Vivi Vionita1102012303Sasbel
1. Memahami dan Menjelaskan Resiko Tinggi Kehamilan2. Memahami
dan Menjelaskan Audit Kematian Maternal Perinatal3. Memahami dan
Menjelaskan Kesehatan Reproduksi Remaja4. Memahami dan Menjelaskan
Tindakan Beresiko Di Usia Remaja5. Memahami dan Menjelaskan Resiko
Kehamilan Di Luar Nikah dan Aborsi Menurut Pandangan Islam
1. Memahami dan Menjelaskan Resiko Tinggi KehamilanDefinisi
Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan
terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu
maupun janin yang dikandungnya selama kehamilan, persalinan ataupun
nifas bila dibandingkan dengan kehamilan, persalinan dan nifas
normal. Risiko golongan ibu hamil menurut Muslihatun (2009, p.
132), meliputi:IBU HAMIL RESIKO RENDAHIbu hamil dengan kondisi
kesehatan dalam keadaan baik dan tidak memiliki faktor-faktor
risiko berdasarkan klasifikasi risiko sedang dan risiko tinggi,
baik dirinya maupun janin yang dikandungnya. Misalnya, ibu hamil
primipara tanpa komplikasi, kepala masuk PAP minggu ke-36. 2).
IBU HAMIL RESIKO SEDANGIbu hamil yang memiliki satu atau lebih
dari satu faktor risiko tingkat sedang, misalnya ibu yang usia
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, tinggi badan kurang
dari 145 cm dan lain-lain. Faktor ini dianggap nantinya akan
mempengaruhi kondisi ibu dan janin, serta memungkinkan terjadinya
penyulit pada waktu persalinan.
IBU HAMIL RESIKO TINGGI (RESTI)Ibu hamil yang memiliki satu atau
lebih dari satu faktor-faktor risiko tinggi, antara lain adanya
anemia pada ibu hamil. Faktor risiko ini dianggap akan menimbulkan
komplikasi dan mengancam keselamatan ibu dan janin baik pada saat
hamil maupun persalinan nanti.
FAKTOR PENYEBAB KEHAMILAN RESIKOKehamilan risiko rendah 1.
Primipara tanpa komplikasi --- Primipara adalah wanita yang pernah
1 kali melahirkan bayi yang telah mencapai tahap mampu hidup
(viable). Kehamilan dengan presentase kepala, umur kehamilan 36
minggu dan kepala sudah masuk PAP. 2. Multipara tanpa komplikasi
adalah wanita yang telah melahirkan 2 janin viabel atau lebih. 3.
Persalinan spontan dengan kehamilan prematur dan bayi hidup ---
Persalinan spontan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37
minggu, tetapi berat badan lahir melebihi 2500 gram.
Kehamilan risiko sedangKehamilan yang masuk ke dalam kategori 4
terlalu:Umur ibu terlalu muda (< 20 tahun) Pada usia ini rahim
dan panggul ibu belum berkembang dengan baik dan relatif masih
kecil, biologis sudah siap tetapi psikologis belum matang.
Sebaiknya tidak hamil pada usia di bawah 20 tahun. Apabila telah
menikah pada usia di bawah 20 tahun, gunakanlah salah satu
alat/obat kontrasepsi untuk menunda kehamilan anak pertama sampai
usia yang ideal untuk hamil Menurut Caldwell dan Moloy ada 4 bentuk
pokok jenis panggul:1. Ginekoid: paling ideal, bentuk bulat: 45 2.
