BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai sebuah proses seleksi terhadap lahirnya
pemimpin dalam rangka perwujudan demokrasi diharapkan menjadi representasi dari
rakyat, karena pemilu merupakan suatu rangkaian kegiatan politik untuk menampung
kepentingan masyarakat, yang kemudian dirumuskan dalam berbagai bentuk
kebijaksanaan (policy).Dengan perkataan lain, pemilu adalah sarana demokrasi untuk
membentuk sistem kekuasaan negara yang berkedaulatan rakyat dan permusyawaratan
perwakilan yang digariskan oleh Undang-Undang Dasar. Kekuasaan yang lahir
melalui pemilihan umum adalah kekuasaan yang lahir dari bawah menurut kehendak
rakyat dan dipergunakan sesuai dengan keinginan rakyat.
Pemilihan umum mengimplikasikan terselenggaranya mekanisme
pemerintahan secara tertib, teratur dan damai serta lahirnya masyarakat yang dapat
menghormati opini orang lain. Disamping itu lebih lanjut akan lahir suatu masyarakat
yang mempunyai tingkat kritisme yang tinggi, dalam arti bersifat selektif atau biasa
memilih yang terbaik menurut keyakinannya.Memperhatikan hal tersebut berarti
pemilihan umum artinya rakyat memilih seseorang untuk mewakilinya dalam rangka
keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, sekaligus
merupakan suatu rangkaian kegiatan politik untuk menampung kepentingan atau
aspirasi masyarakat. Dalam konteks manusia sebagai individu warga negara, maka
pemilihan umum berarti proses penyerahan sementara hak politiknya. Hak tersebut
adalah hak berdaulat untuk turut serta menjalankan penyelenggaraan negara.
Pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak dapat dilepaskan dari pemilihan umum karena
pemilihan umum merupakan konsekuensi logis dianutnya prinsip kedaulatan rakyat
(demokrasi) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip dasar kehidupan
kenegaraan yang demokratis adalah setiap warga negara berhak ikut aktif dalam
proses politik.
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih
nggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD dan DPD .Setelah amandemen ke-IV
UUD 1945 pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula
dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga
1
pilpres pun dimasukan ke dalam rezim pemilihan umum. Pilpres sebagai bagian dari
pemilihan umum diadakan pertama kali pada pemilu 2004. pada 2007, berdasarkan
UU No.22 Tahun 2007, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada)
juga dimasukan sebagai bagian dari rezim pemilihan umum. pemilu legislatif dan
pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan lima tahun sekali.Pemilihan umum
adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan. Pemilu ini merupakan
pengewajahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya
untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang menjadi Landasan Hukum Pemilu?
2. Apa saja Asas Pemilu?
3. Bagaimana sistem penyelenggaraan Pemilu tahun 2014?
4. Apa saja Sistem Pemilu di Indonesia serta apa kelebihan dan
kekurangannya?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui landasan hukum pemilu
2. Mengetahu Asas-Asas Pemilu
3. Mengetahui sistem Penyelenggaraan Pemilu
4. Mengetahui Sistem Pemilu di Indonesia serta kelebihan dan
kekurangannya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. LANDASAN HUKUM PEMILU
Pemilu 2014 adalah pesta demokrasi rakyat yang akan melibatkan empat juta petugas
di 545.778 TPS. Para petugas ini akan mengelola 744 juta surat suara dengan 2.450 desain
yang berbeda untuk memfasilitasi 19.700 kandidat. Pelaksanaan pemilu legislatif tingkat
nasional dan daerah dijadwalkan pada tanggal 9 April 2014. Pemilu presiden dijadwalkan 9
Juli 2014 pada bulan September 2014 untuk putaran kedua.
Secara yuridis konstitusional, berkenaan dengan pemilihan umum di Indonesia dewasa ini
diatur secara eksplisit dalam Pasal 22 E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyebutkan:
1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil setiap lima tahun sekali.
2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah
perseorangan.
5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
Beberapa dasar hukum Pemilu yaitu:
1. Undang-Undang 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
2. Undang-Undang 27/2009 tentang Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat , Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
3. Undang-Undang 2/2011 tentang Partai Politik.
3
4. Undang-Undang 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
5. Undang-Undang 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
TUJUAN UMUM PEMILU
Partai politik dalam negara Republik Indonesia pada satu sisi berperan sebagai saluran
utama untuk memperjuangkan kehendak masyarakat, bangsa, dan negara. Sebagai amanat
reformasi kualitas penyelenggaraan pemilu harus ditingkatkan agar lebih menjamin kompetisi
yang sehat, partisipasif yang dinamis, derajat keterwakilan yang lebih tinggi dan mekanisme
serta pertanggungjawaban yang jelas.
Dari uraian pengertian dan hakekat di atas dapat dipahami bahwa tujuan
diselenggarakannya pemilu adalah adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil derah untuk
membentuk pemerintahan yang demokratis,kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam
rangka mewujudkan tujuan nasinaonl
2. ASAS PENYELENGGARAAN PEMILU
Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas:
A. Mandiri
B.Adil
C.Jujur
D.Kepastian Hukum
E.Tertib Penyelenggaraan Pemilu
F.Kepentinagn Umum
G.Keterbukaan
H.Proposionalitas
I.Profesionalitas
J.Akuntabilitas
K.Efisiensi
L.Efektivitas
4
Asas Pemilihan Umum Indonesia
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas “Luber” yang merupakan singkatan dari
“Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Asal “Luber” sudah ada sejak zaman Orde Baru.
Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh
diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah
memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya
tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh
pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan
dari “Jujur dan Adil”. Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus
dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang
memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki
nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah
perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan
ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat
tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Asas Pemilu yaitu Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang akan diuraikan sebagai berikut :
1. Langsung
berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya
sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara;
2. Umum
berarti pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam
usia , yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut
memilih dalam pemilihan umum. Warganegara yang sudah berumu 21 (dua puluh
satu) tahun berhak dipilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna
menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah
memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan
suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial;
3. Bebas
5
berarti setiap warganegara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa
tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap
warganegara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak
hati nurani dan kepentingannya;
4. Rahasia
berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan
diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan
suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada
suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar
dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia mengungkapkan
pilihannya kepada pihak manapun;
5. Jujur
berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum; penyelenggaraan/ pelaksana,
pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas dan pemantau Pemilu,
termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus
bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
6. Adil
berarti dalam menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan partai politik peserta
Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
3. SISTEM PENYELENGGARAAN PEMILU DI INDONESIA.
Pemilihan umum adalah merupakan institusi pokok pemerintahan perwakilan yang
demokratis, karena dalam suatu negara demokrasi, wewenang pemerintah hanya diperoleh
atas persetujuan dari mereka yang diperintah. pemilihan umum yang demokratis haruslah
diselenggarakan dalam suasana keterbukaan, adanya kebebasan berpendapat dan berserikat,
atau dengan perkataan lain pemilihan umum yang demokratis harus memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Sebagai aktualiasi dari prinsip keterwakilan politik.
2. Aturan permainan yang fair.
6
3. Dihargainya nilai-nilai kebebasan.
4. Diselenggarakan oleh lembaga yang netral atau mencerminkan berbagai kekuatan
politik secara proporsional.
5. Tiadanya intimidasi.
6. Adanya kesadaran rakyat tentang hak politiknya dalam pemilihan umum.
7. Mekanisme pelaporan hasilnya dapat dipertanggungkawabkan secara moral dan hukum
Pemilihan Umum Legislatif
Pada 9 April 2014 dilangsungkan Pemilu untuk memilih para anggota dewan perwakilan
rakyat tingkat nasional dan anggota dewan perwakilan rakyat tingkat daerah untuk 33
provinsi dan 497 kabupaten/kota.
Di Indonesia ,terdapat dua lembaga legislatif nasional: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPR merupakan badan yang sudah ada yang didirikan
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan DPD, yang dibentuk pada tahun 2001 adalah
lembaga perwakilan jenis baru yang secara konstitusional dibentuk melalui amandemen UUD
sebagai pergerakan menuju bicameralism di Indonesia. Akan tetapi, hanya DPR yang
melaksanakan fungsi legislatif secara penuh; DPD memiliki mandat yang lebih terbatas.
Gabungan kedua lembaga ini disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Perwakilan
baik dari DPR maupun DPD dipilih untuk jangka waktu lima tahun.
DPR terdiri dari 560 anggota yang berasal dari 77 daerah pemilihan berwakil majemuk
(multi-member electoral districts) yang memiliki tiga sampai sepuluh kursi per daerah
pemilihan (tergantung populasi penduduk dapil terkait) yang dipilih melalui sistem
proporsional terbuka. Ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen berlaku hanya untuk DPR
dan tidak berlaku untuk DPRD. Tiap pemilih akan menerima satu surat suara untuk pemilihan
anggota DPR yang berisi semua partai politik dan calon legislatif yang mencalonkan diri
dalam daerah pemilihan di mana pemilih tersebut berada. Pemilih kemudian, menggunakan
paku, mencoblos satu lubang pada nama kandidat atau gambar partai politik yang dipilih,
atau keduanya (jika mencoblos dua lubang, gambar partai yang dicoblos haruslah partai yang
mengusung kandidat yang dicoblos, kalau tidak demikian maka surat suara tersebut akan
dianggap tidak sah).
7
DPD memiliki 132 perwakilan, yang terdiri dari empat orang dari masing-masing provinsi
(dengan jumlah provinsi 33), yang dipilih melalui sistem mayoritarian dengan varian distrik
berwakil banyak (single non-transferable vote, SNTV). Tiap pemilih menerima satu surat
suara untuk pemilihan anggota DPD yang berisi semua calon independen yang mencalonkan
diri di provinsi di mana pemilih tersebut berada. Pemilih kemudian, menggunakan paku,
mencoblos satu lubang pada nama kandidat yang dipilih. Empat kandidat yang memperoleh
suara terbanyak di tiap provinsi akan kemudian terpilih menjadi anggota DPD.
DPRD Provinsi (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi) dipilih di 33 provinsi, masing
masing dengan jumlah 35 sampai 100 anggota, tergantung populasi penduduk provinsi yang
bersangkutan.
Untuk Pemilu 2014, di tingkat provinsi terdapat 2.112 kursi yang diperebutkan dalam 259
daerah pemilihan berwakil majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi (tergantung populasi).
