BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wabah merupakan peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada keadaan normal di suatu area tertentu atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Informasi tentang terjadinya wabah bisa juga berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (surat kabar dan televisi). Pada dasarnya wabah merupakan penyimpangan dari keadaan normal, karena itu wabah ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, tahun). Sejarah dirintisnya metode investigasi wabah dimulai dengan adanya penemuan kuman cholera oleh John Snow sehingga ia terkenal dengan metode investigasi wabah cholera di London (1854). Disebuah fasilitas pelayanan kesehatan, dugaan terhadap suatu wabah mungkin muncul ketika aktivitas surveilans rutin mendeteksi adanya suatu kluster kasus yang tidak biasa atau terjadinya peningkatan jumlah kasus yang signifikan dari jumlah biasanya. Kluster kasus adalah kelompok kasus penyakit atau peristiwa kesehatan lain yang terjadi dalam rentang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wabah merupakan peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak
daripada keadaan normal di suatu area tertentu atau pada suatu kelompok tertentu,
selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang terjadinya wabah biasanya
datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader
kesehatan, atau warga masyarakat. Informasi tentang terjadinya wabah bisa juga
berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan
laboratorium, atau media lokal (surat kabar dan televisi). Pada dasarnya wabah
merupakan penyimpangan dari keadaan normal, karena itu wabah ditentukan dengan
cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan
variasinya di masa lalu (minggu, bulan, tahun).
Sejarah dirintisnya metode investigasi wabah dimulai dengan adanya
penemuan kuman cholera oleh John Snow sehingga ia terkenal dengan metode
investigasi wabah cholera di London (1854). Disebuah fasilitas pelayanan kesehatan,
dugaan terhadap suatu wabah mungkin muncul ketika aktivitas surveilans rutin
mendeteksi adanya suatu kluster kasus yang tidak biasa atau terjadinya peningkatan
jumlah kasus yang signifikan dari jumlah biasanya. Kluster kasus adalah kelompok
kasus penyakit atau peristiwa kesehatan lain yang terjadi dalam rentang waktu dan
tempat yang berdekatan. Didalam suatu kluster banyaknya kasus dapat melebihi
jumlah yang diperkirakan, umumnya jumlah yang diperkirakan tidak diketahui.
Beberapa penyakit menimbulkan manifestasi klinis ringan dan akan berhenti
dengan sendirinya (self-limiting diseases), misalnya flu biasa. Implikasinya tidak
perlu dilakukan investigasi wabah maupun tindakan spesifik terhadap wabah, kecuali
kewaspadaan. Tetapi wabah lainnya akan terus berlangsung jika tidak ditanggapi
dengan langkah pengendalian yang tepat. Sejumlah penyakit lain menunjukkan
virulensi tinggi, mengakibatkan manifestasi klinis berat dan fatal, misalnya flu
burung. Implikasinya, sistem kesehatan perlu melakukan investigasi wabah dan
mengambil langkah-langkah segera dan tepat untuk mencegah penyebaran lebih
lanjut penyakit itu.
1
Langkah pencegahan kasus dan pengendalian wabah dapat dimulai sedini
mungkin setelah tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi atau penyelidikan
wabah telah memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang penyebab
terjadinya wabah, sumber agen infeksi, dan cara transmisi yang menyebabkan
wabah, maka upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu menunggu
pengujian hipotesis.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian wabah?
2. Bagaimana kriteria wabah?
3. Penyakit apa saja yang bisa menjadi potensial wabah?
4. Bagaimana langkah-langkah penyelidikan wabah
5. Bagaimana pembuatan laporan wabah?
C. Tujuan Penyusunan
1. Menjelaskan tentang pengertian dari wabah.
2. Menjelaskan kriteria wabah.
3. Menyebutkan dan menjelaskan tentang penyakit potensial wabah.
Kulit melepuh (vesikel) tanpa sebab yang jelas atau tukak (ulkus) dengan
pinggir menonjol dan bagian tengahnya berwarna merah tua-kehitaman,
kadang-kadang disertai demam tinggi.
b. Tipe gastrointestinal
Sakit perut hebat terjadi beberapa jam sesudah makan daging hewan yang
menderita penyakit anthrax (Bacillus anthracis).
19. Diare
Penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar/defekasi
(lebih 3 kali sehari) disertai adanya perubahan bentuk atau kondisi tinja dari
penderita.