Android: panggul pria, bentuk segitiga: 15 3. Antropoid: agak
lonjong seperti telur: 35 % 4. Platipelloid: menyempit arah muka
belakang: 5 % (Prawirohardjo, 2008, p. 105-106). Umur ibu terlalu
tua (> 35 tahun) Pada usia ini kemungkinan terjadi problem
kesehatan seperti hipertensi, diabetes mellitus, anemis, saat
persalinan terjadi persalinan lama, perdarahan dan risiko cacat
bawaan.Jarak kehamilan terlalu dekat (< 2 tahun) Bila jarak anak
terlalu dekat, maka rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan
baik, pada keadaan ini perlu diwaspadai kemungkinan pertumbuhan
janin kurang baik, persalinan lama, atau perdarahan. Jumlah anak
terlalu banyak (> 4 anak) Ibu yang memiliki anak lebih dari 4,
apabila terjadi hamil lagi, perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya
persalinan lama, karena semakin banyak anak, rahim ibu makin
melemah.Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm Pada ibu hamil
yang memiliki tinggi badan kurang dari 145 cm, dalam keadaan
seperti itu perlu diwaspadai adanya panggul sempit karena dapat
mengalami kesulitan dalam melahirkan. Kehamilan lebih bulan
(serotinus) Kehamilan yang melewati waktu 42 minggu belum terjadi
persalinan, dihitung berdasarkan rumus Naegele. Gejala dan tanda:
Kehamilan belum lahir setelah melewati waktu 42 minggu, gerak
janinnya makin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali,
air ketuban terasa berkurang, kerentanan akan stres.Penanganan:
Persalinan anjuran atau induksi persalinan. Bila keadaan janin baik
maka tunda pengakhiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai
gerakan janin dan tes tanpa tekanan 3 hari. Bila hasil positif,
segera lakukan seksio sesarea Persalinan lama Partus lama adalah
partus yang berlangsung lebih dari 24 jam untuk primigravida dan 18
jam bagi multigravida. Penyebabnya adalah kelainan letak janin,
kelainan panggul, kelainan kekuatan his dan mengejan. Gejala dan
tanda: KU lemah, kelelahan, nadi cepat, respirasi cepat, dehidrasi,
perut kembung dan edema alat genital. Bahaya: Bisa terjadi infeksi,
fetal distres dan ruptur uteri. Penanganan: Memberikan rehidrasi
dan infus cairan pengganti, memberikan perlindungan
antibiotika-antipiretika.
Kehamilan risiko tinggi Penyakit pada ibu hamilAnemia Anemia
Adalah kekurangan darah yang dapat menganggu kesehatan ibu pada
saat proses persalinan (BKKBN, 2003, p.24). Kondisi ibu hamil
dengan kadar Hemoglobin kurang dari 11 g% pada trimester 1 dan 3
dan 35 tahun) Paritas (primigravida atau para lebih dari 6) Riwayat
kehamilan yang lalu : - 2 kali abortus - 2 kali partus prematur -
Kematian janin dalam kandungan atau kematian perinatal - Perdarahan
paska persalinan - Pre-eklampsi dan eklampsi - Kehamilan mola -
Pernah ditolong secara obstetri operatif - Pernah operasi
ginekologik - Pernah inersia uteri Disproporsi sefalo pelvik,
perdarahan antepartum, pre-eklampsi dan eklampsi, kehamilan ganda,
hidramnion, kelainan letak pada hamil tua, dismaturitas, kehamilan
pada infertilitas, persalinan terakhir 5 tahun, inkompetensi
serviks, postmaturitas, hamil dengan tumor (mioma atau kista
ovarii), uji serologis lues positif. b. Komplikasi medis Anemia,
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas, penyakit
saluran kencing, penyakit hati, penyakit paru dan penyakit-penyakit
lain dalam kehamilan.
Faktor Risiko Faktor risiko merupakan situasi dan kondisi serta
keadaan umum ibu selama kehamilan, persalinan dan nifas akan
memberikan ancaman pada kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang
dikandungnya. Keadaan dan kondisi tersebut bisa digolongkan sebagai
faktor medis dan non medis. Faktor non medis antara lain adalah
kemiskinan, ketidak tahuan, adat, tradisi, kepercayaan, dan
lain-lain. Hal ini banyak terjadi terutama pada negara berkembang,
yang berdasarkan penelitian ternyata sangat mempengaruhi morbiditas
dan mortalitas. Dimasukkan pula dalam faktor non medis adalah
sosial ekonomi rendah, kebersihan lingkungan, kesadaran
memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitas dan sarana
kesehatan yang serba kekurangan. Faktor medis antara lain adalah
penyakit-penyakit ibu dan janin, kelainan obstetri, gangguan
plasenta, gangguan tali pusat, komplikasi persalinan, penyakit
neonatus dan kelainan genetik. Menurut Backett faktor risiko itu
bisa bersifat biologis, genetika, lingkungan atau psikososial.
