UU PPhKomentar Kirim ke Teman Cetak A A A SUSUNAN DALAM SATU
NASKAHUNDANG-UNDANG MENGENAI PAJAK PENGHASILANBAB IKETENTUAN
UMUMPasal 1 (UU No 10 Tahun 1994)Pajak Penghasilandikenakan
terhadap Subyek Pajak atas Penghasilan yang diterima
ataudiperolehnya dalam tahun pajak.Penjelasan Pasal 1Undang-undang
inimengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap Subjek Pajak
berkenaan denganpenghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak. Subjek Pajaktersebut dikenakan pajak apabila menerima
atau memperoleh penghasilan. Subjek Pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan, dalamUndang-undang ini disebut Wajib Pajak.
Wajib Pajakdikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya selama satutahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak
untuk penghasilan dalam bagiantahun pajak, apabila kewajiban pajak
subjektifnya dimulai atau berakhir dalamtahun pajak.Yang dimaksud
dengan tahun pajakdalam Undang-undang ini adalah tahun takwim,
namun Wajib Pajak dapat menggunakantahun buku yang tidak sama
dengan tahun takwim, sepanjang tahun buku tersebutmeliputi jangka
waktu 12 (dua belas) bulan.BAB IISUBYEK PAJAKPasal 2(1)Yang menjadi
Subyek Pajak adalah:
a.1)orang pribadi; (UU No 10 Tahun 1994)
2)warisan yang belum terbagisebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak; (UU No 10 Tahun 1994)
b.badan, (UU No 17 Tahun 2002)
c.bentuk usaha tetap. (UU No 10 Tahun1994)
(2)Subyek pajak terdiri dari Subyek Pajakdalam negeri dan Subyek
Pajak luar negeri. (UU No 7 Tahun 1983)
(3)Yang dimaksud dengan Subyek Pajakdalam negeri adalah :
a.orang pribadi yang bertempattinggal di Indonesia atau orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)bulan, atau orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesiadan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; (UU No 10
Tahun1994)
b.badan yang didirikan ataubertempat kedudukan di Indonesia;(UU
No 7 Tahun 1983)
c.warisan yang belum terbagi sebagai satukesatuan, menggantikan
yang berhak. (UU No 10 Tahun 1994)
(4)Yang dimaksudkan dengan Subyek Pajakluar negeri adalah : (UU
No 10 Tahun 1994)
a.orang pribadi yang tidakbertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183(seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, danbadan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
yangmenjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap diIndonesia;
b.orang pribadi yang tidakbertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183(seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesiayang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan
darimenjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap diIndonesia.
(5)Yang dimaksud dengan bentuk usahatetap adalah bentuk usaha
yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempattinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratusdelapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, atau badanyang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia, untukmenjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa :(UU No 10 Tahun 1994)a.tempat
kedudukan manajemen;
b.cabang perusahaan;
c.kantor perwakilan;
d.gedung kantor;
e.pabrik;
f.bengkel;
g.pertambangan dan penggaliansumber alam, wilayah kerja
pengeboran yang digunakan untuk eksplorasipertambangan;
h.perikanan, peternakan,pertanian, perkebunan, atau
kehutanan;
i.proyek konstruksi, instalasi,atau proyek perakitan;
j.pemberian jasa dalam bentukapapun oleh pegawai atau oleh orang
lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60(enam puluh) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
k.orang atau badan yang bertindakselaku agen yang kedudukannya
tidak bebas;
l.agen atau pegawai dari perusahaanasuransi yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi
asuransi ataumenanggung resiko di Indonesia.
(6)Tempat tinggal orang pribadi atautempat kedudukan badan
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurutkeadaan yang
sebenarnya. (UU No 17 Tahun 2000)
Penjelasan Pasal 2Ayat (1)Pengertian Subjek Pajak meliputi orang
pribadi, warisan yangbelum terbagi sebagai satu kesatuan, badan,
dan bentuk usaha tetap.Huruf aOrang pribadi sebagai Subjek
Pajakdapat bertempat tinggal atau berada di Indonesiaataupun di
luar Indonesia. Warisan yangbelum terbagi sebagai satu kesatuan
merupakan Subjek Pajak pengganti,menggantikan mereka yang berhak
yaitu ahli waris. Penunjukanwarisan yang belum terbagi sebagai
Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agarpengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap
dapatdilaksanakan.Huruf bSebagaimanadiatur dalam Undang-undang
tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan,pengertian Badan
adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuanbaik
yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroanterbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan
Usaha Milik Negaraatau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi, koperasi, danapensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosialpolitik, atau
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan
bentukbadan lainnya termasuk reksadana. Dalam Undang-undang
ini(lihat huruf c berikut), bentuk usaha tetap ditentukan sebagai
Subjek Pajaktersendiri, terpisah dari badan. Oleh karena itu,
walaupun perlakuanperpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak
badan, untuk pengenaan PajakPenghasilan, bentuk usaha tetap
mempunyai eksistensinya sendiri dan tidaktermasuk dalam pengertian
badan.Badan Usaha MilikNegara dan Daerah merupakan Subjek Pajak
tanpa memperhatikan nama danbentuknya, sehingga setiap unit
tertentu dari badan Pemerintah, misalnyalembaga, badan, dan
sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat danPemerintah Daerah
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untukmemperoleh
penghasilan merupakan Subjek Pajak.Unit tertentu dari badan
pemerintah yang memenuhi kriteria berikuttidak termasuk sebagai
Subjek Pajak, yaitu:1)dibentuk berdasarkanperaturan
perundang-undangan yang berlaku;
2)dibiayai dengan dana yangbersumber dari APBN atau APBD;
3)penerimaan lembagatersebut dimasukkan dalam anggaran
Pemerintah Pusat atau Daerah; dan
4)pembukuannya diperiksa olehaparat pengawasan fungsional
negara.
Sebagai Subjek Pajak, perusahaanreksadana baik yang berbentuk
perseroan terbatas maupun bentuk lainnya termasukdalam pengertian
badan.Dalam pengertianperkumpulan termasuk pula asosiasi,
persatuan, perhimpunan, atau ikatan daripihak-pihak yang mempunyai
kepentingan yang sama.Huruf cLihatketentuan dalam ayat (5) dan
penjelasannya.Ayat (2)SubjekPajak dibedakan antara Subjek Pajak
dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. Subjek Pajak dalamnegeri
menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh
penghasilanyang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak,
sedangkan Subjek Pajakluar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak,
sehubungan dengan penghasilan yangditerima dari sumber penghasilan
di Indonesia atau diperoleh melalui bentukusaha tetap di Indonesia.
Dengan perkataan lain WajibPajak adalah orang pribadi atau badan
yang telah memenuhi kewajiban subjektifdan objektif. Sehubungan
dengan pemilikan NPWP, Wajib Pajakorang pribadi yang menerima
penghasilan di bawah PTKP tidak perlu mendaftarkandiri untuk
memperoleh NPWP.Perbedaan yang pentingantara Wajib Pajak dalam
negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalampemenuhan
kewajiban pajaknya, antara lain:a.Wajib Pajak dalam negeridikenakan
pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh
dariIndonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar
negeridikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari
sumber penghasilandi Indonesia.
b.Wajib Pajak dalamnegeri dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan neto dengan tarif umum,sedangkan Wajib Pajak luar
negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilanbruto dengan tarif
pajak sepadan.
c.Wajib Pajak dalamnegeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan sebagai sarana untukmenetapkan pajak yang terutang dalam
suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajakluar negeri tidak wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karenakewajiban pajaknya
dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Bagi Wajib Pajak luarnegeri yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usahatetap di Indonesia,
pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan denganpemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana diatur
dalamUndang-undang ini dan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan
Tata CaraPerpajakan.Ayat (3)Huruf aPada prinsipnya orangpribadi
yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi
yangbertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasukdalam
pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah
mereka yang mempunyai niatuntuk bertempat tinggal di
Indonesia.Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal
di Indonesia ditimbang menurutkeadaan.Keberadaan orangpribadi di
Indonesia lebihdari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah
harus berturut-turut,tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang
tersebut berada di Indonesia dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan
sejak kedatangannya di Indonesia.Huruf bCukup jelasHuruf cWarisan
yang belumterbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak
dalam negeri dianggapsebagai Subjek Pajak dalam negeri dalam
pengertian Undang-undang ini mengikutistatus pewaris. Adapun untuk
pelaksanaan pemenuhan kewajibanperpajakannya, warisan tersebut
menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak.Apabila warisan
tersebut telah dibagi, maka kewajibanperpajakannya beralih kepada
ahli waris.Warisan yang belumterbagi yang ditinggalkan oleh orang
pribadi sebagai Subjek Pajak luar negeriyang tidak menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usahatetap di
Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti
karenapengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi dimaksud melekatpada objeknya.Ayat (4)Huruf a dan
huruf bSubjek Pajak luarnegeri adalah orang pribadi atau badan yang
bertempat tinggal atau bertempatkedudukan di luar Indonesiayang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik
melalui ataupuntanpa melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia,tetapi berada di Indonesia
kurang dari 183 (seratus delapan puluh tiga) haridalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, maka orang tersebut adalah SubjekPajak luar
negeri.Apabila penghasilanditerima atau diperoleh melalui bentuk
usaha tetap, maka terhadap orang pribadiatau badan tersebut
dikenakan pajak melalui bentuk usaha tetap, dan orangpribadi atau
badan tersebut statusnya tetap sebagai Subjek Pajak luar negeri.
