BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu masalah kependudukan yang cukup besar di Indonesia adalah
jumlah kepadatan penduduk yang menimbulkan berbagai macam masalah.
Berdasarkan survey akhir Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015
menyebutkan bahwa, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa
dan diperkirakan melonjak menjadi 247,5 juta jiwa pada tahun 2015.
Menurut World Population Date Sheet tahun 2013, Indonesia merupakan
Negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 249 juta,
dengan Total Fetility Rate (TFR) 2,6 dan Indonesia masih berada diatas rata-
rata TFR Negara ASEAN yaitu 2,4 sebagai akibatnya, penduduk di negara
tersebut belum menikmati kehidupan yang layak. Mereka menderita
kekurangan makan dan gizi, sehingga tingkat kesadaran buruk, mempunyai
pendidikan yang rendah, dan kekurangan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu,
berbagai program kependuduk dan mengurangi beban kemiskinan, kebodohan,
dan keterbelakangan akibat tekanan penduduk. (Kemenkes, 2014)
Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa pembangunan
keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam
lingkungan yang sehat, dan Program Keluarga Berencana (KB) merupakan
upaya untuk mewujudkannya. Kb bertujuan untuk mengatur kelahiran anak,
jarak, usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi dan
1
bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas
(Kemenkes, 2014).
Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
menunjukkan tren Prevalensi Penggunaan Kontrasepsi atau Contraceptive
Prevalence Rate (CPR) di Indonesia sejak 1991-2012 cenderung meningkat
(61,9%). Hasil survey juga memperlihatkan bahwa keinginan membatasi
kelahiran meningkat secara cepat sejalan dengan banyaknya anak lahir hidup.
Pengaturan kehamilan dalam program KB dilakukan dengan menggunakan
alat kontraseps.
Terdapat berbagai macam metode kontrasepsi, adapun jumlah pengguna
kontrasepsi secara keseluruhan meningkat karena tersedianya metode
hormonal dalam 20 tahun terakhir ini. Kontrasepsi hormonal merupakan salah
satu metode kontrasepsi yang paling efektif dan reversibel untuk mencegah
terjadinya konsepsi, seperti kontrasepsi oral (pil), kontrasepsi duntik dan
kontrasepsi implant (Saifuddin, 2010)
Selama lebih dari 30 tahun terakhir. Terdapat kemajuan yang signifikan
dalam perkembangan teknologi kontrasepsi. Tersedia berbagai pilihan
kontrasepsi yang aman, efekti dan mudah penggunaannya. Hal ini menjadi
alasan yang mendorong seseorang untuk ikut program Keluarga Berencana.
Salah satu metode kontrasepsi yang menunjukkan peningkatan dalam
penggunaannya adalah Depo Medroksi Asetat (DMPA) dalam bentuk injeksi.
Menurut data terakhir, jumlah peserta KB baru untuk injeksi Depo Medroksi
Asetat (DMPA) sampai dengan bulan Maret 2009 secara Nasional sebanyak
876411 wanita dan NTB berkontribusi sebanyak 22151 peserta KB baru untuk
2
injeksi Depo Medroksi Asetat (DMPA), dimana injeksi Depo Medroksi Asetat
(DMPA) merupakan ilihan pertama dalam penggunaan metode kontrasepsi
(BKKBN, 2009).
Selain keuntungan, terdapat berbagai efek samping dari penggunaan
Depo Medroksi Asetat (DMPA) dalam bentuk injeksi. Salah satunya adalah
kembalinya kesuburan pasca penggunaan yang cukup lama. Penelitian yang
dilakukan oleh Nelson, 1996 yang meneliti tentang efek spesifik penggunaan
injeksi Depo Medroksi Asetat (DMPA) sebagai salah satu metode kontrasepsi,
menunjukkan terjadinya perubahan pola menstruasi, dan perubahan kesuburan.
Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di Thailand menunjukkan
bahwa kehamilan yang terjadi kurang dari 12 bulan sejak menghentikan
suntikan Depo Medroksi Asetat (DMPA) adalh sebesar 70% . Sedangkan 90%
dari kehamilan terjadi sesudah 24 bulan menghentikan kontrasepsi injeksi
Depo Medroksi Asetat (DMPA). Lambatnya untuk menjadi subur kembali ini
karena progesteron yang ada di dalam peredaran darah dilepaskan secara
perlahan –lahan (Madden, 2003).
Selain efek samping lama kembalinya kesuburan, efek samping spesifik
dari penggunaan injeksi Depo Medroksi Asetat adalah tidak teraturnya pola
menstruasi bahkan tidak terjadi menstruasi atau Amenorhea sehingga jika
terjadi kehamilan stelah memutuskan tidak diinnjeksi ulang akan sulit untuk
mengingat kembali kapan hari pertama menstruasi terakhir, dimana tanggal
hari petama menstruasi terakhir merupakan dasar untuk persalinan
(Polaneczky, 1996). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brigrigg
(1999) menunjukkan hasil yang berbeda dimana tidak ada pengaruh pada lama
3
pengembalian kesuburan pada penggunaan injeksi Depo Medroksi Asetat
kemasan 150 mg jangka panjang.