497 DPRD Kabupaten/Kota, yang masing-masing terdiri atas 20 sampai 50 anggota
tergantung populasi penduduk kabupaten/kota yang bersangkutan, dipilih di tiap
kabupaten/kota. Dalam pemerintahan daerah, di bawah tingkat provinsi terdapat 410
kabupaten (pada umumnya pedesaan) dan 98 kota (pada umumnya perkotaan), dan 497.dari
seluruh kabupaten/kota tersebut akan memilih anggota DPRD masing-masing dalam Pemilu
2014. Untuk Pemilu Legislatif 2014, pada tingkat kabupaten/kota, terdapat 16.895 kursi di
2.102 daerah pemilihan berwakil majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi.
Para anggota legislatif di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota terpilih untuk
menempuh masa jabatan selama lima tahun, dimulai pada hari yang sama, melalui sistem
perwakilan proporsional terbuka yang sama dengan sistem DPR sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, namun tanpa penerapan ambang batas parlementer. Dalam prakteknya, ini
berarti bahwa tiap pemilih di Indonesia akan menerima empat jenis surat suara yang berbeda
pada tanggal 9 April 2014, yakni surat suara DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota.
Pemilihan Umum Presiden
Presiden adalah pemimpin kekuasaan eksekutif dan dapat dipilih sebanyak-banyaknya dua
kali untuk jangka waktu masing-masing lima tahun. Sebuah partai politik atau koalisi partai
politik yang memenangkan 25 persen suara sah atau memperoleh paling sedikit 20 persen
8
kursi DPR dapat mengajukan calon untuk pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan
umum Presiden diadakan setelah Pemilu legislatif guna memastikan pemenuhan persyaratan
diatas dalam mencalonkan diri menjadi Presiden. Pasangan Presiden dan Wakil Presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat. Presiden saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono, terpilih
untuk kedua dan terakhir kalinya pada putaran pertama dalam pemilihan umum tahun 2009
dengan perolehan 60,8 persen dari jumlah suara.
Pemilu Presiden akan dilaksanakan pada bulan Juli 2014. Tanggal pastinya akan ditetapkan
oleh komisi pemilihan umum dalam waktu dekat. Jika seorang kandidat tidak mencapai
mayoritas absolut pada putaran pertama, putaran kedua antara dua kandidat yang memperoleh
suara terbanyak akan diselenggarakan pada bulan September 2014.
Pemilihan Umum Kepala Daerah
Struktur pemerintahan daerah di Indonesia dibagi menjadi 34 provinsi yang terdiri atas 508
kabupaten (pedesaan) dan kota (perkotaan), 6.994 kecamatan, dan 81.253 kelurahan
(perkotaan) dan desa (pedesaan).
Pemilihan umum daerah yang resmi diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum disebut
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Pemilukada. Pemilukada
adalah pemilihan umum terputus (staggered) untuk memilih kepala dan wakil kepala
eksekutif di 33 provinsi (kecuali Yogyakarta, lihat paragraf selanjutnya) dan di 502
kabupaten/kota. Berbagai Pemilukada dilaksanakan setiap waktu.Di Indonesia, akan selalu
ada Pemilukada yang berlangsung.
Lima provinsi memiliki status khusus yang memungkinkan diberlakukannya berbagai variasi
undang-undang kepemiluan: Aceh atas penggunaan hukum syariah di tingkat lokal dan
keberadaan partai politik lokal, Yogyakarta sebagai sebuah kesultanan, Papua dan Papua
Barat sebagai daerah otonomi khusus, dan Jakarta sebagai daerah khusus ibukota. Pada tahun
2012, pemerintah menetapkan undang-undang otonomi khusus bagi Yogyakarta yang
menetapkan Sultan Yogyakarta sebagai gubernur provinsi tersebut.
Pemilukada Provinsi: Kepala eksekutif sebuah provinsi adalah gubernur, dibantu oleh wakil
gubernur. Gubernur dan wakil gubernur dipilih sebagai pasangan untuk masa jabatan lima
tahun dengan mayoritas relatif minimal 30 persen dari jumlah suara yang ada (50 persen
9
untuk Jakarta). Jika mayoritas relatif ini tidak tercapai, putaran kedua antara dua kandidat
yang memperoleh suara terbesar akan diselenggarakan.
Pemilukada Kabupaten/Kota: Kepala eksekutif sebuah kabupaten (daerah pedesaan) adalah
Bupati, dan kepala eksekutif sebuah kota (daerah perkotaan) adalah Walikota. Bupati atau
Walikota, beserta wakilnya, dipilih sebagai pasangan untuk masa jabatan lima tahun dengan
mayoritas relatif minimal 30 persen dari jumlah suara yang ada. Pemilukada Kabupaten/Kota
kadang-kadang diselenggarakan serentak pada hari yang sama dengan Pemilukada Provinsi,
namun sering juga pada hari yang berbeda.
Penunjukan Camat: Sub-divisi administratif dari 508 Kabupaten/Kota tersebut adalah
kecamatan yang totalnya berjumlah 6.994. Kepala Kecamatan (Camat) ditunjuk oleh
Bupati/Walikota di tingkat kabupaten/kota.