Dengandemikian bentuk usaha tetap tersebut menggantikan orang
pribadi atau badansebagai Subjek Pajak luar negeri dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya di Indonesia.Dalamhal penghasilan tersebut
diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap, maka
pengenaan pajaknyadilakukan langsung kepada Subjek Pajak luar
negeri tersebut.Ayat (5)Suatu bentuk usaha tetap mengandung
pengertian adanyasuatu tempat usaha (place of business) yaitu
fasilitas yang dapat berupa tanahdan gedung termasuk juga
mesin-mesin dan peralatan.Tempat usaha tersebutbersifat permanen
dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatandari
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak
didirikandan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.Pengertian
bentuk usahatetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku
agen yang kedudukannyatidak bebas yang bertindak untuk dan atas
nama orangpribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau
tidak bertempat kedudukandi Indonesia.Orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dantidak
bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai
bentukusaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan
dalam menjalankanusaha atau melakukan kegiatan di Indonesia
menggunakan agen, broker atauperantara yang mempunyai kedudukan
bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam
kenyataannyabertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan
perusahaannya sendiri.Perusahaan asuransi yang didirikandan
bertempat kedudukan di luar Indonesiadianggap mempunyai bentuk
usaha tetap di Indonesiaapabila perusahaan asuransi tersebut
menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia atau menanggung
risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di
Indonesia. Menanggungrisiko di Indonesia tidakberarti bahwa
peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di
Indonesia.Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak
tertanggungbertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di
Indonesia.Ayat (6)Penentuan tempattinggal orang pribadi atau tempat
kedudukan badan penting untuk menetapkanKantor Pelayanan Pajak mana
yang mempunyai yurisdiksi pemajakan ataspenghasilan yang diterima
atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut.Padadasarnya
tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan
ditentukanmenurut keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian
penentuan tempat tinggal atautempat kedudukan tidak hanya
didasarkan pada pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih
didasarkan pada kenyataan.Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
oleh DirekturJenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal
seseorang atau tempat kedudukanbadan tersebut antara lain domisili,
alamat tempat tinggal, tempat tinggalkeluarga, tempat menjalankan
usaha pokok atau hal-hal lain yang perludipertimbangkan untuk
memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak.Pasal 2A (UU No 10
Tahun 1994)(1)Kewajiban pajak subjektif orang pribadisebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dimulai pada saat
orangpribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk
bertempat tinggal diIndonesia dan berakhir pada saat meninggal
dunia atau meninggalkan Indonesiauntuk selama-lamanya.
(2)Kewajiban pajak subyektif badansebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (3) huruf b dimulai pada saat badantersebut didirikan
atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada
saatdibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di
Indonesia.
(3)Kewajiban pajak subyektif orangpribadi atau badan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) huruf adimulai pada saat orang
pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha ataumelakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dan
berakhirpada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentukusaha tetap.
(4)Kewajiban pajak subyektif orangpribadi atau badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf bdimulai pada saat orang
pribadi atau badan tersebut menerima atau memperolehpenghasilan
dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima
ataumemperoleh penghasilan tersebut.
(5)Kewajiban pajak subyektif warisanyang belum terbagi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka2) dimulai
pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut danberakhir
pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
(6)Apabila kewajiban pajak subyektiforang pribadi yang bertempat
tinggal atau yang berada di Indonesiahanya meliputi sebagian dari
tahun pajak, maka bagian tahun pajak tersebutmenggantikan tahun
pajak.
Penjelasan Pasal 2APajak Penghasilanmerupakan jenis pajak
subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada SubjekPajak yang
bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan
untuktidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena
itudalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai
dan berakhirnyakewajiban pajak subjektif menjadi penting.Ayat
(1)Kewajiban pajaksubjektif orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesiadimulai pada saat ia lahir di Indonesia. Untuk orang
pribadi yangberada di Indonesia lebihdari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)bulan, kewajiban
pajak subjektifnya dimulai sejak hari pertama ia berada di
Indonesia.Kewajiban pajaksubjektif orang pribadi berakhir pada saat
ia meninggal dunia atau meninggalkanIndonesiauntuk
selama-lamanya.Pengertian meninggalkanIndonesia untukselama-lamanya
harus dikaitkan dengan hal-hal yang nyata pada saat orangpribadi
tersebut meninggalkan Indonesia. Apabila pada saat ia meninggalkan
Indonesiaterdapat bukti-bukti yang nyata mengenai niatnya untuk
meninggalkan Indonesiauntuk selama-lamanya, maka pada saat itu ia
tidak lagi menjadi Subjek Pajakdalam negeri.Ayat (2)Cukup jelasAyat
(3)Bagiorang pribadi yang tidak bertempat tinggal dan berada di
Indonesia tidak lebihdari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari,
dan badan yang tidak didirikan dantidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukankegiatan di
Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap, kewajiban
pajaksubjektifnya dimulai pada saat bentuk usaha tetap tersebut
berada di Indonesiadan berakhir pada saat bentuk usaha tetap
tersebut tidak lagi berada diIndonesia.Ayat (4)Orangpribadi yang
tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga)hari dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesiadan tidak menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetapdi
Indonesia, adalah Subjek Pajak luar negeri sepanjang orang pribadi
ataubadan tersebut mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia.
Hubunganekonomis dengan Indonesiadianggap ada apabila orang pribadi
atau badan tersebut menerima atau memperolehpenghasilan yang
berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.Kewajibanpajak
subjektif orang pribadi atau badan tersebut dimulai pada saat
orangpribadi atau badan mempunyai hubungan ekonomis dengan
Indonesia, yaitu menerimaatau memperoleh penghasilan dari
sumber-sumber di Indonesia dan berakhir padasaat orang pribadi atau
badan tersebut tidak lagi mempunyai hubungan ekonomisdengan
Indonesia.Ayat (5)Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum
terbagidimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi
tersebut, yaitu padasaat meninggalnya pewaris. Sejak saat itu
pemenuhan kewajibanperpajakannya melekat pada warisan tersebut.
Kewajibanpajak subjektif warisan berakhir pada saat warisan
tersebut dibagi kepada paraahli waris. Sejak saat itu pemenuhan
kewajibanperpajakannya beralih kepada para ahli waris.Ayat
(6)Dapatterjadi orang pribadi menjadi Subjek Pajak tidak untuk
jangka waktu satu tahunpajak penuh, misalnya orang pribadi yang
mulai menjadi Subjek Pajak padapertengahan tahun pajak, atau yang
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanyapada pertengahan tahun
pajak. Jangka waktu yang kurang darisatu tahun pajak tersebut
dinamakan bagian tahun pajak yang menggantikan tahunpajak.Pasal
3Tidak termasuk Subjek Pajaksebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
adalah :a.badan perwakilan negara asing; (UUNo 10 Tahun 1994)
b.pejabat-pejabat perwakilandiplomatik, dan konsulat atau
pejabat-pejabat lain dari negara asing, danorang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempattinggal
bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia
dandi Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di
luar jabatanatau pekerjaannya tersebut serta negara yang
bersangkutan memberikanperlakuan timbal balik; (UU No 17 Tahun
2000)
c.organisasi-organisasi internasionalyang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat : (UU No 17Tahun
2000)
1)Indonesia menjadi anggota organisasitersebut;
2)tidak menjalankan usaha ataukegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberianpinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d.pejabat-pejabat perwakilan organisasiinternasional yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syaratbukan
warga negara Indonesiadan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
atau pekerjaan lain untukmemperoleh penghasilan dari Indonesia.(UU
No 17 Tahun 2000)
Penjelasan Pasal 3Huruf a dan huruf bSesuai dengankelaziman
internasional, badan perwakilan negara asing beserta
pejabat-pejabatperwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat
lainnya, dikecualikansebagai Subjek Pajak di tempat mereka mewakili
negaranya.Pengecualian sebagai Subjek Pajakbagi pejabat-pejabat
tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh penghasilanlain di
luar jabatannya atau mereka adalah WargaNegara Indonesia.Dengan
demikian apabila pejabatperwakilan suatu negara asing memperoleh
penghasilan lain di Indonesia di luarjabatan atau pekerjaannya
tersebut, maka ia termasukSubjek Pajak yang dapat dikenakan pajak
atas penghasilan lain tersebut.Huruf cCukup jelasHuruf dCukup
jelasBAB IIIOBYEK PAJAKPasal 4(1)Yang menjadi Objek Pajak
adalahpenghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperolehWajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia,yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajakyang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :a.penggantian atau
imbalanberkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasukgaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uangpensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya,
kecuali ditentukan lain dalamUndang-undang ini; (UU No 10 Tahun
1994)
b.hadiah dari undian ataupekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan; (UU No 10 Tahun 1994)
c.laba usaha; (UU No 10 Tahun1994)
d.keuntungan karena penjualanatau karena pengalihan harta
termasuk : (UU No 10 Tahun 1994)
1)keuntungan karena pengalihanharta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai penggantisaham atau
penyertaan modal;
2)keuntungan yang diperolehperseroan, persekutuan dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepadapemegang saham, sekutu, atau
anggota;
3)keuntungan karena likuidasi,penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihanusaha;
4)keuntungan karena pengalihanharta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepadakeluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan badankeagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha keciltermasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidakada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan
antarapihak-pihak yang bersangkutan;
e.penerimaan kembali pembayaranpajak yang telah dibebankan
sebagai biaya; (UU No 10 Tahun 1994)
f.bunga termasuk premium, diskonto,dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang; (UU No 10 Tahun 1994)
g.dividen, dengan nama dan dalambentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegangpolis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi; (UU No 10 Tahun 1994)
h.royalti; (UU No 10 Tahun 1994)
i.sewa dan penghasilan lainsehubungan dengan penggunaan harta;
(UU No 10 Tahun 1994)
j.penerimaan atau perolehanpembayaran berkala; (UU No 10 Tahun
1994)
k.keuntungan karena pembebasan utang,kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan PeraturanPemerintah; (UU No
17 Tahun 2000)
l.keuntungan karena selisih kursmata uang asing; (UU No 10 Tahun
1994)
m.selisih lebih karena penilaian kembaliaktiva; (UU No 10 Tahun
1994)
n.premi asuransi; (UU No 10 Tahun1994)
o.iuran yang diterima ataudiperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yangmenjalankan usaha atau pekerjaan
bebas; (UU No 17 Tahun 2000)
p.tambahan kekayaan neto yang berasaldari penghasilan yang belum
dikenakan pajak. (UU No 10 Tahun 1994)