Menurut Ramjee Gita dkk (2012), di Afrika Selatan kontrasepsi
hormonal dilaporkan menjadi metode kontrasepsi yang paling umum karena
sangat efektif dan aman, kedua diikuti oleh kondom dan jeni-jenis alat
kontrasepsi lain dengan jumlah presentase 36,3%, 26,5% dan 14,9%. Siswanto
(2014) menyatakan bahwa di Asia, hanya Thailand dan Singapore memiliki
prevalensi pengguna kontrasepsi diatas Indonesia (>70%) dan sudah sejajar
degan USA dan Uni Soviet. Menurut Publikasi PBB, penggunaan kontrasepsi
tertinggi adalah suntik (89%) dan terendah adalah vasektomi.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, metode kontrasepsi yang
mayoritas dipilih oleh masyarakat Indonesia yaitu metode suntikan dengan
presentase 48,7%, sementara metode yang paling tidak diminati adalah metode
MOP dengan presentase hanya 0,3%. Berdasarkan data Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa pada tahun
2013 cakupan KB aktif (akseptor yang sedang memakai KB) sebesar 75,9%.
Data dari Statistik Provinsi Sumatera Barat tahun 2013, jumlah Akseptor
KB aktif di Sumatera Barat Tahun 2012 sebesar 170.441 orang. Kontrasepsi
hormonal masih menjadi pilihan utama dengan presentase yang tinggi adalah
suntikan 45,1%, pil 21,1%, dan implan 11,8%. Kota Padang merupakan salah
satu kota dengan jumlah akseptor KB aktif tertinggi yaitu 23.075 orang,
dengan penggunaan kontrasepsi hormonal suntik 49,3%, pil 24,8%, dan
implant 4,9% dari 172.055 orang pasangan usia subur (PUS).
4
Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Padang tahun 2014, didapatkan
cakupan peserta kb aktif tahun 2013 tertinggi terdapat di Kecamatan Lubuk
Kilangan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan yaitu sebanyak 7.347
orang, dengan penggunaan kontrasepsi hormonal suntik 3.756 orang (51,1%),
pil 978 orang (13,31%), dan implant 430(5,85%). (Data terlampir).
Menurut BKKBN dan United Nations Fund for Population Activities
(UNFPA), dalam pelaksanaan program KB pemerintah masih mengalami
beberapa hambatan. Menurut SDKI 2002 – 2003, masih sekitar 40% PUS
yang belum menjadi peserta KB . faktor – faktor yang menyebabkan peserta
PUS dengan menjadi peserta KB antara lain dalam segi pelayanan, segi
ketersediaanalat kontrasepsi, xsegi penyampaian konseling maupun KIE,
hambatan budaya, kelompok wanita yang sudah tidak ingin anak lagi tetapi
tidak menggunakan alat kontrasepsi, dan kelompok hard core yaitu kelompok
wanita yang tidak mau menggunakan alat kontrasepsi baik pada saat ini
maupun masa yang akan datang. (Pinem, 2009)
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang “faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan berat badan
dengan penggunaan alat kontrasepsi Depo Medroksi Progesteron Asetat
(DMPA) di Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2015”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka akan
dirumuskan masalah penelitian ini adalah “faktor-faktor yang mempengaruhi
kenaikan berat badan dengan pengguna alat kontrasepsiDepo Medroksi
Progesteron Asetatdi Puskesmas Lubuk Kilangan Padang Tahun 2015”.
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “faktor-faktor yang
mempengaruhi kenaikan berat badan dengan pengguna alat kontrasepsiDepo
Medroksi Progesteron Asetat di Puskesmas Lubuk Kilangan”.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Diketahuinya distribusi frekuensi akseptor KB Depo Medroksi
Progesteron Asetat (DMPA) di Puskesmas Lubuk Kilangan Padang Tahun
2015.
1.3.2.2 Diketahuinya distribusi frekuensi kenaikan beratbadan setelah
menggunakan KB Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) di
Puskesmas Lubuk Kilangan Padang Tahun 2015.
1.3.2.3 Diketahuinya distribusi frekuensi kenaikan berat badan pada akseptor KB
Depo Medroksi Asetat (DMPA) di Puskesmas Lubuk Kilangan Padang
Tahun 2015.
1.3.2.4 Diketahuinya distribusi frekuensi kenaikan berat badan pada akseptor KB
Depo Medroksi Asetat (DMPA) di Puskesmas Lubuk Kilangan Padang
Tahun 2015.
1.3.2.5 Diketahuinya distribusi frekuensi kenaikan berat badan pada akseptor KB
Depo Medroksi Asetat (DMPA) di Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun
2015.
6
1.4 Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
1. Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang analisis perbedaan berat
badan ibu sebelum dan sesudah menggunakan alat kontrasepsi Depo
Medroksi Asetat (DMPA).
2. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk mengukur pengetahuan mahasiswa dalam melaksanakan suatu
penelitian serta acuan dan dapat digunakan sebagai bahan bacaan yang
dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa STIKes
MERCUBAKTIJAYA Padang.
3. Bagi Petugas Kesehatan
Menjadi bahan masukan dan sumber informasi tentang efek samping
penggunaan alat kontrasepsi terutama alat kontrasepsi Depo Medroksi
Asetat (DMPA).
