2012
Kajian Proses Pengolahan Bahan Baku Crude Palm Oil (CPO) menjadi
Refinery Bleached Deodorized Palm Olein (RBDPO)
[KELOMPOK DEGUMMING] DISUSUN OLEH MUTIARA ISTIQOMAH 090405010
0
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA MEDAN 2012
Process Degumming in The Refening Oil
2
Kajian Proses Pengolahan Bahan Baku Crude Palm Oil (CPO) menjadi
Refinery Bleached Deodorized
Palm Olein (RBDPO) BAHAN BAKU
Kelapa sawit banyak memiliki manfaat salah satunya adalah
menghasilkan produk-produk yang sangat banyak diperlukan oleh
manusia, tentunya melalui berbagai pemprosesan. Salah satu produk
yang dapat dihasilkan dari pemprosesan kelapa sawit adalah Minyak
sawit. Minyak sawit yang dihasilkan dari kelapa sawit menghasilkan
dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu : 1. Minyak
sawit (CPO) yaitu minyak yang berasal dari sabut kelapa sawit 2.
Minyak inti sawit (CPKO), yaitu minyak yang berasal dari inti
kelapa sawit Pada umumnya minyak sawit mengandung lebih banyak
asam-asam palmitat, oleat dan linoleat jika dibandingkan dengan
minyak inti sawit. Minyak sawit merupakan gliserida yang terdiri
dari berbagai asam lemak, sehingga titik lebur dari gliserida
tersebut tergantung pada kejenuhan asam lemaknya. Semakin jenuh
asam lemaknya semakin tinggi titik lebur dari minyak sawit
tersebut. Minyak kelapa sawit diperoleh dari lapisan serabut /
kulit buah kelapa sawit melalui proses pengolahan sawit. Pada suhu
kamar, minyak kelapa sawit adalah minyak setengah padat (semi
solid). Warna minyak kelapa sawit adalah merah jingga, dikarenakan
adanya warna karotein dalam jumlah yang 2
banyak. Minyak sawit memiliki bau yang khas dan sangat tajam
terhadap proses oksidasi. Sifat ini disebabkan oleh adanya zat
tokoferol. Minyak inti sawit diperoleh dari biji inti sawit. Minyak
inti sawit yang baik berkadar asam lemak yang rendah dan berwarna
kuning terang serta mudah dipucatkan. Komponen penyusun minyak
sawit terdiri dari trigliserida dan non trigliserida. Asam-asam
lemak penyusun trigliserida terdiri dari asam lemak jenuh dan asam
lemak tak jenuh. Komponen Trigliserida, yang dimiliki oleh oleh
minyak sawit yang terdapat di Indonesia meliputi, Miristik
(0,4-0,8%), Palmitik (46-50%), Stearik (2-4%), Oleik (38-42),
Linoleik (6-8%). Komponen non-trigliserida, komponen adalah
komponen yang menyebabkan rasa, aroma dan warna kurang baik.
Kandungan minyak sawit yang terdapat dalam jumlah sedikit ini,
sering memegang peranan penting dalam menentukan mutu minyak.
Kontaminan logam besi (Fe) dan tembaga (Cu) merupakan katalisator
yang baik dalam proses oksidasi, walaupun dalam jumlah yang
sedikit, sedangkan kotoran-kotoran merupakan sumber makanan bagi
pertumbuhan jamur lipolitik yang dapat mengakibatkan terjadinya
hidrolisa. Air merupakan bahan perangsang tumbuhnya mikroorganisme
lipolitik, karena itu di dalam perdagangan, kadar ini juga
menentukan kualitas minyak. Jika kandungan air dalam minyak tinggi,
maka dapat menaikkan asam lemak bebas selama selang waktu tertentu.
Akan tetapi minyak yang terlalu keringpun mudah teroksidasi,
sehingga nilai optimum kadar air dan bahan menguap juga harus
diuji. Berikut ini adalah kandungan minor dalam minyak sawit yang
dapat mempengaruhi proses dan mutu produk yang dihasilkan
Tabel 1.1 Kandungan minor dalam minyak sawit Minyak sawit dapat
dimanfaatkan di berbagai industri salah satunya adalah industri
pangan, namun penggunaan minyak ke dalam berbagai macam makanan
dari minyak sawit kasar (CPO) harus dimurnikan terlebih dahulu
sehingga memenuhi syarat sebagai minyak makan. Perlakuan
pendahuluan yang umum dilakukan terhadap minyak yang akan
dimurnikan dikenal dengan proses pemisahan gum (degumming),
dilanjutkan dengan proses pemucatan (bleaching), dan penghilangan
bau (deodorisasi). Proses tersebut dilakukan terkait dengan
kandungan yang terdapat dalam minyak sawit.