Penunjukan Lurah dan Pemilukada Desa: Desa, dalam hierarki administratif, adalah sub-
bagian kecamatan, dan merupakan tingkat pemerintahan administratif terendah di Indonesia.
Di Indonesia, terdapat 8.309 kelurahan (di bawah kota) dan 72.944 desa (di bawah
kabupaten). Kepala kelurahan, disebut Lurah, adalah pegawai negeri yang ditunjuk oleh
Camat. Berbeda dengan Lurah, Kepala Desa adalah warga negara yang secara langsung
dipilih oleh warga desa dalam pemilihan umum yang sifatnya informal dan diorganisir secara
lokal. Pemilihan umum ini dilaksanakan secara terputus untuk masa jabatan enam tahun.
Partai Politik dan Kandidat
Indonesia menggunakan sistem multi-partai. Menurut catatan Kementrian Hukum dan Hak
Azasi, terdapat 73 partai politik yang terdaftar secara sah. UU 8/2012 mewajibkan masing-
masing partai politik untuk mengikuti proses pendaftaran dan verifikasi yang dilaksanakan
oleh KPU untuk mengikuti sebuah Pemilu. Untuk Pemilu 2014, 46 partai politik
mendaftarkan diri, namun hanya dua belas partai politik nasional dan tiga partai politik lokal
(hanya boleh bersaing melawan parpol nasional di Aceh) yang sukses melewati proses
pendaftaran dan mendapatkan tempat di surat suara. Berikut adalah dua belas partai tersebut
berdasarkan nomor urut bersama informasi mengenai jumlah suara yang diperoleh pada
Pemilu 2009.
1. NasDem – Partai Nasional Demokrat (partai politik baru)
10
2. PKB – Partai Kebangkitan nasional (memperoleh 4,95 persen suara/27 kursi di DPR)
3. PKS – Partai Keadilan Sejahtera (memperoleh 7,89 persen suara/57 kursi di DPR)
4. PDI-P – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (memperoleh 14,01 persen suara/95
kursi di DPR)
5. Golkar – Partai Golongan Karya (memperoleh 14,45 persen suara/107 kursi di DPR)
6. Gerindra – Partai Gerakan Indonesia Raya (memperoleh 4,46 persen suara/26 kursi
di DPR)
7. PD – Partai Demokrat (memperoleh 20,81 persen suara/150 kursi di DPR, merupakan
partai dari presiden Republik Indonesia saat ini)
8. PAN – Partai Amanat Nasional (memperoleh 6,03 persen suara/43 kursi di DPR)
9. PPP – Partai Persatuan Pembangunan (memperoleh 5,33 persen suara/33 kursi di
DPR)
10. Hanura – Partai Hati Nurani Rakyat (memperoleh 3,77 persen suara/18 kursi di
DPR)
11. PDA – Partai Damai Aceh (partai politik baru, hanya bersaing di Aceh)
12. PNA – Partai Nasional Aceh (partai politik baru, hanya bersaing di Aceh)
13. PA – Partai Aceh (hanya bersaing di Aceh; memperoleh 43,9 persen suara/33 kursi di
DPRD Provinsi Aceh)
14. PBB – Partai Bulan Bintang (tidak berhasil memperoleh kursi di DPR)
15. PKPI – Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (tidak berhasil memperoleh kursi di
DPR)
Penyelenggara Pemilihan Umum
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU) adalah lembaga konstitutional
independen yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan umum nasional dan
lokal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 15/2011. KPU saat ini terdiri dari
7 anggota (enam laki-laki; satu perempuan) yang dipilih melalui proses seleksi yang ketat dan
kemudian dilantik oleh Presiden pada 12 April 2012 untuk jangka waktu lima tahun.
Sekretariat KPU, dipimpin oleh Sekretaris Jenderal, merupakan perpanjangan tangan
eksekutif dari KPU yang bertanggung jawab untuk administrasi organisasi di tingkat
nasional. Sekretaris Jenderal biasanya dicalonkan oleh KPU dan kemudian ditunjuk untuk
jangka waktu lima tahun oleh Presiden. Pada 1 Februari 2013, KPU menunjuk Arif Rahman
Hakim sebagai Sekretaris Jenderal yang baru. Sejak tahun 2007, KPU telah mampu merekrut 11
pegawai negeri sipil sebagai staf mereka. Sebelum tahun 2007, sebagian besar stafnya
merupakan staf pindahan dari Kementerian Dalam Negeri.
Struktur KPU dan Sekretariat provinsi mengikuti struktur di tingkat nasional: seluruh
provinsi hanya memiliki lima anggota kecuali Aceh, yang memiliki tujuh. KPU memiliki
13.865 staf di 531 kantor di seluruh
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan lembaga yang bertanggung jawab
mengawasi agar gugatan terkait pemilu ditujukan kepada badan yang tepat dan diselesaikan
secara benar; secara umum, pelanggaran bersifat kriminal dirujuk kepada polisi dan
pengadilan biasa, dan pelanggaran administrasi kepada KPU. UU 8/2012 tentang Pemilihan
Umum Legislatif memberikan Bawaslu wewenang pemutusan perkara dalam sengketa antara
KPU dan peserta Pemilu. Putusan Bawaslu bersifat final terkecuali untuk hal-hal terkait
pendaftaran partai politik dan calon legislatif peserta pemilu. Pelanggaran serius yang
mempengaruhi hasil pemilu diajukan secara langsung kepada Mahkamah Konstitusi.