4. Bagi Akseptor KB
Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi akseptor KB Depo
Medroksi Asetat (DMPA) sebagai sumber pengetahuan tentang perbedaan
berat badan sebelum dan sesudah menggunakan alat kontrasepsi Depo
Medroksi Asetat (DMPA).
7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan berat
badan dengan pengguna alat kontrasepsiDepo Medroksi Progesteron Asetatdi
Puskesmas Lubuk Kilangan Padang Tahun 2015. Variabel yang diteliti adalah
variabel independen yaitu, usia, Paritas, dan Lama Pemakaian.variabel
dependen yaitu kenaikan berat badan pada Kontrasepsi Depo Medroksi Asetat
(DMPA). Jenis penelitian ini adalah analitik dengan desain cross sectional,
dimana data dikumpulkan menggunakan kuesionerr yang diisi langsung oleh
responden. Sasaran peneliti ini adalah semua akseptor KB aktif di Puskesmas
Lubuk Kilangan yang berjumlah 6754 orang dengan menggunakan teknik
Accidental Sampling. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 4 mei – 6
Juni 2015. Penelitian ini dianalisa secara Univariat dan Bivariat dengan uji
statistik chi – square.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kontrasepsi
2.1.1 Pengertian
Kontrasepsi merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen.
Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi
fertilitas (Sarwono, 2006). Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan
kesehatan reproduksi untuk pengaturan kehamilan, dan merupakan hak
setiap individu sebagai makhluk seksual (Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kontrasepsi, 2006).
Kontrasepsi berasal dari kata Kontra yang berarti mencegah atau
melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita)
yang matang dengan sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Jadi
yanng di maksud dari kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah
terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sel
sperma tersebut (Suryatun, 2008).
Kontrasepsi adalah upaya mencegah kehamilan yang bersifat
sementara ataupun menetap. Kontrasepsi dapat dilakukan tanpa
menggunakan alat, secara mekanis, menggunakan obat atau alat, atau
dengan operasi (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan,
sedangkan konsepsi adalah peretemuan antara sel telur (sel wanita) yang
9
mendatang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Jadi
kontrasepsi adalah menghindari ataumencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut.
(hartanto, 2010)
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen.
Penggunaan kntrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi
fertilitas.(Sarwono, 2002).
2.1.2 Pengertian Kontrasepsi Suntik
Kontrasepsi suntik adalah suatu cara kontrasepsi melalui penyuntikan
hormonal baik hormon estrogen dan progesteron maupun hormon
progesteron saja, sebagai suatu usaha pencegahan kehamilan pada wanita
usia subur. Ada dua jenis kontrasepsi suntik, yaitu KB kombinasi dan KB
suntik berisi hormon progestin.(Taufika.Lucky, 2014)
Kontrasepsi suntik di Indonesia merupakan salah satu kontrasepsi
yang populer. Kontrasepsi suntik yang digunakan adalah long-acting
progestin, yaitu Noresteron enantat (NETEN) dengan nama dagang
Noristrat dan Depomedroksi progesteron acetat (DMPA) dengan nama
dagang Depoprovera.
10
2.1.3 Jenis – jenis kontrasepsi suntikan antara lain Depo-Provera dan
Noristrat (Norigest) (menurut Rustam Mochta, 2011: 208)
1. Depo – Provera
Adalah Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) yang diproduksi oleh
Upjohn Amerika Serikat. Kemasan satu botol berisi 3 ml @ 50 mg/ml
a. Cara kerja
Menghalangi ovulasi dengan cara menekan pembentukan LHRF
(Luteinizing Hormone Releasing Factor) dan FSHR (follicle
Stimulating Hormone Releasing Factor), mengubah lendir serviks
menjadi kental sehingga menghambat penetrasi sperma, dan
menimbulkan perubahan pada endometrium sehingga tidak
memungkinkan terjadinya nidasi. Selain itu, depo-provera juga
mengubah kecepatan transportasi ovum melalui tuba.
b. Cara pemberian
Setelah persalinan, dapat diberikan suntikan KB pada hari ke 3 – 5
postpartum, atau sesudah air susu ibu berproduksi, atau sebelum ibu
pulang dari rumah sakit, atau 6 – 8 minggu pasca bersalin, asal
dipastikan bahwa ibu tidak hamil atau belum melakukan koitus. Pada
pasca keguguran (postabortum), dapat diberikan segera setelas selesai
kuretase atau sewaktu ibu hendak pulang dari rumah sakit, atau 30 hari
pasca abortus, asal ibu belum hamil lagi.
Dalam masa interval, diberikan pada hari 1 – 5 haid.
Depo – Provera disuntikkan secara intramuskular, agak dalama, pada
otot bokong (muskulus gluteus). Sebelum diberikan, botol obat harus
11
dikocok agak lama sampai seluruh obat terlihat betul – betul larut dan
tercampur baik. Suntikan diberikan sekali setiap 3 bulan.
c. Efektifitas
Efektifitas depo – provera tinggi, cara pemberiannya sederhana, cukup
aman, kesuburan dapat kembali setelah beberapa lama, dan cocok
untuk ibu – ibu yang sedang menyusui bayinya. Angka kegagalan
adalah 0 – 0,8.
d. Efek samping
Gangguang haid berupa amenorea, spotting (bercak darah) dan
menoragia. Seperti pada kontrasepsi hormonal lainnya, dijumpai pula
keluhan mual, nyeri kepala, pusing, menggigil, mastalgia dan berat
badan bertambah. Efek samping yang berat jarang dijumpai. Kadang
kala ibu mengeluh libido bekurang.
