Asuhan Keperawatan Klien degan Sindrom NefrotikTugas ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar KMB III
Arbi Paliasi
Amalia Utami
Ayu rahmawati
Bunga Adhelia
Devi Anna S
Devi Fauziyyah
Dwina Damar
Dzikru F. R
Hijrah Emilia
Inggrid Vania Izora
Nadia Ingrida W
Neng Derayani
Melda Roulina
Sheris Ayu Anggraeni
AKADEMI KEPERAWATAN JAYAKARTA
PEMPROV DKI JAKARTA
2015
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,
proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia,
kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan
fungsi ginjal (Ngastiyah, 2005).
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas glumerulus terhadap protein plasma
yang menimbulkan proteinuria, hipoalbumenemia,
hiperlipidemia, dan edema (Betz, Cecily dan Sowden, Linda.
2002).
Sindroma Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan
oleh injuri oleh glomerular yang terjadi pada anak dengan
karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita
Yuliani, 2001).
Sindroma Nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri
dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kg BB/24 jam),
hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai
atau tidak di sertai dengan edema dan hiperkolesterolemia
(Rauf, 2002).
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa sindroma nefrotik pada anak adalah status
klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan
protein urinaris yang massif, dengan karakteristik :
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, disertaia atau
tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia.
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang
terletak retroperitonel dengan panjang ± 11-12 cm, di
samping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan
lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar
dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal
kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan
batas bawah ginjal kiri setinggi vertebra lumbalis III.
Pada fetus dan infant, ginjal berlobulasi. Makin
bertambah umur, lobulasi makin kurang, sehingga waktu
dewasa menghilang. Parenkim ginjal terdiri atas korteks
dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang
berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-
tiap piramid dipisahkan oleh columna bertini. Dasar
piramid di tutup oleh korteks, sedang puncaknya (papila
marginalis) menonjol kedalam kaliks minor. Beberapa
kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah
2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor / minor ini bersatu
menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah
keluar ureter. Korteks sendiri terdiri atas glomerulus
dan tubuli, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli.
Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk nefron, satu
unit nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal,
loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang di masukkan
pula duktus koligentes) (Price, 2001).
Tiap ginjal mempunyai ± 1,5 – 2 juta nefron, berarti pula
± 1,5 – 2 juta juta glomeruli. Pembentukan urin dimulai
dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat
dimulai, filtrat adalah isotonic dengan plasma pada angka
285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80% filtrat
telah diabsorbsi, meskipun konsentrasinya masih tetap
sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah
melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi
filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden,
konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya
menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung, saat
filtrate bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat
menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotik dengan
plasma darah pada ujung duktus mengumpul. Ketika filtrat
bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi
konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus
pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya
sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih
(Price, 2001).
2. Fisiologi Ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu
alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat
yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya
ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi
ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardac
output..Menurut Syarifuddin (2002) “ Fungsi ginjal yaitu
mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan
keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar
asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan
keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh;
mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein
ureum, kreatinin dan amoniak”. Tiga tahap pembentukan
urine :
a. Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma
pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya,
kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan
cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih
kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan
sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal
Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung
atau sekitar 1200 ml/menit.
Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125
ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula
bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR = Glomerular Filtration Rate). GFR normal
dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas permukaan
tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90
cc/menit/luas permukaan tubuh anak. Gerakan masuk ke
kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi
berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara
kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus
mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh
tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s
serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-
tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas
dinding kapiler.
b. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3
bagian yaitu : nonelektrolit, elektrolit dan air.
Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi
selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang
sudah difiltrasi.
c. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-
molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam
filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya
penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi
dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-
ion hidrogen.Pada tubulus distalis, transfor aktif
natrium sistem carier yang juga telibat dalam
sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam
hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium
keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen
atau ion kalium kedalam cairan tubular
“perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion
natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus
disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada
konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion
ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang
pertukaran kation dalam tubulus distalis ini
membantu kita memahami beberapa hubungan yang
dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh,
kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat
menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya
dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika
asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.
