BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan kewajiban kenegaraan yang menunjukan peran seta dari seluruh masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada negara yang dimungkinkan oleh undang- undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali pajak dinggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik dengan usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak. Dalam pengenaan dan pemungutan pajak, satu hal yang mendasar dan harus diketahui adalah dasar pengenaan pajak. Apa yang menjadi dasar pengenaan pajak disesuaikan dengan jenis pajak yang akan ditanggung oleh seorang wajib pajak. Biasanya apa yang mnejadi dasar pengenaan pajak diatur dalam hukum pajak material. Sesuai dengan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan kewajiban kenegaraan yang menunjukan peran seta dari seluruh
masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara
yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita
luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada
negara yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat
pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali pajak dinggap
sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena terbukti
pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik dengan
usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak.
Dalam pengenaan dan pemungutan pajak, satu hal yang mendasar dan harus diketahui
adalah dasar pengenaan pajak. Apa yang menjadi dasar pengenaan pajak disesuaikan dengan
jenis pajak yang akan ditanggung oleh seorang wajib pajak. Biasanya apa yang mnejadi dasar
pengenaan pajak diatur dalam hukum pajak material. Sesuai dengan Pasal 1 angka 17
Undang-Undang PPN dan PPnBM, dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual,
penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai yang lain yang dipakai sebagai dasar
menghitung pajak terutang.
Pemungutan pajak di Indonesia berasal dari kesepakatan rakyat dan pemerintah, yang
dituangkan dalam berbagai undang-undang pajak. Hal ini melahirkan adanya hukum pajak di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam laporan ini yaitu apa pengertian dari PPN dan PPnBM,
seperti apa karakteristik PPN dan PPnBM serta mekanisme pemungutannya di Indonesia,
siapa saja yang termasuk objek dan subjek PPN, dan bagaimana perhitungan PPN menurut
1
ilmu hukum pajak. Untuk memudahkan analisis maka rumusan masalah dituangkan dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan PPN dan PPnBM?
2. Seperti apa karakteristik dan mekanisme pemungutan PPN dan PPnBM?
3. Apa yang dimaksud dengan pengecer ?
4. Bagaimana teknik perhitungan PPN ?
C. Tujuan
Tujuan umum dari dususunnya laporan ini adalah untuk memahami perhitungan dan berbagai
hal yang berkaitan dengan PPN dan PPnBM. Adapun tujuan khusus adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui dan memahami pengertian PPN dan PPnBM dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mengetahui dan memahami karakteristik serta mekanisme pemungutan PPN dan PPnBM.
3. Mengetahui dan memahami pengertian pengercer.
4. Mengetahui dan memahami cara menghitung pajak pertambahan nilai.
D. Manfaat
Laporan ini diharapkan bisa bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Sekecil apapun
itu, kami berharap bisa berkontribusi untuk kemajuan bangsa dalam pengelolaan pajak.
Manfaat yang kami harapkan antara lain:
1. Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang apa itu pajak dan masyarakat menjadi
paham.
2. Memberi tahu kepada masyarakat tentang PPN dan PPnBM sehingga masyarakat menjadi
sadar akan kewajibannya membayar pajak.
3. Berkontribusi dalam pengelolaan pajak yang sehat dan dinamis.
4. Mewujudkan masyarakat yang sejahtera melalui pajak.
2
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib
pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa
yang dapat ditunjuk secara langsung.
Pajak dipungut secara paksa demi kesejahteraan rakyat, hal ini sesuai dengan
pernytaan Prof. Dr. Adriani tentang definisi pajak.
“Pajak adalah adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh
wajib pajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang
dapat ditunjuk secara langsung.”
Pajak selain dipungut secara paksa, pajak juga merupakan suatu alih bentuk kekayaan
dari masyarakat kepada negara. Hal ini senada dengan pendapat dari Prof. Dr. Soemitro, S.H.
yang menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara.
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke
sektor pemerintah berdasarkan undang-undang). Artinya dapat dipaksakan dengan tiada
mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum.”
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya,
setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan
lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal
ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.
3
BAB 3
PEMBAHASAN
A. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
Pada saat anda membeli sebuah produk berupa properti pemerintah mengenakan
sejumlah pajak pada kita salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada
umumnya bila kita membeli properti tersebut dari developer, biasanya pajak-pajak yang harus
kita bayar tersebut telah termasuk dalam harga jual. Besarnya pajak tersebut akan sangat
tergantung pada jenis, nilai, luas, dan lokasi properti yang akan kita beli.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, impor Barang Kena
Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha,
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean, pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean atau
ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau
penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha
Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada umumnya besarnya adalah 10% dari nilai
transaksi. Minimal nilai transaksi yang dipungut PPN adalah di atas Rp. 36 juta. PPN hanya
dikenakan satu kali saja pada saat membeli properti, baik dari developer maupun perorangan.
