Top Banner
WRAP UP SKENARIO 1 NYERI ULU HATI BLOK GASTROINTESTINAL Kelompok B-07 Ketua : Pratiwi Astrid Anggraeny Nasir (1102013228) Sekretaris : Nadira (1102013201) Anggota : Nadhila Adani (1102013196) Nerissa Arviana Rahadianthi (1102013210) Nourma Kusuma Winawan ( 1102013214) Rizki Fauzi Rahman (1102013254) Tetty Prasetya Ayu Lestari (1102013283) Ujang Kadir (1102011287) Wildan Yogawinata ( 1102011292) Muhammad Jihad B (1102012178) Fakultas Kedokteran Universitas YARSI 1
62

WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Jul 07, 2016

Download

Documents

Siti Solikha

SKEN 1 GIT
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

WRAP UP SKENARIO 1

NYERI ULU HATI

BLOK GASTROINTESTINAL

Kelompok B-07

Ketua : Pratiwi Astrid Anggraeny Nasir (1102013228)

Sekretaris : Nadira (1102013201)

Anggota : Nadhila Adani (1102013196)

Nerissa Arviana Rahadianthi (1102013210)

Nourma Kusuma Winawan ( 1102013214)

Rizki Fauzi Rahman (1102013254)

Tetty Prasetya Ayu Lestari (1102013283)

Ujang Kadir (1102011287)

Wildan Yogawinata ( 1102011292)

Muhammad Jihad B (1102012178)

Fakultas Kedokteran

Universitas YARSI

Jakarta

2014-2015

1

Page 2: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

SKENARIO 1

NYERI ULU HATI

Ny M, 40 tahun, mengeluh nyeri di ulu hati dan buang air besar berwarna hitam sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengaku sering mengkonsumsi obat anti nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di epigastrium. Hasil pemeriksaan laboratorium pada feses menunjukkan darah samar positif. Dokter menduga terdapat gangguan saluran cerna bagian atas dan kerusakan enzim pencernaan, sehingga menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan gastroskopi. Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan ulkus peptikum sehingga diberikan obat dan makanan yang sesuai untuk mencegah komplikasi dari penyakit tersebut.

KATA SULIT

2

Page 3: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

1. Epigastrium: daerah perut bagian tengah dan atas yang terletak antara anulus sternum.2. Ulkus peptikum: lubang yang terbentuk pada dinding mukosa lambung, pylorus,

duodenum, atau esophagus.3. Pemeriksaan gastroskopi: inspeksi membran mukosa lambung melalui gastroskop

yang dimasukkan melalui mulut, faring, esophagus hingga sampai ke gaster.4. BAB hitam: keadaan patologis yang disebabkan adanya darah dari saluran pencernaan

bagian atas. Berwarna hitam karena bercampur dengan asam lambung.5. Nyeri ulu hati: nyeri pada daerah epigastrium. Kemungkinan pada lambung bagian

cardia.

PERTANYAAN 1. Bagaiman mengetahui batas saluran pencernaan bagian atas dan bawah ?2. Mengapa ada nyeri tekan pada daerah epigastrium?3. Apa hubungan obat nyeri dengan dengan penyakit pasien pada skenario ini?4. Enzim apa yang mengalami kerusakan?5. Bagaimana ulkus peptikum bisa terjadi?6. Pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan selain gastroskopi?7. Mengapa BAB berwarna hitam?8. Apa indikasi dan tujuan dari gastroskopi?9.Bagaimana cara pencegahan pada penyakit pasien pada skenario ini ?10. Apakah diagnosis dari kasus tersebut?JAWABAN

1. Batas saluran pencernaan bagian atas dan bawah tepatnya pada ligamentum treitz (jaringan ikat antara duodenum dan jejunum )

2. Karena adanya kerusakan gaster dibagian atas sehingga menyebabkan nyeri tekan pada epigastrium HCL meningkat erosi nyeri

3. Karena obat nyeri bisa menyebabkan adanya iritasi pada mukosa lambung

4. Pepsin

5. Karena penurunan produksi mukus (infeksi bakteri, penggunaan obat AINS) dan karena kelebihan asam lambung.

6. Pemeriksaan enzim, radiologi, PA, kultur feses, pemeriksaan darah lengkap.7. Karena adanya perdarahan yang berasal dari saluran pencernaan bagian atas dan bercampur dengan asam lambung.8. Untuk mengetahui kondisi mukosa lambung dari atas ke bawah dan melihat adanya iritasi, luka, tumor, serta kelainan pada tenggorokan, lambung, duodenum. Indikasinya untuk gangguan saluran pencernaan bagian atas.9. Makanan: hindari makanan yang bersifat asam, pedas, alkohol, soda, dan yang berserat banyak karena bisa menyebabkan nyeri bertambah.10. Sindroma Dyspepsia

3

Page 4: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

HIPOTESIS

Penggunaan obat nyeri berlebihan, infeksi bakteri, dan peningkatan asam lambung dapat menyebabkan iritasi lambung yang biasanya terjadi di bagian cardia. Iritasi lambung ini dapat menyebabkan kerusakan enzim pencernaan, nyeri pada daerah epigastrium, dan bisa juga menyebabkan perdarahan di gaster. Perdarahan di gaster ini yang dapat menyebabkan gejala klinis yaitu BAB berwarna hitam. Pada pemeriksaan, ditemukan hasil darah samar positif. Pemeriksaan lainnya yang bisa dilakukan antara lain gastroskopi, pemeriksaan enzim, radiologi, PA, kultur feses, dan pemeriksaan darah lengkap. Diagnosis dari gejala klinis dan hasil pemeriksaan yang dilakukan adalah Sindrom Dyspepsia.Untuk tatalaksananya dapat dilakukan dengan pemberian obat seperti golongan antasida dan AH2 blocker. Selain itu bisa juga dengan menghindari makanan yang bersifat asam, pedas, alkohol, soda, atau makanan lain yang berserat banyak.

4

Page 5: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

SASARAN BELAJAR

LI.1 Memahami dan Menjelaskan GasterLO.1.1 Memahami dan Menjelaskan MakroskopikLO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi GasterLO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Fungsi GasterLO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme PencernaanLO.2.3 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Pengosongan LambungLO.2.4 Memahami dan Menjelaskan Pembentukan Asam LambungLO.2.5 Memahami dan Menjelaskan Sekresi Asam Lambung

LI.3 Memahami dan Menjelaskan Proses BiokimiaLO.3.1 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Enzimatik

LI.4 Memahami dan Menjelaskan DyspepsiaLO.4.1 Memahami dan Menjelaskan DefinisiLO.4.2 Memahami dan Menjelaskan EtiologiLO.4.3 Memahami dan Menjelaskan KlasifikasiLO.4.4 Memahami dan Menjelaskan PatofisiologiLO.4.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi KlinisLO.4.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis BandingLO.4.7 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan PenunjangLO.4.8 Memahami dan Menjelaskan KomplikasiLO.4.9 Memahami dan Menjelaskan PenatalaksanaanLO.4.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan LO.4.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis

5

Page 6: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Gaster

LO 1.1. Memahami dan Menjelaskan Makroskopik Gaster

Nama lain gaster yaitu ventriculus. Terletak pada region epigastrium sinistra dan hypocondrium sinistra dan sebagian pada

region umbilical cranio lateral sinistra. Bentuk seperti koma, dalam bidang frontal dengan lengkung ke kiri. Dimulai dari esophagus pars abdominalis pada foramen esophagicum pada diaphragm

setinggi TX. Ukuran dan bentuknya bervariasi dari satu individu ke individu lain, tergantung :

Banyaknya isi Lanjutnya pencernaan Kuatnya otot – otot ventrikulus Keadaan usus – usus disekelilingnya

Dapat dibedakan : Curvatura major (lengkung besar) Curvatura minor (lengkung kecil), sebelah medial Paries ventralis (anterior) Paries dorsalis (posterior)

Ventriculus dapat dibagi dalam : Cardia, tempat muara oesophagus kedalam ventriculus Fundus, bagian yang menonjol ke kranial disebelah kiri oesophagus Corpus, bagian dari tempat muara oesophagus sampai tempat terkaudal Pars pylorica, bagian dari tempat terkaudal sampai akhir ventriculus Pylorus, tempat terakhir ventrikulus

Pada batas antara corpus dan pars pylorica, lengkung venriculus lebih membuat suatu sudut atau angulus dengan incisura yang melintang disebut incisura angularis.

Pada pylorus terdapat tempat yang sempit disebut isthmus dengan vena yang berjalan melintang. Terdapat serabut – serabut yang berjalan melingkar membentuk m. Sfingter pylori.

▲Gambar 1. Anatomi makroskopis lambung/gastera. Pendarahan gaster Arteriae berasal dari cabang truncus coeliacus.- Arteria gastrica sinistra berasal dari truncus coeliacus. Arteri ini berjalan ke atas dan

kiri untuk mencapai oesophagus dan kemudian berjalan turun sepanjang curvatura minor gaster. Arteria gastrica sinistra mendarahi 1/3 bawah oesophagus dan bagian atas kanan gaster.

- Arteria gastrica dextra berasal dari arteria hepatica communis pada pinggir atas pylorus dan berjalan ke kiri sepanjang curvatura minor. Arteria ini mendarahi bagian kanan bawah gaster.

- Arteriae gastricae breves berasal dari arteria lienalis pada hilum lienale dan berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrosplenicum untuk mendarahi fundus.

▲Gambar 2. Perdarahan lambung/gaster

6

Page 7: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

- Arteria gastroomentalis sinistra berasal dari arteria splenica pada hilum lienale dan berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrolienale untuk mendarahi gaster sepanjang bagian atas curvatura major.

- Arteria gastroomentalis dextra berasal dari arteria gastroduodenalis yang merupakan cabang arteria hepatica communis. Arteria ini berjalan ke kiri dan mendarahi gaster sepanjang bawah curvatura major.

Venae. Vena-vena ini mengalirkan darah ke dalam sirkulasi portal. Vena gastrica sinistra dan dextra bermuara langsung ke vena porta hepatis. Venae gastricae breves dan vena gastroomentalis sinistra bermuara ke dalam vena lienalis. Vena gastroomentalis dextra bermuara ke dalam vena mesentrica superior.

b. Persarafan gasterPersarafan ini termasuk serabut-serabut simpatis yang berasal dari plexus coeliacus dan serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus dextra dan sinistra.Truncus vagalis anterior yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus vagus sinistra, memasuki abdomen pada permukaan anterior oesophagus. Truncus, yang mungkin tunggal atau multipel, kemudian terbagi menjadi cabang-cabang yang menyarafi permukaan anterior gaster. Sebuah cabang hepaticus yang besar berjalan ke atas menuju hepar, dan di sini membentuk ramus pyloricus yang berjalan turun ke pylorus.Truncus vagalis posterior, yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus vagus dextra, memasuki abdomen pada permukaan posterior oesophagus. Selanjutnya truncus membentuk cabang-cabang yang menyarafi permukaan posterior gaster. Suatu cabang yang besar berjalan menuju plexus coeliacus dan plexus mesentricus superior dan kemudian didistribusikan ke usus sampai flexura coli sinistra dan ke pancreas.

Persarafan simpatis gaster membawa serabut-serabut rasa nyeri, sedangkan serabut parasimpatis nervus vagus membawa secretomotoris untuk glandulae gastricae dan serabut motoris untuk tunica muscularis gaster. Musculus sphincter pyloricus menerima serabut motoris dari sistem simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus.