Pada anak-anak jumlah urine dalam 24 jam lebih
kurang dan sesuai dengan umur :
1) 1-2 hari : 30-60 ml
2) 3-10 hari : 100-300 ml
3) 10 hari - 2 bulan : 250-450 ml
4) 2 bulan – 1 tahun : 400-500 ml
5) 1 – 3 tahun : 500-600 ml
6) 3 – 5 tahun : 600-700 ml
7) 5 – 8 tahun : 650-800 ml
8) 8 – 14 tahun : 800-1400 ml
C. Etiologi
Penyebab nefrotik sindrom di bagi menjadi 2 yaitu sebagai
berikut:
1. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal,
seperti berikut:
a. Glomerulonefritis
b. Nerfotik simndrom perubahan minimal.
2. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat dan penyakit
sistemik lain, seperti berikut ini:
a. Diabetes militus.
b. Sistema lupus eritematosus
c. Amyloidosis.
D. Patofisiologi
Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma
protein, terutama albumin kedalam urine. Meskipun hati mampu
meningkatkan produksi albumin, namun oragan ini tidak mampu
untuk terus mempertahankannya jika albumin terus menerus
hilang melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbumin.
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema
generalisata akibat cairan yang berpindah dari system
vaskuler ke dalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan
sirkulasi volume darah mengaktifkan system rennin-angiotensi
menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Manifestasi dari hilangnya protein dalam serum akan
menstimulasi sistensis lipoprotein di hati dan terjadi
peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit
renal intrinsic atau sistemik yang mememengaruhi glomerulus.
Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-
anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa
termasuk lansia. Penyebab sindrom nefrotik mencakup
glomerulonitritis kronis, diabetes militus disertai
glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal,
penyakit lupus erythematosus sistemik, dan thrombosis vena
renal.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis yang menyertai Sindroma Nefrotik menurut
Ngastiyah, 2005 antara lain :
1. Proteinuria.
2. Edema
Biasanya edema dapat bervariasi dari bentuk ringan sampai
berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila
ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata
(periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia
dan ekstermitas bawah.
3. Penurunan jumlah urine, urine gelap, dan berbusa.
4. Hematuria.
5. Anoreksia
6. Diare.
7. Pucat.
8. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis menurut Mansjoer Arif, 2000 :
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan
natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis
dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar
makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3
gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam,
dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1
mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi,
alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler
berat.
c. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional
Coopertive Study of Kidney Disease in Children
(ISKDC), sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan
dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan
maksimum 80 mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama
28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari
dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari.
Bila terdapat respon selama pengobatan, maka
pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama
4 minggu .
d. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila
ada infeksi.
e. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada
indikasi vital.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit,
karena memerlukan pengawasan dan pengobatan yang khusus.
Masalah pasien yang perlu di perhatikan adalah edema yang
berat (anasarka), diet, resiko komplikasi, pengawasan
mengenai pengobatan atau gangguan rasa aman dan nyaman,
dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
pasien atau umum.
Pasien dengan sindrom nefrotik dengan anasarka perlu
istirahat di tempat tidur karena keadaan edema yang berat
menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk
bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan harus
ditolong di atas tempat tidur.
a. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya
cairan didalam rongga toraks akan menyebabkan sesak
napas.
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada
tumit (bantal di letakkan memanjang, karena jika
bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah
dan akan menyebabkan edema hebat).
c. Bila pasien seorang anak laki-laki,berikan ganjal
dibawah skrotum untuk mencegah pembengkakan skrotum
karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum
akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian
pasien).