Jika kita membeli dari developer, maka pembayaran dan pelaporan dilakukan melalui
developer. Namun demikian jika kita membeli dari perorangan, maka pembayaran dilakukan
sendiri setelah transaksi, selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya dan
dilaporkan ke kantor pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.
Dasar Hukum PPN
Dasar hukum dari pemberlakuan PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah pasal
16C Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
4
Peraturan terkait lainnya yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor
554/KMK.04/2000 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas
kegiatan Membangun Sendiri yang Dilakukan Tidak Dalam Kegiatan Usaha atau Pekerjaan
oleh Orang Pribadi atau Badan yang Hasilnya Digunakan Sendiri atau Digunakan Pihak Lain
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 320/KMK.03/2002.
Kegiatan membangun sendiri akan dikenakan PPN apabila:
a. Membangun sendiri tersebut dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan
oleh pihak lain,
b. Bangunan yang dibangun sendiri diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat
usaha. Bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau konstruksi yang
semata-mata diperuntukkan bagi tempat tinggal (tidak termasuk fasilitas olah raga
atau fasilitas lain). Bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan bangunan
atau konstruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk seluruh fasilitas
yang ada,
c. Luas bangunan 200 m² atau lebih dan bersifat permanen yang berlaku sejak
tanggal 1 Juli 2002. Bangunan permanen adalah bangunan yang konstruksi
utamanya terdiri dari beton dan/atau kayu tahan lama dan/atau bahan lain yang
umur bangunannya lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun.
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 40% (empat puluh
persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan, tidak termasuk harga
perolehan tanah. Termasuk dalam pengertian jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau
dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah PPN yang dibayar atas perolehan
bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.
B. PPnBM (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG MEWAH)
PPnBM memiliki prinsip yang hampir sama dengan PPN, yakni pajak yang bersifat objektif,
artinya hanya objek-objek pajak tertentu yang tergolong mewah yang dikenakan PPnBM.
Definisi PPnBM adalah pajak yang dikenakan terhadap BKP yang tergolong mewah.
Beberapa karakter khusus dari PPnBM antara lain :
5
1. PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN.
2. PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu:
a. Pada saat impor.
b. Pada saat penyerahan BKP mewah oleh PKP pabrikan
3. PPnBM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya.
4. Dalam hal ekspor BKP tergolong mewah, tarif PpnBMnya adalah 0%, sehingga
PPnBM yang telah dibayar dapat dimintakan restitusi.
5. Tarif PPnBM ditetapkan antara 10% hingga 200%.
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu kesatuan dalam Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai. Namun mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN.
PPnBM dikenakan terhadap pada saat penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah
yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah
di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dan juga PPnBM dikenakan
pada saat impor barang kena pajak yang tergolong mewah. Tarif PPnBM diatur dengan
peraturan Pemerintah dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif
paling rendah sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar 75%.
Dasar hukum PPnBM yaitu :
- Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 UU PPN
- PP Nomor 145 Tahun 2000
- KMK-569/2000 sttd PMK-355/2003
- KMK-570/2000 diganti dgn PMK-620/04
- PMK-35/2008
Latar Belakang Pengenaan PPn BM
PPnBM dikenakan karena di latar belakangi oleh :
- PPN yang bersifat regresif
- Mengurangi pola Konsumsi yang kontra produktif
- Sarana untuk melindungi produsen kecil dan tradisional
- Menambah penerimaan negara.
6
Karakteristik PPnBM
- PPn BM merupakan pungutan tambahan di samping PPN.
- PPn BM hanya dikenakan satu kali (yaitu ; pada saat impor atau pada saat penyerahan
BKPMewah oleh Pengusaha Kena Pajak Pabrikan).
- PPn BM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya.
- Dalam hal BKP Mewah diekspor, PPn BM yang dibayar pada saat perolehannya
dapat diminta kembali/direstitusi
BKP yang tergolong mewah
BKP yang tergolong mewah berarti :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atauc.
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat yang
berpenghasilan tinggi;ataud.
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; ataue.
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta
menggangguketertiban masyarakat seperti minuman beralkohol
C. KELOMPOK PEMUNGUT PPN
Yang Termasuk Pemungut PPN (berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003 dan mulai berlaku 1 Januari 2005)
Instansi Pemerintah :
a. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;
b. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten atau Kota.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 yang dimaksud
dengan :
1. Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan
pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan
Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota.