2.1.4 Kerugian Kontrasepsi Suntik (menurut Everett, 2013:169)
1. Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak amenore
2. Keterlambatan kembali subur sampai satu tahun
3. Depresi
4. Berat badan meningkat
5. Galaktore
6. Stelah diberikan tidak dapat ditarik kembali
7. Dapat berkaitan dengan osteoporosis pada pemakaian jangka panjang
8. Efek suntik pada kanker payudara
2.1.5 Keuntungan Kontrasepsi Suntik (menurut sibariang dkk, 2010:181)
a. Sangat efektif.
12
b. Pencegahan kehamilan jangka panjang.
c. Tidak berpengaruh pada hubunga suami istri
d. Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI.
e. Dapat dipakai dan diberikan pasca persalinan, pasca keguguran atau pasca
menstruasi.
f. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik.
g. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara.
h. Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai peri Menopause.
2.1.6 Kontraindikasi mutlak (menurut everett 2013:169)
1. Kehamilan
2. Perdarahan salurangenital yang tidak terdiagnosis
3. Penyakit arteri berat di masa lalu atau saat ini
4. Kelainan lipid yang hebat
5. Penyakit trofoblastik baru – baru ini
6. Efek samping serius yang terjadi pada kontrasepsi oral kombinasi
(COC) yang bukam disebabkan oleh estrogen
7. Adanya penyakit hati, adenoma, atau kanker hati.
2.1.7 Kontraindikasi relatif (menurut everett 2013:170)
1. Penyakit sistemik kronis
2. Faktor risiko penyakit arteri (kelainan lipid dapat memburuk karena
POP)
3. Kanker bergantung steroid seks, kanker payudara
4. Depresi berat
13
2.1.8 Mekanisme Kerja Kontrasepsi Suntikan
1. Primer
Kadar FSH dan LH menurun dan tidak terjadi sentakan LH (LH
surge). Respons kelenjar hypophyse terhadap gonadotropin-releasing
hormon eksogenous tidak berubah, sehingga memberi kesan proses
terjadi di hipotalamus dari pada di kelenjerhypophyse. Ini berbeda
dengan POK, yang tampaknya menghambat ovulasi melalui efek
langsung pada kelenjar hypophyse. Penggunaan kontrasepsi suntikan
tidak menyebabkan keadaan hipo-estrogenik.
Pada pemakaian DMPA, endometrium menjadi dangkal dan atrofis
dengan kelenjar-kelenjar yang tidak efektif. Sering stroma menjadi
oedematous. Dengan pemakaian jangka lama, endometrium dapat
menjadi sedemikian sedikitnya, sehingga tidak di dapatkan atau hanya di
dapatkan sedikit sekali jaringan bila di lakukan biopsi.
Tetapi,perubahan-perubahan tersebut akan kembali menjadi normal
dalam waktu 90 hari setelah suntikan DMPA yang terakhir
(Hartanto,2010: 166).
2. Sekunder
a. Lendir serviks menjadi kental dan sedikit, sehingga merupakan
barier terhadap spermatozoa.
b. Membuat endometrium menjadi kurang baik/layak untuk implantasi
dari ovum yang telah dibuahi.
c. Mungkin mempengaruhi kecepatan transpor ovum di dalam tuba
fallopii.(Hartanto, 2010: 166)
14
2.1.9 Macam – macam kontrasepsi suntikan (menurut pinem, 2009:269)
a. Suntikan Progestin saja
Kontrasepsi suntikan berdaya kerja lama yang hanya mengandung
progestin dan banyak dipakai sekarang ini adalah:
a) DMPA (Depot Medroxy Progesteron Asetat) atau Depo Provera,
diberikan sekali setiap 3 bulan dengan dosis 150 mg. Disuntikkan
secara intramuskular di daerah bokong.
b) NET-EN (Norethindrone enanthate atau Noristerat: diberikan dalam
dosis 200 mg sekali setiap 8 minggu atau setiap 8 minggu untuk 6
bulan pertama (=3 kali suntikan pertama), kemudian selanjutnya sekali
setiap 12 mingu.
2.1.9 Farmakologi dari Kontrasepsi Suntikan
DMPA:
1. Tersedia dalam larutan mikrokristaline.
2. Setelah 1 minggu penyuntikan150 mg, tercapai kadar puncak, lalu
kadarnya tetap tinggi untuk 2-3 bulan, selanjutnya menurun kembali.
3. Ovulasi mungkin sudah dapat timbul setelah 73 hari penyuntikan, tetapi
umumnya ovulasi baru timbul kembali setelah 4 bulan atau lebih.
4. Pada pemakaian jangka lama, tidak terjadi efek akumulatif dari DMPA
dalam darah/serum.