PEMPROSESAN CPOProsesnya adalah sebagai berikut. CPO (crude palm
oil) yang disimpan pada tangki penyimpanan dengan kondisi suhu 55oC
dialirkan dengan pompa kedalam tangki kristalisasi setelah
didinginkan didalam exchanger untuk menurunkan suhunya menjadi 33
oC. Tujuan pemisahan ini untuk membantu tangki kristalisasi dalam
proses pendinginan. Tangki kristalizer berfungsi untuk memisahkan
fraksi olein dan fraksi stearin dengan memakai bahan kimia penolong
yang disebut dengan detergen. Homogenisasi dan pendinginan dalam
tangki kristalisasi dilakukan pada suhu 22 oC. Perbandingan
pemakaian antara CPO dengan detergen adalah 80 % : 20 % berat).
Setelah campuran CPO dan detergen menjadi slurry, kristal stearin
akan diikat detergen dan terpisah dari fraksi olein. Fraksi olein
yang masih terikat detergen dan mengandung fraksi stearin dialirkan
ke separator melalui pompa sentrifugal untuk pemisahan suspensi
stearin detergen dari fraksi olein. Pemisahan dalam separator ini
didasarkan atas perbedaan densitas antara stearin dan olein dengan
menggunakan gaya sentrifugal. Pada proses pencampuran ini, fraksi
dengan densitas yang lebih besar yaitu stearin yang bercampur
dengan detergen akan menempel pada dinding separator dan kemudian
keluar secara under flow. Sedangkan fraksi olein yang memiliki
densitas rendah akan menempel/tinggal pada separator dan keluar
secara over flow. Hasil pemisahan separator bersuhu 24 o C
dialirkan ke dalam dryer vacumm melalui exchanger. Fraksi olein
dipanaskan dalam exchanger sehingga suhunya menjadi 90 oC, kemudian
dialirkan ke dalam dyer vacumm. Didalam dyer vacumm fraksi olein
akan dipisahkan dari kandungan air berlebih dengan jalan menghisap
uap air oleh vakum pada suhu 90 oC. Tahapan proses diatas dikatakan
dengan proses fraksionasi. Crude olein kemudian dialirkan kedalam
mixer untuk dicampurkan dengan bahan penolong tepung CaCO3 yang
berfungsi menghilangkan bau tengik dengan jumlah 0,23 kg/ton CPO
dan H3PO3 yang berfungsi untuk menghilangkan lender
(gum/pospholopida) dengan jumlah 0,1 kg/ton CPO. Proses ini 2
dikatakan dengan proses degumming. Campuran olein dialirkan ke
dalam bleacher untuk dicampur dengan bleaching earth. Dalam
bleacher akan terjadi pemucatan warna. Dengan adanya pemanasan
untuk menaikkan suhunya menjadi 110 oC maka bleaching earth dan
campuran olein akan bereaksi sempurna. Pemanasan pada bleacher akan
mengakibatkan kandungan air dan gas-gas terlarut dapat menguap dan
keluar pada tekanan vakum. Olein yang telah mengalami proses
bleaching pada bleacher dialirkan ke dalam Niagara Filter untuk
melakukan penyaringan cake olein sehingga diperoleh BPO (bleached
palm oil) yang bersih. Olein akan menembus filter leaf dan keluar
melalui pipa poros outlet sedangkan cake akan tertahan dan melekat
pada filter leaf. Bleached palm oil dialirkan ke dalam deaerator
melalui pompa untuk mendapatkan minyak olein (RBDPO). Dalam
dearator dilakukan pemanasan dengan menggunakan steam untuk
menaikkan suhu operasi menjadi 120 oC. Kandungan air dan oksigen
pada olein akan ditarik pada tekanan vakum. RBDP Olein kemudian
dialirkan ke dalam Neutralizeed Deodorizer Refening (NDR) untuk
memurnikan olein dari fatty acid yang dilakukan pada suhu 275 oC.
Fatty acid yang terkandung dalam olein dapat dipisahkan dengan
jalan penguapan, sehingga RBDP Olein sebagai fraksi yang berat akan
jatuh kedasar deodorizer dan fatty acid sebagai fraksi ringan
menguap ke atas deodorizer dan ditarik oleh vakum. RBDP Olein yang
turun ke dasar tangki akan dikirim ke tangki timbun setelah suhunya
diturunkan di dalam heat exchanger sehingga RBDP Olein suhunya 30
oC. RBDP Olein ini sudah siap untuk diperdagangkan. Dalam suatu
industri minyak, jika industri minyak tersebut mengunakan ketiga
proses yang telah diuraikan diatas yaitu Degumming, Bleaching, dan
Deodorisasi maka kualitas dan mutu dari produk yang dihasilkan akan
memiliki daya jual yang tinggi, karena produk yang dihasilkan
memiliki kualitas yang baik dan cukup tinggi. Namun penggunaan
kegita proses ini juga harus dipertimbangkan dari segi bahan baku
dan operasional prosesnya. Tidak selamanya kegita proses ini
dipakai dalam suatu operasi di industri, hanya saja untuk bahan
baku CPO disarankan menggunakan ketiga proses tersebut terkait
dengan pertimbangan yang telah terurai diatas.
2