan Yufridawati (2013)
dalam buku Pengembangan Pola Kerja Harmonis dan
Sinergis antara Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas
bahwa : Kepala Sekolah senantiasa melakukan pemantauan (monitoring) dan pengawasan (supervisi) terhadap pelaksanaan kerja personil atau staf di sekolah secara rutin maupun berkala. Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran... Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran – tingkat penguasaan kompetensi guru – selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
Selanjutnya Mulyasa (2005) memaparkan, dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab Kepala
Sekolah sebagai supervisor harus memperhatikan
prinsip-prinsip : (1) hubungan konsultatif, kolegkial
dan bukan hirarkhis, (2) dilaksanakan secara
demokratis, (3) berpusat pada tenaga kependidikan
(guru), (4) dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga
kependidikan (guru), (5) merupakan bantuan
profesional.
2.2.4. Teknik dalam supervisi Kepala Sekolah
Mulyasa (2005) , Kepala Sekolah dalam
melakukan tugasnya sebagai supervisor dapat
dilakukan secara efektif antara lain melalui diskusi
kelompok, kunjungan kelas, pembicaraan individual,
dan simulasi pembelajaran.
Diskusi kelompok, merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan bersama para guru untuk memecahkan
berbagai masalah di sekolah, dalam mencapai suatu
keputusan. Dalam hal supervisi, biasanya
membicarakan masalah-masalah hasil temuan kepala
sekolah pada kegiatan observasi di dalam atau di luar
kelas. Diskusi dapat dilakukan di ruang guru atau
ruang kelas pada saat anak-anak sudah pulang
sekolah, sehingga tidak mengganggu kegiatan
pembelajaran, atau bisa juga dilaksanakan setelah
selesai rapat. Hendaknya kegiatan ini tidak dilakukan
pada jam efektif, seandainya terpaksa dilaksanakan
pada jam efektif, guru harus memberikan tugas kepada
para peserta didik. Tugas yang diberikan harus
menarik agar agar tidak menjadi beban.
Kunjungan kelas, dapat digunakan oleh kepala
sekolah sebagai salah satu teknik untuk mengamati
kegiatan pembelajaran secara langsung. Kunjungan
kelas merupakan teknik yang sangat bermanfaat untuk
mendapatkan informasi secara langsung tentang
berbagai hal yang berkaitan dengan profesionalisme
guru dalam melaksanakan tugas pokoknya mengajar.
Berdasarkan hasil kunjungan kelas, kepala sekolah
bersama guru bisa mendiskusikan berbagai
permasalahan yang ditemukan, mencari jalan keluar
atas permasalahan yang ditemukan dan menyusun
program- program pemecahan untuk masa yang akan
datang, baik yang menyangkut peningkatan
profesionalisme guru maupun yang menyangkut
pembelajaran. Pelaksanaan kunjungan kelas dapat
diberitahukan terlebih dahulu, tetapi dapat pula
dilakukan secara mendadak sesuai dengan kebutuhan
dan program kerja kepala sekolah, atau atas undangan
guru.
Pembicaraan individual, dapat digunakan oleh
kepala sekolah untuk memberikan konseling kepada
guru, baik berkaitan dengan kegiatan pembelajaran
maupun masalah yang menyangkut profesionalisme
guru. Pembicaraan individual dapat menjadi strategi
pembinaan tenaga kependidikan yang sangat efektif,
terutama dalam memecahkan masalah-masalah yang
menyangkut pribadi tenaga kependidikan. Namun hal
ini kadang-kadang dipandang negatif oleh sebagian
guru, yang merasa terusik privasinya.
Simulasi pembelajaran, perupakan suatu teknik
supervisi berbentuk demonstrasi pembelajaran yang
dilakukan oleh kepala sekolah, sehingga guru dapat
menganalisa penampilan yang diamatinya sebagai
introspeksi diri, walaupun sebenarnya tidak ada cara
mengajar yang paling baik. Kegiatan ini dapat
dilakukan kepala sekolah secara terprogram, misalnya
sebulan sekali dikelas-kelas tertentu ataupun tidak
terprogram sesuai kebutuhan.
Selanjutnya Mulyasa (2005) menegaskan bahwa
pada prinsipnya setiap tenaga kependidikan (guru)
harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan
tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka
kepala sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau
guru senior untuk membantu melaksanakan supervisi.
Keberhasilan kepada sekolah sebagai supervisor antara
lain dapat ditunjukkan oleh (1) meningkatnya
kesadaran tenaga kependidikan (guru) untuk
meningkatkan kinerjanya, dan (2) meningkatnya
keterampilan tenaga kependidikan (guru) dalam
melaksanakan tugasnya.