7
2. Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah adalah Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada
Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
TATA CARA PEMUNGUTAN
Dasar Pemungutan
Dasar pemungutan PPN dan PPn BM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh
Bendaharawan Pemerintah atau jumlah pembayaran yang dilakukan oleh KPKN sebagaimana
tersebut dalam SPM.
Jumlah PPN atau PPn BM yang Dipungut
1. Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut
adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.
2. Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang
menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut, di samping terutang PPN juga
terutang PPn BM, maka jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut adalah sebagai
berikut :
3. Dalam hal terutang PPn BM sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar
10/130 bagian dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPn BM yang dipungut
sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.
4. Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)
dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah, maka PPN dan PPn BM tidak perlu
dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah.
5. Batas jumlah pembayaran sebesar Rp.1.000.000,00 tersebut hendaknya diartikan
termasuk PPN dan PPn BM.
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN
a. PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan
tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian maupun
seluruh pembayaran.
b. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP dan
identitas PKP Rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP
8
dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai penyetor atas nama
PKP Rekanan Pemerintah.
c. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn BM maka PKP rekanan Pemerintah
mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak.
d. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga) :
o lembar ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai Pemungut
PPN.
o lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.
o lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Bendaharawan Pemerintah
atau KPKN.
e. Dalam hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP sebagaimana
dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangka 5 (lima). Setelah PPN dan atau PPn BM
disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan
sebagai berikut :
- lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
- lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
- lembar ke-3 untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
- lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
- lembar ke-5 untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah.
f. Dalam hal pemungutan oleh KPKN, SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat
dalam rangkap 4 (empat) yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :
- lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
- lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
- lembar ke-3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
- lembar ke-4 untuk pertinggal KPKN.
g. Pada lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d oleh Bendaharawan
Pemerintah yang melakukan pemungut wajib dibubuhi cap "Disetor
tanggal ..............." dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah
9
h. Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dan SSP
sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh KPKN yang melakukan pemungutan
dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
i. SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana dimaksud pada huruf f dibubuhi cap
"TELAH DIBUKUKAN" oleh KPKN
j. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau
PPn BM.
PEMUNGUT PPN BENDAHARA PEMERINTAH
Dalam sistem pemungutan PPN di Indonesia, metode pengkreditan menjadi
keharusan. Dalam mekanisme ini, Pengusaha Kena Pajak akan memungut PPN ketika
melakukan penjualan barang atau jasa kena pajak. Sebaliknya, ketika membeli barang atau
jasa kena pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang lain, Pengusaha tersebut akan dipungut
PPN. Selisih antara hasil pemungutan PPN dan PPN yang dipungut terhadapnya merupakan
PPN yang harus disetorkan ke kas negara setiap bulannya. Jika selisihnya negatif, Pengusaha
dapat melakukan kompensasi atau restitusi sesuai ketentuan.
Dengan demikian, secara umum PPN dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penjualan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak. Namun demikian,
dalam sistem PPN Indonesia juga terdapat mekanisme khusus pemungutan PPN di mana
justru pembeli yang ditunjuk sebagai pemungut PPN. Pembeli yang ditunjuk khusus untuk
memungut PPN ini kemudian diberikan label khusus oleh Undang-undang PPN 1984 sebagai
Pemungut PPN.
Salah satu Pemungut PPN adalah Bendahara Pemerintah. Ketentuan tentang tatacara
pelaksanaan pemungutan, penyetoran dan pelaporan pemungutan PPN oleh Bendahara
Pemerintah adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2003. Berikut adalah
uraiannya.
Bendahara Pemerintah dan PKP Rekanan
Dalam mekanisme pemungutan PPN oleh Bendahara Pemerintah, terdapat dua pihak
yang terlibat. Pertama adalah Bendahara Pemerintah yang merupakakan pihak yang akan
10
melakukan pembayaran atas pengadaan barang atau jasa yang dilakukan oleh instansi
pemerintah. Yang kedua adalah pihak Pengusaha Kena Pajak rekanan pemerintah yang
menyerahkan barang atas jasa kepada instansi pemerintah. Dalam transaksi yang melibatkan
keduanya, maka yang menjadi pemungut PPN adalah Bendahara Pemerintah, bukan PKP
Rekanan.
Bendahara Pemerintah adalah Bendahara atau Pejabat yang melakukan pembayaran
yang dananya berasal dari APBN atau APBD, yang terdiri dari Bendahara Pemerintah Pusat,
dan Bendahara Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota. Sementara itu, PKP Rekanan
Pemerintah adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Bendahara
Pemerintah.