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien
melakukan kegiatan sesuai kemampuannya , tetapi
tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau
perawat dan pasien tidak boleh kelelahan. Untuk
mengetahui berkurangnya edema pasien perlu ditimbang
setiap hari, diukur lingkar perut pasien. Selain itu
perawatan pasien dengan sindrom nefrotik, perlu
dilakukan pencatatan masukan dan pengeluaran cairan
selama 24 jam. Pada pasien dengan sindrom nefrotik
diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 g/kg
BB/hari dan cukup kalori yaitu 35 kal/kg BB/hari
serta rendah garam (1g/hari). Bentuk makanan
disesuaikan dengan keadaan pasien, dapat makanan
biasa atau lunak (Ngastiyah, 2005).
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan
daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena
infeksi. Komplikasi pada kulit akibat infeksi
streptococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi
tersebut, kebersihan kulit perlu diperhatikan dan
alat-alat tenun atau pakaian pasien harus bersih dan
kering. Antibiotik diberikan jika ada infeksi, dan
diberikan pada waktu yang sama. Jika pasien
diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu
diberikan penjelasan bagaimana merawat anak yang
menderita penyakit sindrom nefrotik. Pasien sendiri
perlu juga diterangkan aktivitas apa yang boleh
dilakukan dan kepatuhan tentang dietnya ma sih perlu
diteruskan sampai pada saatnya dokter mengizinkan
bebas diet. Memberikan penjelasan pada keluarga
bahwa penyakit ini sering kambuh atau berubah
menjadi lebih berat jika tidak terkontrol secara
teratur, oleh karena itu orang tua atau pasien
dianjurkan kontrol sesuai waktu yang ditentukan
(biasanya 1 bulan sekali) (Ngastiyah, 2005).
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Sindroma nefrotik
menurut Betz, Cecily 2002 dan Rauf, 2002, antara lain :
1. Penurunan volume intravaskular (syok Hipovolemik).
2. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosis vena ).
3. Perburukan pernapasan (berhubungan dengan retensi
cairan).
4. Kerusakan kulit.
5. Infeksi sekunder karena kadar imunoglobulin yang rendah
akibat hipoalbuminemia.
6. peritonitis
Asuhan Keperawatan Klien dengan Sindrom Nefrotik
A. Pengkajian Anamnesis
Keluhan utama yang sering dikeluhkan wajah atau kaki. Pada
pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan
hal berikut.
1. Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output.
2. Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah
disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
3. Kaji adanya anoreksia pada klien.
4. Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise.
Pada pengkajian riwayat kesehatan dulu, perawat perlu
mengkaji apakah klien pernah menderita penyakit edema,
apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes
melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya.
Penting dikaji tentang riwayat peakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan.
Pada pengkajian psikososiokultural, adanya kelemahan
fisik, wajah, dan kaki yang bengkak akan memberikan dampak
rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan
tingkat kesadaran biasanya composmentis, pada TTV sering
tidak di dapatkan adanya perubahan.
a. B1 (breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas
dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami
peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut
sering di dapatkan adanya gangguan pola dan jalan
nafas yang merupakan respon terhadap edema pulmoner
dan efusi pleura.
b. B2 (blood)
Ssering ditemukan penurunan curah jantung respon
sekunder dari peningkatan beban volume.
c. B3 (brain)
Di dapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera
tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat
parahnya azotemia pada
sistem saraf pusat.
d. B4 (bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine
berwarna kola.
e. B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
sering didapatkan penurunan intek nutrisi dari
kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
f. B6 (bone)
Didapatkan adanya kelemahan fiisik secara umum, efek
skunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara
umum.
2. Pengkajian Diagnosis
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik,
proteinuria, terutama albumin. Keadaan ini juga terjadi
akibat menigkatnya permeabilitas membran glomerulus.
3. Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan
ginjal lebih lanjut dan menurunkan resiko komplikasi.
Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan
tersebut meliputi hal-hal berikut :
a. Tirah baring
b. Diuretik
c. Adenokortikosteroid, golongan prednison
d. Diet rendah natrium tinggi protein
e. Terapi cairan. Jika klien dirawat di rumah sakit,
maka intake dan output diukur secara cermat dan
dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan
cairan dan berat badan harian.