2.3. penelitian yang relevan Ada lima hasil penelitian yang relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan yaitu :
Pertama, penelitian tentang Pelaksanaan
Supervisi Akademik oleh Kepala Sekolah di SMP Negeri
269 Jakarta (2013), oleh Larasati A.M (2014). Penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
pelaksaanaan supervisi akademik yang dilakukan oleh
Kepala Sekolah di SMP 269 Jakarta. Penelitian yang
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif ini diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :
secara umum Kepala Sekolah telah melakukan
tugasnya sebagai supervisor dengan melakukan
supervisi akademik untuk guru dengan terstruktur dan
terencana. Pelaksanaan supervisi/ pengawasan
dilakukan oleh Kepala Sekolah dengan metode
kunjungan kelas, selanjutnya Kepala Sekolah menilai
guru dengan memberikan beberapa penilaian kinerja
guru dan menganalisis kekurangan pengajaran dan
sistem pembelajaran. Kepala Sekolah akan memberikan
penghargaan bagi guru yang memiliki nilai supervisi
terbaik, hal tersebut dilakukan sebagai langkah Kepala
Sekolah dalam meningkatkan kinerja guru dalam
mengajar. Tindak lanjut supervisi akademik dilakukan
dengan mengajak diskusi terhadap guru dan
memberikan bimbingan terhadap guru agar lebih baik
lagi dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Upaya penyelesaian kegiatan supervisi akademik,
Kepala Sekolah mengikutsertakan guru-guru yang
kurang kompeten dalam kegiatan seminar dan
pelatihan sehingga diharapkan setelah mengikuti
pelatihan kompetensi guru menjadi lebih baik dan
mampu mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Berdasarkan analisa mengenai supervisi
yang dilakukan kepala sekolah pada SMP 269 Jakarta,
kegiatan supervisi sangat berperan dalam proses
peningkatan kegiatan belajar dan mengajar siswa
dalam mewujudkan siswa berprestasi, maka perlu
adanya perbaikan dalam hal kegiatan supervisi.
Kedua, penelitian tentang Pelaksanaan Supervisi
Akademik oleh Kepala Sekolah dalam Upaya Pembinaan
Profesionalisme Guru di SMA oleh Lie , Radiana
Usman,Djudin Tomo (2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan
supervisi akademik oleh Kepala Sekolah dalam upaya
pembinaan profesionalisme guru di SMA Santu Petrus
Pontianak. Penelitian bersifat kualitatif, dengan
pendekatan studi kasus (case study). Hasil penelitian
ditemukan sebagai berikut : 1) Perencanaan, (a) dalam
melakukan supervisi akademik Kepala Sekolah selalu
menggunakan insrument pengamatan, (b) belum semua
guru mengetahui tentang jadwal dan tujuan supervisi
akademik, (c) penggunaan strategi/ metode sangat
bervariasi dan ,(d) sasaran belum terarah ; 2)
pelaksanaan supervisi akademik sering menggunakan
teknik yang bersifat individual; 3) tindak lanjut yang
dilakukan oleh Kepala Sekolah lebih banyak melalui
pembinaan kelompok.
Ketiga, penelitian tentang Pelaksanaan Supervisi
Akademik oleh Kepala Sekolah di Sekolah Menengah
Atas dan Sekolah menengah Kejuruan se-Kecamatan
Ngaglik Kabupaten Sleman, oleh Wibowo A.S (...).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan
supervisi akademik oleh kepala sekolah di Sekolah
Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan se-
kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman, meliputi
supervisi akademik pada ; (1) perencanaan
pembelajaran; (2) pelaksanaan pembelajaran; dan (3)
evaluasi pembelajaran. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi 186 guru dari
lima sekolah, yaitu dua SMA dan tiga SMK di
Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman. Pengumpulan
data menggunakan metode angket dan wawancara. Uji
validitas menggunakan validitas internal dengan uji
validitas isi yang kemudian diteruskan dengan
diujicobakan kepada 30 guru, sedangkan uji reliabilitas
menggunakan teknik Alpha Cronbach dengan hasil
0,978. Analisis data dalam penelitian mengunakan
perhitungan persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan
supervisi akademik oleh kepala SMA berada pada
kategori kurang baik (58,74%), sedangkan pelaksanaan
supervisi akademik oleh kepala SMK berada pada
kategori baik (68,08%). Supervisi akademik oleh kepala
sekolah pada: (1) perencanaan pembelajaran di SMA
berada pada kategori kurang baik (58,71%), sedangkan
di SMK berada pada kategori baik (69,08%), supervisi
akademik pada perencanaan pembelajaran di SMA
dilakukan dengan menyelenggarakan workshop,
sedangkan di SMK dilakukan dengan memberikan
arahan pada guru dalam pembuatan silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); (2) supervisi
akademik pada pelaksanaan pembelajaran di SMA
berada pada kategori kurang baik (59,68%), sedangkan
di SMK berada pada kategori baik (67,69%), supervisi
akademik pada pelaksanaan pembelajaran di SMA
dilakukan dengan cara kunjungan kelas, sedangkan di
SMK dilakukan dengan mengajarkan pada guru dalam
memanfaatkan media pembelajaran; (3) supervisi
akademik pada evaluasi pembelajaran di SMA berada
pada kategori kurang baik (57,37%), sedangkan di SMK
berada pada kategori baik (67,43%), supervisi akademik
pada evaluasi pembelajaran di SMA dilakukan dengan
memeriksa perangkat penilaian yang dipersiapkan oleh
guru, sedangkan di SMK dilakukan dengan pemberian
arahan serta masukan mengenai instrumen penilaian
yang dipersiapkan oleh guru.