NET EN:
1. Merupakan suatu progestin yang berasal dari testosterone, dibuat dalam
larutan minyak. Larutan minyak tidak mempunyai ukuran partikel yang
15
tetap dengan akibat pelepasanobat dari tempat suntikan kedalam sirkulasi
darah dapat sangat bervariasi.
2. Lebih cepat di metabolisir dan kembalinya kesuburan lebih cepat
dibandingkan dengan DMPA.
3. Setelah disuntukan, NET EN harus di ubah menjadi norethindrone (NET)
sebelum ia menjadi aktif secara biologis.
4. Kadar puncak dalam serum tercapai dalam 7 hari setelah penyuntikan,
kemudian menurun secara tetap dan tidak ditemukan lagi dalam waktu
2,5 – 4 bulan setelah disuntikan.
2.1.10 Yang boleh menggunakan kontrasepsi suntikan progestin (menurut
pinem, 2009:271)
a) Usia reproduksi, nulipara dan yang telah memiliki anak.
b) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan memiliki efektifitas tinggi.
c) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.
d) Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
e) Setelah abortus.
f) Telah mempunyai banyak anak tetapi belum menginginkan tubektomi.
g) Perokok.
h) Tekanan darah, 180/110 mmHg, masalah gangguan pembekuan darah atau
anemia bulan sabit.
i) Menggunakan obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau obat untuk
tuberkulosis (rifampisin).
j) Tidak dapat menggunakan kontrasepsi yang mengandung estrogen.
k) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi.
16
l) Mendekati usia menopause dan tidak mau atau tidak.
m) Anemia defesiensi besi.
2.1.11 Yang boleh menggunakan kontrasepsi suntikan(menurut pinem,
2009:272)
a) Hamil atau dicurigai hamil karena risiko cacat pada janin 7 per 100.000
kelahiran.
b) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
c) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama amenorea.
d) Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
e) Diabetes mellitus disertai komplikasi.
f) Kanker pada traktus genitalia.
g) Waktu mulai penggunaan kontrasepsi suntikan progestin.
h) Setiap saat selama siklus haid, asal ibu tersebut diyakini tidak hamil, mulai
hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid.
i) Pada ibu yang tidak haid, asalkan ibu tersebut tidak hamil, suntikan
pertama dapat diberikan setiap saat. Selama 7 hari setelah suntikan tidak
boleh bersenggama.
j) Perempuan yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin
menggganti dengan kontrasepsi suntikan. Bila kontrasepsi sebelumnya
dipakai dengan benar dan ibu tidak hamil, suntikan pertama dapat segera
diberikan. Tidak perlu menunggu haid berikutnya datang.
k) Bila ibu sedang menggunakan kontrasepsi lain dan ingin menggantinya
dengan kontrasepsi suntikan yang lain lagi, kontrasepsi suntikan yang akan
17
diberikan dimulai pada saat jadwal kontrasepsi suntikan yang
sebelumnya.
l) Ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal dan ingin menggantinya
dengan kontraasepsi hormonal, suntikan pertama kontrasepsi hormonal
yang
m) akan diberikan dapat segera disuntikkan, asal saja ibutidak hamil..
pemberiannya tidak perlu menugggu haid berikutnya datang. Bila ibu
disuntik setelah hari ke – 7 haid, maka selama tujuh hari stelah suntikan
ibu tidak boleh bersenggama.
2.2 Perubahan Berat Badan
Menurut Clark, et al (2005) Mekanisme kontrasepsi Depo Medroksi Asetat
(DMPA) dapat meningkat berat badan dan lapisan lemak belum diketahui secara
jelas. Namun efek dari Depo Medroksi Asetat (DMPA) atau progesterone pada
manusia dan binatang percobaan terbukti meningkatkan beberapa mekanisme.
Depo Medroksi Asetat (DMPA) menginduksi hypoestrogenemia yang
behubungan dengan visceral fat accumulation dan peningkatan berat badan.
Menurut Cark, et al (2005) dan Bakri Abdullah (2008) Depo Medroksi Asetat
(DMPA) mengaktifasi hormon glukortikoid reseptor dan dalam dosis yang tinggi
dapat mengubah metabolisme lemak yang berdampak pada penumpukkan lapisan
lemak pada manusia yang secara otomatis meningkatkan berat badan. Mekanisme
yang lain dapat disebabkan Depo Medroksi Asetat (DMPA) dapat mempengaruhi
neurohumeral regulasi dari nafsu makan dan energi di hypotalamus. Efek yang
terjadi adalah nafsu makan menjadi meningkat. Dalam penelitian Yenchi, et al
18
(2009) dilaporkan bahwa peningkatan nafsu makan terjadi setelah penggunaan
Depo Medroksi Asetat (DMPA) lebih dari 6 bulan.
Umumnya perubahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara
kurang dari 1 kg sampai 5 kg dalam tahun pertama. Penyebab pertambahan berat
badan tidak jelas. Tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak tubuh, dan
bukan karena retensi cairan tubuh. Hipotesa para ahli : DMPA mengsang pusat
pengendali nafsu makan di hipotalamus, yang menyebabkan akseptor makan lebih
banyak dari pada biasanya.