Namun dalam kesehatan reproduksi kita dapat membaginya secara lebih
spesifik, yaitu: 1. Faktor demografi: umur, paritas dan tinggi
badan 2. Faktor medis biologis: underlying disease, seperti
penyakit jantung dan malaria. 3. Faktor riwayat obstetri: abortus
habitualis, SC, dan lain-lain. 4. Faktor lingkungan: polusi udara,
kelangkaan air bersih, penyakit endemis, dan lain-lain. 5. Faktor
sosioekonomi budaya : pendidikan, penghasilan. Seharusnya faktor
risiko dikenali oleh ibu hamil serta keluarga sehingga ibu-ibu
dengan kehamilan risiko tinggi mendapat pertolongan yang
semestinya.
Deteksi Dan PencegahanUntungnya semua kelainan yang menjadi
risiko kehamilan di usia rawan sudah bisa dideteksi. Sebagian malah
dapat dicegah dan yang lain bisa dirawat sehingga mengurangi
tingkat morbiditas dan mortalitasnya. Tekanan darah, misalnya bisa
diukur dan diobati sehingga dapat mencegah terjadinya preeklamsia.
Kasus plasenta previa juga dapat ditangani dengan bedah sesar Jadi
sebagian kelainan bisa dikoreksi. Sebagian lagi bisa dipantau
dengan ketat dan yang lain bisa diatasi dengan melakukan tindakan
untuk pertolongan. Usaha pencegahan penyakit pada kehamilan dan
persalinan tidak hanya pada segi medis atau kesehatan saja. Faktor
sosial ekonomi rendah juga tidak terlepas dari kemiskinan,
kebodohan, ketidaktahuan, mempunyai kecenderungan untuk menikah
pada usia muda dan tidak berpartisipasi dalam keluarga berencana.
Disamping itu keadaan sosial ekonomi yang rendah juga akan
mengakibatkan gizi ibu dan perilaku pemanfaaatan kesehatan yang
buruk.Transportasi yang baik disertai dengan ketersediaan
pusat-pusat pelayanan yang bermutu akan dapat melayani ibu hamil
untuk mendapat asuhan prenatal yang baik, cakupan yang luas dan
jumlah pemeriksaan yang cukup. Di negara maju setiap wanita hamil
memeriksakan diri sekitar 15 kali selama kehamilannya.Sedangkan di
Indonesia biasanya wanita hamil hanya memeriksakan diri 4-5 kali.
Jadi secara garis besar dapat disimpulkan bahwa usaha yang dapat
dilakukan untuk pencegahan penyulit pada kehamilan dan persalinan
adalah :1. Asuhan prenatal yang baik dan bermutu bagi setiap wanita
hamil2. Peningkatan pelayanan, jaringan pelayanan dan sistem
rujukan kesehatan3. Peningaktan pelayanan gawat darurat sampai ke
lini terdepan4. Peningakatan status wanita baik dalam pendidikan,
gizi, masalah kesehatan wanita dan reproduksi dan peningkatan
status sosial ekonominya5. Menurunkan tingkat fertilitas yang
tingggi melalui program keluarga berencana6. Bila ditemukan
kelainan risiko tinggi pemeriksaan harus lebih sering dan lebih
intensif.Kelainan yang tidak dapat dicegah adalah sindrom down.
Satu-satunya cara untuk meminimalkan risiko ini adalah ibu harus
hamil di usia reproduksi sehat. Namun kelainan tersebut dapat
dideteksi dengan screening darah dan USG pada kehamilan dini. Tapi
deteksi terakurat hanyalah melalui tindakan amniosentesis atau
mengambil contoh jaringan janin untuk dilihat kromosomnya. jika
janin terbukti menderita down syndrome maka dokter bisa melakukan
konseling pada suami-istri. Apa yang akan terjadi, apa yang bisa
dilakukan oleh dokter, apakah kehamilan akan diteruskan atau tidak.
Bila diteruskan bagaimana risikonya dan lainnya.
Strategi Penanganan Kehamilan Resiko TinggiSetiap kasus
kehamilan resiko tinggi memerlukan penanganan yang lebih intensif
selama kehamilan, persalinan, maupun masa nifas oleh tenaga-tenaga
yang berpengalaman. Penanganan dilakukan sesuai dengan faktor
resiko yang dijumpai, dan kalau perlu penderita dirujuk ke
tempat-tempat yang lebih mampu menanganinya dimana tersedia tenaga
dan fasilitas yang memadai. Pengawasan selama kehamilan dengan cara
melakukan koreksi terhadap faktor resiko yang dijumpai, serta
melakukan monitoring kadaan janian di dalam kandungan. Dengan
demikian dapat diambil sikap yang sebaik-baiknya untuk menetukan
waktu dan cara pengakhiran kehamilannya.Untuk tujuan tesebut,
perawatan antenatal/prenatal jelas memegang peranan yang sangat
penting. Demikian juga proses pengawasan selama proses persalinan,
kadaan janin harus meliputi secara seksama dan pertolongan
persalinan harus diverikan dengan sebaik-baiknya. Sehingga dapat
ditentukan cara dan waktu yang tepat untuk mengakhiri persalinan.