• N. vagus sinistra truncus vagalis sinistra abdomen permukaan anterior oesophagus cabang-cabang mempersyarafi permukaan anterior gaster

• N. vagus dextra truncus vagalis dextra abdomen permukaan posterior oesophagus cabang2 menyarafi permukaan posrerior gaster.

LO 1.2. Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik Gaster

Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, sub-mukosa, muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi oleh sel epitel kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar atau pit. Lapisan mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan lapisan muskularis mukosa.

Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada bagian dalam dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanjutan membentuk kelompokan kecil (fascicle) otot polos yang tipis menuju ke bagian dalam lamina propria hingga ke permukaan epitel. Pada lapisan sub-mukosa, jaringannya longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat pleksus arteri, vena, pembuluh limfe dan pleksus nervus Meissner.

7

Page 8: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Muskularis eksterna terdiri dari tiga lapisan yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam (inner sirkuler) dan oblik yang paling dalam (innermost oblique). Lapisan sirkuler sphincter pilorik pada gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach (myenteric) berlokasi pada daerah di antara lapisan sirkular dan longitudinal dari muskularis eksterna. Semua kelenjar lambung mempunyai dua komponen yaitu bagian foveola (kripta, pit) dan bagian sekresi (kelenjar).

Mukosa lambung secara histologi terbagi atas 3 jenis yaitu kardiak, fundus dan pilorik (antral), dengan daerah peralihan di antaranya. Perbedaan berbagai jenis mukosa lambung tergantung pada perbandingan relatif antara bagian foveolar dengan bagian sekresi, serta komposisinya secara mikroskopik (Gambar 2.2). Kelenjar kardiak dan pilorik mempunyai

kemiripan yaitu perbandingan antara foveola terhadap kelenjar yang mensekresi mukus adalah satu berbanding satu.

Yang membedakan keduanya adalah jarak antar kelenjar di daerah kardiak berjauhan, kadang dijumpai lumen kelenjar yang berdilatasi kistik. Sedangkan kelenjar pada daerah pilorik mempunyai pelapis epitel dengan sitoplasma sel yang ‘bubly’, bervakuola, bergranul dan ‘glassy’. Sub-nukleus vakuolisasi sel mukus kadang-kadang dapat ditemukan, keadaan ini kadang-kadang salah diinterpretasi sebagai metaplasia. Sedangkan sitoplasma sel pada daerah pilorik yang ‘glassy’ dan berkelompok dapat salah diinterpretasi sebagai adenokarsinoma ‘signet ring cell’.

Sel bersilia yang kadang-kadang dijumpai pada daerah pilorik, dan lebih sering dijumpai pada orang Jepang, keadaan ini kadang kala dianggap sebagai suatu metaplasia. Kelenjar fundik (oxyntic, acidopeptic) ditandai dengan bagian foveolar hanya ¼ dari ketebalan mukosa, kelenjarnya cendrung lebih lurus dan terdiri dari sebaran sel chief, sel parietal (penghasil asam), sel endokrin dan sel mukosa leher.

Gaster merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, funsi utama untuk menambah cairan makanan, mengubahnya menjadi bubur dan melanjutkan proses pencernaan. Ada 3 struktur histologis yang berbeda, yaitu corpus, fundus, dan pylorus. Peralihan esophagus dan lambung esophagus-cardia, epitel berlapis gepeng esophagus beralih menjadi epitel selapis torax pada cardia. Mucosa cardia terlihat berlipat-lipat foveola gastrica. Didalam lamina propria terdapat kelenjar terpotong melintang (kelenjar tubulosa berkelok-kelok). Dapat meluas kedalam lamina propria esophagus.

Setelah mencapai cardia, kelenjar esophagus tidak ada lagi disubmucosa. Tunica muskularis circularis menebal membentuk sphincter.

Peralihan Oesophagus-Gaster (Cardiac)Merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, fungsi utama menambah cairan

makanan, mengubahnya menjadi bubur dan melanjutkan proses pencernaan. Ada 3 daerah struktur histologis yang berbeda yaitu, corpus, fundus dan pylorus. Peralihan oesophagus dan lambung disebut oesophagus-cardia, epitel berlapis gepeng oesophagus beralih menjadi epitel selapis toraks pada cardia. Mukosa cardia terlihat berlipat-lipat disebut foveola gastrica. Didalam lamina propria terdapat kelenjar terpotong melintang (kelenjar tubulosa berkelok-kelok), dapat meluas ke dalam lamina propria oesophagus.

8

Page 9: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

▲Gambar 3. Mikroskopik Peralihan Oesophagus-Gaster

Gaster

Epitel terdiri dari sel silindris mensekresi mukus (PAS-positif). Permukaan lambung ditandai dengan lipatan mukosa disebut rugae. Dalam lipatan terdapat invaginasi atau cekungan disebut gastric-pits atau foveolae gastrica. Di dalam mukosa terdapat kelenjar-kelenjar yang bermuara pada foveolae gastrica.FOVEOLA GASTRICA

▲Gambar 4. Mikroskopik Foveola Gastrica

FundusMukosa diliputi epitel selapis toraks. Pada dasar faveola gastrica bermuara kelenjar

fundus, kelenjar tubulosa simpleks dan lurus. Foveolae gastrica sepertiga tebal mukosa (dangkal), sedang kelenjarnya (fundus) dua pertiga tebal mukosa, terletak dalam lamina propria.

9

Page 10: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

▲Gambar 5. Mikroskopik Fundus ▲Gambar 6.1 Jenis-jenis sel kelenjar

Macam-macam sel kelenjar :

▲Gambar 6.2 Jenis-jenis sel kelenjar

10

Page 11: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

a. Sel epitel permukaan (sel-sel mukus)Epitel selapis silindris melapisi seluruh lambung dan meluas ke dalam sumur-sumur atau foveola. Epitel selapis silindris ini berawal di cardia, di sebelah epitel berlapis gepeng oesophagus, dan pada pylorus melanjutkan diri menjadi epitel usus (epitel selapis silindris). Pada tepian muka yang menghadap lumen, terdapat mikrovili gemuk dan pendek-pendek. Mukus glikoprotein netral yang disekresikan oleh sel-sel epitel permukaan membentuk lapisan tipis, melindungi mukosa terhadap asam. Tanpa adanya mukus ini, mukosa akan mengalami ulserasi.

b. Sel zimogen (Chief cell)Sel ini terletak di dasar kelenjar lambung, dan menunjukkan ciri-ciri sel yang mensekresi protein (zimogen). Sel zimogen mengeluarkan pepsinogen, yang dalam suasana asam di lambung akan diubah menjadi pepsin aktif dan berfungsi menghidrolisis protein menjadi peptida yang lebih kecil.

c. Sel parietal (oksintik)Sel ini tersebar satu-satu dalam kelompokan kecil di antara jenis sel lainnya, mulai dari ismus sampai ke dasar kelenjar lambung, tetapi paling banyak di daerah leher dan ismus. Pada keadaan isitirahat, terdapat banyak gelembung tubulosa, dan kenalikuli melebar dengan relatif sedikit mikrovili. Sewaktu mensekresi asam, mikrovili bertambah banyak dan gelembung tubulosa berkurang, yang menunjukkan adanya pertukaran membran di antara gelembung tubulosa di dalam sitoplasma dan mikrovili pada permukaan, sekresi asam HCl terjadi pada permukaan membran yang luas ini. Sel ini juga mensekresikan faktor intrinsik, suatu glikoprotein yang terikat dengan vitamin B12 dan membantu absorbsi vitamin ini di usus halus. Vitamin B12 diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan vitamin B12 akibat kurangnya faktor ini dapat menyebabkan anemia pernisiosa.

d. Sel mukus leherSel ini terletak di daerah leher kelenjar lambung, dalam kelompok kecil atau satu-satu. Bentuknya cenderung tidak teratur, seakan-akan terdesak oleh sel-sel disekitarnya (terutama sel parietal). Sel ini memiliki mikrovili apikal yang gemuk dan pendek berisi filamen halus yang tampak kabur. Sel ini menghasilkan mukus asam, berbeda dengan mukus netral yang dibentuk oleh sel mukus permukaan.

e. Sel enteroendokrinBeberapa jenis sel enteroendokrin ditemukan di dalam kelenjar lambung. Sel-sel ini berjumlah banyak, terutama di daerah antrum pylorik, dan umumnya ditemukan pada dasar kelenjar. Sel-sel enteroendokrin serupa dengan sel endokrin yang mensekresi peptida. Sel ini juga ditemukan di dalam epitel usus halus dan besar, kelenjar oesophagus bagian bawah (cardia), dan dalam jumlah terbatas pada ductus utama hati dan pankreas. Sel enteroendokrin menghasilkan beberapa hormon peptida murni (sekretin, gastrin, kolesitokinin); semuanya melalui peredaran darah untuk mencapai organ sasaran pankreas, lambung, dan kandung empedu. Walaupun sistem saraf mengendalikan aktivitas sekretoris dan gerakan otot dalam saluran cerna, terdapat interaksi yang rumit dengan kebanyakan hormon yang dihasilkan oleh sel enteroendokrin ini.

PylorusBerbeda dengan fundus foveolae gastrica lebih dalam. Sel-sel kelenjar hampir

homogen, semua sel mucus kelenjar pylorus sering berkelok-kelok di dalam lamina propria.

11

Page 12: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Kadang-kadang ditemukan nodulus lymphaticus yang menembus sampai tunica submucosa. Tunica muscularis, dengan lapisan circular amat tebal membentuk sphincter.

▲Gambar 7. Mikroskopik Pylorus

Peralihan Gaster-DuodenumPerubahan histologis dari dinding gaster pylorus ke dinding duodenum. Tunica

mucosa epitel toraks, yang pada bagian duodenum mulai terdapat sel goblet. Pada duodenum mulai terdapat tonjolan ke permukaan villus intestinal yang gemuk atau lebar dengan sel goblet dan criptus atau sumur Lieberkuhn. Pada pylorus terdapat kelenjar pylorus.

Ciri khas duodenum adalah adanya kelenjar Brunner atau mucu. Tunica adventitia pada duodenum, tidak terbungkus peritoneum.

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi GasterLO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Fungsi GasterLambung memiliki 3 fungsi utama:

1. Menyimpan makanan yang masuk sampai makanan dapat disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal.

2. Lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCl) dan enzim yang memulai pencernaan protein

3. Melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang tertelan dihaluskan dan dicampur dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran cairan kental yang dikenal sebagai kimus. Isi lambung harus diubah menjadi kimus sebelum dapat dialirkan ke duodenum

LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme PencernaanMulut Lubang masuk makanan (mulut) dibentuk oleh bibir yang mengandung otot dan membantu mengambil, menuntun, dan menampung makanan di mulut. Langit-langit (palatum) yang membentuk atap lengkung rongga mulut, memisahkan mulut dari saluran hidung. Keberadaan struktur ini juga memungkinkan bernapas dan mengunyah atau menghisap berlangsung secara bersamaan. Terdapat uvula yang berperan penting dalam menutup saluran hidung sewaktu menelan. Lidah yang membentuk dasar rongga mulut, terdiri dari otot rangka yang

12

Page 13: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

dikontrol secara volunteer. Gerakan lidah penting dalam menuntun makanan di dalam mulut sewaktu mengunyah dan menelan serta berperan dalam berbicara. Selain ini terdapat taste buds di lidah. Faring berfungsi sebagai saluran bersama untuk system pencernaan (penghubung antara mulut dan esophagus, untuk makanan) dan system pernapasan (dengan membantu memberi akses antara saluran hidung dan trakea, untuk udara).

