BAB I PENDAHULUAN Sindrom nefritis akut merupakan kumpulan gejala yang timbul akibat proses inflamasi pada glomerulus ginjal. Penyebab SNA yang paling banyak ditemukan pada anak adalah Glomerulonefritis akut paska infeksi streptokokus. Glomerulonefritis merupakan penyakit kelainan ginjal yang muncul sekita 10 – 15%. Insiden GNAPS telah mengalami penurunan jumlah selama dekade terakhir ini, hal ini terjadi karena peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan peningkatan status sosial ekonomi penduduk. GNAPS dapat muncul dalam berbagau usia, namun biasanya muncul pada anak – anak. Kebanyakan kasus muncul pada anak usia 5 – 15 tahun, hanya 10% kasus muncul pada usia diatas 40 tahun. GNAPS lebih banyak menyerang anak laki – laki dibandingkan anak perempuan. Insiden yang lebih tinggi berhubungan dengan perilaku hidup sehat dan pada kelompok dengan status sosial ekonomi yang rendah. GNAPS merupakan penyakit ginjal akibat proses imunologis yang menyebabkan proses inflamasi pada glomerulus ginjal, yang dapat menyebabkan kerusakan pada membarana basalis, mesangium, atau endotel kapiler. GNAPS didefinisikan sebagai hematuria, proteinuria, dan silinder eritrosit yang muncul secara mendadak. Menifestasi klinis ini biasanya diikuti dengan hipertensi, edema, azotemia, dan retensi garam-air. Penatalaksanaan GNAPS mengutamakan terapi suportif, hal ini disebabkan karena ketiadaan terapi spesifik untuk penyakit 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom nefritis akut merupakan kumpulan gejala yang timbul akibat
proses inflamasi pada glomerulus ginjal. Penyebab SNA yang paling
banyak ditemukan pada anak adalah Glomerulonefritis akut paska infeksi
streptokokus. Glomerulonefritis merupakan penyakit kelainan ginjal yang
muncul sekita 10 – 15%. Insiden GNAPS telah mengalami penurunan
jumlah selama dekade terakhir ini, hal ini terjadi karena peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan dan peningkatan status sosial ekonomi
penduduk.
GNAPS dapat muncul dalam berbagau usia, namun biasanya muncul
pada anak – anak. Kebanyakan kasus muncul pada anak usia 5 – 15
tahun, hanya 10% kasus muncul pada usia diatas 40 tahun. GNAPS lebih
banyak menyerang anak laki – laki dibandingkan anak perempuan.
Insiden yang lebih tinggi berhubungan dengan perilaku hidup sehat dan
pada kelompok dengan status sosial ekonomi yang rendah.
GNAPS merupakan penyakit ginjal akibat proses imunologis yang
menyebabkan proses inflamasi pada glomerulus ginjal, yang dapat
menyebabkan kerusakan pada membarana basalis, mesangium, atau
endotel kapiler. GNAPS didefinisikan sebagai hematuria, proteinuria, dan
silinder eritrosit yang muncul secara mendadak. Menifestasi klinis ini
biasanya diikuti dengan hipertensi, edema, azotemia, dan retensi garam-
air.
Penatalaksanaan GNAPS mengutamakan terapi suportif, hal ini
disebabkan karena ketiadaan terapi spesifik untuk penyakit ginjal. Ketika
GNAPS berhubungan dengan infeksi kronik, maka infeksi tersebut yang
harus diterapi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Sindrom Nefritis Akut
Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gejala klinik
berupa oliguria, kelainan urinalisis (proteinuria ≤ 2 gram/hari dan
Glomerulonefritis akut menunjukkan adanya kejadian paska
infeksi dengan etiologi berbagai macam bakteri dan virus. Kuman
penyebab tersering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A
yang nefritogenik. Insiden tidak dapat diketahui dengan tepat,
diperkirakan jauh lebih tinggi dari data statistik yang dilaporkan.
Glomerulonefritis akut paska infeksi streptokokus terutama
menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Jarang menyerang
anak dibawah usia 3 tahun. Anak laki – laki memiliki resiko lebih
tinggi dibandingkan anak perempuan (Noer, 2010).