(2)Atas penghasilan berupa bungadeposito dan tabungan-tabungan
lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritaslainnya di
bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah danatau
bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya
diaturdengan Peraturan Pemerintah. (UU No 10 Tahun 1994)
(3)Yang Tidak termasuk sebagai ObjekPajak adalah :
a.1)bantuan sumbangan, termasuk zakatyang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentukatau disahkan oleh
Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
2)harta hibahan yang diterima oleh keluargasedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaanatau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasukkoperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan ;
sepanjang tidak ada hubungan denganusaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yangbersangkutan;(UU No 17 Tahun 2000)
b.warisan; (UU No 7 Tahun 1983)
c.harta termasuk setoran tunai yangditerima oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf bsebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; (UU No
10Tahun 1994)
d.penggantian atau imbalansehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalambentuk natura dan atau kenikmatan
dari Wajib Pajak atau Pemerintah; (UU No 10Tahun 1994)
e.pembayaran dari perusahaanasuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; (UU No 10
Tahun1994)
f.dividen atau bagian laba yangditerima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri,koperasi, Badan Usaha
Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, daripenyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan diIndonesia
dengan syarat : (UU No 17 Tahun 2000)
1)dividen berasal dari cadanganlaba yang ditahan; dan
2)bagi perseroan terbatas, BadanUsaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah yang menerima dividen,kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (duapuluh lima
persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha
aktifdi luar kepemilikan saham tersebut;
g.iuran yang diterima ataudiperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh MenteriKeuangan, baik yang dibayar
oleh pemberi kerja maupun pegawai; (UU No 10Tahun 1994)
h.penghasilan dari modal yangditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalambidang-bidang tertentu yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; (UUNo 10 Tahun
1994)
i.bagian laba yang diterima ataudiperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atassaham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi; (UU No 10
Tahun1994)
j.bunga obligasi yang diterima ataudiperoleh perusahaan
reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirianperusahaan
atau pemberian ijin usaha; (UU No 10 Tahun 1994)
k.penghasilan yang diterima ataudiperoleh perusahaan modal
venturaberupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan
dan menjalankanusaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat
badan pasangan usaha tersebut:
1)merupakan perusahaan kecil,menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yangditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan; dan
2)sahamnya tidak diperdagangkan di bursaefek di Indonesia.(UU No
10 Tahun 1994)
Penjelasan Pasal 4Ayat (1)Undang-undang ini menganut prinsip
pemajakan atas penghasilandalam pengertian yang luas, yaitu bahwa
pajak dikenakan atas setiap tambahankemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapunasalnya yang dapat
dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan WajibPajak
tersebut.Pengertian penghasilandalam Undang-undang ini tidak
memperhatikan adanya penghasilan dari sumbertertentu, tetapi pada
adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuanekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran
terbaikmengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut
bersama-sama memikul biaya yangdiperlukan pemerintah untuk kegiatan
rutin dan pembangunan.Dilihat darimengalirnya tambahan kemampuan
ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapatdikelompokkan
menjadi:-penghasilan daripekerjaan dalam hubungan kerja dan
pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium,penghasilan dari praktek
dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dansebagainya;
-penghasilan dariusaha dan kegiatan;
-penghasilan dari modal,yang berupa harta gerak ataupun harta
tak gerak seperti bunga, dividen,royalti, sewa, keuntungan
penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakanuntuk usaha, dan
lain sebagainya;
-penghasilan lain-lain, sepertipembebasan utang, hadiah, dan
lain sebagainya.
Dilihat daripenggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk
konsumsi dan dapat pula ditabunguntuk menambah kekayaan Wajib
Pajak.Karena Undang-undangini menganut pengertian penghasilan yang
luas maka semua jenis penghasilan yangditerima atau diperoleh dalam
suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkandasar pengenaan
pajak. Dengan demikian, apabila dalam satutahun pajak suatu usaha
atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugiantersebut
dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi
horisontal),kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun
demikian, apabilasuatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan
tarif yang bersifat final ataudikecualikan dari Objek Pajak, maka
penghasilan tersebut tidak bolehdigabungkan dengan penghasilan lain
yang dikenakan tarif umum.Contoh-contohpenghasilan yang disebut
dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelaspengertian tentang
penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada
contoh-contohdimaksud.Huruf aSemua pembayaran atau imbalan
sehubungan dengan pekerjaan,seperti upah, gaji, premi asuransi
jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayaroleh pemberi kerja, atau
imbalan dalam bentuk lainnya adalah Objek Pajak.Pengertian imbalan
dalam bentuk lainnya termasuk imbalandalam bentuk natura yang pada
hakekatnya merupakan penghasilan.Huruf bDalam pengertian hadiah
termasuk hadiah dari undian,pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah
undian tabungan, hadiah daripertandingan olahraga dan lain
sebagainya. Yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang
diberikansehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang
diterima sehubungandengan penemuan benda-benda purbakala.Huruf
cCukup jelasHuruf dApabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga
yang lebihtinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga
atau nilai perolehan,maka selisih harga tersebut merupakan
keuntungan. Dalam halpenjualan harta tersebut terjadi antara badan
usaha dengan pemegang sahamnya,maka harga jual yang dipakai sebagai
dasar untuk penghitungan keuntungan daripenjualan tersebut adalah
harga pasar.MisalnyaPT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam
kegiatan usahanya dengan nilaisisa buku sebesar Rp40.000.000,00
(empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut dijual dengan harga
Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengandemikian keuntungan
PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalahRp
20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Apabilamobil tersebut dijual
kepada salah seorang pemegang sahamnya dengan harga Rp50.000.000,00
(limapuluh juta rupiah), maka nilai jualmobil tersebut tetap
dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00(enam
puluh juta rupiah). Selisih sebesar Rp 20.000.000,00(dua puluh juta
rupiah) merupakan keuntungan bagi PT S, dan bagi pemegang saham
yang membelimobil tersebut selisih sebesar Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) merupakanpenghasilan.Apabila suatu
badandilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih
antara harga jualberdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku
harta tersebut, merupakan ObjekPajak. Demikian juga selisih lebih
antara harga pasardengan nilai sisa buku dalam hal terjadi
penggabungan, peleburan, pemekaran,pemecahan, dan pengambilalihan
usaha merupakan penghasilan.Dalam hal terjadipengalihan harta
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka
keuntunganberupa selisih antara harga pasar dari harta yang
diserahkan dengan nilaibukunya merupakan penghasilan.Keuntungan
berupa selisih antaraharga pasar dengan nilai perolehan atau nilai
sisa buku atas pengalihan hartaberupa hibah, bantuan atau sumbangan
dianggap sebagai penghasilan bagi pihakyang mengalihkan, kecuali
harta tersebut dialihkan kepada keluarga sedarahdalam garis
keturunan lurus satu derajat, serta badan keagamaan atau
badanpendidikan atau badan sosial termasuk yayasan atau pengusaha
kecil termasuk koperasi yang ditetapkan olehMenteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikanatau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.Huruf ePengembalian pajak yang telahdibebankan sebagai
biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak, merupakanObjek
Pajak.Sebagai contoh, PajakBumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan
dibebankan sebagai biaya, yang karenasesuatu sebab dikembalikan,
maka jumlah sebesar pengembalian tersebut
merupakanpenghasilan.Huruf fDalam pengertian bunga termasuk pula
premium, diskonto danimbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang.Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di
atasnilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat
obligasi dibeli di bawah nilainominalnya. Premium tersebut
merupakan penghasilan bagi yangmenerbitkan obligasi dan diskonto
merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.Huruf gDividen
merupakan bagian laba yang diperoleh pemegangsaham atau pemegang
polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasiyang
diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen
adalah:1)pembagian laba baik secaralangsung ataupun tidak langsung,
dengan nama dan dalam bentuk apapun;
2)pembayaran kembalikarena likuidasi yang melebihi jumlah modal
yang disetor;
3)pemberian saham bonusyang dilakukan tanpa penyetoran termasuk
saham bonus yang berasal darikapitalisasi agio saham;
4)pembagian laba dalambentuk saham;
5)pencatatan tambahanmodal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6)jumlah yang melebihi jumlahsetoran sahamnya yang diterima atau
diperoleh pemegang saham karena pembeliankembali saham-saham oleh
perseroan yang bersangkutan;
7)pembayaran kembaliseluruhnya atau sebagian dari modal yang
disetorkan, jika dalam tahun-tahunyang lampau diperoleh keuntungan,
kecuali jika pembayaran kembali itu adalahakibat dari pengecilan
modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
8)pembayaran sehubungandengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda-tandalaba tersebut;
9)bagian labasehubungan dengan pemilikan obligasi;
10)bagian laba yangditerima oleh pemegang polis;
11)pembagian berupa sisahasil usaha kepada anggota koperasi;
12)pengeluaran perusahaan untuk keperluanpribadi pemegang saham
yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Dalam praktek seringdijumpai pembagian atau pembayaran dividen
secara terselubung, misalnya dalamhal pemegang saham yang telah
menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjamankepada perseroan
dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabilaterjadi hal
yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkandengan
tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai
dividen.Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut
tidakboleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang
bersangkutan.Huruf hPadadasarnya imbalan berupa royalti terdiri
dari tiga kelompok, yaitu imbalan sehubungandengan penggunaan:1)hak
atas harta tak berwujud,misalnya hak pengarang, paten, merek
dagang, formula, atau rahasiaperusahaan;
2)hak atas harta berwujud,misalnya hak atas alat-alat industri,
komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksuddengan alat-alat
industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiapperalatan
yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan
yangdigunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan
pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya;
3)informasi, yaitu informasi yang belumdiungkapkan secara umum,
walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnyapengalaman di bidang
industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasidimaksud
adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga
pemiliknyatidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan
informasi tersebut. Tidaktermasuk dalam pengertian informasi di
sini adalah informasi yang diberikan oleh misalnya akuntan
publik,ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang
keahliannya, yang dapatdiberikan oleh setiap orang yang mempunyai
latar belakang disiplin ilmu yangsama.