Langkah pertama proses pencernaan adalah mastikasi atau mengunyah, motilitas mulut yang melibatkan pengirisan, perobekan, penggilingan dan pencampuran makanan oleh gigi.Fungsi mengunyah adalah :

1. Menggiling dan memecahkan makanan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil sehingga makanan mudah ditelan untuk meningkatkan luas permukaan makanan yang akan terkena enzim

2. Mencampur makanan dengan liur3. Merangsang taste buds (selain menghasilkan rasa nikmat kecap yang subyektif tetapi

juga secara reflex meningkatkan sekresi liur, lambung, pancreas dan empedu untuk persiapan bagi kedatangan makanan).

Tindakan mengunyah dapat volunteer, tetapi sebagian besar mengunyah selama makan adalah reflex ritmik yang dihasilkan oleh pengaktifan otot rangka rahang, bibir, pipi, dan lidah sebagai respons terhadap tekanan makanan pada jaringan mulut. Tidak terjadi penyerapan makanan di mulut. Tetapi, sebagian obat dapat diserap oleh mukosa oral, contoh : nitrogliserin-obat vasodilator yang kadang digunakan oleh pasien jantung untuk menghilangkan serangan angina.

Faring dan esophagusMotilitas yang berkaitan dengan faring dan esophagus adalah menelan. Menelan adalah keseluruhan proses memindahkan makanan dari mulut melalui esophagus hingga ke lambung.Menelan adalah reflex tuntas atau gagal terprogram secara berurutan. Menelan dimulai ketika suatu bolus (gumpalan makanan yang tekag dikunyah atau encer) secara sengaja didorong oleh lidah ke belakang mulut menuju faring, yang mengirim impuls aferen ke pusat menelan yang terletak di medulla batang otak. Pusat menelan kemudian secara reflex mengaktifkan dalam urutan yang sesuai otot-otot yang terlibat dalam proses menelan. Menelan dimulai secara volunteer, tetapi sekali dimulai makan gerakan ini tidak bisa dihentikan. Menelan dibagi menjadi 2 tahap, yaitu:

1. Tahap orofaring: berlangsung sekitar 1 detik dan terdiri dari pemindahan bolus dari mulut melalui faring untuk menuju esophagus. Ketika masuk ke faring, bolus makanan harus diarahkan ke dalam esophagus dan dicegah untuk masuk ke lubang-lubang lain yang berhubungan dengan faring. Makanan harus dijaga agar tidak masuk kembali ke mulut, masuk ke saluran hidung atau masuk ke trakea. Semua ini diatur oleh aktivitas-aktvitas terkoordinasi berikut:

Posisi lidah yang menekan langit-langit keras menjaga agar makanan tidak masuk kebali ke mulut sewaktu menelan

Uvula terangkat dan menekan bagian belakang tenggorokan, menutup saluran hidung dari faring sehingga makanan tidak masuk ke hidung.

Makan dicegah masuk ke trakea, terutama oleh elevasi laring dan penutupan erat pita suara di pintu masuk laring atau glottis. Kontraksi otot laring mendekatkan kedua pita suara satu sama lain sehingga pintu masuk glottis tertutup. Bolus juga mendorong suatu lipatan kecil jaringan tulang rawan, epiglottis ke belakang menutuo glottis sebagai proteksi tambahan agar makanan tidak masuk ke saluran napas.

13

Page 14: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Pusat menelan secara singkat menghambat pusat pernapasan di dekatnya Dengan laring dan trake tertutup, otot-otot faring berkontraksi untuk mendorong bolus

ke dalam esophagus.

Gambar.7Sumber: elvin-pasunda.blogspot.com

2. Tahap esophagus: pusat menelan memicu gelombang peristaltic primer yang menyapu dari pangkal ke ujung esophagus, mendorong bolus di depannya menelusuri esophagus untuk masuk ke lambung. Peristaltic adalah kontraksi otot polos sirkular yang bergerak progresif maju, mendorong bolus kebagian di depannya yang masih melemas. Gelombang peristatik butuh waktu sekitar 5-9detik untuk mencapai ujung bawah esophagus. Perambatan gelombang dikontol oleh pusat menelan, dengan persarafan melalui saraf vagus. Jika bolus yang tertelan besar atau lengket, maka bolus akan meregangkan esophagus, merangsang reseptor tekanan di dindingnya. Akibatnya terjadi pengaktifan gelombang peristaltic kedua yang lebih kuat yang diperantarai oleh plexus saraf intrinsic di tempat peregangan. Gelombang peristaltic kedua ini tidak melibatkan pusat menelan. Peregangan esophagus juga secara reflex meningkatkan sekresi liur.

Gambar.8

14

Page 15: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Sumber: geneticworlds.blogspot.com

LambungEmpat aspek motilitas lambung adalah pengisian, penyimpanan, pencampuran dan pengosongan.

1. Pengisian lambungJika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat

mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000 ml) ketika makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat dua faktor berikut ini:

Plastisitas otot lambung. Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos lambung mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar, tidak seperti otot rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan ketegangan. Dengan demikian, saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, serat-serat tersebut melemas tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan otot.

Relaksasi reseptif lambung. Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanan. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami peningkatan tekanan. Tentu saja apabila lebih dari 1 liter makanan masuk, lambung akan sangat teregang dan individu yang bersangkutan merasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh nervus vagus.

2. Penyimpanan lambungSebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan berirama.

Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di daerah fundus bagian atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sphincter pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electrical rhythm) lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung.

Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan corpus lalu ke antrum dan sphincter pylorus. Karena lapisan otot di fundus dan corpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang menjadi jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal.

Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan yang masuk ke lambung dari oesophagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari corpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan.

3. Pencampuran lambungKontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur

dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah sphincter pylorus. Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai sphincter pylorus dan menyebabkan

15

Page 16: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

sphincter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapat didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada sphincter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut, yang disebut retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.

4. Pengosongan lambung

LO.2.3 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Pengosongan LambungKontraksi peristaltik antrum—selain menyebabkan pencampuran lambung—juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sphincter pylorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian, pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum.

Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus intrinsik, nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung. Semakin cepat derajat keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi.

Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih penting untuk mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat bertindak untuk memperlambat pengsongan lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan, sewaktu lambung teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru.

16

Page 17: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Empat factor duodenum terpenting yang mempengaruhi pengosongan lambung adalah lemak, asam, hipertonisitas dan peregangan.

LemakLemak dicerna dan diserap lebih lambat dari pada nutrient lain. Pencernaan dan penyerapan lemak berlangsung hanya di dalam lumen usus halus. Ketika lemak sudah ada di duodenum, pengosongan lambung lebih lanjut ke dalam duodenum terhenti sampai usus halus selesai memproses lemak yang ada di dalamnya.

AsamKarena lambung mengeluarkan HCl, maka kimus yang masuk ke duodenum sangat asam. Kimus ini dinetralkan oleh NaHCO3 yang disekresikan ke dalam lumen duodenum terutama dari pancreas. Asam yang belum ternetralkan akan mengiritasi mukosa duodenum dan menginaktifkan enzim-enzim pencernaan pancreas yang disekresikan ke dalam lumen duodenum. Karena itu, masuk akal jika asam yang belum ternetralkan di duodenum akan menghambat pengosongan lebih lanjut isi lambung yang asam sampai netralisasi selesai.

HipertonisitasSewaktu molekul-molekul protein dan tepung dicerna di lumen duodenum terjadi pembebasan seumlah besar molekul asam amino dan glukosa. Jika penyerapan molekul asam amino dan glukosa tidak mengimbangi kecepatan pencernaan protein dan karbohidrat maka sejumlah besar molekul akan tetap berada di kimus dan meningkatkan osmolaritas isi duodenum. Osmolaritas bergantung pada jumlah molekul yang ada, bukan ukurannya dan 1 molekul protein dapat diuraikan menjadi beberapa ratus molekul asam amino, yang masing-masing memiliki aktivitas osmotic setara dengan molekul protein semula. Hal yang sama berlaku juga pada zat tepung. Karena dapat berdifusi bebas menembus dinding duodenum maka air masuk ke lumen duodenum dari plasma jika osmolaritas duodenum meningkat. Air dalam jumlah besar yang masuk ke usus dari plasma akan menyebabkan peregangan usus dan yang lebih penting, gangguan dirkulasi karena berkurangnya volume plasma. Untuk mencegah efek-efek ini, pengosongan lambung secara reflex dihambat jika osmolaritas isi duodenum mulai meningkat. Karena itu, jumlah makanan yang masuk ke duodenum untuk dicerna lebih lanjut menjadi partikel-partikel yang lebih kecil dan aktif osmotis berkurang sampai proses penyerapan memiliki kesempatan untuk menyusul.

PereganganKimus yang terlalu banyak di duodenum akan menghambat pengosongan isi lambung lebih lanjut agar duodenum memiliki waktu untuk memproses kelebihan volume kimus yang sedang ditampungnya sebelum duodenum menerima kimus tambahan.Adanya satu atau lebih rangsangan ini di duodenum akan mengaktifkan reseptor duodenum yang sesuai, memicu respons saraf atau hormone yang mengerem motilitas lambung dengan mengurangi eksitabilitas otot polos lambung. Penururan aktivitas antrum kemudian memperlambat laju pengosongan lambung. Respons saraf diperantarai melalui pleksus saraf intrinsic (reflex pendek) dan saraf otonom (reflex panjang). Secara kolektif, reflex-refleks ini disebut dengan reflex enterogastrik.Respons hormone melibatkan pelepasan beberapa hormone yang secara kolektif dikenal sebagai enterogastron dari mukosa duodenum. Darah membawa hormone-hormon ini ke lambung, tempat mereka menghambat kontraksi antrum untuk mengurangi pengosongan lambung. Dua enterogastron terpenting adalah sekretin dan kolesistokinin (CCK).LO.2.4 Memahami dan Menjelaskan Pembentukan Asam Lambung

17

Page 18: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lambung turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion hidrogen dan ion klorida secara aktif ditansportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi karena itu diperlukan banyak energi, sel-sel parietal memiliki banyak mitokondria. Klorida juga disekresikan secara aktif tetapi melawan gradien kosentrasi jauh lebih kecil.

Ion hidrogen yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses-proses metabolisme di dalam sel parietal. Apabila H+¿¿ disekresikan, netralitas interior di pertahankan oleh pembentukan H+¿¿ dari asam karbonat untuk menggantikan H+¿¿ yang keluar tersebut.

▲Gambar 8. Pembentukan asam lambung

H2O +CO2 dibantu oleh Carbonat Anhidrase menjadi H2CO3-

↓H+ masuk ke lumen lambung melalui H+K+ATPase

↓HCO3

- bertukar dengan Cl- di plasma↓

H+ berikatan dengan Cl-

Menjadi HCl

LO.2.5 Memahami dan Menjelaskan Sekresi LambungKecepatan sekresi lambung dapat dipengaruhi oleh (1) faktor-faktor yang muncul sebelum makanan mencapai lambung; (2) faktor-faktor yang timbul akibat adanya makanan di dalam lambung; dan (3) faktor-faktor di duodenum setelah makanan meninggalkan lambung. Dengan demikian, diaktifkan, pepsin secara autokatalis mengaktifkan lebih banyak pepsinogen dan memulai pencernaan protein. Sekresi pepsiongen dalam bentuk inaktif mencegah pencernaan protein struktural sel tempat enzim tersebut dihasilkan. Pengaktifan pepsinogen tidak terjadi sampai enzim tersebut menjadi lumen dan berkontak dengan HCl yang disekresikan oleh sel lain di kantung-kantung lambung. Sekresi lambung dibagi menjadi tiga fase—fase sefalik, fase lambung, dan fase usus.