2.3 Usia
Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan. Dalam kurun
waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia untuk hamil dan melahirkan adalah
20-30 tahun. Kematian maternal dibawah usia 20 tahun ternyata dua sampai lima
kali lebih tinggi dari pada kematian maternal usia 20-29 tahun, kemudian
meningkat kembali pada usia 30-35 tahun (Sarmowo, 2003).
Menurut saifuddin (2006) menyatakan bahwa perempuan berusia lebih dari
35 tahun memerlukan kontrasepsi yang aman dan efektif karena kelompok ini
akan mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas jika mereka hamil.
Sedangkan menurut Wulansari (2007) usia seseorang wanita dapat
mempengaruhi kecocokan dan ekseptabilitas metode kontrasepsi tertentu. Secara
umum, remaja kecil kemungkinannya memiliki kontraindikasi perilaku terhadap
pemakaian metode kontrasepsi. Wanita perimenopause lebih besar
kemungkinanya memiliki kontraindikasi medis dari pada kontraindikasi perilaku
untuk menggunakan metoda tertentu.
19
Menurut Manuaba usia reproduksi yang optimal adalah 21-35 tahun. Resiko
yang dihubungkan dengan melahirkan pada wanita tua adalah ketidak mampuan
untuk mengandung pada usia tua.
Masa reproduksi dibagi menjadi:
1. Masa menunda kehamilan (kesuburan)
Sebaiknya istri menunda kehamilan pertama umur 20 tahun.
Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:
a. Kembalinya kesuburan yang tinggi. Artinya kembali kesuburan dapat
dijamin 100%. Ini penting karena akseptor belum mempunyai anak.
b. Efektifitas yang tinggi. Hal ini penting karena kegagalan akan
menyebabkan tujuan KB tidak sesuai.
Periotis kontrasepsi yang sesuai:
a. Pil
b. AKDR
c. Cara sederhana (kondom, spermisid)
2. Masa mengatur kesuburan (menjarangkan)
Periode umur antara 20-30/35 tahun merupakan periode umur paling baik
untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak kelahiran adalah
2-4 tahun.
Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:
a. Kembalinya kesuburan (reversibilitas) cukup
b. Efektifitas cukup tinggi.
c. Dapat dipakai 2-4 tahun, sesuai dengan jarak kehamilan yang aman
untuk ibu dan anak
20
d. Tidak menghambat produksi air susu ibu (ASI). Ini penting karena ASI
adalah makanan terbaik buat bayi sampai umur 2 tahun.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai:
a. AKDR
b. Suntikan
c. Mini pil
d. Pil
e. Cara sederhana
f. Norplant
g. Kontap (jika umur sekitar 30 tahun)
3. Masa mengakhiri kesuburan (tidak hamil lagi)
Periode umur diatas 30 tahun, terutama di atas 30 tahun sebaiknya
mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 orang anak.
Ciri-ciri kontrasepsi sesuai:
a. Efektifitas sangat tinggi. Kegagalan menyebabkan terjadinya
kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak. Selain itu akseptor
sudah tidak ingin mempunyai anak lagi.
b. Dapat dipakai untuk jangka waktu yang lama
c. Tidak menambah kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi dan
metabolic meningkat. Oleh karena itu, sebaiknya tidak memberikan
obat/kontrasepsi yang menambah kelainan/penyakit tersebut.
Prioritas konrasepsi yang sesuai:
a. Kontap
b. AKDR
21
c. Norplant
d. Suntikan
e. Mini pil
f. Pil
g. Cara sederhana
(Hartanto, 2004)
Usia peserta KB relative berumur tua (di atas 35 tahun). Sehingga kurang
memberi dampak demografi bagi penurunan angka kelahiran dibandiingkan
dengan Pasangan Usia Subur yang ber-KB dibawah 35 tahu (BKKBN, 2009).
Hasil ukur umur adalah :
a. Reproduksi sehat : jika 20 tahun dan 30 tahun
b. Tidak reproduksi sehat : jika < 20 tahuun dan > 30 tahun
2.4 Paritas
Paritas adalaha banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang
wanita. Paritas seorang wanita dapat mempengaruhi cocok tidaknya suatu metoda
secara medis (Pendit, 2007).
Menurut Mantra (2006) kemungkinan seseorang ibu untuk menambah
kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkan. Seorang ibu
menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai anak dan juga umur anak yang
masih hidup. Semakin sering seorang ibu melahirkan anak, maka akan semakin
sering memiliki resiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak
akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup
keluarga secara maksimal.
22
Program KB selain upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas melalui
promosi, perlindungan dan bantuan dalam mewujudkan hak-hak reproduksi juga
untuk penyelenggaraan, pengaturan dan dukungan yang diperlukan untuk
membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal, mengatur jumlah, jumlah dan
usia ideal melahirkan anak. Seperti dalam definisi KB menurut WHO Expert
Committee 1970. KB adalah tidakan membantu individu pasangan suami-istri
untuk:
a. Mendapatkan objektif tertentu
b. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan
c. Mengatur interval diantara kehamilan
d. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami
istri
e. Menentukan jumlah anak dalam keluarga
Dalam pasal 18 UU No. 10 tahun 1992 menyatakan bahwa setiap pasangan
suami istri dapat menentukan pilihannya dalam merencanakan dan mengatur
jumlah anak dan jarak antara kelahiran anak yang berlandaskan kesadaran dan
tanggung jawab terhadap generasi sekarang maupun yang akan datang.