Huruf iDalampengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau
diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
penggunaanharta gerak atau harta tak gerak, misalnya sewa mobil,
sewa kantor, sewa rumah,dan sewa gudang.Huruf jPenerimaan berupa
pembayaran berkala, misalnya"alimentasi" atau tunjangan seumur
hidup yang dibayar secaraberulang-ulang dalam waktu tertentu.Huruf
kPembebasan utang olehpihak yang berpiutang dianggap sebagai
penghasilan bagi pihak yang semulaberutang, sedangkan bagi pihak
yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun demikian,
denganPeraturan Pemerintahdapat ditetapkan bahwa pembebasan utang
debiturkecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra),
Kredit Usaha Tani(KUT), kredit untuk perumahan sangat sederhana,
serta kredit kecil lainnyasampai dengan jumlah tertentu
dikecualikan sebagai Objek Pajak.Huruf lKeuntungan karena selisih
kurs dapat disebabkan fluktuasikurs mata uang asing atau adanya
kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter. Atas keuntunganyang
diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing, pengenaan
pajaknyadikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut oleh Wajib
Pajak dengan syaratdilakukan secara taat asas.Huruf mSelisihlebih
karena penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19merupakan penghasilan.Huruf nDalampengertian premi asuransi
termasuk premi reasuransi.Huruf oCukup jelasHuruf pTambahan
kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasipenghasilan baik
yang telah dikenakan pajak dan yang bukan Objek Pajak sertayang
belum dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya tambahankekayaan
neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan
pajakdan yang bukan Objek Pajak, maka tambahan kekayaan neto
tersebut merupakanpenghasilan.Ayat (2)Sesuai dengan ketentuandalam
ayat (1), penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan
lainnya,penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di
bursa efek,penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau
bangunan, sertapenghasilan tertentu lainnyamerupakanObjek Pajak.
Tabungan masyarakat yang disalurkan melalui perbankan dan bursaefek
merupakan sumber dana bagi pelaksanaanpembangunan, sehingga
pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal daritabungan
masyarakat tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri
dalampengenaan pajaknya.Pertimbangan-pertimbangan yang
mendasaridiberikannya perlakuan tersendiri dimaksud antara
lainadalah kesederhanaan dalam pemungutan pajak, keadilan dan
pemerataan dalampengenaan pajaknya serta memperhatikan perkembangan
ekonomi dan moneter. Pertimbangan tersebut juga mendasari perlunya
pemberian perlakuantersendiri terhadap pengenaan pajak atas
penghasilan dari pengalihan hartaberupa tanah dan atau bangunan,
serta jenis-jenis penghasilan tertentu lainnya.Oleh karena itu
pengenaan Pajak Penghasilan termasuk sifat, besarnya, dan tatacara
pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan atas
jenis-jenis penghasilan tersebut diatur tersendiri dengan
PeraturanPemerintah.Denganmempertimbangkan kemudahan dalam
pelaksanaan pengenaan serta agar tidakmenambah beban administrasi
baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat JenderalPajak, maka
pengenaan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini dapat
bersifatfinal.Ayat (3)Huruf aBantuan atau sumbanganbagi pihak yang
menerima bukan merupakan Objek Pajak sepanjang diterima tidakdalam
rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan,
atauhubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Zakat
yang diterimaoleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan olehPemerintah dan para penerima zakat yang
berhak diperlakukan samaseperti bantuan atau sumbangan. Yang
dimaksud dengan zakatadalah zakat sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentangPengelolaan Zakat.Hubungan
usaha antarapihak yang memberi dan yang menerima dapat terjadi,
misalnya PT A sebagaiprodusen suatu jenis barang yang bahan
bakuutamanya diproduksi oleh PT B. Apabila PT B memberikan
sumbangan bahan baku kepada PT A, maka sumbangan bahan baku yang
diterima oleh PT A merupakan ObjekPajak.Harta hibahan bagi pihak
yang menerima bukan merupakan Objek Pajak apabila diterima oleh
keluarga sedarah dalam garisketurunan lurus satu derajat, dan oleh
badan keagamaan atau badan pendidikanatau badan sosial termasuk
yayasan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yangditetapkan oleh
Menteri Keuangan, sepanjang diterima tidak dalam rangkahubungan
kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan
penguasaanantara pihak-pihak yang bersangkutan.Huruf bCukup
jelasHuruf cPada prinsipnya harta, termasuk setoran tunai,
yangditerima oleh badan merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi
badan tersebut. Namun karenaharta tersebut diterima sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal, makaberdasarkan ketentuan
ini, harta yang diterima tersebut bukan merupakan ObjekPajak.Huruf
dPenggantianatau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan
berkenaan dengan pekerjaanatau jasa merupakan tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang.Penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura seperti beras,gula dan sebagainya, dan
imbalan dalam bentuk kenikmatan seperti penggunaanmobil, rumah,
fasilitas pengobatan dan lain sebagainya, bukan merupakan
ObjekPajak.Apabila yang memberi imbalan berupa natura
ataukenikmatan tersebut bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang
dikenakan PajakPenghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan
Pajak Penghasilanberdasarkan norma penghitungan khusus deemed
profit,maka imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut
merupakan penghasilanbagi yang menerima atau
memperolehnya.Misalnya, seorangpenduduk Indonesia menjadipegawai
pada suatu perwakilan diplomatik asing di Jakarta. Pegawai
tersebutmemperoleh kenikmatan menempati rumah yang disewa oleh
perwakilan diplomatiktersebut atau kenikmatan-kenikmatan lainnya.
Kenikmatan-kenikmatantersebut merupakan penghasilan bagi pegawai
tersebut, sebab perwakilandiplomatik yang bersangkutan bukan
merupakan Wajib Pajak.Huruf ePenggantian atau santunan yangditerima
oleh orang pribadi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
polisasuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, danasuransi bea siswa, bukan merupakan Objek
Pajak. Halini selaras dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
d, yaitu bahwa premiasuransi yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi untuk kepentingan dirinyatidak boleh dikurangkan dalam
penghitungan Penghasilan Kena Pajak.Huruf fBerdasarkan
ketentuanini, dividen yang dananya berasal dari laba setelah
dikurangi pajak danditerima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri,koperasi, dan Badan Usaha Milik
Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, daripenyertaannya pada badan
usaha lainnya yang didirikan dan bertempat kedudukandi Indonesia,
dengan penyertaan sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima
persen),dan penerima dividen tersebut memperoleh penghasilan dari
usaha riil di luarpenghasilan yang berasal dari penyertaan
tersebut, tidak termasuk Objek Pajak. Yang dimaksud dengan Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha MilikDaerah dalam ayat ini
antara lain adalah perusahaan perseroan (Persero), bankpemerintah,
bank pembangunan daerah, dan Pertamina.Perluditegaskan bahwa dalam
hal penerima dividen atau bagian laba adalah Wajib Pajakselain
badan-badan tersebut di atas, seperti orang pribadi baik dalam
negerimaupun luar negeri, firma, perseroan komanditer, yayasan dan
organisasi sejenisdan sebagainya, maka penghasilan berupa dividen
atau bagian laba tersebut tetapmerupakan Objek Pajak.Huruf
gPengecualiansebagai Objek Pajak berdasarkan ketentuan ini hanya
berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat
pengesahandari Menteri Keuangan. Yang dikecualikan dari Objek
Pajakadalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik atas
beban sendiri maupunyang ditanggung pemberi kerja. Pada dasarnya
iuran yang diterima oleh dana pensiun tersebut merupakan dana milik
dari pesertapensiun, yang akan dibayarkan kembali kepada mereka
pada waktunya. Pengenaan pajak atas iuran tersebut berarti
mengurangi hak parapeserta pensiun, dan oleh karena itu iuran
tersebut dikecualikan sebagai ObjekPajak.Huruf hSebagaimanatersebut
dalam huruf g, pengecualian sebagai Objek Pajak berdasarkan
ketentuanini hanya berlaku bagi dana pensiun yang pendiriannyatelah
mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan. Yangdikecualikan dari
Objek Pajak dalam hal ini adalah penghasilan dari modal
yangditanamkan di bidang-bidang tertentu berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan.Penanaman modal oleh dana pensiun dimaksudkan
untuk pengembangan dan pemupukan dana untukpembayaran kembali
kepada peserta pensiun di kemudian hari, sehingga penanamanmodal
tersebut perlu diarahkan pada bidang-bidang yang tidak
bersifatspekulatif atau yang berisiko tinggi. Oleh karena
itupenentuan bidang-bidang tertentu dimaksud ditetapkan dengan
Keputusan MenteriKeuangan.Huruf iUntukkepentingan pengenaan pajak,
badan-badan sebagaimana disebut dalam ketentuanini yang merupakan
himpunan para anggotanya dikenakan pajak sebagai satu
kesatuan,yaitu pada tingkat badan tersebut. Oleh karena itu,
bagianlaba yang diterima oleh para anggota badan tersebut bukan
lagi merupakan ObjekPajak.Huruf jPerusahaan reksadanaadalah
perusahaan yang kegiatan utamanya melakukan investasi,
investasikembali, atau jual beli sekuritas. Bagi pemodal
khususnyapemodal kecil, perusahaan reksadana merupakan salah satu
pilihan yang amanuntuk menanamkan modalnya.Dalam rangka
mendorongtumbuhnya perusahaan reksadana, maka bunga obligasi yang
diterima olehperusahaan reksadana dikecualikan sebagai Objek Pajak
selama lima tahun pertamasejak perusahaan reksadana tersebut
didirikan atau sejak diperolehnya izinusaha.Huruf kPerusahaan modal
ventura adalah suatuperusahaan yang kegiatan usahanya membiayai
badan usaha (sebagai pasanganusaha) dalam bentuk penyertaan modal
untuk suatu jangka waktu tertentu.Berdasarkan ketentuan ini, bagian
laba yang diterima atau diperoleh dariperusahaan pasangan usaha
tidak termasuk sebagai Objek Pajak, dengan syaratperusahaan
pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan kecil, menengah,
atauyang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam
sektor-sektor tertentuyang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan
saham perusahaan tersebut tidakdiperdagangkan di bursa efek di
Indonesia.Apabila pasangan usaha perusahaanmodal ventura
memenuhiketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf f, maka
dividen yangditerima atau diperoleh perusahaan modal venturabukan
merupakan Objek Pajak.Agar kegiatan perusahaan modal venturadapat
diarahkan kepada sektor-sektor kegiatan ekonomi yang memperoleh
prioritasuntuk dikembangkan, misalnya untuk meningkatkan ekspor non
migas, maka usahaatau kegiatan dari perusahaan pasangan usaha
tersebut diatur oleh MenteriKeuangan.Mengingat perusahaan modal
ventura merupakan alternatifpembiayaan dalam bentuk penyertaan
modal, maka penyertaan modal yang akandilakukan oleh perusahaan
modal venturadiarahkan pada perusahaan-perusahaan yang belum
mempunyai akses ke bursa efek.Pasal 5 (UU No 10 Tahun 1994)(1)Yang
menjadi Obyek Pajak bentukusaha tetap adalah :a.penghasilan dari
usaha ataukegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang
dimiliki ataudikuasai;
b.penghasilan kantor pusat dariusaha atau kegiatan, penjualan
barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan
yangdijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di
Indonesia;
c.penghasilan sebagaimana tersebut dalamPasal 26 yang diterima
atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapathubungan efektif
antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yangmemberikan
penghasilan dimaksud.