18

Page 19: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

1. Fase sefalik terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke dalam mulut atau tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapat merangsang sekresi lambung. Fase ini sepenuhnya diperantarai oleh nervus vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastric terangsang untuk menyekresi HCl, pepsinogen, dan menambah mucus. Fase sefalik menghasilkan 10% dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.

2. Fase lambung terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama makanan masih ada. Dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi anthrum juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus. Impuls ini merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara langsung merangsang kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh pH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alcohol. Membran sel parietal di fundus dan korpus lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamine dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat beraksi pada sel parietal secara langsung untuk sekresi asam dan juga dapat merangsang pelepasan histamine dari sel snterokromafin dan mukosa untuk sekresi asam. Fase sekresi gastric menghasilkan lebih dari dua per tiga sekresi lambung total setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang berjumlah sekitar 2.000 ml. Fase gastric dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum pilorus , sebab disinilah pembentukan gastrin.

Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa lambung dan memicu refleks lambung. Serabut aferen menjalar ke medula melalui saraf vagus. Serabut eferen parasimpatis menjalar dalam vagus menuju kelenjar lambung untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim pencernaan, dan gastrin.

Fungsi gastrin:- merangsang sekresi lambung,- meningkatkan motilitas usus dan lambung,- mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan merelaksasi sphincter pylorus,- efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas.

Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui penghambatan umpan balik yang didasarkan pada pH isi lambung.- Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam makan, pH lambung akan

rendah dan sekresi lambung terbatas.- Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek pendaparan (buffering) yang

mengakibatkan peningkatan pH dan sekresi lambung.

3. Fase usus terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang kemudian memicu faktor saraf dan hormon.Dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon yang menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung. Meskipun demikian, peranan usus kecil sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih besar. Distensi usus halus menimbulkan refleks

19

Page 20: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

enterogastrik, diperantarai oleh pleksus mienterikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan lambung. Adanya asam (pH <2,5), lemak, dan hasil-hasil pemecahan protein menyebabkan lepasnya beberapa hormon usus. Sekretin, kolesistokinin, dan peptide penghambat gastrik (gastric inhibiting peptide,GIP), semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.

Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat berlangsung selama beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas duodenum dan dibawa dalam sirkulasi menuju lambung.

Sekresi lambung dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang dihasilkan duodenum. Hormon ini dibawa sirkulasi menuju lambung, disekresi sebagai respon terhadap asiditas lambung dengan pH di bawah 2, dan jika ada makanan berlemak. Hormon-hormon ini meliputi gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin (CCK), dan hormon pembersih enterogastron.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Biokimia Gaster

Enzim-enzim pencernaan dan proses pencernaan di gaster

Karbohidrat

20

Tabel 2-1. Stimulasi Sekresi Lambung

Page 21: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Karbohidrat diklasifikasikan menjadi monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa), oligosakarida dan polisakarida (amilum/pati). Dalam kondisi sehari-hari, ada tiga sumber utama karbohidrat dalam diet makanan, yaitu sukrosa (gula pasir), laktosa (gula susu) dan pati/starch (gula tumbuhan).

Pencernaan karbohidrat dimulai semenjak berada di mulut. Enzim ptyalin (α–amilase) yang dihasilkan bersama dengan liur akan memecah polisakarida menjadi disakarida. Enzim ini bekerja di mulut sampai fundus dan korpus lambung selama satu jam sebelum makanan dicampur dengan sekret lambung. Meskipun asam menginaktifkan amilase liur, namun bagian dalam massa makan yang tidak tercampur, bebas dari asam lambung. Karena kontraksi peristaltik di fundus dan korpus sangat lemah.

Enzim amilase juga dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas, di mana ia akan dikirim dan bekerja di lumen usus halus sekitar 15-30 menit setelah makanan masuk ke usus halus. Amilase bekerja dengan cara mengkatalisis ikatan glikosida α(1à4) dan menghasilkan maltosa dan beberapa oligosakarida.

Setelah polisakarida dipecah oleh amilase menjadi disakarida, maka selanjutnya ia kembali dihidrolisis oleh enzim-enzim di usus halus.

Protein

Pencernaan protein (pemutusan ikatan peptida) dilakukan terutama di antrum lambung dan usus halus (duodenum dan jejunum). Sel utama (chief cell) lambung menghasilkan pepsin yang menghidrolisis protein menjadi fragmen-fragmen peptida. Pepsin akan bekerja pada suasana asam (pH 2.0-3.0) dan sangat baik untuk mencerna kolagen (protein yang terdapat pada daging-dagingan).

21

Page 22: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

a. DIGESTI PROTEINPepsin mengawali pencernaan protein. Peristiwa ini merupakan fungsi pencernaan utama lambung. Pepsin dihasilkan oleh chief cell sebagai zimogen yang inaktif, pepsinogen. Pepsinogen ini diaktifkan menjadi pepsin oleh H+, yang memecah suatu polipeptida pelindung untuk memajan pepsin aktif; dan oleh pepsin itu sendiri, yang secara cepat mengaktifkan molekul pepsinogen (autokatalisis). Pepsin memecah protein yang terdenaturasi menjadi derivat polipeptida berukuran besar. Pepsin merupakan enzim endopeptidase karena menghidrolisis ikatan peptida yang terletak di dalam struktur polipeptida utama, bukan yang terletak di dekat residu terminal-amino atau –karboksil, yang merupakan ciri khas eksopeptidase. Enzim ini bersifat spesifik untuk ikatan peptida yang dibentuk oleh asam-asam amino aromatik (misal, tirosin) atau asam-asam amino dikarboksilat (misal, glutamat).

Renin (kimosin, rennet) mengkoagulasi susu

Renin memiliki peran penting pada proses pencernaan oleh bayi karena mencegah susu melintas secara cepat dari dalam lambung. Dengan adanya kalsium, renin mengubah kasein di dalam susu secara ireversibel menjadi parakasein. Pepsin kemudian bekerja pada parakasein ini. Renin dilaporkan tidak ada pada lambung orang dewasa. Enzim ini digunakan dalam pembuatan keju.

b. DIGESTI LIPIDLipase melanjutkan pencernaan triasilgliserol. Panas lambung merupakan faktor penting untuk mencairkan massa lemak yang berasal dai makanan; proses emulsifikasi terjadi dengan bantuan kontraksi peristaltik. Lambung mensekresikan lipase lambung (lipase gastrik) yang pada manusia merupakan lipase praduodenal utama. Lipase lingual dan gastrik memulai pencernaan lemak dengan menghidrolisis triasilgliserol yang mengandung asam lemak rantai pendek, sedang, dan umumnya asam lemak tak jenuh rantai panjang, untuk membentuk terutama asam lemak bebas serta 1,2-diasilgliserol, dengan ikatan sn-3 ester sebagai tempat hidrolisis utamanya. Enzim ini hancur pada nilai pH rendah, tetapi bekerja aktif sesudah makan karena kerja pendaparan yang dimiliki protein makanan di dalam lamung. Nilai pH optimal cukup luas, mulai dari 3,0 hingga 6,0.

22

Page 23: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Peran enzim pencernaan (mekanisme pencernaan secara kimiawi) dan regulasi hormonPrinsip dari aktivitas di perut adalah memulai pencernaan protein. Bagi orang dewasa,

pencernaan terutama dilakukan melalui enzim pepsin. Pepsin memecah ikatan peptide antara asam amino yang membentuk protein. Rantai protein yang terdiri dari asam amino dipecah menjadi fragmen yang lebih kecil yang disebut peptide. Pepsin paling efektif di lingkungan yang sangat asam di perut (pH=2) dan menjadi inaktif di lingkungan yang basa. Pepsin disekresikan menjadi bentuk inaktif yang disebut pepsinogen, sehingga tidak dapat mencerna protein di sel-sel zymogenic yang memproduksinya. Pepsinogen tidak akan diubah menjadi pepsin aktif sampai ia melakukan kontak dengan asam hidroklorik yang disekresikan oleh sel parietal. Kedua, sel-sel lambung dilindungi oleh mukus basa, khususnya setelah pepsin diaktivasi. Mukus menutupi mukosa untuk membentuk hambatan antara mukus dengan getah lambung.

Enzim lain dari lambung adalah lipase lambung. Lipase lambung memecah trigliserida rantai pendek menjadi molekul lemak yang ditemukan dalam susu. Enzim ini beroperasi dengan baik pada pH 5-6 dan memiliki peranan terbatas pada lambung orang dewasa. Orang dewasa sangat bergantung pada enzim yang disekresikan oleh pankreas (lipase pankreas) ke dalam usus halus untuk mencerna lemak. Lambung juga mensekresikan renin yang penting dalam mencerna susu. Renin dan Ca bereaksi pada susu untuk memproduksi curd. Penggumpalan mencegah terlalu seringnya lewatnya susu dari lambung menuju ke duodenum (bagian pertama dari usus halus). Rennin tidak terdapat pada sekresi lambung pada orang dewasa.Gambaran umum hormon pencernaanEmpat hormon pencernaan: Gastrin, sekretin, Kolesistokin, dan gastric inhibitory peptide (peptida inhibitorik lambung)

HORMON SUMBER STIMULUS UTAMA UNTUK SEKRESI

FUNGSI

Gastrin Sel-sel G di daerah Protein di lambung kelenjar pilorus lambung

Merangsang sekresi sel parietal dan sel utama

Meningkatkan motilitas lambung

Sekretin Sel-sel endokrin di mukosa duodenum

Asam di lumen duodenum

Merangsang moilitas ileum

Melemaskan sfingter ileosekum

Menginduksi gerakan massa di kolon

Bersifat trofik bagi mukosa lambung dan usus halus

Menghambat pengosonggan lambung

Kolesistokinin Sel-sel endokrin di mukosa duodenum

Nurien di lumen duodenum, terutama produklemak dan, dengan tingkat yang

Manghambat sekresi NaHCO3 encer oleh sel-sel duktus pankreas

Merangsang sekresi empedu kaya

23

Page 24: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

lebih rendah, produk prote

in

NaHCO3 oleh hati

Bersifat trofik bagi pankreas eksokrin

Menghambat pengosongan lambung

Menghambat sekresi lambung

Menghambat sekresi enzim-enzim pencernaan oleh sel-sel asinus pankreas

Menyebabkan kontraksi kandung empedu

Gastric inhibitory peptide

Sel-sel endokrin di mukosa duodenum

Lemak, endokrinasam, hipertonisias, glukosa dan peregangan di duodenum

Menyebabkan relaksasi sfingter Oddi

Bersifat trofik bagi pankreas eksokrin

Dapat menimbulkan perubahan-perubahan adaptifjangka panjang proporsi enzim-enzim pankreas

Berperan dalam rasa kenyang

Menghambat pengosongan lambung

Menghambat sekresi lambung

Merangsang sekresi insulin oleh pankreas

LI.4 Memahami dan Menjelaskan Sindrom Dyspepsia

LO.4.1 Memahami dan Menjelaskan DefinisiSindroma dispepsia merupakan sekumpulan gejala berupa keluhan nyeri atau rasa

tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu (Bazaldua, et al, 1999).

LO.4.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi1. Infeksi Helicobacter Pylori Sekitar 90% dari tukak duodenum dan 75 % dari tukak lambung berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori. Helicobacter Pylori adalah bakteri gram negatif, hidup dalam suasana asam pada lambung/duodenum, ukuran panjang sekitar 3µm dan diameter 0,5µm, punya ≥ 1 flagel pada salah satu ujungnya, terdapat hanya pada lapisan mukus permukaan epitel antrum lambung, karena pada epithelium lambung terdapat reseptor adherens in vivo yang dikenali oleh H.Pylori, dan dapat menembus sel epitel/antar epitel.