2.3. Patogenesis dan Patofisiologi
Setiap ginjal terdiri dri sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik
yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Karena
fungsi primer ginjal adalah menghasilkan urin, maka nefron adalah satuan terkecil yang
mampu membentuk urin. Pada saat memasuki ginjal, arteri renalis secara sistematis
terbagi – bagi untuk akhirnya menjadi pembuluh – pembuluh halus yang dikenal
sebagai arteriol aferen. Arteriol aferen menyalurkan darah ke kapiler glomerulus, yang
menyatu untuk membentuk arteriol lain, arteriol eferen, tempat keluarnya darah yang
3
yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus meninggalkan glomerulus. Arteriol –
arteriol inilah yang akan membentuk glomerulus.
Gambar 1. Bagian – bagian Ginjal, Nefron, dan Vaskularisasinyaa) Bagian – bagian ginjal; b) Bagian – bagian nefron ginjal; dan c) Perdarahan nefron.Sumber: http://kvhs.nbed.nb.ca/gallant/biology/nephron_structure.html
Nefron ginjal terdiri atas tubulus. Komponen tubulus berawal dari dari kapsula
bowman, suatu invaginasi berdinding rangkap yang melingkupi glomerulus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus. Setelah melewati proses
filtrasi di glomerulus, selanjutnya hasil filtrasi tersebut akan melalui proses reabsorbsi
dan sekresi yang terjadi di dalam tubulus nefron ginjal.
Gambar 2. Komponen Penyusun GlomerulusSumber: http://legacy.owensboro.kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/renal.jpg
Proses pembentukan urin terjadi melalui proses filtrasi, sekresi, reabsorbsi, dan
ekskresi. Proses filtrasi terjadi di glomerulus, sementara proses yang tersisa
berlangsung di tubulus ginjal. Saat darah melewati glomerulus, terjadi filtrasi plasma
bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. Semua
konstituen dalam darah kecuali sel darah dan protein plasma, seperti H2O, nutrien,
elektrolit, zat sisa mengalami filtrasi Setiap hari terbentuk sekitar 180 liter (47,5 galon)
sdengan perumpamanaan volume plasma rata-rata pada orang dewasa sektar 2,75 liter
hal ini menunjukkan bahwa protein plasma mengalami 60 kali filtrasi perharinya.
Apabila semua yang di filtrasi dikeluarkan menjadi urin, volume plasma total akan
Perawatan dibutuhkan apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal
sedang sampai berat (klirens kreatinin <60 ml/menit/1.73m2), BUN
>50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah,letargi,
hipertensi ensefalopati, anuria, atau oligouria menetap.
2.7. Komplikasi dan Prognosis
Fase awal glomerulonefritis akut akan berlangsung beberapa
hari – 2 minggu. Setelah itu anak akan merasa lebih baik, diuresis
lancar, edem hilang, dan hipertensi hilang, LFG kembali normal.
Penyakit ini dapat sembuh sendiri, jarang berkembang menjadi
kronik. Kronisitas dihubungkan dengan awal penyakit yang berat dan
kelainan morfologis berupa hiperseluritas lobuls. Pasien sebaiknya
kontrol tiap 4 – 6 minggu dalam 6 bulan pertama setelah awitan
nefritis. Pengkuran tekanan darah, pemeriksaan eritrosit dan protein
urin selama 1 tahun lebih bermanfaat untuk menilai perbaikan. Kadr
C3 akan kembali normal setelah 8 – 12 minggu, edem membaik
dalam 5 – 10 hari, tekanan darah kembali normal setelah 2- 3
minggu, walaupun dapat tetap tinggi sampai 6 minggu. Gross
hematuri biasanya menghilang dalam 1 – 3 minggu, hematuria
mikroskopik menghilang setelah 6 bulan, namun dapat bertahan
sampai 1 tahun. Proteinuria menghilang dalam 2 – 3 bulan pertama
atau setelah 6 bulan (Lumbanbatu, 2003).
Terjadi glomerunolefritis kronis bila selam perjalanan penyakit
ditemukan salah satu atau lebih tanda klinis, atau proteinuria dengan
atau tanpa hematuri asimtomatik yang menetap selama bertahun –
tahun akan berubah menjadi kronis, akhirnya gagal ginjal kronis
(Renny & Suwitra, 2009).