Mekanisme Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan
Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN, atas nama PKP Rekanan Pemerintah,
wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang
terutang. Dengan demikian, kewajiban Bendahara Pemerintah terdiri dari tiga jenis yaitu
melakukan pemungutan, menyetorkan PPN atau PPNdan PPnBM yang terutang, dan terakhir
Bendahara Pemerintah harus melakukan pelaporan. Bentuk pelaporannya adalah dengan
menyampaikan SPT Masa PPN khusus untuk Pemungut PPN (form 1107 PUT) kepada KPP
tempat Bendahara terdaftar setiap bulan.
Dalam jumlah pembayaran oleh Bendahara Pemerintah, sudah termasuk PPN atau
PPN dan PPnBM yang terutang. Dengan demikian, Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM
dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP
Rekanan Pemerintah. Sebagai contoh jika nilai kontrak pengadaan komputer yang dilakukan
suatu instansi Pemerintah bernilai Rp22.000.000,00, maka PPN yang harus dipungut adalah
(10/110)xRp22.000.000,00 atau sama dengan Rp2.000.000,00. Rekanan Pemerintah akan
mendapatkan junlah Rp20.000.000,00 setelah dipotong PPN.
PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sehubungan dengan pembayaran yang
jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000 dipungut dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum. Hal ini karena untuk jumlah pembayaran
maksimal Rp1.000.000,00 memang dikecualikan dari pemungutan PPN oleh Bendahara
Pemerintah.
11
Atas PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut, Bendahara Pemerintah harus
menyetorkannya ke Kas Negara. Penyetoran PPN atau PPN dan dan PPnBM yang dipungut
oleh Bendahara Pemerintah dilakukan paling lambat 7 hari setelah berakhirnya bulan
terjadinya pembayaran tagihan. Misalnya, jika pembayaran tagihan dilakukan tanggal 20
Januari 2014, maka PPN harus disetorkan paling lambat tanggal 7 Pebruari 2014. Namun
demikian, dalam hal hari ketujuh jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari
kerja berikutnya.
Bendahara Pemerintah wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut
dan disetor ke KPP dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (sekarang KPPN) setempat,
paling lambat 20 hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan. Jadi jika
pembayaran tagihan dilakukan tanggal 20 Januari 2014, maka Bendahara harus
melaporkannya dalam SPT Masa PPN 1107 PUT paling lambat tanggal 20 Pebruari 2014.
Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak
Berikut adalah tatacara pemungutan secara lebih teknis yang melibatkan pembuatan Faktur
Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP).
1. PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan
tagihan kepada Bendahara Pemerintah baik untuk sebagian maupun seluruh
pembayaran.
2. SSP diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yang
bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendahara Pemerintah
sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
3. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn BM maka PKP rekanan Pemerintah
mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak.
4. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga) yaitu lembar ke-1 untuk Bendahara
Pemerintah sebagai Pemungut PPN, lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan
Pemerintah, dan lembar ke-3 untuk KPP melalui Bendahara Pemerintah.
5. SSP dibuat dalam rangkap 5. Setelah PPN atau PPN dan PPn BM disetor di Bank
Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan sebagai berikut.
Lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah, lembar ke-2 untuk KPP melalui
KPKN, lembar ke-3 untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa
12
PPN, lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos, dan lembar ke-5 untuk
pertinggal Bendahara Pemerintah.
6. Pada lembar Faktur Pajak oleh Bendahara Pemerintah yang melakukan pemungutan
wajib dibubuhi cap “Disetor tanggal ……………” dan ditandatangani oleh Bendahara
Pemerintah.
7. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau
PPn BM.
13
Apa itu PENGECER ?
Pengecer adalah pihak yang berperan sebagai perantara barang antara produsen
dengan konsumen. Kebanyakan toko dan perusahaan yang berorientasi-konsumen adalah
distributor atau pengecer.
PERDAGANGAN ECERAN
Eceran (Retailing) meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau
jasa langsung kepada konsumen akhir untuk pengguna pribadi dan non bisnis.
Pengecer ( Retailer ) atau Toko Eceran ( Retail Store ) adalah setiap usaha bisnis yang
volume penjualannya terutama berasal dari eceran.
Setiap organisasi yang melakukan penjualan kepada konsumen akhir, apakah itu
produsen, pedagang besar atau pengecer melakukan eceran. Tidak menjadi masalah
bagaimana barang atau jasa tersebut dijual baik melalui orang, surat, telepon atau mesin
penjaja atau internet atau dimana dijual baik d took, dipinggir jalan atau di rumah konsumen.