24

Page 25: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Tiga mekanisme terjadinya tukak peptik adalah pertama dengan memproduksi toksik yang menyebabkan kerusakan jaringan lokal. Protease dan fospolipase menekan sekresi mukus sehingga daya tahan mukosa menurun menyebabkan asam lambung berdifusi balik. Hal ini menyebabkan nekrosis jaringan dan akhirnya berkomplikasi menjadi tukak peptik. Kedua mekanisme terjadi tukak peptik dengan menginduksi respon imun lokal pada mukos sehingga terjadi kegagalan respon inflamasi dan reaksi imun untuk mengeliminasi bakteri ini melalui mobilisasi melalui mediator inflamasi & sel-sel limfosit/PMN. Seterusnya, peningkatkan level gastrin menyebabkan meningkatnya sekresi asam lambung yang masuk ke duodenum lalu menjadi tukak duodenum.

2. Sekresi asam lambung Normal produksi asam lambung kira-kira 20 mEq/jam. Pada penderita tukak, produksi asam lambung dapat mencapai 40 mEq/jam.

3. Pertahanan Mukosal Lambung NSAIDs, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain dapat menimbulkan kerusakan pada mukosa lambung akibat difusi balik asam klorida menyebabkan kerusakan jaringan, khususnya pada pembuluh darah.Penggunaan NSAIDs, menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi prostaglandin. Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan NSAIDs melalui 4 tahap yaitu; pertama, penurunkan sekresi mukus dan bikarbonat yang dihasilkan oleh sel epitel pada lambung dan duodenum menyebabkan pertahanan lambung dan duodenum menurun. Kedua, penggunaan NSAIDs menyebabkan gangguan sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa. Ketiga, terjadi penurunan aliran darah mukosa. Hal demikian terjadi akibat hambatan COX-1 akan menimbulkan vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan terjadi nekrosis sel epitel. Tahap keempat berlakunya kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh platelet dan mekanisme koagulasi. Hambatan pada COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal dan mesentrik, dimulai dengan pelepasan protease, radikal bebas oksigen berakibat kerusakan epitel dan endotel menyebabkan statis aliran mikrovaskular sehingga terjadinya iskemia dan akhirnya terjadi tukak peptik.

LO.4.3 Memahami dan Menjelaskan KlasifikasiDispepsia terbagi atas dua subklasifikasi, yakni dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 kelompok, yakni postprandial distress syndrome dan epigastric pain syndrome. Postprandial distress syndrome mewakili kelompok dengan perasaan “begah” setelah makan dan perasaan cepat kenyang, sedangkan epigastric pain syndrome merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan dan tidak begitu terkait dengan makan seperti halnya postprandial distress syndrome.

Sindroma dispepsia ini biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan, yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus. Karena banyaknya penyebab yang menimbulkan kumpulan gejala tersebut, maka sindroma dispepsia dapat diklasifikasian menjadi (1) dispepsia organik dan (2) dispepsia non-organik atau dispepsia fungsional.1. Dispepsia organikDispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Istilah dispepsia organik baru dapat digunakan bila penyebabnya sudah jelas, antara lain:

25

Page 26: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia). Keluhan penderita yang sering diajukan adalah rasa nyeri di ulu hati. Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan, pada tengah malam sering terbangun karena nyeri atau pedih di ulu hati. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak lambung atau di duodenum.

Dispepsia bukan tukak. Mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak. Biasa ditemukan pada gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan tanda-tanda tukak.

Refluks gastroesofageal. Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal yaitu rasa panas di dada dan regurgitasi asam, terutama setelah makan. Bila seseorang mempunyai keluhan tersebut disertai dengan keluhan sindroma dispepsia lainnya, maka dapat disebut sindroma dispepsia refluks gastroesofageal.

Penyakit saluran empedu. Sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan.

Karsinoma. Karsinoma dari saluran cerna sering menimbulkan keluhan sindroma dispepsia. Keluhan yang sering diajukan adalah rasa nyeri di perut, kerluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia, dan berat badan yang menurun.

Pankreatitis. Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut dirasa makin tegang dan kembung. Di samping itu, keluhan lain dari sindroma dispepsi juga ada.

Dispepsia pada sindroma malabsorbsi. Pada penderita ini—di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung—keluhan utama lainnya yang mencolok ialah timbulnya diare profus yang berlendir.

Dispepsia akibat obat-obatan. Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual, dan muntah, misalnya obat golongan NSAID (non steroid anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin), alkohol, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan obat yang dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia.

Gangguan metabolisme. Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroidi mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroidi menyebabkan timbulnya hipomoltilitas lambung. Hiperparatiroidi mungkin disertai rasa nyeri di perut, nausea, vomitus, dan anoreksia.

Tabel 1. Etiologi Dispepsia Organik Esofago-gastro-duodenal

Obat-obatan

Hepatobilier

Pancreas

Penyakit sistemik lain

Tukak peptik, gastritis kronis, gastritis NSAID, keganasan

Antiinflamasi non-steroid, teofilin, digitalis, antibiotik

Hepatitis, kolesistitis, kolelitiasis, keganasan, disfungsi sphincter Odii.

Pankreatitis, keganasan

Diabetes melitus, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan, penyakit

26

Page 27: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

jantung koroner atau iskemik

2. Dispepsia non-organik/fungsionalDispepsia fungsional atau dispepsia non-organik merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik, tetapi merupakan kelainan dari fungsi saluran makanan. Dalam Konsensus Roma III (2006), definisi nya adalah:

Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri ulu hati/ epigastrik, rasa terbakar di epigastrium.

Tidak ada bukti kelainan structural (termasuk di dalamnya pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas) yang dapat menerangkan penyebab keluhan tersebut.

Keluhan ini terjadi selama tiga bulan dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diagnosis ditegakkan.

Dalam usaha untuk mencoba ke arah praktis pengobatan, dispepsia fungsional dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:

Dispepsia tipe seperti ulcus. Yang lebih dominan adalah nyeri epiastric. Dispepsia tipe seperti dismotilitas. Pada dispepsia dismotilitas, umumnya terjadi

gangguan motilitas, di antaranya: waktu pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung yang meningkat.Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia fungsional. Hal ini dapat dijelaskan kembali pada faal saluran cerna pada proses pencernaan yang mendapat mengaruh dari nervus vagus. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung, tetapi memungkinkannya efek dari antral gastrin dan rangsangan lain dari sel parietal. Dengan melihat, mencium bau, atau membayangkan suatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak, yang mengandung HCl dan pepsin. Yang lebih dominan adalah keluhan kembung, mual, muntah, rasa penuh, cepat kenyang.

Dispepsia tipe non-spesifik. Tidak ada keluhan yang dominan.

LO.4.4 Memahami dan Menjelaskan PatofisiologiKerusakan pada mukosa gastroduodenum berpunca daripada ketidakseimbangan antara faktor-faktor yang merusak mukosa dengan faktor yang melindungi mukosa tersebut. Oleh sebab itu, kerusakan mukosa tidak hanya terjadi apabila terdapat banyak faktor yang merusakkan mukosa tetapi juga dapat terjadi apabila mekanisme proteksi mukosa gagal. Faktor pertahanan ini antara lain adalah pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa dan difusi kembali ion hidrogen pada epitel serta regenerasi epitel. Di samping kedua faktor tadi ada faktor yang merupakan faktor predisposisi (kontribusi) untuk terjadinya tukak peptik antara lain daerah geografis, jenis kelamin, faktor stress, herediter, merokok, obat-obatan dan infeksi bakteria agresif.

Pada pengguna NSAIDs, contohnya, indomethacin, diclofenac, dan aspirin (terutamanya pada dosis tinggi), kerjanya yang menghambat enzim siklooksigenase menyebabkan sintesis prostaglandin dari asam arakidonat turut terhambat. Efek yang tidak diinginkan pada penggunaan NSAIDs adalah penghambatan sistesis prostaglandin secara sistemik terutama pada epitel lambung dan duodenum sehingga melemahkan proteksi mukosa. Tukak dapat terjadi setelah beberapa hari atau minggu penggunaan NSAIDs dan efek terhadap hambatan aggregasi trombosit menyebabkan bahaya perdarahan pada tukak (Silbernagl, 2000).

27

Page 28: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Proses patofisiologi yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas viseral.1. Sekresi asam lambung. Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai

tingkat sekresi asam lambung yang rata-rata normal, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.

2. Helicobacter pylori. Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima.

3. Dismotilitas gastrointestinal. Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum. Tapi harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambuk tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut.

4. Ambang rangsang persepsi. Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptor. Berdasarkan studi, tampaknya kasus dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap disetensi balon di gaster atau duodenum.

5. Disfungsi autonom. Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proximal lambung waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.

6. Aktivitas mioelektrik lambung. Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi dilaporkan terjadi pada beberapa kasus dispepsia fungsional, tetapi hal ini bersifat inkonsisten.

7. Hormonal. Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal.

8. Diet dan faktor lingkungan. Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional dibandingkan kasus kontrol.

9. Psikologis. Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Korelasi antara faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dilaporkan dalam studi terbatas adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia, adanya sexual abuse, atau adanya gangguan psikiatrik pada kasus dispepsia fungsional.

LO.4.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi KlinisKeluhan utama yang menjadi kunci untuk mendiagnosis dispepsia adalah adanya nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas. Apabila kelainan organik ditemukan, dipikirkan kemungkinan diagnosis banding dispepsia organik, sedangkan bila tidak ditemukan kelainan organik apa pun, dipikirkan kecurigaan ke arah dispepsia fungsional. Penting diingat bahwa dispepsia fungsional merupakan diagnosis by exclusion, sehingga idealnya terlebih dahulu harus benar-benar dipastikan tidak ada kelainan yang bersifat

28

Page 29: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

organik. Dalam salah satu sistem penggolongan, dispepsia fungsional diklasifi kasikan ke dalam ulcer-like dyspepsia dan dysmotility-like dyspepsia; apabila tidak dapat masuk ke dalam 2 subklasifi kasi di atas, didiagnosis sebagai dispepsia nonspesifik. Esofagogastroduodenoskopi dapat dilakukan bila sulit membedakan antara dispepsia fungsional dan organik, terutama bila gejala yang timbul tidak khas, dan menjadi indikasi mutlak bila pasien berusia lebih dari 55 tahun dan didapatkan tanda-tanda bahaya.

Keluhan yang sering diajukan pada sindroma dispepsia ini adalah:1. Nyeri perut (abdominal discomfort): nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan

duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks local yang memulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.

2. Mual, kadang-kadang sampai muntah: meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi disekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.

3. Nafsu makan berkurang4. Rasa cepat kenyang5. Perut kembung6. Rasa panas di dada dan perut7. Regurgitasi8. Banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (ruktus)Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.