Perawatan postpartum dengan fasilitas resusitasi bayi dan perawatan
khusus untuk bayi-bayi BBLR serta asfiksia serta neonatorum juga
sangat penting. Disamping itu dianjurkan juga perawatan pada masa
antar konsepsi seperti : perbaikan gizi, pengobatan anemia,
penyembuhan penyakit kronis, dan untuk mengikuti keluarga
berencana. Untuk penanganan yang menyeluruh diperlukan kerjasama
yang baik antara beberapa tenaga ahli seperti ahli kebidanan, ahli
kesehatan anak, ahli penyakit dalam, ahli anestesi, dan sebagainya.
Juga tidak kalah pentingnya kerja sama dengan petugas-petugas
kesehatan diluar rumah sakit, terutama dalam hal konsultasi dan
rujukan.
Perawatan PrenatalSasaran perawatan prenatal adalah menjamin
bahwa setiap kehamilan yang diinginkan diberi kesempatan maksimal
untuk mencapai puncaknya delam melahirkan seorang bayi yang sehat
tanpa mengganggu kesehatan ibu. 6 Pada kunjungan prenatal pertama,
anamnesis yang menyeluruh harus dilakukan termasuk penilaian resiko
dengan melakukan skrining awal seperti : umur ibu, cara melakukan
konsepsi, riwayat medis sebelumnya, riwayat keluarga, riwayat
obstetri sebelumnya, dan juga pemeriksaan fisik. Penilaian resiko
dapat dilakukan dengan cara yang telah diorganisasikan dengan
menggunakan bentuk standar seperti yang telah dibahas diatas. Dan
selama kehamilan dilakukan juga pemeriksaan rutin. Dalam
memerintahkan pemeriksaan laboratorium, keseimbangan antara
keuntungan informasi yang diperoleh dan biaya pemeriksaan sebaiknya
ditekan. Pemeriksaan laboratorium tertentu, yang telah bersifat
tradisional atau secara hukum diamanatkan, dapat dipertanyakan dari
sudut pandang kefeektifan biaya. Karena itu individualisasi yang
tepat harus digunakan pada tiap pasien prenatal.Tabel berikut
mencatumkan pemeriksaan yang biasa dilakukan. Pada perawatan
prenatal berikutnya pengawasan yang cermat pada pasien obstetrik
diarahkan untuk pengenalan masalah yang timbul yang dapat
mempengaruhi janini secara buruk seperti : kenaikan berat badan
ibu, urinalisa, tekanan darah, perkiraan umur gestasi,pemeriksaan
fundus uteri, pemeriksaan perut, penilaian kesehatan janin,
pemeriksaan non stress, penilaian ultrasonografi, dan uji tekanan
kontraksi.Menilai kehamilan untuk menetukan resiko seperti juga
melakukan pemantuan - pemantauan yang cermat untuk mengenali
munculnya resiko dalam kehamilan harus dilakukan sedini mungkin
pada masa kehamilan. Konseling prakonsepsi pada pasien yang
diketahui memiliki kelainan medis atau genetik dapat membantu
mencapai hasil yang lebih menjanjikan. Perawatan prenatal yang
dilakukan sedini dan sesering mungkin membantu dokter untuk
mengidentifikasi munculnya resiko pada kehamilan. Ditambah lagi
kehamilan yang diidentifikasi memiliki komplikasi, satu atau lebih
masalah dapat diikuti dengan bermacam-macam teknik pengawasan ibu
dan janin untuk memaksimalkan terapi terapeutik
2. Memahami dan Menjelaskan Audit Kematian Maternal
PerinatalAuditMaternal-PerinatalPelaksanaan
AuditMaternal-Perinatal(AMP) merupakan salah satu upaya pencegahan
sekaligus penerapan aturan untuk menurunkan resiko kematian ibu dan
bayinya. Audit maternal perinatal adalah proses penelaahan bersama
kasus kesakitan dan kematian ibu dan perinatal serta
penatalaksanaannya, dengan menggunakan berbagai informasi dan
pengalaman dari suatu kelompok terdekat, untuk mendapatkan masukan
mengenai intervensi yang paling tepat dilakukan dalam upaya
peningkatan kualitas pelayanan KIA disuatu wilayah.Audit maternal
perinatalmerupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan
dan kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan
kematian dimasa yang akan datang. Penelusuran ini memungkinkan
tenaga kesehatan menentukan hubungan antara faktor penyebab yang
dapat dicegah dan kesakitan/kematian yang terjadi. Dengan kata
lain, istilah audit maternal perinatal merupakan kegiatan death and
case follow up.Tujuan Tujuan UmumTujuan umum audit maternal
perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh wilayah
kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian
ibu dan perinatal Tujuan khususTujuan khusus audit maternal adalah
:a. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan
perinatal secara teratur dan berkesinambungan, yang dilakukan oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah atau swasta
dan puskesmas, rumah bersalin (RB), bidan praktek swasta atau BPS
di wilayah kabupaten/kota dan dilintas batas kabupaten/kota
provinsib. Menetukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing
pihak yang di perlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang
ditemukan dalam pembahasan kasusc. Mengembangkan mekanisme
koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit
pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit bersalin dan BPS dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap
intervensi yang disepakati.
Metode AMP1. Penyelenggaraan pertemuan dilakukan teratur sesuai
kebutuhan oleh dinas kesehatan kab/kota bersama dengan RS kab/kota,
berlangsung sekitar 2 jam. Pertemuan sebaiknya dilakukan di RS
kab/kota dan kadinkes/direktur RS memimpin acara tetapi moderator
pembahasan klinik adalah dokterahli. Presentasi kasus dilakukan
oleh dokter/bidan RS kab/kota atau puskesmas terkait, tergantung
dimana kasus ditangani2. Kasus yang dibahas dapat berasal dari
kab/kota atau puskesmas. Semua kasus ibu/perinatal yang meninggal
di RS kab/kota/puskesmas hendaknya di audit, demikian pula kasus
kesakitan yang menarik dan dapat diambil pelajaran darinya3. Audit
yang dilaksanakan lebih bersifat mengkaji riwayat penanganan kasus
sejak dari: Timbulnya gejala pertama dan penanganan oleh
keluarga/tenaga kesehatan dirumah Siapa saja yang memberikan
pertolongan dan apa saja yang telah dilakukan Sampai kemudian
meninggal atau dapat dipertahankan hidup. Dari pengkajian tersebut
diperoleh indiksai dimana letak kesalahan/kelemahan dalam
penanganan kasus. Hal ini memberi gambaran kepada pengelola program
KIA dalam menentukan apa yang perlu dilakukan untuk mencegah
kesakitan/kematian ibu/perinatal yang tidak perlu terjadi.
Kesimpulan hasil dicatat dalam from MA untuk kemudian disampaikan
dan dibahas oleh tim AMP dalam merencanakan kegiatan tindak lanjut
secara nyata4. Pertemuan ini bersifat pertemuan penyelesaian
masalah dan tidak bertujuan untuk menyalahkan atau memberi sanksi
salah satu pihak5. Dalam tiap pertemuan dibuat daftar hadir,
notulen hasil pertemuan dan rencana tindak lanjut yang akan
disampaikan dan dibahas dalam pertemuan tim AMP yang akan datang6.
RS kab/kota dan puskesmas membuat laporan bulanan kasus ibu
perinatal ke dinas kab/kota dengan memakai format yang
disepakati
Langkah-langkah dan kegiatan audit AMP ditingkat kabupaten/kota
sebagai berikut :1. Pembentukan tim AMP2. Penyebarluasan informasi
dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP3. Menyusun rencana kegiatan
(POA) AMP4. Orientasi pengelola program KIA dalam pelaksanaan AMP5.