Jenis-jenis Eceran
Dewasa ini para konsumen dapat membeli barang dan jasa dari berbagai jenis
organisasi eceran. Ada pengecer took, pengecer non took dan organisasi eceran lainnya. Jenis
pengecer yang paling terkenal adalah Toko Serba Ada. Contoh took-toko serba ada di Jepang
seperti Takashimaya dan Mitsukoshi menarik jutaan pengunjung atau pelanggan setiap
tahunnya. Karena di toko-toko ini selain menjadi penjual eceran, pada took ini juga
menampilkan galeri seni, krsus memasak dan juga menyediakan taman bermain untuk anak-
anak.
Jenis-jenis toko eceran melewati tahap-tahap pertumbuhan dan penurunan yang dapat
digambarkan sebagai siklus hidup eceran. Dimana Toko-toko yang menampilkan produk
yang sangat beragam dan bernilai tambah tinggi maka took-2 dalam kuadran ini sangat
memberi perhatian pada rancangan toko, mutu produk, layanan dan citra. Marjin labanya pun
tinggi dan jika toko ini beruntung karena memiliki volume yang tinggi mereka akan sangat
beruntung.
14
Suatu jenis toko eceran muncul, menikmati masa-masa pertumbuhan yang makin
cepat, mencapai kematangan, dan kemudian penurunan.
Bentuk-bentuk eceran yang lebih tuan memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mencapai
kematangan sedangkan bentuk-bentuk eceran yang lebih baru mencapai kematangan jauh
lebih cepat. Toko-toko serba ada memerlukan waktu 80 tahun untuk mencapai kematangan.,
sedangkan gerai-gerai eceran gudang mencapai kematangan hanya dalam waktu 10 tahun.
Tingkat Layanan
Hipotesis Roda Eceran menjelaskan bahwa salah saru alasan mengapa muncul jenis-
jenis toko baru. Toko-toko eceran konvensional biasanya meningkatkan layanannya dan
menaikkan harganya untuk menutupi biaya. Biaya yang lebih tinggi memberikan peluang
bagi bentuk-bentuk toko baru menawarkan harga yang lebih rendah dan layanan yang lebih
sedikit. Jenis-jenis toko baru memenuhi preferensi konsumen yang sangat berbeda-beda
untuk tingkat layanan dan layanan khusus.
Pengecer dapat memposisikan diri dalam menawarkan salah satu dari empat tingkat
layanan :
1. SWALAYAN (Self Service) adalah
Landasan semua usaha diskon. Banyak pelanggan bersedia melakukan proses menemukan,
membandingkan, meimilih sendiri guna menghemat uang
2. SWA PILIH (Self Selection) adalah :
Pelanggan mencari barangnya sendiri, walaupun mereka dapat meminta bantuan.
3. LAYANAN TERBATAS ( Limited Service) adalah :
Pengecer ini menjual lebih banyak barang belanja dan pelanggan memerlukan lebih banyak
informasi dan bantuan. Toko-toko tersebut juga menawarkan layanan seperti Kredit dan Hak
mengembalikan barang.
15
4. LAYANAN LENGKAP (Full Service) adalah :
Wiraniaga siap membantu dalam setiap tahap proses menemukan. Membandingkan dan
memilih tersebut. Pelanggan yang suka dilayani lebih menyukai jenis toko ini. Biaya
karyawan yang tinggi ditambah dengan jumlah barang khusus yang tinggi dan jenis barang
yang perputarannya lambat dan banyaknya jasa, menyebabkan eceran yang berbiaya tinggi.
Jenis-jenis Pengecer Utama
a. Toko Barang Khusus (Speciality Store)
Adalah Lini produk yang sempit dengan keragangan yang dalam. Toko pakaian adalah toko
lini tunggal, toko pakaian pria adalah toko lini tervatas dan toko kemeja pesanan pria adalah
toko yang sangat khusus.
Contoh : Athlete’s Foot, Tall Men, The Limited, The Body Shop dll
b. Toko Serba Ada (Departemen Store)
Beberapa Lini produk pada toko ini biasanya berupa Pakaian, Perlengkapan Rumah dan
barang kebutuhan dengan masing-masing lini yang ditempatkan sebagai bagian tersendiri
yang dikelola pembeli khusus atau pedagang khusus.
Siahaan, Marihot Pahala. (2010). Hukum Pajak Material Objek, Subjek, Dasar Pengenaan Pajak, Tarif Pajak, dan Cara Perhitungan Pajak. Yogyakarta: Graha Ilmu.