(2)Biaya-biaya yang berkenaan denganpenghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c bolehdikurangkan dari
penghasilan bentuk usaha tetap.
(3)Dalam menentukan besarnya labasuatu bentuk usaha tetap :
a.biaya administrasi kantor pusatyang diperbolehkan untuk
dibebankan adalah biaya yang berkaitan denganusaha atau kegiatan
bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan olehDirektur Jenderal
Pajak;
b.pembayaran kepada kantor pusatyang tidak diperbolehkan
dibebankan sebagai biaya adalah :
1)royalti atau imbalan lainnyasehubungan penggunaan harta,
paten, atau hak-hak lainnya;
2)imbalan sehubungan denganjasa manajemen dan jasa lainnya;
3)bunga, kecuali bunga yangberkenaan dengan usaha perbankan;
c.pembayaran sebagaimana tersebut padahuruf b yang diterima atau
diperoleh dari kantor pusat tidak dianggapsebagai Obyek Pajak,
kecuali bunga yang berkenaan dengan usahaperbankan."
Penjelasan Pasal 5Orangpribadi yang tidak bertempat tinggal atau
badan yang tidak didirikan dan tidakbertempat kedudukan di
Indonesiayang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
suatu bentuk usaha tetapdi Indonesia, dikenakan pajakdi
Indonesiamelalui bentuk usaha tetap tersebut.Ayat (1)Huruf aBentuk
usaha tetap dikenakan pajak atas penghasilan yangberasal dari usaha
atau kegiatan dan dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan
demikiansemua penghasilan tersebut dikenakan pajak di
Indonesia.Huruf bBerdasarkan ketentuanini penghasilan kantor pusat
yang berasal dari usaha atau kegiatan, penjualanbarang dan
pemberian jasa, yang sejenis dengan yang dilakukan oleh bentuk
usahatetap dianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap, karena
pada hakekatnyausaha atau kegiatan tersebut termasuk dalam ruang
lingkup usaha atau kegiatandan dapat dilakukan oleh bentuk usaha
tetap.Usaha atau kegiatanyang sejenis dengan usaha atau kegiatan
bentuk usaha tetap, misalnya terjadiapabila sebuah bank di luar
Indonesia yang mempunyai bentuk usaha tetap diIndonesia, memberikan
pinjaman secara langsung tanpa melalui bentuk usahatetapnya kepada
perusahaan di Indonesia.Penjualan barang yangsejenis dengan yang
dijual oleh bentuk usaha tetap, misalnya kantorpusat di luar negeri
yang mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia menjual produk yang
sama dengan produkyang dijual oleh bentuk usaha tetap tersebut
secara langsung tanpa melaluibentuk usaha tetapnya kepada pembeli
di Indonesia.Pemberian jasa olehkantor pusat yang sejenis dengan
jasa yang diberikan oleh bentuk usaha tetap,misalnya kantor pusat
perusahaan konsultan di luar Indonesiamemberikan konsultasi yang
sama dengan jenis jasa yang dilakukan bentuk usaha tetap tersebut
secara langsung tanpa melalui bentuk usahatetapnya kepada klien di
Indonesia.Huruf cPenghasilan sepertidimaksud dalam Penjelasan Pasal
26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat dianggap sebagai
penghasilan bentuk usaha tetapdi Indonesia,apabila terdapat
hubungan efektif antara harta atau kegiatan yang
memberikanpenghasilan dengan bentuk usaha tetap tersebut.Misalnya,
X Inc.menutup perjanjian lisensi dengan PT Y untuk mempergunakan
merek dagang X Inc.Atas penggunaan hak tersebut X Inc. menerima
imbalan berupa royalti dari PT Y.Sehubungan dengan perjanjian
tersebut X Inc. juga memberikan jasa manajemenkepada PT Y melalui
suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dalam rangkapemasaran produk
PT Y yang mempergunakan merek dagang tersebut. Dalam hal demikian,
penggunaan merek dagang oleh PT Y mempunyaihubungan efektif dengan
bentuk usaha tetap di Indonesia, dan oleh karena itupenghasilan X
Inc. yang berupa royalti tersebut diperlakukan sebagaipenghasilan
bentuk usaha tetap.Ayat (2)Cukup jelasAyat (3)Huruf
aBiaya-biayaadministrasi yang dikeluarkan oleh kantor
pusatsepanjang digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan bentuk
usaha tetap di Indonesia,boleh dikurangkan dari penghasilan bentuk
usaha tetap tersebut. Jenis serta besarnya biaya yang boleh
dikurangkan tersebutditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.Huruf b
dan huruf cPada dasarnya bentuk usaha tetap merupakan satu kesatuan
dengan kantorpusatnya, sehingga pembayaran oleh bentuk usaha tetap
kepada kantor pusatnya,seperti royalti atas penggunaan harta kantor
pusat, merupakan perputaran danadalam satu perusahaan. Oleh karena
itu, berdasarkan ketentuan ini pembayaranbentuk usaha tetap kepada
kantor pusatnya beruparoyalti, imbalan jasa, dan bunga tidak boleh
dikurangkan dari penghasilanbentuk usaha tetap. Namun apabila
kantor pusat danbentuk usaha tetapnya bergerak dalam bidang usaha
perbankan, maka pembayaranberupa bunga pinjaman dapat dibebankan
sebagai biaya.Sebagai konsekuensi dari perlakuan
tersebut,pembayaran-pembayaran yang sejenis yang diterima oleh
bentuk usaha tetap dari kantor pusatnya tidak dianggap sebagai
Objek Pajak, kecualibunga yang diterima oleh bentuk usaha tetap
dari kantor pusatnya yang berkenaandengan usaha perbankan.Pasal
6(1)Besarnya Penghasilan Kena Pajakbagi Wajib Pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkanpenghasilan bruto
dikurangi :
a.biaya untuk mendapatkan, menagih,dan memelihara penghasilan,
termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaandengan pekerjaan
atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,gratifikasi, dan
tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa,royalti,
biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi,
biayaadministrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan; (UU No 17
Tahun 2000)
b.penyusutan atas pengeluaran untukmemperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperolehhak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahunsebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; (UU 10 Tahun 1994)
c.iuran kepada dana pensiun yangpendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan; (UU 10 Tahun 1994)
d.kerugian karena penjualan ataupengalihan harta yang dimiliki
dan digunakan dalam perusahaan atau yangdimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan; (UU 10 Tahun1994)
e.kerugian dari selisih kurs matauang asing; (UU No 17 Tahun
2000)
f.biaya penelitian dan pengembanganperusahaan yang dilakukan di
Indonesia;(UU 10 Tahun 1994)
g.biaya bea siswa, magang, danpelatihan; (UU 10 Tahun 1994)
h.piutang yang nyata-nyata tidak dapatditagih, dengan syarat :
(UU No 17 Tahun 2000)1)telah dibebankan sebagai biayadalam laporan
laba rugi komersial;
2)telah diserahkan perkarapenagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau Badan Urusan Piutang dan LelangNegara (BUPLN) atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusanpiutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
3)telah dipublikasikan dalampenerbitan umum atau khusus; dan
4)Wajib Pajak harus menyerahkandaftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak,yang pelaksanaannya diatur
lebih lanjut denganKeputusan Direktur Jenderal Pajak.
(2)Apabila penghasilan bruto setelahpengurangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, makakerugian tersebut
dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajakberikutnya
berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. (UU No 17 Tahun
2000)
(3)Kepada orang pribadi sebagaiWajib Pajak dalam negeri
diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak KenaPajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. (UU No 10 Tahun 1994)
Penjelasan Pasal 6Ayat (1)Beban-beban yang dapat dikurangkandari
penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban
ataubiaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu)
tahun dan yangmempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Beban yang mempunyaimasa manfaat tidak lebih dari 1 (satu)tahun
merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji,
biayaadministrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan
sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1(satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau
melaluiamortisasi. Disamping itu apabila dalam suatu tahunpajak
didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs,
makakerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.Huruf aBiaya-biayayang dimaksud dalam ayat ini lazim disebut
biaya sehari-hari yang bolehdibebankan pada tahun pengeluaran.