B. Diagnosis
1. Kelebihan volume cairan b.d retensi natrium dan air.
2. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan tekanan osmotik
kapiler.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia,mual, dan muntah.
4. Gangguan integritas kulit b.d peningkatan ureum
nitrogen dalam darah.
5. Intoleransi aktivitas b.d penurunan suplai oksigen ke
jaringan .
6. Resiko kekurangan volume cairan b.d ( intravaskuler )
b.d kehilangan protein dan
Cairan, edema .
7.Resiko infeksi b.d penurunan sistem imun
8.Gangguan body image b.d oedema dan ascites
C. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Kelebihan volume cairan b.d retensi natrium dan air.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan klien tidak mengalami kelebihan
cairan.
Kriteria hasil :
a. Oedema berkurang
b. Balance cairan antara output dan input seimbang
Intervensi :
a. Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara
akurat
Rasional : perlu untuk menentukan fungsi ginjal,
kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko
kelebihan cairan.
b. Timbang berat badan setiap hari
Rasional : mengkaji retensi cairan.
c. Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada
umbilikus, serta pantau edema sekitar mata.
Rasional : untuk mengkaji ascites dan edema.
d. Atur masukan cairan dengan cermat.
Rasional : agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang
dibutuhkan.
e. Pantau infuse intravena
Rasional : untuk mempertahankan masukan yang diresepkan.
f. Berikan kortikosteroid sesuai yang dibutuhkan.
Rasional : untuk menurunkan ekskresi proteinuria
g. Berikan diuretik bila di instruksikan
Rasional : untuk memberikan penghilangan sementara dari
edema.
2. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan tekanan osmotik
kapiler.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan
kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas / bersih
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan frekuensi dan kedalaman nafas paten
dengan bunyi nafas bersih / jelas.
b. Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman tidak
mengalami gangguan
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional : kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan
terjadi peningkatan kerja nafas , kedalaman bervariasi,
ekspansi dada terbatas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya buyi nafas
tidak normal.
Rasional : bunyi nafas menurun / tidak ada bila jalan
nafas terdapat obstruksi kecil.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : batuk biasanya mengeluarkan sputum dan
mengindikasi adanya kelainan.
e. Bantu klien untuk batuk efektif dan nafas dalam.
Rsional : dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f. Kolaborasi pemberian oksigen tambhan .
Rasional :memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja
nafas.
g. Berikan humidifikasi tambahan.
Rasional : memberikan kelembapan pada membran mukosa
dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan
pembersihan.
h. Bantu fisioterapy dada dan postural drainage.
Rasional : memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan
drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia,mual, dan muntah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam diharapkan klien mendapatkan nutrisi yang
optimal.
Kriteria hasil :
a. Kebutuhan nutrisi tubuh tercukupi
b. Tidak terjadi anoreksia, mual dan muntah.
c. Makan habis satu porsi.
Intervensi :
a. Beri diet yang bergizi.
Rasional :membantu pemenuhan nutrisi anak dan
menigkatkan daya tahan tubuh.
b. Batasi natrium selama edema dan terapi kortikosteroid.
Rasional :asupan natrium dapat meperberat edema usus
yang menyebabkan hilangnya nafsu makan.
c. Beri makan dalam porsi sedikit pada awalnya.
Rasional : untuk merangsang nafsu makan anak.
d. Beri makanan spesial yang disukai anak.
Rasional : untuk mendorong anak agar mau makan.
e. Beri makan dengan cara yang menarik.
Rasional : untuk merangsang nafsu makan.
4. Gangguan integritas kulit b.d peningkatan ureum nitrogen
dalam dalam darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan
tidak terjadi gangguan integritas kulit.