Ketentuan dalam UU 15/2011 mengatur bahwa Bawaslu dan KPU adalah lembaga yang
setara dan terpisah. Anggota Bawaslu dipilih oleh komite seleksi yang sama dengan komite
yang memilih anggota KPU. Terdapat lima anggota tetap Bawaslu di tingkat nasional. Rekan
sejawat Bawaslu di tingkat provinsi, Bawaslu Provinsi, adalah lembaga yang sekarang sudah
bersifat permanen dan beranggotakan tiga orang. Turun dari tingkat provinsi, keanggotaannya
bersifat sementara dan terdiri atas tiga anggota di tingkat provinsi, tiga di tingkat
kabupaten/kota, tiga di tingkat kecamatan dan satu pengawas lapangan di setiap
kelurahan/desa. Badan pengawas semacam ini adalah khas Indonesia.
UU 15/2011 juga menetapkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP
adalah dewan etika tingkat nasional yang ditetapkan untuk memeriksa dan memutuskan
gugatan dan/atau laporan terkait tuduhan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota
KPU atau Bawaslu. DKPP ditetapkan dua bulan setelah sumpah jabatan anggota KPU dan
Bawaslu untuk masa jabatan selama lima tahun, dan terdiri atas seorang perwakilan KPU,
seorang perwakilan Bawaslu, dan lima pemimpin masyarakat. DKPP, sebuah jenis lembaga
penyelenggara pemilu yang hanya ada di Indonesia, bertugas untuk memastikan bahwa kerja
anggota KPU dan Bawaslu memenuhi kode etik bersama dan memiliki kewenangan untuk
merekomendasikan pemberhentian seorang anggota komisi/badan pengawas. Keputusan
DKPP bersifat final dan mengikat.
12
4. KAMPANYE PEMILU
Kampanye politik adalah sebuah upaya yang terorganisir bertujuan untuk
memengaruhi proses pengambilan keputusan para pemilih dan kampanye politik selalu
merujuk pada kampanye pada pemilihan umum. Pesan dari kampanye adalah penonjolan ide
bahwa sang kandidat atau calon ingin berbagi dengan pemilih. Pesan sering terdiri dari
beberapa poin berbicara tentang isu-isu kebijakan. Poin2 ini akan dirangkum dari ide utama
dari kampanye dan sering diulang untuk menciptakan kesan abadi kepada pemilih. Dalam
banyak pemilihan, para kandidat partai politik akan selalu mencoba untuk membuat para
kandidat atau calon lain menjadi "tanpa pesan" berkaitan dengan kebijakannya atau berusaha
untuk pengalihan pada pembicaraan yang tidak berkaitan dengan poin kebijakan atau
program. Sebagian besar strategis kampanye menjatuhkan kandidat atau calon lain yang lebih
memilih untuk menyimpan pesan secara luas dalam rangka untuk menarik pemilih yang
paling potensial. Sebuah pesan yang terlalu sempit akan dapat mengasingkan para kandidat
atau calon dengan para pemilihnya atau dengan memperlambat dengan penjelasan rinci
programnya.
Rakyat negeri ini akan segera disuguhkan tayangan pola kampanye yang cukup
beragam dari para calon wakil rakyat dan partai politik. Memasuki masa kampanye saat ini,
para calon legislatif dan partai politik tersebut tengah menyusun strategi untuk mendapatkan
suara terbanyak supaya mereka dapat memenangkan pemilu. Mereka berkompetisi untuk
“merayu” hati rakyat demi mendapatkan perhatian dan simpati dari masyarakat dengan cara
membuat ragam media kampanye yang berisi slogan-slogan kampanye. Media kampanye
(baliho, banner, stiker, kaos, iklan, orasi panggung politik dan lainnya) yang mereka buat,
memuat kalimat-kalimat atau gambar yang kadang menggelitik pembacanya karena kata-
kata/gambarnya terkadang dibuat cukup ekspresif. Walaupun, masyarakat ada juga yang
terkadang tidak terlalu memperdulikan dan tidak kritis dalam memahami isi dari slogan-
slogan kampanye tersebut.
Ada calon legislatif yang ketika baru menjadi caleg menggunakan slogan kampanye
dengan pernyataan yang dapat meluluhkan hati masyarakat dengan kata-katanya, namun
setelah caleg tersebut memenangkan pemilu dan menjabat menduduki kursi wakil rakyat itu,
mereka terkadang menjadi lupa diri dan tidak menghiraukan lagi janji-janji kampanyenya
dulu. Oleh karena itu, rakyat selaku pemilik saham tertinggi dalam tatanan demokrasi, harus
lebih berhati-hati dan kritis lagi dalam memahami makna dari kalimat-kalimat yang menjadi 13
slogan kampanye para calon legislatif dan partai politik. Karena menurut psikolog yang
pernah berdiskusi dengan penulis, gaya bahasa yang digunakan setiap orang berbeda-beda
dan juga dari gaya bahasa itu sendiri dapat mencerminkan bagaimana jati dirinya
sesungguhnya. Jadi, untuk dapat memahami para caleg tersebut, salah satu caranya adalah
kita dapat meneliti lewat gaya bahasa yang mereka gunakan dalam slogan-slogan kampanye
yang meraka buat. Apa slogan itu sesuai dengan kepribadian dan sikapnya atau mungkin
slogan itu hanya dibuat-buat hanya untuk menarik simpati dan perhatian masyarakat.