LO.4.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis BandingAnamnesisRiwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan.Gejala (alarm symptom) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena atau jaudice kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas empedu.Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah anak (meninggal, nakal, sakit, tidak punya), hubungan antar manusia (orang tua, mertua, tetangga, adik ipar, kakak), hubungan suami-istri (istri sibuk, istri muda, dimadu, bertengkar,

29

Page 30: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

cerai), pekerjaan dan pendidikan (kegiatan rutin, penggusuran, PHK, pindah jabatan, tidak naik pangkat). Hal ini dapat mengakibatkan eksaserbasi gejala pada beberapa orang.Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia. Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid. Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus duodenum. Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut. Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit esofagus, gastritis erosif dan karsinoma. Sebaliknya bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus duodenum. Pasien DNU lebih sering mengeluhkan gejala di luar GI, ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pasien dengan dyspepsia biasanya normal, kecuali epigastrik terasa sakit. Adanya sakit pada epigastrik tidak secara akurat dapat membedakan dyspepsia organic dengan dyspepsia fungsional. Sakit abdominal pada palpitasi harus dievaluasi dengan tanda Carnett untuk mengetahui apakah sakitnya dari dinding abdomen atau dari inflamasi dibawah visceral. Adanya peningkatan rasa sakit karena regangan otot (test Carnett positif) menandakan bahwa terjadi sakit di dinding abdomen. Tetapi, jika sakitnya menurun (test Carnitt negative), sumber sakit tidak berasal dari dinding abdomen dan biasanya dari organ intra-abdominal, dengan otot dinding abdomen teregang melindungi viscera. Temuan lain pada pemeriksaan fisik adalah: ditemukan massa abdominal (contoh: hepatoma) atau limfadenopati (kanker gastrik periumbal atau supraclavicula sinistra), jaundice (contoh: metastasis liver sekunder) atau anemia sekunder. Ascites mengindikasikan adanya karsinomatosis peritoneal. Pasien dapat mempunyai gejala otot lemah, lemak subkutan hilang dan edema perifer karena berat badan menurun.

Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan darah rutin dan kimia darah termasuk tes fungsi liver harus dilakukan untuk mengidentifikasi pasien dengan kegawatdaruratan (contoh: anemia defisiensi besi) dan penyakit metabolic yang dapat menyebabkan dyspepsia (contoh: diabetes dan hiperkalsemia). Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, seperti pemeriksaan darah, urine, dan tinja secara rutin. Dari pemeriksaan darah, bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak, berarti kemungkinan pasien menderita malabsorbsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya.

Diagnosis Banding1. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dapat menjadi salah satu diagnosis

banding. Umumnya, penderita penyakit ini sering melaporkan nyeri abdomen bagian atas epigastrum/ulu hati yang dapat ataupun regurgitasi asam. Kemungkinan lain, irritable bowel syndrome (IBS) yang ditandai dengan nyeri abdomen (perut) yang rekuren, yang berhubungan dengan buang air besar (defekasi) yang tidak teratur dan perut kembung..

2. Obat-obatan juga dapat menyebabkan sindrom dispepsia, seperti suplemen besi atau kalium, digitalis, teofilin, antibiotik oral, terutama eritromisin dan ampisilin.

30

Page 31: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Mengurangi dosis ataupun menghentikan pengobatan dapat mengurangi keluhan dispepsia. Penyakit psikiatrik juga dapat menjadi penyebab sindrom dispesia. Misalnya pada pasien gengan keluhan multisistem yang salah satunya adalah gejala di abdomen ternyata menderita depresi ataupun gangguan somatisasi. Gangguan pola makan juga tidak boleh dilupakan apalagi pada pasien usia remaja dengan penurunan berat badan yang signifikan.

3. Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat sehingga timbul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, mual, dan muntah. Lebih jauh diabetik radikulopati pada akar saraf thoraks dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian atas. Gangguan metabolisme, seperti hipotiroid dan hiperkalsemia juga dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian atas.

4. Penyakit jantung iskemik kadang-kadang timbul bersamaan dengan gejala nyeri abdomen bagian atas yang diinduksi oleh aktivitas fisik. Nyeri dinding abdomen yang dapat disebabkan oleh otot yang tegang, saraf yang tercepit, ataupun miositis dapat membingungkan dengan dispepsia fungsional. Cirinya terdapat tenderness terlokalisasi yang dengan palpasi akan menimbulkan rasa nyeri dan kelembekan tersebut tidak dapat dikurangi atau dihilangkan dengan meregangkan otot-otot abdomen.

LO.4.7 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan PenunjangPada dasarnya, langkah pemeriksaan penunjang diagnostik adalah untuk mengeksklusi

gangguan organik atau biokimiawi. Pemeriksaan laboratorium (gula darah, fungsi tiroid, fungsi pancreas, dan sebagainya), radiologi (barium meal, USG), dan endoskopi merupakan langkah yang paling penting untuk eksklusi penyebab organik ataupun biokimiawi. Untuk menilai patofisiologinya, dalam rangka mencari dasar terapi yang lebih kausatif, berbagai pemeriksaan dapat dilakukan, walaupun aplikasi klinisnya tidak jarang dinilai masih kontroversial. Misalnya pemeriksaan pH-metri untuk menilai tingkat sekresi asam lambung; manometri untuk menilai adanya gangguan fase III migrating motor complex (MMC); elektrogastrografi, skintigrafi, atau penggunaan pellet radioopaq untuk mengukur waktu pengosongan lambung, Helicobacter pylori, dan sebagainya.

o Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan melalui mulut dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Pada pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh jaringan untuk keperluan biopsi.

Keuntungan dari endoskopi: Lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam duodenum dan dinding

belakang lambung dibandingkan dengan pemeriksaan rontgen lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani pembedahan lambung bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.

o Pemeriksaan dengan barium (juga disebut barium swallow atau seri saluran pencernaan atas) dilakukan jika ulkus tidak dapat ditemukan dengan endoskopi, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan.

o Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom

31

Page 32: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Nyeri lambung yang khas merupakan petunjuk adanya ulkus. Diperlukan beberapa pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis karena kanker lambung juga bisa menyebabkan gejala yang sama.

o Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap secara langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam bisa diukur. Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau sebelum dilakukannya pembedahan.

o Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, seperti pemeriksaan darah, urine, dan tinja secara rutin. I. Darah

Dari pemeriksaan darah, bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi.Ini adalah tes laboratorium non invasif untuk antibodi terhadap H. pylori.Berbagai metode ada, termasuk:- Elisa- melengkapi fiksasi- aglutinasi lateks.

Pengujian antibodi IgG adalah yang paling sensitif seperti pernah terinfeksi dengan organisme respon IgG terlihat pada 95%, respon IgA dalam 68-80% dan respon IgM dalam hanya 14% pasien yang terinfeksi. Mayoritastes dilakukan pada darah dan sensitivitas tes antibodi saliva rendah,mungkin karena mayoritas antibodi IgA saliva adalah bukan IgG .

Serologi H. pylori berguna dalam skrining populasi tetapi sebagian kecil pasien lansia tidak me-mount respons IgG dan sampai dengan 31% pasien dengan serologi positif mungkin tidak memiliki infeksi aktif. Tingkat antibodimenjatuhkan pemberantasan sangat lambat berikut organisme dan hingga 65% dari pasien mungkin tetap positif selama 12 bulan pasca pengobatan.Serologi demikian tidak berguna dalam menilai pemberantasan.

II. Tinja Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak, berarti kemungkinan pasien menderita malabsorbsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya Pengujian antigen tinja mengidentifikasi pylori infeksi aktif H dengan mendeteksi adanya antigen H pylori dalam feses. Tes ini lebih akurat dibandingkan tes antibodi dan lebih murah daripada tes napas urea.

III. Nafas CUBT (Carbon Urea Breath Test)

Tes napas, yang tergantung pada degradasi urease urea untuk menghasilkan karbon dioksida yang kemudian muncul dalam menghembuskan nafas yang merupakan terapi non-invasif. 

Dua metode telah digunakan dengan baik 14C (dosis radioaktif kecil, tapi murah) atau 13C (a, stabil non-radioaktif dosis tetapi lebih mahal). 

Indikasi : Tes ini dapat memastikan sukses pemberantasan dengan syarat pasien tidak menggunakan inhibitor pompa proton (PPI), bismut atau dalam waktu 4 minggu penggunaan antibiotik. Tes yang paling akurat untuk H.Pylori adalah tes napas urea. 

o Radiologis. Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di saluran cerna. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran

32

Page 33: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

cerna bagian atas dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal, akan tampak peristaltik di oesophagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang meninggi, serta sering menutupnya pylorus sehingga sedikit barium yang masuk ke intestinal. Pada tukak, baik di lambung maupun di duodenum, akan terlihat gambaran yang disebut niche, yaitu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin.

o Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang non-invasif. Akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat, dan pada kondisi pasien yang berat sekalipun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kelainan di tractus biliaris, pancreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan di oesophagus dan lambung. Juga untuk mengidentifikasi kelainan padat intraabdomen, misalnya ada batu kandung empedu, kolesistitis, sirosis hati, dsb.

LO.4.8 Memahami dan Menjelaskan KomplikasiPada kebanyakan kasus, dyspepsia bersifat ringan dan hanya terjadi sesekali. Tetapi, dyspepsia berat dapat menyebabkan komplikas, seperti :1. Esofageal strictureDyspepsia kadang disebabkan oleh reflux asam lambung, yang terjadi ketika asam lambung naik ke atas menuju esophagus dan mengiritasi permukaannya. Jika iritasi ini bertambah seiring berjalannya waktu, dapat menyebabkan esophagus menjadi terluka. Luka ini dapat menyebabkan esophagus menyempit dan konstriksi (esophagus stricture). Gejala yang dialami adalah:1. Susah menelan (dysfagia)2. Makanan tersangkut di kerongkongan3. Sakit dada

Esophagus stricture biasanya di terapi dengan operasi untuk memperlebar esofagus 2. Stenosis pylorusDisebabkan oleh iritasi jangka panjang permukaan system pencernaan karena asam lambung. Ini terjadi ketika jalan antara lambung dan duodenum (daerah pylorus) menjadi terluka dan menyempit. Ini dapat menyebabkan muntah dan mencagah makanan yang dimakan dicerna sempurna. Pada kebanyakan kasus, stenosis pylorus diterapi dengan operasi untuk mengembalikan lebar awal pylorus.3. Barret’s esophagus

Reflux asam lambung yang berulang dapat menyebabkan perubahan sel permukaan esophagus bawah. Ini adalah kondisi Barret’s esophagus. Barret’s esophagus biasanya tidak menyebabkan gejala seperti reflux asam lambung lainnya. Tetapi, ada risiko kecil sel yang terkena Barret’s esophagus dapat menjadi kanker dan memicu kanker esophagus.

4. Perdarahan gastrointestinal adalah komplikasi yang paling umum. Perdarahan besar mendadak dapat mengancam jiwa. Ini terjadi ketika ulkus mengikis salah satu pembuluh darah.

5. Perforasi (lubang di dinding) sering mengarah ke konsekuensi bencana. Erosi dinding gastro-usus oleh ulkus menyebabkan tumpahan isi perut atau usus ke dalam rongga perut. Perforasi pada permukaan anterior perut menyebabkan peritonitis akut, awalnya kimia dan kemudian bakteri peritonitis. Tanda pertama adalah sering nyeri perut tiba-tiba intens.

33

Page 34: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Perforasi dinding posterior menyebabkan pankreatitis, sakit dalam situasi ini sering menjalar ke punggung.

6. Jaringan parut dan pembengkakan karena ulkus menyebabkan penyempitan di duodenum dan obstruksi lambung. Pasien sering menyajikan dengan muntah-muntah hebat.