14
Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut yang
tidak mendapat pengobatan secara tuntas.Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria
sampai anuria yang dapat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufiiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia. Walaupun
oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan
peritoneum dialysis (bila perlu).Enselopati hipertensi merupakan gejala serebrum
karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan
kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah local dengan anoksia
dan edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi
basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang buka saja disebabkan
spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium. Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping
sintesis eritropoetik yang menurun.
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
Anak kecil memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan anak
yang lebih besar atau dewasa. Perbaikan klinis yang sempurna dan
urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik insiden ginjl
berkisar 1 – 30%. Kemungkinana menjadi kronik 5 – 10%, sekitar 0.5
– 2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal yang cepat dan
progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal
ginjal terminal (lumbanbatu, 2003).
15
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom Nefritis Akut merupakan sekumpulan gejala yang ditandai
dengan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder eritrosit yang muncul
secara tiba – tiba. Kelainan ini dapat juga muncul bersamaan dengan
hipertensi, udem, dan retensi natrium-air. Salah satu penyebab sindrom
nefritis akut yang paling sering pada anak adalah Glomerulonefritis akut
paska infeksi streptokokus (GNAPS). Pada GNAPS manifestasi SNA muncul
setelah adanya riwayat infeksi oleh bakteri streptokokus pada saluran
pernapasan atas atau infeksi kulit. Masa laten GNAPS berkisar antara 1 – 2
minggu paska infeksi.
Infeksi streptokokus memicu terjadinya proses imunitas dalam
tubuh, yang pada akhirnya tubuh akan membentuk kompleks antigen
antibodi yang berdeposit pada kapiler glomerulus, bahkan sampai
memberana basalis glomerulus. Hal ini menyebabkan kebocroan vaskular,
penurunan seletifitas filtrasi ginjal yang menyebabkan manifestasi
hematuria dan proteinuria. Kerusakan pada glomerulus akan menurunkan
lajur filtrasi glomelurus dan meningkatan reabsorbsi natrium – air, hal ini
muncul sebagai manifestasi hipertensi dan edema pada pasien.
Kerusakan gelomerulus yang tidak segera diatasi akan menyebabkan
gagal ginjal akut pada anak. Penegakkan diagnosis GNAPS dapat
dilakukan melalui pengamatan manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan serum titer ASO, urinalisis dengan menemukan
silinder eritrosit, atau kultur dari sediaan usap tenggorokan atau kulit.
Terapi utama dari GNAPS adalah terapi suportif dan mengobatai
penyebabnya. Pemberian antibiotik dapat diberikan jika bukti infeksi
streptokokus dapat ditemukan. Prognosis GNAPS pada anak umumnya
baik, hanya sedikit yang kemudia berkembang menjadi glomerulonefritik
kronik, atau gagal ginjal kronik bahkan gagal ginjal terminal.
16
DAFTAR PUSTAKA
Lumbanbatu, SM. 2003. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak, Sari Pediatri, vol. 5. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Parmar, SP. 2013. Acute Glomerulonephritis. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/239278-overview#a0101. Accessed at: 18th of May 2013, 06.30 PM
Noer, MS. 2010. Glomerulonefritis; Buku Ajar Nefrologi Anak, 2nd edt, hlm. 323 – 365. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Pardede, SO. 2009. Struktur Sel Streptokokus dan Patogenesis Glomerulonefritis Akut Pascasetreptokokus; Sari Pediatri, Vol. 11 . Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
Renny RA & Suwitra K. 2010. Seorang Penderita Sindrom Nefritik Akut Pasca Infeksi Streptokokus, Vol. 10. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/ RSUP Sanglah. Denpasar.
Sherwood, L. 2001. Sistem Kemih : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, 2nd edt, hlm. 461 – 502. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Sukandar, E. 2006. Sindrom Nefritik Akut: Nefrologi Klinik, 3rd edt, hlm. 221 – 232. Pusat Informasi Ilmiah, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/ RS. Dr. Hasan Sadikin. Bandung.