Pada masa kampanye, seluruh daerah meriah dengan panji-panji partai politik serta
nama dan gambar calon anggota legislatif.Tak hanya calon anggota legislatif (caleg) yang
sibuk menarik simpati rakyat, pejabat negara dari partai politik pun ramai-ramai cuti dari
tugas Sehari-harinya. "Kesetiaan" mereka pada negara dan berada di atas semua golongan
atau kelompok, seolah terbius dengan kepentingan masing-masing partai politiknya.Para
ketua umum partai politik pun bersemangat menakhodai partainya agar tampil dengan
mendapat sebanyak-banyaknya perhatian publik.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan jumlah pemilih sebanyak 185,8
juta orang dengan 52 juta di antaranya merupakan pemilih pemula. Kepada mereka dan kita
semua janji-janji itu ditebarkan dengan harapan kita jatuh hati kepada partai politik itu.
Dengan jurkam nomor wahid mereka semua menjajakan partai politiknya sebagai
parpol yang terbaik, paling aspiratif, dan paling layak dipilih. Lihatlah ketika, Ketua Umum
Partai Golkar Aburizal Bakrie sampai terbatuk-batuk saat berkampanye di Lapangan Kuncup,
Pringsewu,Lampung,Senin. di kampung halamannya itu, Aburizal terbatuk sampai lima kali.
Meskikupn batuk-batuk, Aburizal terus memuji pemerintahan Orde Baru yang dianggapnya
paling berpengalaman memimpin. Aburizal tak peduli dengan penilaian orang lain bahwa
Orde Baru itu sangat otoriter, kekayaan alam dikeruk oleh kroni Soeharto, tradisi utang
dimulai,dan sebagainya. Bahkan Aburizal menjanjikan pendidikan gratis jika partai dan
dirinya memimpin republik ini. Dirinya? Ya begitulah, meski ini kampanye legislatif, tak
urung Ical sekalian berkampanye untuk pemilihan presiden.Lain halnya dengan kampanye
Partai Nasional Demokrat (NasDem). Partai NasDem ini menjanjikan 10 program prioritas
untuk rakyat jika menang pemilihan umum. Ke-10 program itu lengkap, dari subsidi Rp1 juta
per kepala keluarga selama lima tahun, hingga membangun pelabuhan dan irigasi.Seolah-olah
membangun itu tanpa uang, begitulah janji-janji indah kampanye. Di atas panggung, orang
memang mudah sekali berjanji. Semangat merekrut pemilih sebanyak-banyaknya tentu 14
bertolak belakang dengan kebeningan pikiran. Pikiran yang bening tentu akan lebih berhati-
hati, realistis, dan aplikatif. Janji-janji yang sebetulnya merupakan pengulangan apa yang
telah mereka katakan di kampanye lima tahun sebelumnya. Meskipun para caleg tersebut
menyadari bahwa itu hanya sebuah pengulangan belaka, tapi mereka tetap melakukannya
secara sadar, karena merasa tidak ada sanksi tegas yang mereka dapatkan apabila janji-janji
tersebut tidak ditepati. Hal ini yang membuat stigma negatif terhada para caleg menjadi lebih
nyata di mata masyarakat yang dimana pada bulan Juli 2014 nanti akan memberikan hak
suaranya.
Akhirnya menjadi tugas kita semua, rakyat Indonesia untuk menyeleksi janji-janji itu.
Kita sudah cukup cerdas dan dewasa untuk menilai apakah yang dijanjikan partai politik itu
realitis atau hanya cara mereka menarik massa saja. Pilihlah partai yang tidak memberikan
janji tapi partai yang telah memberikan bukti nyata.
5. SISTEM PEMILU ORDE BARU 2014 SERTA KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN
Sejak kemerdekaan hingga tahun 2009 bangsa Indonesia telah menyelenggarakan
Sepuluh kali pemilihan umum 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan
2009. Akan tetapi pemilihan pada tahun 1955 merupakan pemilihan umum yang dianggap
istimewa karena ditengah suasana kemerdekaan yang masih tidak stabil Indonesia melakukan
PEMILU ,bahkan dunia internasional memuji pemilu pada tahun tersebut. Pemilihan umum
berlangsung dengan terbuka, jujur dan fair, meski belum ada sarana komunikasi secanggih
pada saat ini ataupun jaringan kerja KPU.
Semua pemiliha umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum,
melainkan berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum
itu sendiri. Dari pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari
sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
a. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1958)
Sebenarnya pemilu sudah direncanakan sejak bulan oktober 1945, tetapi baru dilaksanakan
oleh kabinet Burhanuddin Harahap pada tahun 1955. sistem pemilu yang digunakan adalah
sistem proporsional. Pada waktu sistem itu, sebagaimana yang dicontohkan oleh Belanda,
15
merupakan satu-satunya sistem pemilu yang dikenal dan dimengerti oleh para pemimpin
negara.