LO.4.9 Memahami dan Menjelaskan PenatalaksanaanDiet dan perubahan gaya hidupJika rasa sakit dan tidak nyaman akibat dyspepsia hanya ringan, dapat melakukan diet dan perubahan gaya hidup.1. Berat badan seimbangKelebihan berat badan dapat meningkatkan tekanan ke lambung, membuat asam lambung mudah terdorong ke atas (esophagus). Dikenal dengan reflux asam dan merupakan penyebab tersering dyspepsia. Jika kelebihan berat bada atau obesitas, penting untuk menurunkan berat badan secara bertahap dengan olahraga teratur dan makan makanan sehat, menyeimbangkan diet2. Berhenti merokok

Bahan kimia asam rokok yang terhirup dapat berpengaruh pada dyspepsia. Bahan kinia ini menyebabkan sfingter antara esophagus dan gaster relaksasi. Menyebabkan asam lambung naik ke atas (esophagus) dengan mudah (reflux asam)

3. Diet dan alcohol4. Makan makanan yang rendah lemak dan pedas5. Kurangi minuman yang mengandung kafein seperti the, kopi, cola6. Waktu tidur

Jika gejala dyspepsia dirasakan pada malam hari, hindari makan 3-4 jam sebelum tidur. Tidur dengan perut penuh berarti meningkatkan risiko asam lambung naik ke esophagus ketika sedang berbaring. Ketika tidur, gunakan beberapa tumpuk bantal agak kepala dan bahu lebih tinggi. Perbedaan tinggi ini dapat membantu agas asma lambung tidak masuk ke esophagus selama tidur

FarmakologiAntagonis Reseptor H21. Cimetidine Ranitidine

Secara reversibel dan kompetitif menghambat reseptor Histamin 2 (H2) terutama pada sel parietal lambung, sehingga memicu penghambatan sekresi asam lambung.Indikasi: Keduanya digunakan untuk mengobati tukak lambung dan tukak duodenum. Akan tetapi manfaat terapi pemeliharaan dalam pencegahan tukak lambung belum diketahui secara jelas. Efek penghambatannya selama 24 jam, Cimetidin 1000 mg/hari menyebabkan penurunan kira-kira 50% dan Ranitidin 300 mg/hari menyebabkan penurunan 70% sekresi asam lambung; sedangkan terhadap sekresi malam hari, masing-masing menyebabkan penghambatan 70% dan 90%.Farmakodinamik: Cimetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung sehingga pada pemberian cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu

34

Page 35: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.Farmakokinetik:

1. CimetidinBioavailabilitas cimetidin sekitar 70% sama dengan pemberian IV atau IM ikatan protein plasma hanya 20%. Absorbsi simetidin diperlambat oleh makanan sehingga cimetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek pada periode paska makan. Absorpsi terutama terjadi pada menit ke 60 -90. Cimetidin masuk kedalam SSP dan kadarnya dalam cairan spinal 10-20% dari kadar serum. Sekitar 50-80% dari dosis IV dan 40% dari dosis oral diekskresi dalam bentuk asal dalam urin. Masa paruh eliminasi sekitar 2 jam.

2. RanitidineBioavailabilitas ranitidine yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7 -3 jam pada orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pasien gagal ginjal. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidine juga memanjang meskipun tidak sebesar pada ginjal.Pada ginjal normal, volume distribusi 1,7 L/kg sedangkan klirens kreatinin 25-35 ml/menit. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah penggunaan ranitidine 150 mg secara oral, dan terikat protein plasma hanya 15%. Ranitidine mengalami metabolism lintas pertama di hati dalam jumlah yang cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidine dan matabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidine yang diberikan IV dan 30% yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin dalam bentuk asal.

Efek Samping: terbatas dan tidak berbahaya: aritmia, vaskulitis, pusing, halusinasi, sakit kepala, confusion, mengantuk, vertigo, eritema multiforme, kemerahan, pankreatitis, anemia haemolitic acquired, agranulositosis, anemia aplastik, granulositopenia, leukopenia, trombositopenia, pansitopenia, gagal hati, anafilaksis, reaksi hipersensitivitas.Interaksi Makanan: Makanan tidak mengganggu absorpsi ranitidin.Interaksi Obat:

1. Cimetidin terikat ole sitokrom P-450 sehingga menurunkan aktivitas enzim mikrosom hati, sehingga obat lain akan terakumulasi bila diberikan bersama Cimetidin. Contohnya: warfarin, fenitoin, kafein, fenitoin, teofilin, fenobarbital, karbamazepin, diazepam, propanolol, metoprolol dan imipramin. Simetidin dapat menghambat alkhohol dehidrogenase dalam mukosa lambung dan menyebabkan peningkatan alkohol serum. Obat ini tak tercampurkan dengan barbiturat dalam larutan IV. Simetidin dapat menyebabkan berbagai gangguan SSP terutama pada pasien lanjut atau dengan penyakit hati atau ginjal.

2. Ranitidin lebih jarang berinteraksi dengan obat lain dibandingkan dengan simetidin. Nifedin, warfarin, teofilin dan metoprolol dilaporkan berinteraksi dengan ranitidin. Selain menghambat sitokrom P-450, Ranitidin dapat juga menghambat absorbsi diazepam dan mengurangi kadar plasmanya sejumlah 25%. Sebaiknya obat yang dapat berinteraksi dengan ranitidin diberi selang waktu minimal 1 jam. Ranitidin dapat menyebabkan gangguan SSP ringan, karena lebih sukar melewati sawar darah otak dibanding simetidin.

35

Page 36: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

3. FamotidinFarmakodinamik: Famotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin tiga kali lebih poten daripada ranitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.Indikasi: Efektivitas obat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung setelah 8 minggu pengobatan sebanding dengan ranitidin dan simetidin. Pada penelitian selama 6 bula famotidin juga mengurangi kekambuhan tukak duodenum yang secara klinis bermakna. Famotidin kira-kira sama efektif dengan AH2 lainnya pada pasien sindrom Zollinger-Ellison meskipun untuk keadaan ini omeprazol merupakan obat terpilih. Efektivitas famotidin untuk profilaksis tukak lambung, refluks esofagitis dan pencegahan tukak stres pada saat ini sedang diteliti.

Efek Samping: Efek samping biasanya ringan dan jarng terjadi misalnya sakit kepala, pusing, konstipasi, dan diare. Seperti halnya dengan ranitidin, famotidin nampaknya lebih baik daripada simetidin karena belum pernah dilaporkan terjadinya efek antiandrogenik. Famotidin harus digunakan hati-hati pada ibu menyusui karena obat ini belum diketahui apakah obat ini diekskresi kedalam air susu ibu.Interaksi Obat: Sampai saat ini interaksi yang bermakna dengan obat lain belum belum dilaporkan meskipun baru diteliti terhadap sejumlah kecil obat. Famotidin tidak mengganggu oksidasi diazepam feofilin, warfarin atau fenitoin di hati. Ketokonazol membutuhkan pH asam untuk bekerja sehingga kurang efektif bial diberikan bersama AH2.Farmakokinetik: Famotidin mencapai kadar puncak diplasma kira-kira dalam 2jam setelah penggunaan secara oral. masa paruh eliminasi 3-8jam dan biovaibilitas 40-50%, Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Setelah dosis oral tunggal sekitar 25% dari dosis ditemukan dalam bentuk asal di urin. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melebihi 20 jam.

4. NizatidinFarmakodinamik: Potensi nitazidin dalam menghambat sekresi asam lambung kurang lebih sama dengan ranitidin.Indikasi: Efektvitas untuk pengobatan gangguan asam lambung sebanding dengan ranitidin dan simetidin. Dengan pemberian satu atau dua kali sehari biasanya dapat menyembuhkan tukak duodeni dalam 8 minggu dan dengan pemberian satu kali sehari nizatidin mencegah kekambuhan. Pada refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellison dan gangguan asam lambung lainnyan nizatidin siperkirakan sama efektif dengan ranitidin meskipun masih diperlukan pembuktian lanjut.Efek Samping: Nizatidin umumnya jarang menimbulkan efek samping. Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi. Peningkatan kadar asam urat dan transaminase serum ditemukan pada beberapa pasien dan nampaknya tidak menimbulkan gejala klinik yang bermakna. Pada tikus nizatidin dosis besar berefek antiandrogrnik, tetapi efek tersebut belum terlihat pada uji klinik. Nizatidin dapat menghambat alkohol dehidrogenase pada mukosa lambung dan menyebabkan kadar alkohol yang lebih tinggi dalam serum. Dalam dosis ekuivalen simetidin, nizatidin tidak menghambat enzim mikrosom hati yang metabolisme obat. Pada sukarelawan sehat tidak dilaporkan terjadinya interaksi obat bila nitazidin diberikan bersama feofilin, lidokain, warfarin, klordiazepoksid, diazepam atau lorezepam. Ketakonazol yang membetuhkan pH asam menjadi kurang efektiftif bila pH lambung lebih tinggi pada pasien yang mendapat AH2.

36

Page 37: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Farmakokinetik: Biovailabilitas oral nizatidin lebih dari 90% dan tidak dipengaruhi oleh makanan atau antikolinergik. Bersihan menurun pada pasien uremik dan usia lanjut. Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1jam, masa paruh plasma sekitar 2 1/2 jam dan lama kerja sampai dengan 10 jam. Nizatidin diekskresi terutama melalui ginjal 90% dari dosisi yang digunakann ditemukan di urin dalam 16 jam.

AntasidaAntasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga efektifitasnya bergantung pada kapasitas penetralan dari antasida tersebut. Kapasitas penetralan (dalam miliequivalen) adalah mEq HCl yang dibutuhkan untuk memepertahankan suspensi antasida pada pH 3,5 selama 10 menit secara in vitro. Peningkatan pH cairan gastric dari 1,3 ke 2,3 terjadi penetralan sebesar 90% dan peningkatan ke pH 3,3 terjadi penetralan sebesar 99% asam lambung.Antasida dapat meningkatkan pH cairan lambung sampai pH 4, dan menghambat aktifitas proteolitik dari pepsin. Antasida tidak melapisi dinding mukosa namun memiliki efek adstringen. Secara kimia antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung membentuk garam dan air. Antasida juga dapat menstimulasi sintesis prostaglandin. Secara umum antasida dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu antasid sistemik dan non sistemik. Seluruh antasida dapat digunakan untuk terapi tukak duodenum dan terbukti efektif untuk tukak lambung akut.1. Antasida sistemikDiabsorpsi dalam usus halus sehingga dapat menyebabkan urin bersifat alkali. Untuk keadaan pasien dengan gangguan ginjal, dapat terjadi alkalosis metabolik sehingga saat ini penggunaannya sudah jarang. Contoh antasida sistemik adalah Natrium bikarbonat (NaHCO3).

Natrium bikarbonatNatrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi. Karbon dioksida yang tebentuk dalam lambung dapat menimbulkan sendawa. Distensi lambung dapat terjadi dan dapat menimbulkan perforasi. Selain menimbulkan alkalosis metabolik, obat ini dapat menyebabkan retensi natrium dan edema. Natrium bikarbonat sudah jarang digunakan sebagai antasid. Obat ini digunakan untuk mengatasi asidosis metabolik, alkalinisasi urin, dan pengobatan lokal pruritus. Natrium bikarbonat tersedia dalam bentuk tablet 500-1000 mg. Satu gram natrium bikarbonat dapat menetralkan 12 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-4 gram. Pemberian dosis besar NaHCO3 atau CaCO3 bersama susu atau krim pada pengobatan tukak peptik dapat menimbulkan sindrom alkali susu (milk alkali syndrom)

2. Antasida non sistemikTidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolik. Salah satunya adalah Magnesium [Mg(OH)2], Aluminium [(Al(OH)3], Kalsium (CaCO3), Magnesium trisilikat (Mg2Si3O8nH2O), Magaldrat.1. Aluminium hidroksida -- Al(OH)3

Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya paling panjang. Al(OH)3 bukan merupakan obat yang unggul dibandingkan dengan obat yang tidak larut lainnya. Al(OH)3 dan sediaanya Al (aluminium) lainnya dapat bereaksi dengtan fosfat membentuk aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil, sehingga eksresi fosfat melalui urin berkurang

37

Page 38: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

sedangkan melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi dengan protein sehingga bersifat astringen. Antasid ini mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Absorsi makanan setelah pemberian Al tidak banyak dipengaruhi dan komposisi tinja tidak berubah. Aluminium juga bersifat demulsen dan adsorben.Efek samping: yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan antasid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorbsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai osteomalasia. Al(OH)3 dapat mengurangi absorbsi bermacam-macam vitamin dan tetrasiklin. Al(OH)3 lebih sering menyebabkan konstipasi pada usia lanjut.Aluminium hidroksida digunakan untuk tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan sebagai adsorben pada keracunan. Antasid Al tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH)3 gel yang mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan 8 mL. Tersedia juga dalam bentuk tablet Al(OH)3 yang mengandung 50% Al2O3. Satu gram Al(OH)3 dapat menetralkan 25 mEq asam. Dosis tunggal yang dianjurkan 0,6 gram.