Pelaksanaan kegiatan AMPPersiapan pelaksanaan kasus yg menarik
lokasi ditentukan AMP format pencatat & pelaporan
PencatatanDalam melaksanakan AMP ini diperlukan mekanisme
pencatatan yang akurat baik ditingkat puskesmas maupun di tingkat
RS kab/kota. Pencatatan yang diperlukan adalah sebagai
berikut:Tingkat puskesmasSelain menggunakan rekam medis yang suadah
ada di puskesmas, ditambahkan pula;1. Form R (formulir Rujukan
Maternal dan Perinatal)2. Form OM dan OP (formulir otopsi Verbal
maternal dan perinatal)form OM digunakan untuk otopsi verbal ibu
hamil/bersalin/nifas dan perinatal yang meninggal, sedangkan form
OP untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal. Untuk mengisi
formulir tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang
meninggal oleh tenaga puskesmasRS kabupaten/kotaFormulir yang
dipakai adalah1. Form MP (formulir maternal dan perinatal)form ini
mencatat semua data dasar ibu bersalin/nifas dan perinatal yang
masuk ke RS. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat2. Form MA
(formulir Medical Audit)form ini dipakai untuk menulis
hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun perinatal, yang mengisi
format ini adalah dokter yang bertugas di bagian kebidanan dan
kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus
perinatal) Pelaporan Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara
berjenjang yaitu:1. Laporan dari RS kab/kota ke dinkes (LAP
RS)laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan
kematian (serta sebab kematian) ibu dan bayi baru lahir bagian
kebidanan dan penyakit kandungan serta bagian anak. Laporan jumlah
persalinan normal & patologis, rujukan & kematian,
pelaporan komplikasi yang paling sering trjd pd ibu & BBL2.
Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kab/kota (LAP PUSK)3.
Laporan dari dinkes kab/kota ke tingkat dinkes propinsi (LAP
KAB/KOTA)laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu
dan perinatal yang ditangani oleh RS kab/kota, puskesmas dan unit
pelayanan KIA lainnyaserta tingkat kematian dari tiap jenis
komplikasi. Laporan ini merupakan rekapitulasi dari form MP dan
form R yang hendaknya diusahakan agar tidak terjadi duplikasi
pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS.pada tahap awal, jenis
kasus yang dilaporkan adalah komplikasi yang paling sering terjadi
pada ibu maternal dan perinatal.
6. Penyusunan rencana tindak lanjut terhadap temuan dari
kegiatan audit maternal oleh dinas kesehatan kabupaten/kota
bekerjasama dengan RS7. Pemantauan dan evaluasi
TigapersyaratanAudit Medik yang perlu dipenuhi :1.Audit
Medikyaitu komponen penting dalam quality assurance dan
merupakanbagian dasar dalam proses pengelolaan. Semua aktifitas
medik dapat di audit, semua aktifitas yang berhubungan dengan
dokter diembel-embeli kata medik. Di bidang perinatal misalnya
bidan-perawat istilah menjadi audit klinik.2.Sistematisharus secara
sistematis karena tidak semua kegiatan dapat di audit secara
bersamaan. Subjek yang akan di audit harus dipelajari secara
cermat, audit dilakukan secra ilmiah seperti penelitian
klinik.3.Kritisdiperlukan review oleh peergroup. Peserta audit
harus mengerti atas keadaannya dan harus berani mengungkapkan
kenyataan yang ada.Siapa saja yang ikut audit tidak boleh merasa
terancam karena kesalahan bukan semata kesalahan perseorangan
tetapi kesalahan sistem. Jika audit dilakukan secara benar maka
semua permasalahan akan terungkap. Kasus yang sifatnya sangat
pribadi dapat dilakukan audit tersendiri.Pada satu audit diperlukan
dua atau lebih dokter spesialis senior agar audit mendengarkan pula
pendapat para senior. Audit harus lebih menonjolkan fakta
(evidence) ketimbang ideologi atau opini seorang ahli
sekalipun.Angka Kematian Ibu (AKI)Angka kematian ibu merupakan
angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk setiap 100.000
kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian ibu.
Penyebab kematian tersebut dapat berhubungan langsung maupun tidak
langsung dengan kehamilan, dan umumnya terdapat sebab utama yang
mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO
telah menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan
adanya sistem ini, diharapkan akan meningkatkan kewaspadaan,
perencanaan tindakan, dan pada akhirnya akan menurunkan angka
kematian ibu.Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu
indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian
ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam
tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan
kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015
adalah mengurangi sampai resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil
survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke
waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan
pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras
yang terus menerus.Cara MenghitungKemudian kematian ibu dapat
diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per 100.000
kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka
fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu
kematian maternal per 100.000 kelahiranRumus
Dimana: Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya
kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42
hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada
tahun tertentu, di daerah tertentu. Konstanta =100.000 bayi lahir
hidup.
Pencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun
1994-2015(Dalam 100.000 Kelahiran Hidup)
Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional
dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan
penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan SDKI
survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000
Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi
di Asia. Sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup.
I. Penyebab Kematian Ibu MelahirkanSejumlah kondisi mayor
terkait dengan angka mortalitas maternal. Penyebab mayor dari
kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap kematian
bayi.Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil
menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor
yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan
kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni
pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang, aborsi, dan
infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup
penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik,
latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan
masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun
dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang
reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis,
tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender,
nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki
terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang
menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara
sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat.
Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik
oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.Penyebab
kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat
tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi
aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa
diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28
persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa
nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini
mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses
kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal
yang tepat waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian
ibu, yaitu 24 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia
adalah 12 persen). Pemantauan kehamilan secara teratur sebenarnya
dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah
yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia.
Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan
4T (Terlambat)1. Terlambat deteksi dini adanya resiko tinggi
pada ibu hamil di tingkat keluarga2. Terlambat untuk memutuskan
mencari pertolongan pada tenaga kesehatan3. Terlabat untuk datang
di fasilitas pelayanan kesehatan4. Terlambat untuk mendapatkan
pertolongan pelayanan kesehatan yang cepat dan berkualitas di
fasilitas pelayanan kesehatan
4T (Terlalu), yang mempunyai resiko tinggi:1. Terlalu muda2.
Terlalu tua3. Terlalu sering4. Terlalu banyak
Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Bidan atau Tenaga
KesehatanSalah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah
disebabkan karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh
tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen
persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan
dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga
medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003
menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia,
Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
hampir mencapai 90%. Apabila dilihat dari proyeksi angka
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan nampak bahwa ada
pelencengan dari tahun 2004 dimana angka pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi, apabila hal ini
tidak menjadi perhatian kita semua maka diperkirakan angka
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90 % pada
tahun 2010 tidak akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa
berimbas pada resiko angka kematian ibu meningkat. Kondisi
geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa
faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar
daerah akan berbeda satu sama lain.
Upaya Menurunkan AKI1. Peningkatan pelayanan kesehatan primer
menurunkan AKI 20%2. Sistem rujukan yang efektif menurunkan sampai
80%
Upaya safe motherhoodTahuin 1988 diadakan Lokakarya
Kesejahteraan Ibu, yang merupakan kelanjutan konferensi tentang
kematian ibu di Nairobi setahuin sebelumnya. Lokakarya bertujuan
mengemukakan betapa kompleksnya masalah kematian ibu, sehingga
penanganannya perlu dilaksanakan berbagai sector dan pihak terkait.
Pada waktu itu ditandatangani kesepakatam oleh sejumlah 17 sektor.
Sebagai koordinator dalam upaya itu ditetapkan Kantor Menteri
Negara Urusan Peranan Wanita ( sekarang : Kantor Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan ).Tahun 1990-1991, Departemen Kesehatan
dibantu WHO, UNICEF, dan UNDP melaksanakan Assessment Safe
Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan ini adalah rekomendasi
Rencana Kegiatan Lima Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan
rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu ( AKI ). Sasarannya adalah
menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada 1986,
menjadi 225 pada tahun 2000.Awal tahun 1996, Departemen Kesehatan
mengadakan Lokakarya Kesehatan Reproduksi, yang menunjukkan
komitmen Indonesia untuk melaksanakan upaya kesehatan resproduksi
sebagaimana dinyatakan dalam ICPD di Kairo. Pada pertengahan tahun
itu juga, Menperta meluncurkan Gerakan Sayang Ibu, yaitu upaya
advokasi dan mobilisasi social untuk mendukung upaya percepatan
penurunan AKI.
Intervensi Strategis Dalam Upaya Safe Motherhood
SAFE MOTHERHOODKBASUHAN ANTENATALPELAYANAN KEBIDANAN
DASARPELAYANAN OBSTETRI ESENSIALPERSALINAN BERSIH DAN AMANPELAYANAN
KESEHATAN PRIMERPEMBERDAYAAN WANITA
Empat pilar Safe Motherhood
Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan
sebagai empat pilar safe motherhood, yaitu :a. Keluarga berencana,
yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai akses ke
informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat
untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian
diharapkan tidak ada kehamilan yang tak diinginkan. Kehamilan yang
masuk dala, kategori 4 terlalu, yaitu terlalu muda atau terlalu tua
untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu banyak anak.b.
Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik
bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini
mungkin serta ditangani secara memadai.c. Persalinan yang aman,
memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan,
keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan
bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayid.
Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik
untuk resiko tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang
membutuhkannya.Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk
mencapai keadaan tersebut adalah pendidikan sejumlah 54.120 bidan
ditempatkan di desa selama 1989/1990 sampai 1996/1997. Dalam
pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 diterapkan strategi
berikut :a. Penggerakan Tim Dati II ( Dinas Kesehatan dan seluruh
jajarannya sampai ke tingkat kecamatan dan desa, RS Dati II dan
pihak terkait ) dalam upaya mempercepat penurunan AKI sesuai dengan
peran dan fungsinya masing-masing.b. Pembinaan daerah yang intensif
di setiap Dati II, sehingga pada akhir Pelita VII : Cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 80% atau lebih. Cakupan
penanganan kasus obstetrik ( resiko tinggi dan komplikasi obstetrik
) minimal meliputi 10% seluruh persalinan. Bidan mampu memberikan
pertolongan pertama pada kegawatdaruratan obstetrik neonatal dan
puskesmas sanggup memberikan pelayanan obstetrik-neonatal esensial
dasar ( PONED ), yang didukung oleh RS Dati II sebagai fasilitas
rujukan utama yang mampu menyediakan pelayanan obstetrik-neonatal
esensial komprehensif ( PONEK ) 24 jam; sehingga tercipta jaringan
pelayanan obstetrik yang mantap dengan bidan desa sebagai ujung
tombaknya.c. Penerapan kendali mutu layanan kesehatan ibu, antara
lain melalui penerapan standar pelayanan, prosedur tetap, penilaian
kerja, pelatihan klinis dan kegiatan audit maternal-perinatal.d.
Meingkatkan komunikasi, informasi, dan esukasi ( KIE ) untuk
mendukung upaya percepatan penurunan AKIe. Pemantapan keikutsertaan
masyrakat dalam berbagai kegiatan pendukung untuk mempercepat
penurunan AKI
Mempercepat Penurunan AKI1. Peningkatan deteksi dan penanganan
RISTI2. Peningkatan cakupan pertolongan/pendampingan3. Peningkatan
sarana dan prasarana pelayanan kesehatan maternal4. Peningkatan
pembinaan teknis bidan5. Pemantapan kerja Dinkes dan RS6.
Pemantapan kemampuan pengelolaan KIA7. Peningkatan peran serta
lintas program
Indikator Keberhasilan1. Jumlah kematian maternal menurun2.
Cakupan akses dan pelayanan ANC3. Cakupan persalinan yang
ditolong/didampingi4. Adanya fasilitas POED dan POEK5. Proporsi
RISTI yang ditangani adekuat6. Case fatality rate RISTI per tahun
dibagi jumlah RISTI yang ditangani kali 100%7. Presentasi bedah
sesar terhadap seluruh persalinanProgram Dari PuskesmasStandar
minimal ANC:1. Medical record2. Anamnesis3. Pemeriksaan fisik 7K4.
Pemeriksaan penunjang K1: golongan darah, Hb, AL, urine (protein,
reduksi)5. Pemeriksaan pada minggu 12: Hb, AL, urine, konsultasi
gizi6. Pemeriksaan pada minggu ke 36: Hb, AL, CT, BT, urine7.
Konsultasi dokter ahli pada minggu 12, 28, 36, 408. USG: Minggu 12:
kondisi janin Minggu 28: presentasi, kelainan plasenta Minggu 36:
presentasi, rencana persalinan
Infant Mortality Rate IMR (Infant Mortality Rate) atau Angka
Kematian Bayi (AKB) di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh faktor
pendidikan, sosial dan ekonomi di wilayah tersebut. Dan kebijakan
pemerintah untuk menekan tingkat kematian bayi di Indonesia sangat
berperan untuk meningkatkan angka harapan hidup bayi. Secara
matematis Angka
Kematian Bayi dirumuskan :IMR =jumlah kematian bayi usia