Pemilihan umum dilakukan dalam suasana khidmat, karena merupakan pemilihan pertama
sejak awal kemerdekaan. Pemilihan umum berlangsung secara demokratis, tidak ada
pembatasan partai, dan tidak ada usaha interversi dari pemerintah terhadap partai-partai
sekalipun kampanye berlangsung seru, terutama antara Masyumi dan PNI. Serta administrasi
teknis berjalan lancar dan jujur.
Pemilihan umum menghasilkan 27 partai dan satu partai perseorangan, dengan jumlah total
257 kursi. Namun stabilitas politik yang diharapkan dari pemilihan umum tidak terwujud.
Kabinet Ali (I dan II) yang memerinth selama 2 tahun dan yang terdiri atas koalisi tga
besar ,namun ternyata tidak kompak dalam menghadapi persoalan, terutama yang terkait
dengan konsepsi presiden yang diumumkan pada tanggal 21 Februari 1957.
b. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Sesudah mencabut maklumat pemerintah November 1945 tentang kebebasan mendirikan
partai , presiden soekarno mengurangi jumlah partai menjadi 10. Kesepuluh ini antara lain :
PNI, Masyumi,NU,PKI, Partai Katolik, Partindo,Partai Murba, PSIIArudji, IPKI, dan Partai
Islam, kemudian ikut dalam pemilu 1971 di masa orde baru. Di zaman demokrasi
terpimpintidak diadakan pemilihan umum.
c. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Sesudah runtuhnya rezim demokrasi terpimpin yang semi otoriter ada harapan besar
dikalangan masyarakat untuk dapat mendirikansuatu sistem politik yang demokratis dan
stabil. Salah satu caranya ialah melalui sistem pemilihan umum . pada saat itu
diperbincangkan tidak hanya sistem proporsional yang sudah dikenal lama, tetapi juga sistem
distrik yang di Indonesia masih sangat baru.
Jika meninjau sistem pemilihan umum di Indonesia dapat ditarik berbagai kesimpulan.
Pertama, keputusan untuk tetap menggunakan sistem proporsional pada tahun 1967 adalah
keputusan yang tepat karena tidak ada distorsi atau kesenjangan antara perolehan suara
nasional dengan jumlah kursi dalam DPR. Kedua, ketentuan di dalam UUD 1945 bahwa DPR
dan presiden tidak dapat saling menjatuhkan merupakan keuntungan, karena tidak ada lagi
fragmentasi karena yang dibenarkan eksistensinya hanya tiga partai saja. Usaha untuk
mendirikan partai baru tidak bermanfaat dan tidak diperbolehkan. Dengan demikian sejumlah
kelemahan dari sistem proporsional telah teratasi. Namun beberapa kelemahan masih
16
melekat pada sistem politik ini. Pertama, masih kurang dekatnya hubungan antara wakil
pemerintah dan konstituennya tetap ada. Kedua, dengan dibatasinya jumlah partai menjadi
tiga telah terjadi penyempitan dalam kesempatan untuk memilih menurut selera dan pendapat
masing-masing sehingga dapat dipertanyakan apakah sipemilih benar-benar mencerminkan,
kecenderungan, atau ada pertimbangan lain yang menjadi pedomannya. Ditambah lagi
masalah golput, bagaimanapun juga gerakan golput telah menunjukkan salah satu kelemahan
dari sistem otoriter orde dan hal itu patut dihargai.
d. Zaman Reformasi (1998-sekarang)
Seperti dibidang-bidang lain, reformasi membawa beberapa perubahan fundamental.
Pertama, dibukanya kesempatan kembali untuk bergeraknya partai politik secara bebas,
termasuk medirikan partai baru. Kedua, pada pemilu 2004 untuk pertama kalinya dalam
sejarah indonesiadiadakan pemilihan presiden dan wakil presiden dipilih melaluiMPR.
Ketiga, diadakannya pemilihan umum untuk suatu badan baru, yaitu Dewan Perwakilan
Daerah yang akan mewakili kepentingan daerah secara khusus. Keempat, diadakannya
“electoral thresold “ , yaitu ketentuan bahwa untuk pememilihan legislatif setiap partai harus
meraih minimal 3% jumlah kursi anggota badan legislatif pusat.
Dari pemilihan umum-pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui adanya untuk
mencari system pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.Sejak Pemilu 2004 hingga
Pemilu 2009 diterapkan era baru. Yaitu, era pemilu proporsional terbuka, yang memadukan
sedikit elemen era mayoritas-pluralitas, era pemilihan di mana Negara terbagi dalam daerah-
daerah bagian pemilihan yang jumlahnya sama dengan anggota Badan Perwakilan Rakyat
yang dikehendaki (atau di Indonesia kerap disebut era distrik). Saat itu, selain memilih tanda
gambar partai pemilih juga berhak memilih langsung caleg. Sistem proporsional sendiri
adalah era pemilihan berdasarkan persentase pada kursi parlemen yang akan dibagikan pada
Organisasi Peserta Pemilu (OPP). Dengan kata lain, setiap Organisasi Peserta Pemilu akan
memperoleh sejumlah kursi parlemen sesuai dengan jumlah suara pemilih yang diperoleh di
seluruh wilayah Negara. Dalam era ini, terbuka kemungkinan penggabungan partai kecil
(berkoalisi) untuk memperoleh kursi di Perwakilan Rakyat. Sistem ini pun tidak lepas dari
adanya kelebihan dan kekurangan. Berikut penjabaran mengenai kelebihan dan kekurangan sistem distrik dan proporsional yang keduanya termasuk sistem pemilu mekanis:
17
Sistem Proporsional
Pemilihan umum pada tahun ini dengan menggunakan system proporsional. Sistem
proposional (multi member constituency) adalah sistem pemilihan umum, dimana wilayah
negara atau wilayah pemilihan dibagi – bagi dalam daerah – daerah pemilihan yang dikenal
dengan singkatan dapil, dimana tiap – tiap daerah jumlah wakil yang akan duduk dalam
perwakilan lebih dari satu orang wakil.