1. Kalsium karbonatKalsium karbonat merupakan antasid yang efektif karena mula kerjanya cepat, maka daya kerjanya lama dan daya menetralkannya cukup lama.Kalsium karbonat dapar menyebabkan konstipasi, mual, muntah, pendarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal, dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan berdasarkan daya netralisasi asam, tetapi merupakan kerja langsung kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel parietal mengeluarkan HCl (H+). Sebagai akibatnya sekresi asam pada malam hari akan sangat tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi obat ini. Efek serius yang dapat terjadi ialah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia, terutama terjadi pada penggunaan kronik kalisium karbonat bersama susu dan antasid lain (milk alkali syndrom).Pemberian 4 g kalsium karbonat dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan, sedangkan pemberian 8 g dapat menyebabkan hiperkalsemia sedang.Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet 600 mg dan 1000 mg. Satu gram kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-2 gram.

2. Magnesium hidroksida -- Mg(OH)2

Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasid. Obat ini praktis, tidak larut, dan tidak efektif sebelum obat ini berinteraksi dengan HCl membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi denagn HCl akan tetap berada dalam lambung dan akan menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Antasid ini dan natrium bikarbonat sama efektif dalam hal menetralkan HCl.Ion magnesium dalam usus akan cepat diabsorbsi dan cepat dieksresi melalui ginjal, hal ini akan membahayakan pasien yang fungsi ginjalnya kurang baik. Ion magnesium yang diabsorbi akan bersifat sebagai antasid sistemik sehingga dapat menimbulkan alkali uria, tetapi jarang alkalosis.

38

Page 39: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak diabsorbsi, tetapi tetap berada dalam usus dan akan menarik air. Sebanyak 5-10% magnesium diabsorbsi dan dapat menimbulkan kelainan neurologik, neuromuskular, dan kardiovaskular.Sediaan susu magnesium (milk of magnesium) berupa suspensi yang berisi 7-8,55 Mg(OH). Satu ml susu magnesium dap menetralkan 2,7 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 5-30 ml. Bentuk lain ialah tablet susu yang berisi 325 mg Mg(OH)2 yang dapat dinetralkan 11,1 mEq asam.

3. Magnesium trisiklatMagnesium trisiklat (Mg2Si3O8H2O) sebagai antasid non sistemik, bereaksi dalam lambumg sebagai berikut:Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7% silika dari magnesium trisiklat akan diabsorbsi melalui usus dan dieksresi dalam urin. Silika gel dan megnesium trisiklat merupakan adsorben yang baik; tidak hanya mengadsorbsi pepsin tetapi juga protein dan besi dalam makanan. Mula kerja magnesium trisiklat lambat, untuk menetralkan HCl 30% 0,1 N diperlukan waktu 15 menit, sedangkan untuk menetralkan HCl 60% 1,1 N diperlukan waktu satu jam.Dosis tinggi magnesium trisiklat menyebabkan diare. Banyak dilaporkan terjadi batu silikat setelah penggunaan kronik magnesium trisiklat. Ditinjau dari efektivitasnya yang rendah dan potensinya yang dapat menimbulakan toksisitas yang khas, kurang beralasan mengunakan obat ini sebagai antasid.Magnesium trisiklat tersedia dalam bentuk tablet 500mg; dosis yang dianjurkan 1-4 gram. Tersedia pula sebagai bubuk magnesium trisiklat yang mengandung sekurang-kurangnya 20% MgO dan 45% silikon dioksida. Satu gram magnesium trisiklat dapat menetralkan 13-17 mEq asam.

Obat Penghambat Sekresi LambungPenghambat pompa protonPenghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung yang lebih kuat dari AH2. Obat ini bekerja di proses akhir pembentukan asam lambung, lebih distal dari AMP. Saat ini, yang digunakan di klinik adalah omeprazol, esomeprazol, lansoprazol, rebeprazol, dan pantoprazol. Perbedaan antara kelima obat tersebut adalah subtitusi cinci piridin dan/atau benzimidazol. Omeprazol adalah campuran resemik isomer R dan S. Esomeprazol adalah campuran resemik isomer omeprazol (S-omeprazol) yang mengalami eliminasi lebih lambat dari R-omeprazol.Farmakodinamik: Penghambat pompa proton adalah prodrug yang memebutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi sistemik, obat ini akan berdifusi ke parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar, dan mengalami aktivasi di situ membentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfhidril enzim H+, K+, ATP-ase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran sel parietal. Ikatan ini mengakibatkan terjadinya penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung berhenti 80%-95% setelah penghambatan pompa poroton tersebut. Penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi asam lambung basal atau akibat stimulasi, terlepas dari jenis perangsangnya histamin, asetilkolin, atau gastrin. Hambatan ini sifatnya irreversibel, produksi asam kembali dapat terjdai 3-4 hari pengobatan dihentikan.Farmakokinetik: Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut enterik untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini tidak

39

Page 40: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

mengalami aktivasi di lambung sehingga bio-availabilitasnya lebih baik. Tablet yang dipecah dilambung mengalami aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan. Bioalvailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50% karena pengaruh makanan. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan 30 menit setelah makan.Obat ini mempunyai masalah bioalvailabilitas, formulasi berbeda memperlihatkan persentasi jumlah absorbsi yang bervariasi luas. Bioalvailabilitas yang bukan salut enterik meningkat dalam 5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya prosuksi asam lambung setelah obat bekerja. Obat ini dimetabolisme di hati oleh sitokrom P 450 (CYP), terutama CYP2P19 dan CYP3A4.Indikasi: Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik pada AH2 pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu.Efek samping: Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi, flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia, sakit kepala, dan ruam kulit.Sediaan dan posologi: Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan 1 kali/hari selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut enterik 20 mg dan 40 mg, serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan 40 mg.Interaksi Obat1. Omeprazol dengan Diazepam à terjadi peningkatan kadar Diazepam.2. Omeprazol dengan Barbiturat à memanjangkan waktu tidur yang merupakan efek dari

Barbiturat.Obat yang meningkatkan pertahanan mukosa lambung

1. Sulkralfat

Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam dan terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif. Sulkralfat hampir tidak diabsorpsi secara sistemik. Obat yang bekerja sebagai sawar terhadap HCl dan pepsin ini terutama efektif terhadap tukak duodenum. Karena suasana asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, maka pemberian bersama AH2 atau antasid menurunkan biovailabilitas. Efek samping yang tersering adalah konstipasi. Karena sulkralfat mengandung aluminium, penggunaannya pada pasien gagal ginjal harus hati-hati.

Sitoprotektive agent

Agen Cytoprotective merangsang produksi lendir dan meningkatkan aliran darah ke seluruh lapisan saluran pencernaan. Agen ini juga bekerja dengan membentuk lapisan yang melindungi jaringan ulserasi. Contoh agen Cytoprotective termasuk misoprostol dan sukralfat.

Misoprostol (Cytotec)

Misoprostol merupakan analog prostaglandin yang dapat digunakan untuk menurunkan kejadian tukak lambung dan komplikasi jangka panjang pengguna NSAID yang berisiko tinggi.

Sukralfat (Carafate)

Sukralfat mengikat dengan protein bermuatan positif dalam eksudat dan membentuk zat perekat kental yang melindungi lapisan GI terhadap pepsin, asam lambung, dan garam empedu. Hal ini digunakan untuk jangka pendek pengelolaan bisul.

40

Page 41: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Antibiotik Untuk H. pyloriTerdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering

digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik.

Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas.

Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.

Terapi lini pertama :

Urutan prioritaso PPI + amoksisilin + kklaritromisino PPI + metronidazol + klaritromisino PPI + metronidazol + tetrasiklin

Pengobatan dilakukan selama satu minggu.

Terapi lini kedua atau terapi kuadrupel :

Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria gagal adalah 4 minggu pasca terapi, kuman H.pylori tetap positif berdasarkan pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi.

Urutan prioritaso Collodial bismuth subcitrate + PPI + amoksisilin + kklaritromisino Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + klaritromisino Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + tetrasiklin

Bila terapi lini kedua gagal sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan resistensi H.pylori dengan media transport MIU.

Pembedahan

a. Vagotomi- Pemotongan n.vagus menghilangkan fase sefalik- Vagotomi trunkus konvensional: mengurangi sekresi lambung dan motilitas serta

pengosongan- Vagotomi selektif : n.vagus cabang lambung saja yang dipotong- Vagotomi superselektif: potong yang mempersarafi daerah penyekresi asam di lambung

41

Page 42: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

- Vagotomi trunkal posterior dan seromiotomi : dengan laparoskpi,denervasi seluruh kurvatura minor dan kurangi sekresi asam

b. Antrektomi - Pembuangan seluru antrum lambung- Mengilangakan fase hormonal dan fase gastrikc. Gastrektomi parsial- Pembuangan 50-75% distal lambung- Menyebabkan pembuang mukosa penyekresi asam dan pepsin- Setelah itu dilakukan anastomosis lambung dengan duodenum

(gastroduodenostomi/billroth I) atau dengan jejunum (gastrojejunostomi/bilroth II)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Murdani., Gunawan, Jeffri. Dispepsia. Continuing Medical Education.

Awad, El-Sayed I. 2005. Dyspepsia: An Updating Clinical Guideline. Journal of the Medical Research Institut.

Brun, Rita. Functional Dyspepsia

FKUI, Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru

Ganong, W.F . 2008 . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC

http://courses.washington.edu/conj/bess/acid/acidreg.html

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31383/4/Chapter%20II.pdf

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3002577/

http://www.nhs.uk/conditions/indigestion/pages/complications.aspx

Perri, Francesco., Clemente, Rocco., et al. Patterns of Symptoms in Fungsional Dyspepsia: Role of Heliobacter Pylori Infection and Delayed Gastric Emptying. The American Journal of Gastroenterology.

Ringel, Yehuda. Functional Dyspepsia. UNC Division of Gastroenterology and Hepatology.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed. 2.Jakarta: EGC.

Sofwan, Achmad. 2012. Tractus Digestivus. Jakarta: FKUY

42

Page 43: WRAP UP B-07 Sken 1 Git

Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 ed. 4, Jakarta: Interna Publishing

Swanson, Todd A., Kim, Sandra I., dkk., 2012. Essential Biokimia, Edisi 5. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.

Tack, jan et al. Functional Dyspepsia.

Tack, Jan., Bisschops, Rap., dkk., Pathophysiology and Treatment of Functional Dyspepsia. Division of Gastroenterology, Department of Internal Medicine, University Hospital Gasthuisberg, University of Leuven, Leuven, Belgium.

43