Untuk dapat dibebankansebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran
tersebut harus mempunyai hubunganlangsung dengan usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memeliharapenghasilan yang
merupakan Objek Pajak.Dengan demikianpengeluaran-pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilanyang bukan
merupakan Objek Pajak, tidak boleh dibebankan sebagai
biaya.Contoh:Dana Pensiun A yangpendiriannya telah mendapat
pengesahan dari Menteri Keuangan memperolehpenghasilan bruto yang
terdiri dari:a.penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajaksesuai
dengan Pasal 4 ayat (3) huruf hsebesarRp 100.000.000,00
b.penghasilan bruto lainnya sebesarRp 300.000.000,00
Jumlah penghasilan brutoRp 400.000.000,00
Apabila seluruh biayaadalah sebesar Rp 200.000.000,00, maka
biaya yang bolehdikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan adalahsebesar 3/4 x Rp200.000.000,00 =
Rp150.000.000,00.Demikian pula bunga atas pinjaman yang
dipergunakanuntuk membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai
biaya sepanjang dividen yangditerimanya tidak merupakan Objek Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(3) huruf f. Bunga pinjaman
yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapatdikapitalisasi sebagai
penambah harga perolehan saham.Pengeluaran-pengeluaranyang tidak
ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih,
danmemelihara penghasilan, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk
keperluanpribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman
yang dipergunakan untukkeperluan pribadi peminjam serta pembayaran
premi asuransi untuk kepentinganpribadi, tidak boleh dibebankan
sebagai biaya. Pembayaranpremi asuransi oleh pemberi kerja untuk
kepentingan pegawainya boleh dibebankansebagai biaya perusahaan,
namun bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebutmerupakan
penghasilan.Pengeluaran-pengeluaransehubungan dengan pekerjaan yang
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto harusdilakukan dalam
bentuk uang. Pengeluaran yang dilakukandalam bentuk natura atau
kenikmatan, misalnya fasilitas menempati rumah dengancuma-cuma,
tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan bagi pihak yang
menerimaatau menikmati bukan merupakan penghasilan. Namun demikian,
pengeluarandalam bentuk natura atau kenikmatan tertentu sebagaimana
diatur dalam Pasal 9ayat (1) huruf e, boleh dibebankan sebagai
biaya dan bagi pihak yang menerimaatau menikmati bukan merupakan
penghasilan.Pengeluaran-pengeluaranyang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas-batas yang wajar
sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Dengan demikian
apabila pengeluaran yang melampaui batas kewajarantersebut
dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka jumlah yang melampaui
bataskewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto.Selanjutnya lihat ketentuandalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan
Pasal 18 beserta penjelasannya.Pajak-pajak yangmenjadi beban
perusahaan dalam rangka usahanya selain Pajak Penghasilan,misalnya
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), Pajak Hotel
danRestoran, dapat dibebankan sebagai biaya.Mengenaipengeluaran
untuk promosi, perlu dibedakan antara biaya yang
benar-benardikeluarkan untuk promosi dengan biaya yang pada
hakekatnya merupakansumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan
untukpromosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.Huruf
bPengeluaran-pengeluaranuntuk memperoleh harta berwujud dan harta
tak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun,pembebanannya dilakukan melalui
penyusutan atau amortisasi.Selanjutnyalihat ketentuan Pasal 9 ayat
(2), Pasal 11, dan Pasal 11A besertapenjelasannya.Pengeluaran
yangmenurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa
untuk beberapatahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat
dilakukan melalui alokasi.Huruf cIurankepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkanoleh Menteri Keuangan boleh dibebankan
sebagai biaya, sedangkan iuran yangdibayarkan kepada dana pensiun
yang pendiriannya tidak atau belum disahkan olehMenteri Keuangan
tidak boleh dibebankan sebagai biaya.Huruf dKerugian karena
penjualan atau pengalihan harta yangmenurut tujuan semula tidak
dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yangdimiliki dan
dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untukmendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan
daripenghasilan bruto.Kerugian karenapenjualan atau pengalihan
harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalamperusahaan, atau
yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan,menagih dan
memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari
penghasilanbruto.Huruf eKerugian karena selisih kurs matauang asing
dapat disebabkan oleh adanya fluktuasi kurs yang
terjadisehari-hari, atau oleh adanya kebijaksanaan Pemerintah di
bidang moneter. Kerugian selisihkurs mata uang asing yang
disebabkan oleh fluktuasi kurs, pembebanannyadilakukan berdasarkan
sistem pembukuan yang dianut, dan harus dilakukan secarataat asas.
Apabila Wajib Pajak menggunakan sistempembukuan berdasarkan kurs
tetap (kurs historis), pembebanan kerugian selisihkurs dilakukan
pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan mata uang
asingtersebut.Apabila Wajib Pajak menggunakansistem pembukuan
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesiaatau kurs yang sebenarnya
berlaku pada akhir tahun, pembebanannya dilakukanpada setiap akhir
tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang
sebenarnyaberlaku pada akhir tahun.Rugiselisih kurs karena
kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter dapat dibukukandalam
perkiraan sementara di neraca dan pembebanannya dilakukan
bertahapberdasarkan realisasi mata uang asing tersebut.Huruf fBiaya
penelitian dan pengembangan perusahaan yangdilakukan di
Indonesiadalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau
sistem baru bagipengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai
biaya perusahaan.Huruf gBiaya yang dikeluarkan untuk keperluan
beasiswa, magangdan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas
sumber daya manusia dapatdibebankan sebagai biaya perusahaan,
dengan memperhatikan kewajaran dankepentingan perusahaan.Huruf
hPiutang yang nyata-nyata tidakdapat ditagih dapat dibebankan
sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telahmengakuinya sebagai biaya
dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukanupaya-upaya
penagihan yang maksimal atau terakhir.Yangdimaksud dengan
penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional,namun
dapat juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya.Tata cara
pelaksanaanpersyaratan yang ditentukan dalam ayat (1) huruf h ini
diatur lebih lanjut oleh DirekturJenderal Pajak.Ayat (2)Jika
pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankanberdasarkan ketentuan
dalam ayat (1) setelah dikurangkan dari penghasilan brutodidapat
kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan
penghasilanneto atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun
berturut-turut dimulaisejak tahun berikutnya sesudah tahun
didapatnya kerugian tersebut.Contoh:PT A dalam tahun 1995
menderitakerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00. Dalam 5
(lima) tahun berikutnyalaba rugi fiskal PT A sebagai berikut :1996
: laba fiskalRp 200.000.000,00
1997 : rugi fiskal(Rp 300.000.000,00)
1998 : laba fiskalRp NI H I L
1999 : laba fiskalRp 100.000.000,00
2000 : laba fiskalRp 800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukansebagai berikut :Rugi fiskal tahun
1995(Rp1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun 1996Rp 200.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 1995(Rp1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 1997(Rp 300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 1995(Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 1998Rp N I H I L (+)
Sisa rugi fiskal tahun 1995(Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 1999Rp 100.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 1995(Rp 900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2000Rp 800.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 1995(Rp 100.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 1995 sebesar Rp 100.000.000,00yang masih
tersisa pada akhir tahun 2000 tidak boleh dikompensasikan
lagidengan laba fiskal tahun 2001, sedangkan rugi fiskal tahun 1997
sebesar Rp300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dengan laba
fiskal tahun 2001 dantahun 2002, karena jangka waktu lima tahun
yang dimulai sejak tahun 1998berakhir pada akhir tahun 2002.Ayat
(3)Dalam menghitung Laba Kena PajakWajib Pajak orang pribadi dalam
negeri, kepadanya diberikan pengurangan berupaPenghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP) berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksuddalam
Pasal 7.Pasal 7(1)Penghasilan Tidak Kena Pajakdiberikan sebesar :
(UU No 17 Tahun 2000)a.Rp 2.880.000,00 (dua juta delapanratus
delapan puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang
pribadi;
b.Rp 1.440.000,00 (satu jutaempat ratus empat puluh ribu rupiah)
tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c.Rp 2.880.000,00 (dua jutadelapan ratus delapan puluh ribu
rupiah) tambahan untuk seorang isteri yangpenghasilannya digabung
dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 ayat
(1);
d.Rp 1.440.000,00(satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah)
tambahan untuk setiapanggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurusserta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3(tiga) orang untuk setiap
keluarga.
(2)Penerapan ayat (1) ditentukan olehkeadaan pada awal tahun
pajak atau awal bagian tahun pajak. (UU No 10 Tahun1994)
(3)Penyesuaian besarnya PenghasilanTidak Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan denganKeputusan Menteri
Keuangan. (UU No 17 Tahun 2000)
Penjelasan Pasal 7Ayat (1)Untuk menghitung besarnyaPenghasilan
Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan
netonya dikurangi dengan jumlahPenghasilan Tidak Kena Pajak.
Disamping untuk dirinya, kepada WajibPajak yang sudah kawin
diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak.Bagi Wajib Pajak
yang isterinyamenerima atau memperoleh penghasilan yang digabung
dengan penghasilannya, makaWajib Pajak tersebut mendapat tambahan
Penghasilan Tidak Kena Pajak untukseorang isteri sebesar Rp
2.880.000,00 (dua jutadelapan ratus delapan puluh ribu
rupiah).Wajib Pajak yangmempunyai anggota keluarga sedarah dan
semenda dalam garis keturunan lurus yangmenjadi tanggungan
sepenuhnya, misalnya orang tua, mertua, anak kandung, anakangkat,
diberikan tambahan PenghasilanTidak Kena Pajak untuk paling banyak
3 (tiga) orang. Yang dimaksud dengananggota keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluargayang tidak mempunyai
penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung olehWajib
Pajak.Contoh:Wajib Pajak A mempunyai seorang isteri dengan
tanggungan 4 (empat)orang anak. Apabila isterinya memperoleh
penghasilan dari satu pemberi kerjayang sudah dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak adahubungannya
dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya, maka
besarnyaPenghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib
Pajak A adalah sebesarRp 8.640.000,00 {Rp 2.880.000,00 + Rp
1.440.000,00 + (3 x Rp 1.440.000,00)}.Sedangkan untuk isterinya,
pada saat pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 olehpemberi kerja
diberikan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebesar Rp2.880.000,00.