10
20. Keracunan
a. Penderita jatuh sakit mendadak dengan gejala pusing, mual/muntah, dan
kejang (cramp) perut atau usus, kadang-kadang disertai adanya kejang otot
serta gejala khas keracunan lainnya.
b. Pada pemeriksaan laboratorium tinja atau muntahan menunjukkan adanya
penyebab keracunan dan konsentrasinya melebihi ambang normal.
E. Tujuan Investigasi Wabah/ KLB
1. Tujuan umum penyelidikan Wabah/ KLB
a. Upaya penanggulangan dan pencegahan
b. Surveilans (lokal, nasional, dan internasional)
c. Penelitian
d. Pelatihan
e. Menjawab keingintahuan masyarkat
f. Pertimbangan program
g. Kepentingan politik dan hukum
h. Kesadaran masyarakat
2. Tujuan khusus penyelidikan Wabah/ KLB
a. Memastikan diagnosa
b. Memastikan bahwa terjadi Wabah/ KLB
c. Mengidentifikasi penyebab Wabah/ KLB
d. Mengidentifikasi sumber penyebab
e. Rekomendasi : cepat dan tepat
f. Mengetahui jumlah korban dan populasi rentan, waktu dan periode KLB, serta
tempat terjadinya KLB (variabel orang, waktu dan tempat)
F. Langkah- langkah Investigasi Wabah
Langkah yang dilakukan pada investigasi wabah adalah :
1. Identifikasi dan verifikasi diagnosis kasus baru.
11
Lakukan identifikasi asus dengan melakukan surveilans secara prospektif
terhadap kasus baru dengan melakukan pemantuan hasil laboratorium, hasil
catatan medis pasien, dan laporan dari pengelola pelayanan kesehatan.
2. Tentukan definisi kasus.
Definisi kasus harus dilakukan pada awal investigasi yang akan digunakan untuk
mengidentifikasi orang-orang yang telah terinfeksi. Definisi kasus dengan
menggunakan criteria epidemiologic, klinis, dan laboratorium untuk
menggambarkan dan memgklasifikasikan kasus, serta digunakan untuk
membatasi kasus berdasarkan waktu, tempat dan orang secara spesifik. Dari
definisi kasus, kita dapat mengklasifikasikan kasus menjadi possible (mungkin),
probable (memiliki kemungkinan besar), dan definite (pasti).
3. Tinjau ulang temuan klinis dan laboratorium.
Apabila wabah yang terjadi termasuk dalam golongan penyakit infeksi, hasil
temuan secara klinis dan laboratorium perlu di tinjau ulang pada awal
pelaksanaan investigasi. Tindakan mengkaji ulang bertujuan untuk menentukan
arah apakah kasus benar-benar terinfeksi atau hanya infeksi palsu (hasil
laboratorium menunjukan adanya kekeliruan diagnosis).
4. Konfirmasikan adanya epidemik.
Kegiatan selanjutnya dalam melaksanakan investigasi wabah adalah
menginformasikan keberadaan adanya epidemic. Konfiramsi dapat dilakukan
dengan membandingkan apakah angka insidensi atau jumlah kasus berada diatas
nilai endemic atau nilai yang diperkirakan. Kemudian, bandingkan peningkatan
kasus yang terjadi dengan criteria suatu kejadian dikategorikan sebagai wabah.
5. Pencarian literatur.
Ketika wabah terjadi, baik yang dicuriagi memiliki etiologi infeksius ataupun
non-infeksius, tahap awal yang harus dilakukan adalah melakukan pencarian
literatur atau sumber lain untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan
kasus, seperti faktor resiko, sumber, reservoir, dan cara penular. Dasar
dilakukannya pencarian literatur adalah untuk merumuskan definisi kasus,
membuat hipotesis mengenai faktor resiko, mekanisme pajanan dan penularan,
serta mengembangkan tindakan pencegahan dan pengendalian.
6. Konsultasi dengan laboratorium.
12
Jika wabah termasuk etiologi infeksius, petugas laboratorium harus diberitahu
secepat mungkin tentang kemungkinan terjadinya wabah dan di instruksikan
untuk menyimpan serum dan semua agen isolasi yang dicurigai sesuai ketentuan
yang berlaku untuk penelitian di masa mendatang.
7. Melaporkan ke pihak yang berkepentingan.
Pengelola fasilitas dan para pengambil kebijakan perlu diberitahu secepat
mungkin terjadinya wabah terutama apabila wabah tersebut menyebabkan
mortalitas atau morbiditas yang signifikan.