Dalam merencanakan jumlah anak dalam keluarga, suami istri perlu
mempertimbangkan aspek kesehatan dan kemampuan untuk memberikan
pendidikan dan kehidupan yang layak. Dalam hal ini suami perlu mengetahui apa
yang dimaksud dengan 4T (Terlalu) yaitu:
a. Terlalu muda untuk hamil/melahirkan (<18 tahun)
b. Terlalu tua untuk melahirkan (> 34 tahun)
c. Terlalu sering melahirkan (>3kali)
23
d. Terlalu dekat jarak antara kehamilan sebelumnya dengan kehamilan
berikutnya (<2 tahun).
Menurut pola perencanaan keluarga dan penggunaan kontrasepsi yang
rasional, penggunaan kontrasepsi juga memperhatikan paritas dari pasangan
(BKKBN, 2007).
1. Jika akseptor KB tersebut belum mempunyai anak maka kontrasepsi
prioritas yang digunakan adalah pil oral, sedangkan kontrasepsi yang
dianjurkan bagi yang belum mempunyai anak pada usia < 20 tahu adalah
IUD mini, karena refersibilitas yang tinggi artinya kembali kesuburan
hampir 100%
2. Jika jumlah anak antara 1 dan 2 orang dengan usia antara 20-30 tahun,
kontrasepsi yang dapatb digunakan IUD, suntikan, minipil, implant dan
sederhana.
3. Jika akseptor KB tersebut mempunyai anak 3 atau lebih maka dapat
menggunakan kontrasepsi IUD, suntikan, minipil, implant, dan
sederhana dan kontrasepsi mantap.
Hasil ukur paritas adalah:
1. Tinggi : jika > 3 orang
2. Rendah : jika < 3 orang
24
2.5 Kerangka Konsep
Menurut notoadmodjo (2005), kerangka konsep penelitian adalah
kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin di amati atau diukur melalui
penelitian yang akan dilakukan.
Pada penelitian ini yang menjadi variabel independennya yaitu : Usia,
Lama pemakaian, dan Paritas. Sedangkan yang menjadi variabel dependennya
yaitu Kenaikan Berat Badan Pada Kb Depo Medroksi Asetat. Adapun kerangka
konsep penelitian ini adalah :
Variabel independent Variabel Dependen
Gambar 2.2 :
Kerangka konsep penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan
berat badan dengan pengguna alat kontrasepsi Depo Medroksi Progesteron
Asetat Di Puskesmas Lubuk Kilangan Padang Tahun 2015
25
Kenaikan Berat Badan Pada Kb Depo Medroksi Asetat (DMPA).
Paritas
Usia
Lama pemakaian
2.6 Definisi Operasional
No Variabel Devinisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur
Hasil Ukur Skala Ukur
1 Kenaikan Berat Badan
Akseptor KB yang menggunakan kontrasepse Depo Medroksi Asetat (DMPA) yang mengalami perubahan berat badan naik 1-2 kg perbulan
Timbangan dewasa
1. Melihat untuk mengetahui BB awal
2. Menimbang berat badan Akseptor saat penelitian
1. Tidak normal > 2 kg pertahun
2. Normal > 2 kg pertahun
Ordinal
2 Paritas Jumlah anak hidup maupun mati yang telah dilahirkan oleh akseptor KB.
Kuesioner Wawancara
Tinggi :
Jika jumlah anak > 3 orang
Redah :
Jika jumlah anak < 3 orang
Nominal
3 Usia Umur akseptor KB pada saat penelitian
Kuesioner wawancara
Umur reproduksi sehat:
Jika umur 20 tahun sampai 30 tahun
Umur reproduksi tidak sehat:
Jika umur < 20 tahun dan > 30 tahun
Ordinal
4 Lama Pemakaian
Lamanya pemakaian KB Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) di hitung sejak bulan pertama sejak menggunakan kontrasepsi
Format yang terdapat pada K1
Memberi tanda pada tanggal, bulan, dan tahun pemakaian
1. Lama apabila > 3 tahun
2. Tidak lama apabila < 3 tahun
Ordinal
26
kontrasepsi DMPA
2.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu penelitian yang akan
mengarahkan kepada hasil penelitian yang dilakukan (Notoadmodjo, 2005)
Berdasarkan kerangka konsep maka hipotea dari penelitian ini adalah :
Ha : Ada hubungan antara paritas pada KB Depo Medroksi Asetat (DMPA) di
Puskesmas Lubuk Kilangan Padang Tahun 2015
Ha : Ada hubungan antara usia pada KB Depo Medroksi Asetat (DMPA) di
Puskesmas Lubuk Kilangan Padang Tahun 2015
Ha : Ada hubungan antara lama pemakaian pada KB Depo Medroksi Asetat
(DMPA) di Puskesmas Lubuk Kilangan Padang Tahun 2015
27
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Jenis dan Desain penelitian
Jenis penelitian ini bersifat analitik yaitu untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kenaikan berat badan dengan pengguna alat kontrasepsi
Depo Medroksi Progesteron Asetatdi Puskesmas Lubuk Kilangan Padang Tahun
2015 dengan rancangan cross sectional dimana variabel independen dan dependen
diambil dalam waktu yang bersamaan.