Kriteria hasil :
a. Kulit anak tidak menunjukan adanya kerusakan
integritas kulit : kemerahan atau iritasi .
b. Anak merasa nyaman ( tidak rewel, tidak merasa gatal )
Intervensi :
a. Berikan perawatan kulit
Rasional : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah
kerusakan kulit
b. Hindari pakaian yang ketat
Rasional : dapat mengakibatkan area yang meninjol
tertekan .
c. Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali
sehari.
Rasional : untuk mencegah terjadi iritasi pada kulit
karena gesekan dengan alat tenun.
d.Topeng edema, seperti skrotum .
Rasional :untuk menghilangkan area tekanan .
e.Ubah posisi dengan sering, sejajarkan tubuh dengan
baik.
Rasional : karena anak dengan edema masive selalu
lateragis, mudah lelah dan diam saja.
5. Intoleransi aktivitas b.d penurunan suplai oksigen ke
jaringan .
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam diharapkan anak dapat melakukan aktivitas
sesuai dengan kemampuan.
Kriteria hasil :
a. Anak dapat beraktivitas sesuai kemampuan.
b. Anak tidak cepat lelah .
c. Anak merasa senang dan mendapatkan istirahat tidur
yang adekuat.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema
hebat .
Rasional : tirah baring yang sesuai gaya grafitasi
dapat menurunkan edema.
b. Seimbangkan istirahat dan aktivitas bila ambulasi.
Rasional : ambulasi menyebabkan kelelahan .
c. Rencanakan dan berikan aktivitas tenang.
Rasional : aktivitas yang tenang mengurangi
penggunaan energi yang dapat menyebabkan kelelahan.
d. Intruksikan istirahat bila anak merasa lelah.
Rasional : mengadekuatkan fase istirahat anak .
e. Berikan periode istirahat tanpa gangguan.
Rasional : anak dapat menikmati masa istirahatnya.
6. Resiko kekurangan volume cairan (intravaskulera) b.d
kehilangan protein dan cairan , edema.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3
x 24 jam diharapkan anak tidak menunjukan kehilangan
cairan intravaskuler atau syok hipovolemik yang
ditunjukan pasien minimum atau tidak ada.
Kriteria hasil :
a. Tidak terdapat shock hipovolemik
b. Nilai ureum nitrogen normal
Intervensi :
1. Pantau tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi bukti fisik penipisan cairan
2. Kaji kualitas dan frekuensi nadi
Rasional : untuk tanda shock hipovolemik
3. Ukur tekanan darah
Rasional : untuk mendeteksi shock hipovolemik
4. Laporkan adanya penyimpanan dari normal
Rasional : agar pengobatan segera dapat dilakukan. (Donna
L.Wong,2004:550-552)
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam diharapkan pasien tidak menunjukkan adanya
tanda-tanda infeksi.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi
b. Suhu tubuh normal (36,7°c- 37,2°c).
Intervensi :
a. Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme
infektif
b. Gunakan teknik cuci tangan yang baik.
Rasional : untuk memutus mata rantai penyebaran infeksi
c. Jaga agar anak tetap hangat dan kering
Rasional : karena kerentanan terhadap infeksi
pernafasan
d. Pantau suhu
Rasional : indikasi awal adanya tanda infeksi
e. Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi
Rasional : memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan
gejala infeksi
8. Gangguan body image berhubungan dengan oedema dan
ascites
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam diharapkan klien dapat mengekspresikan
perasaan dan masalah dengan mengikuti aktivitas yang
sesuai dengan minat dan kemampuan anak
Kriteria hasil :
a. Anak dapat mengungkapkan perasaan
b. Anak merasa nyaman
Intervensi :
a. Gali masalah dan perasaan mengenai penampilan.
Rasional : untuk memudahkan koping
b. Tunjuk aspek positif dari penampilan dan bukti
penurunan edema
Rasional: meningkatkan harga diri klien dan mendorong
peneriman terhadap kondisinya
c. Dorong sosialisi dengan individu tanpa infeksi aktif
Rasional : agar anak tidak merasa sendiri dan
terisolasi