8. Bentuk tim pelaksana investigasi.
Dalam melakasanakan investigasi perlu dibentuk tim, yang terdiri dari petugas
pengendali infeksi, tim penyakit menular, manajemen mutu, manajemen resiko,
laboratorium, apotik, petugas kesehatan, jasa pelayanan dan administrasi, dll
sesuai kebutuhan.
9. Menentukan adanya bantuan pihak luar.
Tim investigasi seharusnya memutuskan apakah perlu bantuan dari pihak luar
atau tidak. Apakah pelaksanaan investigasi luas yang melibatkan suatu studi
penelitian kasus control atau kohort, tim investigasi sebaiknya mencari bantuan
pada ahli metodologi dan statistic yang terlatih. Apabila wabah yang terjadi
merupakan kondisi yang tidak biasa atau suatu penyakit dengan tingkat
morbiditas dan mortalitas yang tinggi atau sumber umum wabah dihubungkan
dengan suatu produk yang tersedia secara komersial (makanan dan obat-obatan),
maka departemen kesehatan setempat atau pusat dapat memberikan bantuan
dalam melaksanakan investigasi.
10. Memulai tindakan pengendalian awal.
Tujuan uama investigasi wabah adalah menghentikan wabah, dan dengan
demikian tindakan pengendalian seharusnya telah diketahui dan dilaksanakan
sedini mungkin untuk memperkecil morbiditas, mortalitas serta kerugian yang
diakibatkan adanya wabah. Pengedalian yang dilaksanakan disesuaikan dengan
sifat dan besar permasalahan yang terjadi.
11. Mencari kasus tambahan.
Pada investigasi wabah, pencarian kasus baik secara retrospektif maupun
prospektif harus dilakukan untuk mendeteksi adanya kasus tambahan. Pencarian
dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kasus tambahan. Pencarian dapat
13
dilakukan dengan meninjau kembali laporan laboratorium, arsip surveilans, data
rekam medis, dan laporan dari dinas kesehatan setempat. Pencarian dapat pula
dilakukan dengan menghubungi semua fasilitas kesehatan, agar segera
melapokan apabila menemukan kasus baru.
Jika penyakit memiliki masa inkubasi yang sangat panjang maka dapat
dilakukan surveilans secara aktif untuk menemukan adanya kasus-kasus baru.
Apabila penyakit asimtomatik (tanpa gejala) maka perlu di adakan uji infeksi
dengan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya kasus baru. Selain
itu, buatlah formulir pengumpulan data untuk mengumpulkan informasi dari
setiap kasus, elemen data yang dicantumkan tergantung pada penyakit, kondisi
atau kejadian yang diteliti.
Format pengumpulan data perlu dirancang dengan cermat agar dapat mencakup
semua informasi yang diperlukan untuk menentukan apakah suatu kasus sesuai
dengan definisi kasus, dapat menghindari waktu yang terbuang untuk
mengumpulkan terlalu banyak informasi,dan menghindarkan data yang hilang
apabila dibutuhkan untuk analisis selanjutnya.
12. Menjelaskan hubungan wabah berdasarkan orang, tempat, dan waktu. Setelah
data terkumpul, tim invesitgasi dapat melakukan analisis secara deskrifptif
berdasarkan variable orang, tempat, dan waktu.
Orang: harus mengenali orang dan karakteristik yang berkaitan dengan
penyakit yang sedang di investigasi. Semua kasus ditabulasikan menurut
kelompok usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, dan cirri terkait
lainnya. Populasi yang berisiko harus ditentukan, jika memungkinkan dapat di
hitung Attack Rate (AR) dan Case Fatality Rate (CFR).
Tempat: dengan mengggunakan peta titik yaitu dot map dan, tandai setiap
(lokasi kasus dan lokai pajanan (lokasi saat terpapar faktor penyebab terjadinya
penyakit). Sumber terjadinya penyakit, faktor iklim dan topologi yang
memungkinkan terjadinya penyakit juga dikaji. Pengelompokan kejadian harus
ditentukan dengan menghubungkan tempat tinggal, tempat kerja, dan
kemungkinan munculnya kembal kasus. Apakah setiap kasus ada saat terjadi
pajanan? Lokasi sumber-sumber zat kimia, polutan, dan media infeksi harus
dipastikan.