Apabila penghasilan isteri harus digabung dengan penghasilansuami,
maka besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada
WajibPajak A adalah sebesar Rp11.520.000,00 (Rp8.640.000,00+ Rp
2.880.000,00).Ayat (2)Penghitungan besarnyaPenghasilan Tidak Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukanmenurut keadaan
Wajib Pajak pada awal tahun pajak atau pada awal bagian
tahunpajak.Misalnya,pada tanggal 1 Januari 2001 Wajib Pajak B
berstatus kawin dengan tanggungan 1(satu) orang anak. Apabila anak
yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2001,maka besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak
Buntuk tahun pajak 2001 tetap dihitung berdasarkan status kawin
dengan 1 (satu)anak.Ayat (3)Berdasarkanketentuan ini Menteri
Keuangan diberikan wewenang untuk mengubah besarnyaPenghasilan
Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
denganmempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta
perkembangan hargakebutuhan pokok setiap tahunnya.Pasal 8 (UU No 10
Tahun 1994)(1)Seluruh penghasilan atau kerugianbagi wanita yang
telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagiantahun pajak,
begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun
sebelumnyayang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2) dianggapsebagai penghasilan atau kerugian
suaminya, kecuali penghasilan tersebutsemata-mata diterima atau
diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telahdipotong pajak
berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidakada
hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota
keluargalainnya.
(2)Penghasilan suami-isteridikenakan pajak secara terpisah
apabila :a.suami-isteri telah hidupterpisah;
b.dikehendaki secara tertulis oleh suami-istriberdasarkan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
(3)Penghasilan netto suami-isterisebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b dikenakan pajak berdasarkanpenggabungan penghasilan
neto suami-isteri, dan besarnya pajak yang harusdilunasi oleh
masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan
perbandinganpenghasilan netto mereka.
(4)Penghasilan anak yang belum dewasadigabung dengan penghasilan
orang tuanya, kecuali penghasilan dari pekerjaanyang tidak ada
hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubunganistimewa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf c.
Penjelasan Pasal 8Sistempengenaan pajak berdasarkan
Undang-undang ini menempatkan keluarga sebagai satukesatuan
ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh
anggotakeluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenakan
pajak dan pemenuhankewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala
keluarga. Namun,dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak
tersebut dilakukan secaraterpisah.Ayat (1)Penghasilanatau kerugian
bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada
awalbagian tahun pajak dianggap sebagai penghasilan atau kerugian
suaminya dandikenakan pajak sebagai satu kesatuan. Penggabungan
tersebut tidak dilakukandalam hal penghasilan isteri diperoleh dari
pekerjaan sebagai pegawai yangtelah dipotong pajak oleh pemberi
kerja, dengan ketentuan bahwa:a.penghasilan isteritersebut
semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja, dan
b.penghasilan isteri tersebutberasal dari pekerjaan yang tidak
ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaanbebas suami atau anggota
keluarga lainnya.
Contoh:Wajib Pajak A, yangmemperoleh penghasilan dari usaha
sebesar Rp100.000.000,00mempunyai seorang isteri yang menjadi
pegawai dengan penghasilan sebesar Rp50.000.000,00. Apabila
penghasilan isteri tersebut diperoleh dari satu pemberikerja dan
telah dipotong pajak oleh pemberi kerja dan pekerjaan tersebut
tidakada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga
lainnya, makapenghasilan sebesar Rp50.000.000,00 tidak digabung
dengan penghasilan A danpengenaan pajak atas penghasilan isteri
tersebut bersifat final.Apabila selain menjadipegawai, isteri A
juga menjalankan usaha, misalnya salon kecantikan denganpenghasilan
sebesar Rp 75.000.000,00, maka seluruh penghasilan isteri sebesarRp
125.000.000,00 (Rp 50.000.000,00 + Rp75.000.000,00)digabungkan
dengan penghasilan A. Dengan penggabungan tersebut A dikenakanpajak
atas penghasilan sebesar Rp225.000.000,00 (Rp100.000.000,00
+Rp50.000.000,00 + Rp 75.000.000,00). Potongan pajak atas
penghasilan isteritidak bersifat final, artinya dapat dikreditkan
terhadap pajak yang terutangatas penghasilan sebesar
Rp225.000.000,00 tersebutyang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan.Ayat (2) dan ayat (3)Dalamhal
suami-isteri telah hidup berpisah, penghitungan Penghasilan Kena
Pajak danpengenaan pajaknya dilakukan sendiri-sendiri.
Namun,apabila suami-isteri mengadakan perjanjian pemisahan harta
dan penghasilansecara tertulis, penghitungan pajaknya dilakukan
berdasarkan penjumlahanpenghasilan neto suami-isteri dan
masing-masing memikul beban pajak sebandingdengan besarnya
penghasilan neto.Contoh:Penghitungan pajak bagisuami-isteri yang
mengadakan perjanjian pemisahan penghasilan secara tertulisadalah
sebagai berikut:Dari contoh pada ayat(1), apabila isteri
menjalankan usaha salon kecantikan, pengenaan pajaknyadihitung
berdasarkan jumlah penghasilan sebesar Rp 225.000.000,00.Misalnya
pajak yangterutang atas jumlah penghasilan tersebut adalah sebesar
Rp 56.250.000,00, maka untuk masing-masing suami dan isteri
pengenaan pajaknyadihitung sebagai berikut:-Suami :100.000.000,00x
Rp 56.250.000,00= Rp 25.000.000,00
225.000.000,00
-Isteri :125.000.000,00x Rp 56.250.000,00= Rp 31.250.000,00
225.000.000,00
Ayat (4)Penghasilananak yang belum dewasa yang tidak digabung
dengan penghasilan orang tuanyahanya penghasilan yang berasal dari
pekerjaan yang tidak ada hubungannya denganusaha atau kegiatan dari
orang yang mempunyai hubungan istimewa dengan anaktersebut.Yang
dimaksud dengananak yang belum dewasa adalah anak yang belum
berumur 18 (delapan belas) tahun danbelum pernah menikah.Apabila
seoranganak belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah,
menerima atau memperolehpenghasilan maka pengenaan pajaknya
digabungkan dengan penghasilan ayah atauibunya berdasarkan keadaan
sebenarnya.Pasal 9(1)Untuk menentukan besarnyaPenghasilan Kena
Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetaptidak
boleh dikurangkan :a.pembagian laba dengan nama dan dalambentuk
apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan
olehperusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usahakoperasi;
b.biaya yang dibebankan atau dikeluarkanuntuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c.pembentukan atau pemupukan danacadangan kecuali cadangan
piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewaguna usaha dengan hak
opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadanganbiaya reklamasi
untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dansyarat-syaratnya
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; (UU No 17Tahun
2000)
d.premi asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa,yang dibayar oleh Wajib
Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar olehpemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi WajibPajak yang
bersangkutan; (UU No 10 Tahun 1994)
e.penggantian atau imbalan sehubungandengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan dalam bentuk natura dankenikmatan, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawaiserta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerahtertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang
ditetapkandengan Keputusan Menteri Keuangan; (UU No 17 Tahun
2000)
f.jumlah yang melebihi kewajaranyang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyaihubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yangdilakukan; (UU No 10 Tahun
1994)
g.harta yang dihibahkan, bantuanatau sumbangan, dan warisan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)huruf a dan huruf b,
kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyatadibayarkan oleh
Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atauWajib Pajak
badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islamkepada
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkanoleh Pemerintah; (UU No 17 Tahun 2000)
h.Pajak Penghasilan; (UU No 10Tahun 1994)
i.biaya yang dibebankan ataudikeluarkan untuk kepentingan
pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjaditanggungannya; (UU No 10
Tahun 1994)
j.gaji yang dibayarkan kepadaanggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidakterbagi atas saham; (UU No
10 Tahun 1994)
k.sanksi administrasi berupa bunga,denda, dan kenaikan serta
sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan
pelaksanaanperundang-undangan di bidang perpajakan. (UU No 10 Tahun
1994)
(2)Pengeluaran untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun
tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkandibebankan
melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalamPasal
11 atau Pasal 11 A. (UU No 10 Tahun 1994)
Penjelasan Pasal 9Ayat (1)Pengeluaran-pengeluaranyang dilakukan
Wajib Pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang boleh danyang
tidak boleh dibebankan sebagai biaya.Pada prinsipnya biaya yang
bolehdikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai
hubunganlangsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,
menagih, dan memeliharapenghasilan yang merupakan Objek Pajak yang
pembebanannya dapat dilakukan dalamtahun pengeluaran atau selama
masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak
boleh dikurangkan dari penghasilan brutomeliputi pengeluaran yang
sifatnya adalah pemakaian penghasilan, atau yangjumlahnya melebihi
kewajaran.Huruf aPembagianlaba dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk pembayaran dividen kepada pemilikmodal, pembagian sisa
hasil usaha koperasi kepada anggotanya, dan pembayarandividen oleh
perusahaan asuransi kepadapemegang polis, tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan badan yangmembagikannya karena pembagian laba
tersebut merupakan bagian dari penghasilanbadan tersebut yang akan
dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.Huruf bTidak dapat
dikurangkan daripenghasilan bruto perusahaan adalah biaya-biaya
yang dikeluarkan ataudibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutuatau anggota, seperti perbaikan rumah
pribadi, biaya perjalanan, biaya premiasuransi yang dibayar oleh
perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegangsaham atau
keluarganya.Huruf cPembentukan ataupemupukan dana cadangan pada
prinsipnya tidak dapatdibebankan sebagai biaya dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak. Namun untukjenis-jenis usaha tertentu yang
secara ekonomis memang diperlukan adanyacadangan untuk menutup
beban atau kerugian yang akan terjadi di kemudian hari,yang
terbatas pada piutang tak tertagih untuk usaha bank, dan sewa guna
usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi dan cadangan
biaya reklamasiuntuk usaha pertambangan, maka perusahaan yang
bersangkutan dapat melakukan pembentukan dana cadangan
yangketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan
MenteriKeuangan.Huruf dPremi untuk asuransikesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa
yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak orangpribadi tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat orangpribadi
dimaksud menerima penggantian atau santunan asuransi,
penerimaantersebut bukan merupakan Objek Pajak.Apabilapremi
asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, maka
bagipemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai
biaya dan bagipegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang
merupakan Objek Pajak.Huruf eSebagaimanatelah diuraikan dalam
penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d, penggantian atau imbalandalam
bentuk natura dan kenikmatan dianggap bukan merupakan Objek Pajak.