3.2 Tempat dan waktu penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2015.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 4 mei – 6 juni 2015 di
Puskesma Lubuk Kilangan Padang Tahun 2015.
3.3 Polpulasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Notoadmojo, 2012).
Populasi dalam penelitisn ini adalah seluruh akseptor KB aktif di wilayah
kerja Puskesmas Lubuk Kilangan yang berjumlah 6754 orang.
28
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang di ambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002). Sampel merupakan
bagian populasi yang akan diteliti atau sebagai jumlah dari karakteristik yang
dimiliki oleh populasi (Alimul, 2011). Besar sampel diambil dengan
menggunakan rumus :
n=N . Z 2
1−a/2 P(1−P)
( N−1 ) d2+Z 21a /2P(1−P)
Keterangan : n= Besar Sampel minimum : N = Besar Populasi
: Z2
1−a/2 = Derajat kepercayaan 95% (1,96)
d = Presisi 10 % (0,1)P = Proporsi 50 % (0,5)
Besar sampel dalam penelitian ini adalah :
n=6754. (1,96 )2 .0,5(1−0,5)
(6754−1 ) (0,1 ) . (a+b ) .(c+d)
Berdasarkan perhitungan, didapatkan sampel sejumlah 95 orang. Teknik
pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Accidental Sampling yang
dilakukan dengan mengambil responden yang datang berkunjungn ke Puskesmas
Lubuk Kilangan Padang, dengan kriteria sebagai berikut :
1) Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat
mewakili syarat sebagai sampel (Alimul, 2011)
a. Akseptor KB aktif yang bersedia menjadi responden
b. Umur responden 15 – 49 tahun
29
c. Tidak sedang hamil
d. Bersedia untuk diwawancarai
e. Akseptor KB Depo Medroksi Asetat (DMPA) yang pemakaiannya
lebih dari 6 bulan
f. Akseptor KB yang tinggal serumah dengan suaminya
2) Kriteria eklusi merupakana kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat
mewakili sampel karena memenuhi syarata sebagai sampel penelitian
(Alimul, 2011)
Kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Akseptor KB Depo Medroksi Asetat (DMPA).
3.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan
Data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer dikumpulkan
meliputi nama responden, data kejadian kenaikan berat badan dan data lama
pemakaian dengan peilihan kontrasepsi Depo Medroksi Asetat (DMPA) yang
diperoleh langsung dari responden yaitu akseptor KB aktif di Puskesmas Lubuk
Kilangan Padang Tahun 2015, sebelum diberikan penjelasan tentang maksud dan
tujuan serta pengisian kuesioner.
3.5 Teknik Pengolahan Data
Menurut (Notoadmojo, 2012) cara pengumpulan data dilakukan setelah
pengumpulan data dilaksanakan dengan maksud agar data yang dikumpulkan
memiliki sifat yang jelas. Adapun langkah – langkah pengumpulan data yaitu
3.5.1 Pemeiksaan Data (Editing)
Melakukan pengecekan kembali terhadap checklist, lembar checklist sudah
lengkap, jelas dan jawaban sudah relevan daftar cheklist.
30
3.5.2 Pengkodean (Coding)
Codding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap
data yang terdiri dari atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat
penting bila pengolahan data analisis data menggunakan komputer.
1. Pada penggunaan kontrasepsi Depo Medroksi Asetat:
Kode 1 melambangkan menggunakan
Kode 2 melambangkan tidak menggunakan
2. Pada usia
Kode 1 melambangkan < 20 tahun
Kode 2 melambangkan 20 – 35 tahun
Kode 3 melambangkan > 35 tahun
3. Pada lama pemakaian :
Kode 1 melambangkan < 1 tahun
Kode 2 melambangkan > 1 tahun
4. Pada paritas
Kode 1 melambangkan
3.6 Analisa Data
1. Analisa univariat
Adalah langkah mengekplorasi data dari suatu variabel, biasanya
dilakukan untuk meringkas data menjadi ukuran tertentu.
Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi
dengan proposi dari masing-masing variabel yang diteliti.
Data presentasi dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
31
F= X x100 %N
Keterangan :
f: frekuensi
x: jumlah yang didapat
N: jumlah populasi
2. Analisis univariat
Analisis univariat adalah tabel silang dua variabel yaitu variabel
independent dan variabel dependent. Analisa ini untuk melihat hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat. Uji yantg digunakan adalah kali
kuadrat dengan ketentuan, jika X2(tabel) berarti ada perbedaan yang
bermakna
a. Rumus chi Kuadrat
X2=∑ (O−E)2
E
Df = ( k – 1) (b – 1)
b. Rumus Chi Kuadrat untuk tabel 2 X 2
X2=N . (ad−bc )2
( a+c ) . (b+d ) . ( a+b ) .(c+d )
32