14
Waktu: waktu mulai terjadinya penyakit perlu dicatat untuk masing-masing
kasus, meliputi tanggal, dan jam mulai terjadinya penyakit. Waktu terjadinya
kasus pada setiap kejadian wabah dipastikan harus dicatat karena digunakan
untuk mmbuat kurva epidemic. Begitu juga dengan masa inkubasi, yang akan
digunakan untuk menentukan pengaruh waktu dalam perjalanan penyakit dan
puncak serta lembah pada kurva epidemik serta pengaruh waktu terhadap cara
dan media penularan. Kronologis peristiwa, tahapan kejadian, mata rantai
kejadian yang terkait dengan waktu dan ditribusi waktu mulai terkena penyakit
harus dipastikan dan ditandai pada bagian dan grafik. Dari informasi kurva
epidemik, tentukan sifat perjalanan penyakit, pastikan apakah kelompok
memang tepajan dan terinfeksi pada dalam waktu yang sama atau berbeda.
13. Menggambar kurva epidemik.
Kurva epidemik adalah grafik (histogram) yang digambar dengan menempatkan
data mengenai jumlah kasus pada sumbu Y dan tanggal mulai terjadinya kasus
(onset) pada sumbu X. kurva epidemik yang disusun secara tepat tepat
digunakan untuk membedakan antara wabah setempat (point sources epidemic)
dan wabah yang meluas (propagated epidemic).
14. Evaluasi masalah.
Data dan informasi yang ada harus ditinjau untuk menentukan sifat alami
penyakit atau masalah kesehatan yang dihadapi, apabila abah termasuk penyakit
infeksius, maka identitas dan karakteristik organisme yang menimbulkan
penyakit perlu di analisa lebih lanjut. Apabila wabah disebabkan oleh organism
tertentu yang berhubungan dengan air dan larutan, maka informasi ini dapat
digunakan untuk membantu tim investigasi untuk menjadi reservoir air dengan
mengevaluasi faktor risiko seperti obat-obatan danlarutan yang diencerkan
dengan air. Data dan informasi yang didapatkan harus ditinjau kembali untuk
mencari bukti adanya penyebaran dari orang ke orang atau suatu sumber
reservoir lainnya.
15. Menentukan kebutuhan uji diagnostik lain.
Tim investigasi harus menentukan kebutuhan uji diagnostik lainnya, terutama
bagi penyakit nfeksi yang terjadi tanpa gejala dan tanda. Untuk menentukan
orang tersebut telah terinfeksi sebagai akibat adanya pajanan selama wabah.
Misalnya, ketika meneyelidiki wabah penyakit campak sering kali dilakukan uji
15
serologik untuk mengidentifikasi orang yang rentan sehingga mereka dapat di
imunisasi untuk mencegah terjadinya infeksi dan penularan penyakit lebih
lanjut.
16. Rumuskan hipotesis sementara.
Salah satu tujuan wabah adalah adalah untuk menentukan mengapa individu
tertentu dalam populasi terjangkit suatu penyakit. Hal ini dilakukan dengan
mengumpulkan informasi tentang faktor risiko yang memungkinkan (terjadinya
paparan) dan merumuskan hipotesis. Hipotetsis dirumuskan terkait dengan
faktor yang mungkin menyebabkan wabah, seperti reservoir, sumber, dan cara
penularan penyakit.
17. Melakukan tindakan pengendalian.
Tindakan pengendalian harus diterapkan secepat mungkin sepanjang proses
pelaksanaan investigasi. Pada wabah penyakit menular dengan etiologi yang
sudah diketahui, intervensi pencegahan didasarkan pada karakteristik agen
penyebab, termasuk sumber, reservoir dan cara penularan yang paling
memungkinkan. Tindakan pengendalian yang diidentifikasi dapat berbentuk
sederhana, seperti penekananpada personal hygiene, seperti mencuci tangan,
sanitasi lingkungan, dan membatasi kontak akan mebantu mengendalikan
wabah. Untuk penyakit noninfeksius, tindakan pengendalian berdasarkan pada
sifat yang alami penyakit.
18. Mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian.
Aktivitas surveilans perlu dilanjutkan untuk menentukan apakah ada kasus baru
yang terjadi. Apabila didapat kasus baru maka tindakan pengendalian yang perlu
dievaluasi kembali dan diperlukan suatu investigasi yang lebih luas.
19. Uji hipotesis secara satatistik.
Dalam investigasi secara luas, diperlukan bantuan uji statistik untuk menguji
hipotesis yang akan menjelaskan kemungkinan penyebab terjadinya wabah.