Selarasdengan hal tersebut maka dalam ketentuan ini, penggantian
atau imbalan dimaksud dianggap bukanmerupakan pengeluaran yang
dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja.Namun, dalam
rangka menunjang kebijaksanaan pemerintah untuk
mendorongpembangunan di daerah terpencil, berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan,penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau
kenikmatan yang diberikanberkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di
daerah tersebut, boleh dikurangkandari penghasilan bruto pemberi
kerja.Dalam hal pemberiankepada pegawai berupa penyediaan
makanan/minuman ditempat kerja bagi seluruhpegawai, secara
bersama-sama, atau yang merupakan keharusan dalam
pelaksanaanpekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena
sifat pekerjaan tersebutmengharuskannya, seperti pakaian dan
peralatan untuk keselamatan kerja, pakaianseragam petugas keamanan
(Satpam), antar jemput karyawan serta penginapan untukawak kapal
dan yang sejenisnya, maka pemberian tersebut bukan merupakan
imbalanbagi karyawan tetapi boleh dibebankan sebagai biaya bagi
pemberi kerja.Huruf fDalam hubungan pekerjaan,kemungkinan dapat
terjadi pembayaran imbalan yang diberikan kepada pegawai yang juga
pemegang saham. Karena pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan,
menagih, danmemelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto adalahpengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai
dengan kelaziman usaha, maka berdasarkanketentuan ini, jumlah yang
melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankansebagai biaya.
Misalnya seorang tenaga ahli yang adalah pemegang sahamdari suatu
badan, memberikan jasa kepada badan tersebut dengan
memperolehimbalan sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
.Apabila untuk jasa yangsama yang diberikan oleh tenaga ahli lain
yang setara hanya dibayar sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah),
maka jumlah sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tidak boleh
dibebankan sebagai biaya. Bagi tenagaahli yang juga sebagai
pemegang saham tersebut jumlah sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta
rupiah) dimaksud dianggap sebagai dividen.Huruf gBerbeda
denganpengeluaran hibah, pemberian bantuan, sumbangan dan warisan
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
yang tidak boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak, zakatatas
penghasilan boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak. Zakat
ataspenghasilan yang dapat dikurangkan tersebut harus nyata-nyata
dibayarkan oleh WajibPajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan
atau Wajib Pajak badan dalam negeriyang dimiliki oleh pemeluk agama
Islam kepada badan amil zakat atau lembagaamil zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh Pemerintah sebagaimana diatur dalamUndang-undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan
sepanjangberkenaan dengan penghasilan yang menjadi Objek Pajak
dapat dikurangkan dalammenghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak
pada tahun zakat tersebutdibayarkan.Huruf hYang dimaksudkan dengan
PajakPenghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak Penghasilan yang
terutang olehWajib Pajak yang bersangkutan.Huruf iBiayauntuk
keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi
tanggungannya, padahakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh
Wajib Pajak yang bersangkutan. Olehkarena itu biaya tersebut tidak
boleh dikurangkan dari penghasilan brutoperusahaan.Huruf jAnggota
firma, persekutuan danperseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham diperlakukansebagai satu kesatuan, sehingga
tidak ada imbalan sebagai gaji. Dengan demikiangaji yang diterima
oleh anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditeryang
modalnya tidak terbagi atas saham, bukan merupakan pembayaran yang
bolehdikurangkan dari penghasilan bruto badan tersebut.Huruf kCukup
jelasAyat (2)Sesuai dengan kelaziman usaha,pengeluaran yang
mempunyai peranan terhadap penghasilan untuk beberapa
tahun,pembebanannya dilakukan sesuai dengan jumlah tahun lamanya
pengeluaran tersebutberperan terhadap penghasilan. Sejalan dengan
prinsip penyelarasan antara pengeluarandengan penghasilan, dalam
ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagihdan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)tahun
tidak dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan sekaligus pada
tahunpengeluaran, melainkan dibebankan melalui penyusutan dan
amortisasi selama masamanfaatnya sebagaimana diatur dalam Pasal 11
dan Pasal 11A.Pasal 10 (UU No 10 Tahun 1994)(1)Harga perolehan atau
harga penjualandalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewasebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnyadikeluarkan atau diterima,
sedangkan apabila terdapat hubungan istimewaadalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima.
(2)Nilai perolehan atau nilaipenjualan dalam hal terjadi
tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnyadikeluarkan atau
diterima berdasarkan harga pasar.
(3)Nilai perolehan atau pengalihan hartayang dialihkan dalam
rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,pemecahan,
atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnyadikeluarkan
atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lainoleh
Menteri Keuangan.
(4)Apabila terjadi pengalihan harta:a.yang memenuhi
syaratsebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf
b, maka dasarpenilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan
nilai sisa buku dari pihakyang melakukan pengalihan atau nilai yang
ditetapkan oleh Direktur JenderalPajak;
b.yang tidak memenuhi syaratsebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3) huruf a, maka dasar penilaianbagi yang menerima pengalihan
sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
(5)Apabila terjadi pengalihan hartasebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf c, maka dasar penilaianharta bagi badan yang
menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari hartatersebut.
(6)Persediaan dan pemakaianpersediaan untuk penghitungan harga
pokok dinilai berdasarkan harga perolehanyang dilakukan secara
rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yangdiperoleh
pertama.
Penjelasan Pasal 10Ketentuan ini mengatur tentangcara penilaian
harta, termasuk persediaan, dalamrangka menghitung penghasilan
sehubungan dengan penggunaan harta dalamperusahaan, menghitung
keuntungan atau kerugian apabila terjadi penjualan ataupengalihan
harta, dan penghitungan penghasilan dari penjualan barang
dagangan.Ayat (1)Pada umumnyadalam jual beli harta, harga perolehan
harta bagi pihak pembeli adalah hargayang sesungguhnya dibayar dan
harga penjualan bagi pihak penjual adalah hargayang sesungguhnya
diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan
biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hartatersebut,
seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya pemasangan.Dalam
jual beli yang dipengaruhihubungan istimewa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (4), maka bagi pihakpembeli nilai perolehannya
adalah jumlah yang seharusnya dibayar dan bagi pihakpenjual nilai
penjualannya adalah jumlah yang seharusnya diterima. Adanya
hubungan istimewa antara pembeli dan penjual dapatmenyebabkan harga
perolehan menjadi lebih besar atau lebih kecil dibandingkandengan
jika jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa.Oleh karena itu dalam ketentuan ini diatur bahwa
nilaiperolehan atau nilai penjualan harta bagi pihak-pihak yang
bersangkutan adalahjumlah yang seharusnya dikeluarkan atau yang
seharusnya diterima.Ayat (2)Harta yang diperoleh
berdasarkantransaksi tukar-menukar dengan harta lain,
nilaiperolehan atau nilai penjualannya adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkanatau diterima berdasarkan harga
pasar.Contoh:PT A(Harta X)PT B(Harta Y)
Nilai sisa bukuRp 10.000.000,00Rp 12.000.000,00
Harga pasarRp 20.000.000,00Rp 20.000.000,00
Antara PT A dan PT B terjadipertukaran harta. Walaupun tidak
terdapat realisasi pembayaran antarapihak-pihak yang bersangkutan,
namun karena harga pasar harta yangdipertukarkan adalah Rp
20.000.000,00 maka jumlah sebesar Rp 20.000.000,00merupakan nilai
perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan
yangseharusnya diterima.Selisihantara harga pasar dengan nilai sisa
buku harta yang dipertukarkan merupakankeuntungan yang dikenakan
pajak. PT A memperoleh keuntungan sebesarRp10.000.000,00
(Rp20.000.000,00 - Rp10.000.000,00)dan PT B memperoleh keuntungan
sebesar Rp8.000.000,00 (Rp20.000.000,00 - Rp12.000.000,00).Ayat
(3)Padaprinsipnya apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta
yang dialihkandilakukan berdasarkan harga pasar. Pengalihan harta
tersebutdapat dilakukan dalam rangka pengembangan usaha berupa
penggabungan, peleburan,pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan
usaha. Selainitu pengalihan tersebut dapat dilakukan pula dalam
rangka likuidasi usaha atausebab lainnya.Selisihantara harga pasar
dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakanpenghasilan
yang dikenakan pajak.Contoh:PT A danPT B melakukan peleburan dan
membentuk badan baru, yaitu PT C. Nilai sisa bukudan harga pasar
harta dari kedua badan tersebut adalah sebagai berikut:PT APT B
Nilai sisa bukuRp 200.000.000,00Rp 300.000.000,00
Harga pasarRp 300.000.000,00Rp 450.000.000,00
Padadasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B
dalam rangka peleburanmenjadi PT C adalah harga pasar dari harta.
Dengan demikian PT Amendapat keuntungan sebesar
Rp100.000.000,00(Rp300.000.000,00 - Rp200.000.000,00) dan PT B
mendapat keuntungan sebesarRp150.000.000,00 (Rp450.000.000,00 -
Rp300.000.00,00). Sedangkan PT Cmembukukan semua harta tersebut
dengan jumlah Rp750.000.000,00(Rp 300.000.000,00 + Rp
450.000.000,00).Namun dalam rangkamenyelaraskan dengan kebijakan di
bidang sosial, ekonomi, investasi, moneterdan kebijakan lainnya,
Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilailain selain
harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa buku ("pooling
ofinterest"). Dalam hal demikian PT C membukukan penerimaan harta
dari PT Adan PT B tersebut sebesar Rp 500.000.000,00
(Rp200.000.000,00 + Rp 300.000.000,00).Ayat (4)Dalam hal terjadi
penyerahan hartakarena hibah, bantuan, sumbangan yangmemenuhi
syarat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a atau warisan, maka
nilaiperolehan bagi pihak yang menerima hartaadalah nilai sisa buku
harta dari pihak yang melakukan penyerahan. Apabila Wajib Pajak
tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga nilaisisa buku tidak
diketahui, maka nilai perolehan atas harta ditetapkan olehDirektur
Jenderal Pajak.Dalam hal terjadipenye