Keempat, penelitian tentang Concerns of
Teachers and Principals on Inctructional Supervision in
Three Asian Countries ( Keprihatinan Guru dan Kepala
Sekolah dalam Supervisi Pembelajaran di tiga Negara
Asia), oleh Sailesh Sharma, Marohaini Yusoff,
Sathiamoorthy Kannan, dan Suria Binti Baba (2011).
Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang sifat
supervisi pembelajaran yang dilakukan di sekolah-
sekolah di tiga negara Asia yaitu India, Malaysia dan
Thailand. Penelitian menggunakan metode kualitatif
dengan kuesioner dan wawancara. Sekitar 100 orang
guru dan 25 Kepala Sekolah dari tiga negara
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Pembahasan difokuskan pada empat tema yang terkait
dengan masalah dalam penelitian yaitu supervision as a
continuous, developmental and corporate process;
supervision as a specialists’ area, the role of principals
and teachers in instructional supervision and benefits to
the teachers through instructional supervision.(supervisi
sebagai proses yang berkesinambungan,
pengembangan dan korporasi; supervisi sebagai daerah
khusus/spesifik, peran kepala sekolah dan guru dalam
supervisi pembelajaran dan manfaat pembelajaran bagi
guru melalui supervisi pembelajaran).
Hasil penelitian tercatat bahwa supervisi pembelajaran
hanya untuk mencuci mata, penyelesaian tugas dan
proses hukuman dan tidak menguntungkan bagi para
guru. Para partisipan menekankan untuk melibatkan
guru, kepala sekolah, guru mata pelajaran dan subyek
khusus untuk melaksanakan praktik supervisi
pembelajaran yang lebih bermakna. Temuan
menganjurkan bagi supervisor untuk menjadi
continuous development and corporate process .
Kelima, penelitian tentang Assessment of
Principals’Supervisory Roles for Quality Assurance In
Secondary Schools in Ondo State, Nigeria ( Penilaian
Peran pengawasan Kepala Sekolah untuk penjaminan
mutu di Sekolah menengah di Ondo, Nigeria). oleh
Adeolu Joshua Ayeni (2012).
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sifat
peran pengawasan kepala Sekolah dan efektivitas yang
dirasakan oleh pelaku dalam pengawasan tugas-tugas
pembelajaran guru. Selain itu, meneliti kendala yang
dihadapi kepala sekolah dalam pelaksanaan tugas
pengawasan dalam proses belajar mengajar. Penelitian
ini dengan maksud untuk memberikan informasi
mengenai pemanfaatan peran kepala sekolah dalam
meningkatkan jaminan mutu di sekolah menengah.
Penelitian menggunakan model survei deskriptif.
Populasi sasaran terdiri dari kepala sekolah dan guru
di sekolah menengah di negara bagian Ondo.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
kepala sekolah memberikan perhatian untuk
memantau kehadiran guru, catatan persiapan mengajar
dan kelengkapan buku harian pekerjaan seperti
penyediaan bahan ajar, buku referensi, umpan balik
dan ulasan kegiatan dengan para pemangku
kepentingan yang banyak dilakukan kepala sekolah di
sekolah menengah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
tantangan yang dihadapi kepala sekolah dalam tugas-
tugas kelembagaan pemerintahan, input sumber daya,
pengiriman kurikulum dan pembelajaran siswa
membutuhkan kerjasama yang efektif dan berorientasi
pada tujuan keterkaitan sinergis antara sekolah dan
pemangku kepentingan terkait dalam lingkungannya.
Berdasarkan hasil penelitian dari lima penelitian diatas, walaupun metode, pendekatan maupun model
penelitian berbeda-beda, diperoleh hasil yang hampir
sama, yaitu Kepala Sekolah telah melaksanakan
tugasnya sebagai supervisor, tetapi belum dapat
melaksanakan tugas supervisi akademik secara
sempurna (sesuai dengan ketentuan yang berlaku).
2.4. Kerangka Pikir Penelitian Penelitian ini menggunakan evaluasi kinerja,
dengan kerangka pikir sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka pikir Penelitian
PERENCANAAN
SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH PELAKSANAAN
TINDAK LANJUT
REKOMENDASI / USULAN SOLUSI
Evaluasi kinerja supervisi akademik Kepala
Sekolah, meliputi tiga tugas utama dalam supervisi
akademik, yaitu Perencanaan, Pelaksanaan dan tindak
lanjut. Evaluasi kinerja dilakukan dengan melakukan
penilaian kinerja masing-masing tugas utama tersebut,
kemudian membandingkannya dengan indikator
kinerja Kepala Sekolah mengacu Pedoman Penilaian
Kinerja Kepala Sekolah/ Madrasah yang berlaku. Gap yang
ada diberikan usulan solusi atau rekomendasi untuk
perbaikan pelaksanaan supervisi akademik Kepala Sekolah.