Banyak investigasi yang tidak mencapai tahap pengujian hipotesis, yaitu jika
pengendalian berfungsi dengan baik dan situasi yang terjadi tidak membutuhkan
penelitian lebih lanjut. Tahap ini merupakan tantangan terbesar dalam
pelaksanaan investigasi wabah, tim investigasi perlu teliti dalam meninjau
16
temuan klinis, laboratorium dan data epidemiologi yang telah didapatkan serta
membuat hipotesis faktor risiko dan pajanan mana yang secara logis telah
menyebabkan terjadinya penyakit. Hipotesis kemudian di uji secara statistik
asosiasi dan signifikansi disesuaikan dengan data yang didapatkan, untuk
membandingkan populasi yang sakit (terkena pajanan) dan populasi yang tidak
sakit (sebagai control/pembanding) berkaitan dengan pajanan faktor risiko yang
memungkinkan. Perbandingan dilakukan dengan melaksanakan penelitian,
dengan rancangan kasus kasus control atau kohort.
20. Analisis dan investigasi lebih lanjut.
Tim investigasi harus beruasaha untuk menemukan kasus tambahan dengan
melakukan pencarian kasus baik secara retrospektif maupun prospektif.
Surveilas secara kontinu perlu dilakukan untuk menilai efektivitas tindakan
pengendalian yang diterapkan. Tim investigasi juga perlu meninjau temuan
sampai pada tahap ini, serta merumuskan dan menguji hipotesis tambahan sesuai
kebutuhan. Hasil semua uji laboratorium dan uji diagnostik tambahan perlu
dicatat dan dianalisis secara hati-hati dan teliti oleh tim investigasi.
21. Menyiapkan dan mendistribusikan laporan tertulis.
Tim investigasi harus mendokumentiasikan setiap tindakan dan
mengorganisasikan temuan pada setiap tahap investigasi. Laporan sementara
perlu dipersiapkan dan didistribusikan sesuai kebutuhan. Ketika investigasi
secara keseluruhan telah selesai, harus dibuat suatu laporan akihir dan
dikirimkan ke departemen kesehatan dan departemen terkait lainnya, bidang
atau unit lainnya. Laporan akhir investigasi seharusnnya mengikuti format
ilmiah pada umumnya meliputi pendahuluan/latar belakang, metode, hasil,
diskusi, an ringkasan/rekomendasi, serta mencakup nama dan gelar orang yang
menyiapkan dan menerimanya.
Contoh format laporan akhir investigasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Bagian Uraikan/Beri penjelasan (Jika tersedia)
1. Pendahuluan/latar belakang
Wabah serupa yang sebelumnya telah dilaporkan; cara wabah tersebut telah dideteksi; siapa yang melakukan investigasi; jenis fasilitas dan area tempat wabah terjadi.
17
2. Metodea. Metode laboratorium
b. Metode epidemiologik
c. Metode statistik
Jenis media yang digunakan; metode untuk mengumpulkan specimen; system identifikasi dan penggolongan yang digunakan untuk mikroorganisme yang telah di isolasi; uji serologi atau uji lainnya yang digunakan.Jenis penelitian yang digunakan; antara lain penelitian kasus control atau kohort); definisi kasus (possible, probable, definite; asimtomatik vs simtomatik); cara kelompok kasus dan kontrol diseleksi; sumber pengumpulan data (antara lain: rekam medis pasien atau penghuni, data surveilans pengendalian infeksi, data manajemen mutu, arsip laboratorium, laporan petugas pelanyanan kesehatan, arsip departemen kesehatan, survey telepon atau tertulis, wawancara dengan pasien, petugas atau pengunjung).
Uji statistic yang digunakan.
3. Hasil Temuan penelitian (fakta saja tanpa pembahasan); mungkin juga meliputi table kasus dan faktor risiko, kurva epidemik, dan peta (area map atau spot map) sesuai kebutuhan.