Kelebihan sistem proposional :
1. Sistem proposional dianggap representative
2. Sistem proposional dianggap lebih demokratis
Kelemahan sistem proposional :
1. Sulit terjadinya intergrasi partai,karna partai cenderung bertambah
2. kader partai sulit berkembang,karena penentuan calon jadi didasarkan nomor urut.
3. wakil terpilih belum tentu orang dikenal pemilih secara baik.karena banyak partai
sulit mendapatkan suara mayoritas.
Sistem distrik (single member constituency)
Sistem distrik adalah sistem pemilihan umum, dimana wilyah negara atau wilayah pemilihan
dibagi – bagi dalam distrik atau wilayah pemilihan dimana tiap wilyah akan dipilih satu wakil
atau calon wakil yang mendapatkan suara terbanyak diwilyahnya.
Kelebihan dari sistem distrik adalah :
1. Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai.
2. Wakil adalah tokoh yang dikenal pemilih.
3. partai lebih mudah mencapai kedudukan mayoritas.
4. Sistem ini sederhana, ekonomis dan mudah untuk diselenggarakan
Sistem ini memiliki kelemahan sebagai berikut :
1. Sistem ini kurang memperhatikan partai kecil.
2. Banyak suara hilang
3. Kurang efektif dalam masyarakat yang plural
18
4. wakil terlaluberorentasi pada daerah pemilih.
Pentingnya Pemilu
Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret
keikutsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem &
penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui
penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar
mewujudkan pemerintahan demokratis.Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara,
dikarenakan:
Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin
cara konstitusional.
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai lambang dan tolak ukur
demokrasi. Pemilu yang terbuka, bebas berpendapat dan bebas berserikat mencerminkan
demokrasi walaupun tidak beguitu akurat. Pemilihan umum ialah suatu proses pemilihan
orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Dalam ilmu politik dikenal
berbagai macam sistem pemilu dengan berbagai variasi, tetapi umumnya berkisar pada dua
prinsip pokok, yaitu : sistem distrik dan sistem proprosional. Pemilu merupakan sarana
demokrasi penting bagi negara-negara demokrasi dalam mengukur seberapa besar tingkat
demokrasi suatu negara tersebut. Pemilu juga merupakan sebagai alat untuk perubahan sosial
dan politik dari suatu negara tersebut, dimana setiap pemilu tersebut yang nantinya
menghsilkan sistem sosial politik yang baru seiring terpilihnya legislatif dan eksekutif.
B. SARAN
Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan kehidupan politik Indonesia
semakin kompleks. Diharapkan dengan semakin banyaknya pengalaman dan perkembangan
politik Indonesia dapat menciptakan stabilitas nasional. Tugas pembangunan kehidupan
politik pada masa yang akan datang bukan hanya tugas partai politik saja, tetapi semua
elemen pemerintahan dan tidak ketinggalan masyarakat juga harus ikut berpartisipasi
mengembangkan perpolitikan di Indonesia. Manejemen dan kepemimpinan juga haruis terus
ditingkatkan, ongkos politik yang tidak terlalu mahal dan transparansi terhadap publik harus
dekembangkan dan ditumbuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar stabilitas
nasional dan politik kita semakin kokoh.
Setiap adanya agenda Pemilu, diharapkan agenda politik tersebut tidak sebagai ajang
persaingan untuk memperebutkan kekuasaan antara pihak-pihak yang mempunyai
kepentingan dalam politik semata, melainkan diharapkannya pemilu sebagai sarana
20
demokrasi dan kompetisi antara partai politik dengan tujuan demi memajukan bangsa dan
mensejahterakan rakyat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/06/pemilu-di-indonesia-
sistem.html Diakses pada tanggal 8, April 2014
https://www.dpr.go.id/uu/appbills/
RUU_RUU_Tentang_Pemilihan_Umum_Anggota_Dewan_Perwakilan_Rakyat_,_De
wan_Perwakilan_Daerah,_dan_Dewan_Perwakilan_Rakyat_Daerah.pdf Diakses
pada tanggal 8 April 14
http://www.rumahpemilu.org/in/read/3351/Gambaran-Singkat-Pemilihan-Umum-
2014-di Indonesia Diakses pada tanggal 8 April 14
http://irakhartika19.blogspot.com/2013/05/tujuandan-asas-pemilu-menurut-
undang.html Diakses pada tanggal 8 April 14
Budiardjo, Miriam .2008.dasar-dasar ilmu politik (edisi revisi).Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Prihatmoko, dkk. 2008.Menang Pemilu Ditengah Oligarki Partai.Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
21