Asuhan Keperawatan Klien degan Sindrom Nefrotik Tugas ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar KMB III Arbi Paliasi Amalia Utami Ayu rahmawati Bunga Adhelia Devi Anna S Devi Fauziyyah Dwina Damar Dzikru F. R Hijrah Emilia Inggrid Vania Izora Nadia Ingrida W Neng Derayani Melda Roulina Sheris Ayu Anggraeni AKADEMI KEPERAWATAN JAYAKARTA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Asuhan Keperawatan Klien degan Sindrom NefrotikTugas ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar KMB III
Arbi Paliasi
Amalia Utami
Ayu rahmawati
Bunga Adhelia
Devi Anna S
Devi Fauziyyah
Dwina Damar
Dzikru F. R
Hijrah Emilia
Inggrid Vania Izora
Nadia Ingrida W
Neng Derayani
Melda Roulina
Sheris Ayu Anggraeni
AKADEMI KEPERAWATAN JAYAKARTA
PEMPROV DKI JAKARTA
2015
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,
proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia,
kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan
fungsi ginjal (Ngastiyah, 2005).
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas glumerulus terhadap protein plasma
yang menimbulkan proteinuria, hipoalbumenemia,
hiperlipidemia, dan edema (Betz, Cecily dan Sowden, Linda.
2002).
Sindroma Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan
oleh injuri oleh glomerular yang terjadi pada anak dengan
karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita
Yuliani, 2001).
Sindroma Nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri
dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kg BB/24 jam),
hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai
atau tidak di sertai dengan edema dan hiperkolesterolemia
(Rauf, 2002).
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa sindroma nefrotik pada anak adalah status
klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan
protein urinaris yang massif, dengan karakteristik :
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, disertaia atau
tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia.
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang
terletak retroperitonel dengan panjang ± 11-12 cm, di
samping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan
lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar
dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal
kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan
batas bawah ginjal kiri setinggi vertebra lumbalis III.
Pada fetus dan infant, ginjal berlobulasi. Makin
bertambah umur, lobulasi makin kurang, sehingga waktu
dewasa menghilang. Parenkim ginjal terdiri atas korteks
dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang
berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-
tiap piramid dipisahkan oleh columna bertini. Dasar
piramid di tutup oleh korteks, sedang puncaknya (papila
marginalis) menonjol kedalam kaliks minor. Beberapa
kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah
2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor / minor ini bersatu
menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah
keluar ureter. Korteks sendiri terdiri atas glomerulus
dan tubuli, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli.
Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk nefron, satu
unit nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal,
loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang di masukkan
pula duktus koligentes) (Price, 2001).
Tiap ginjal mempunyai ± 1,5 – 2 juta nefron, berarti pula
± 1,5 – 2 juta juta glomeruli. Pembentukan urin dimulai
dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat
dimulai, filtrat adalah isotonic dengan plasma pada angka
285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80% filtrat
telah diabsorbsi, meskipun konsentrasinya masih tetap
sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah
melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi
filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden,
konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya
menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung, saat
filtrate bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat
menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotik dengan
plasma darah pada ujung duktus mengumpul. Ketika filtrat
bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi
konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus
pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya
sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih
(Price, 2001).
2. Fisiologi Ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu
alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat
yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya
ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi
ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardac
output..Menurut Syarifuddin (2002) “ Fungsi ginjal yaitu
mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan
keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar
asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan
keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh;
mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein
ureum, kreatinin dan amoniak”. Tiga tahap pembentukan
urine :
a. Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma
pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya,
kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan
cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih
kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan
sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal
Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung
atau sekitar 1200 ml/menit.
Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125
ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula
bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR = Glomerular Filtration Rate). GFR normal
dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas permukaan
tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90
cc/menit/luas permukaan tubuh anak. Gerakan masuk ke
kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi
berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara
kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus
mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh
tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s
serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-
tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas
dinding kapiler.
b. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3
bagian yaitu : nonelektrolit, elektrolit dan air.
Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi
selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang
sudah difiltrasi.
c. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-
molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam
filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya
penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi
dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-
ion hidrogen.Pada tubulus distalis, transfor aktif
natrium sistem carier yang juga telibat dalam
sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam
hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium
keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen
atau ion kalium kedalam cairan tubular
“perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion
natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus
disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada
konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion
ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang
pertukaran kation dalam tubulus distalis ini
membantu kita memahami beberapa hubungan yang
dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh,
kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat
menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya
dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika
asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
Pada anak-anak jumlah urine dalam 24 jam lebih
kurang dan sesuai dengan umur :
1) 1-2 hari : 30-60 ml
2) 3-10 hari : 100-300 ml
3) 10 hari - 2 bulan : 250-450 ml
4) 2 bulan – 1 tahun : 400-500 ml
5) 1 – 3 tahun : 500-600 ml
6) 3 – 5 tahun : 600-700 ml
7) 5 – 8 tahun : 650-800 ml
8) 8 – 14 tahun : 800-1400 ml
C. Etiologi
Penyebab nefrotik sindrom di bagi menjadi 2 yaitu sebagai
berikut:
1. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal,
seperti berikut:
a. Glomerulonefritis
b. Nerfotik simndrom perubahan minimal.
2. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat dan penyakit
sistemik lain, seperti berikut ini:
a. Diabetes militus.
b. Sistema lupus eritematosus
c. Amyloidosis.
D. Patofisiologi
Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma
protein, terutama albumin kedalam urine. Meskipun hati mampu
meningkatkan produksi albumin, namun oragan ini tidak mampu
untuk terus mempertahankannya jika albumin terus menerus
hilang melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbumin.
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema
generalisata akibat cairan yang berpindah dari system
vaskuler ke dalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan
sirkulasi volume darah mengaktifkan system rennin-angiotensi
menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Manifestasi dari hilangnya protein dalam serum akan
menstimulasi sistensis lipoprotein di hati dan terjadi
peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit
renal intrinsic atau sistemik yang mememengaruhi glomerulus.
Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-
anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa
termasuk lansia. Penyebab sindrom nefrotik mencakup