4. Pembahasan Interpretasi dan pembahasan temuan
5. Ringkasan/rekomendasi Ringkasan temuan dan rekomendasi
6. Distribusi laporan Catatan nama dan gelar orang yang telah diberi laporan
7. Pengarang Catatan nama dan gelar orang yang menyiapkan laporan.
G. Kegiatan Penanggulangan Wabah
Untuk dapat melakukan penanggulangan wabah banyak kegiatan yang harus
dilakukan. Untuk suatu Puskesmas, kegiatan tersebut secara sederhana dapat
dibedakan atas empat macam, yaitu:
18
1. Menetapkan terjangkitnya keadaan wabah
Merupakan kegiatan pertama yang harus dilakukan. Untuk dapat menetapkan
terjangkit atau ridaknya wabah tersebut, perlu dilakukan pengumpulan data,
penganalisaan data, dan penarikan kesimpulan. Agas kesimpulan tersebut sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya perlu dimiliki suatu pedoman pengambilan
kesimpulan. Pedoman yang dimaksud dikenal dengan nama Nilai Batas Keadaan
Wabah.
2. Melaksanakan penanganan keadaan wabah
Apabila telah dibuktikan adanya wabah, kegiatan selanjutnya yang perlu
dilakukan adalah melaksanakan penanganan wabah. Untuk ini ada tiga hal yang
harus dilakukan yakni :
a. Kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada penderita
b. Kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada masyarakat
c. Kegiatan-kegiatan yang ditujukan terhadap lingkungan
3. Menetapkan berakhirnya keadaan wabah
Cara menetapkan berakhirnya keadaan wabah adalah sama dengan menetapkan
terjangkitnya wabah, yakni melakukan pengumpulan data, penganalisaan data,
dan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan disini juga memanfaatkan
Nilai Batas Keadaan Wabah yang telah ditetapkan.
4. Pelaporan wabah
Pada dasarnya laporan wabah tersebut meliputi laporan terjangkitnya keadaan
wabah, laporan penanganan wabah serta laporan berakhirnya keadaan wabah.
Semua laporan ini dipersiapkan oleh Puskesmas untuk dikirimkan ke Dinas
Kesehatan Tingkat II.Adanya laporan seperti ini dipandang penting dalam
rangka penyusunan rencana-rencana dan pelaksanaan rencana kerja
penanggulangan wabah itu sendiri.
Ruang lingkup penanggulangan wabah di Indonesia masih terbatas pada
penyakit menular. Jika ditinjau dari sudut program kesehatan masyarakat, maka
ada tidaknya penyakit menular di suatu Negara merupakan petunjuk dari maju
atau tidaknya program kesehatan masyarakat di Negara tersebut. Lazimnya jika
penyakit menular banyak ditemukan ini berarti program kesehatan masyarakat
belum maju dan demukian juga sebaliknya.
19
GambarAlur Pelaporan Wabah
H. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulya Wabah
1. Herd immunity yang rendah
Adalah daya tahan masyarakat terhadap penyebran penyakit infeksi karena
sebagian besar anggota masyarakat memiliki kekebalan terhadap penyakit
infeksi tersebut. Dalam keadaan tertentu herd immunity ini bisa menurun
sehingga terjadi wabah.
2. Patogenesity
Adalah kemampuan bibit penyakit untuk dapat menimbulkan suatu penyakit.
3. Lingkungan yang buruk
Adalah seluruh kondisi yang terdapat disekitar mikroorganisme tetapi
mempengaruhi kehidupan atau perkembangan mikroorganisme tersebut.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wabah adalah suatu keadaan ketika dimana kasus penyakit atau peristiwa yang
lebih banyak daripada yang diperkirakan dalam suatu periode waktu tertentu di area
tertentu atau diantara kelompok tertentu. Dan dugaan terhadap suatu wabah mungkin
muncul ketika aktivitas surveilans rutin mendeteksi adanya suatu kluster kasus yang
tidak biasa atau terjadinya peningkatan jumlah kasus yang signifikan dari jumlah
biasanya dan diperlukan upaya evaluasi pada suatu masalah yang potensial atau
memulai investigasi.
Pengungkapan adanya wabah yang sering dilakukan atau didapatkan adalah
dengan deteksi dari analisis data surveilans rutin atau adanya laporan petugas,
pamong, atau warga yang cukup peduli. Alasan dilakukannya penyelidikan adanya
kemungkinan wabah adalah :
1. Mengadakan penanggulangan dan pencegahan
2. Kesempatan mengadakan penelitian dan pelatihan
3. Pertimbangan Program
4. Kepentingan Umum, Politik dan Hukum
B. Saran
Investigasi wabah adalah peristiwa yang lebih banyak dari biasanya, misalnya
wabah DBD. Mencegah lebih baik daripada mengobati, maka dari itu investigasi
wabah dilakukan untuk mencegah KLB yang bisa saja terjadi di kemudian hari.