BAB IPENDAHULUANDalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf
diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
mental dan laboratorium (penunjang). Pemeriksaan neurologis
meliputi: pemeriksaan kesadaran, rangsang selaput otak, saraf otak,
sistem motorik, sistem sensorik refleks dan pemeriksaan mental
(fungsi luhur).1Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi
kedokteran maju dan berkembang dengan pesat. Banyak alat dan
fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat penting
dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau
perjalanan penyakit. Saat ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis
perdarahan di otak, atau keganasan di otak melalui pemeriksaan
pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati
dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.1Di samping
kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental di sisi
ranjang (bedside) masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita
bahkan dapat meningkatkan kemampuan pemeriksaan di sisi ranjang
dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita dapat mempertajam
kemampuan pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat-alat
canggih yang kita miliki.1Sampai saat ini kita masih tetap dan
harus memupuk kemampuan kita untuk melihat, mendengar, dan merasa,
serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan pemeriksaan anamnesis,
fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan diagnosis, dan
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.1Pemeriksaan saraf merupakan
salah satu dari rangkaian pemeriksaan neurologis yang terdiri dari;
1). Status mental, 2). Tingkat kesadaran, 3).Fungsi saraf kranial,
4). Fungsi motorik, 5). Refleks, 6). Koordinasi dan gaya berjalan
dan 7). Fungsi sensorik.12,14Agar pemeriksaan saraf kranial dapat
memberikan informasi yang diperlukan, diusahakan kerjasama yang
baik antara pemeriksa dan penderita selama pemeriksaan. Penderita
seringkali diminta kesediaannya untuk melakukan suatu tindakan yang
mungkin oleh penderita dianggap tidak masuk akal atau menggelikan.
Sebelum mulai diperiksa, kegelisahan penderita harus dihilangkan
dan penderita harus diberi penjelasan mengenai pentingnya
pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis.12,14Memberikan
penjelasan mengenai lamanya pemeriksaan, cara yang dilakukan dan
nyeri yang mungkin timbul dapat membantu memupuk kepercayaan
penderita pada pemeriksa. Penderita diminta untuk menjawab semua
pertanyaan sejelas mungkin dan mengikuti semua petunjuk sebaik
mungkin.5,7,9Suatu anamnesis lengkap dan teliti ditambah dengan
pemeriksaan fisik akan dapat mendiagnosis sekitar 80% kasus.
Walaupun terdapat beragam prosedur diagnostik modern tetapi tidak
ada yang dapat menggantikan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.5,7,9Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan
meninggalkan tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang
dinamakan foramina, terdapat 12 pasang saraf kranial yang
dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf
tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III),
troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII),
vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X),
asesorius (XI), hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II, VII
merupakan saraf sensorik murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII
merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung serabut
proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafinya. Saraf kranial V,
VII, X merupakan saraf campuran, saraf kranial III, VII dan X juga
mengandung beberapa serabut saraf dari cabang parasimpatis sistem
saraf otonom.1,2,5,7,9
BAB IIISI1. ANAMNESIS Dalam memeriksa penyakit saraf, data
riwayat penyakit merupakan hal yang penting. Seorang dokter tidak
mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya.
Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang
berlangsung, bahkan kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan
keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu, ada
juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu;
jadi, dalam bentuk serangan. Di luar serangan, penderitanya berada
dalam keadaan sehat. Jika penderita datang ke dokter di luar
serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis penyakitnya,
kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita
(anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo-anamnesis).1 Tidak
jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh
karena perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka
dalam menegakkan diagnosis kita perlu menggali data perjalanan
penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebabkan oleh
bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit, kita
dapat mendekati diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang
tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah berlebihan bila dikatakan
bahwa: Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke
arah diagnosa yang tepat.1 Untuk mendapatkan anamnesis yang baik
dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan penuh perhatian, serta
waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya dilakukan di
tempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain. Biasanya
pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu:11. Pasien
dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan
yang dideritanya.2. Pemeriksa (dokter) membimbing pasien
mengemukakan keluhannya atau kelainannya dengan jalan mengajukan
pertanyaan tertuju.Pengambilan anamnesa yang baik menggabungkan
kedua cara tersebut diatas. Biasanya wawancara dengan pasien
dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat. Kemudian
ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien
datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu
ditelusuri:11. Sejak kapan mulainya2. Sifat serta beratnya3. Lokasi
serta penjalarannya4. Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam,
sedang tidur, waktu haid, sehabis makan dan lain sebagainya)5.
Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut6.
Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya7. Faktor yang membuat
keluhan lebih berat atau lebih ringan8. Perjalanan keluhan, apakah
menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam bentuk
serangan, dan lain sebagainyaPada tiap penderita penyakit saraf
harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau kelainan
dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:11.
Nyeri kepala : Apakah anda menderita sakit kepala? Bagaimana
sifatnya, dalam bentuk serangan atau terus menerus? Dimana
lokasinya? Apakah progresif, makin lama makin berat atau makin
sering? Apakah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari?2. Muntah :
Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tiba-tiba,
mendadak, seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?3.
Vertigo : Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak,
berputar atau anda merasa diri anda yang bergerak atau berputar?
Apakah rasa tersebut ada hubungannya dengan perubahan sikap? Apakah
disertai rasa mual atau muntah? Apakah disertai tinitus (telinga
berdenging, berdesis)?4. Gangguan pemglihatan (visus) : Apakah
ketajaman penglihatan anda menurun pada satu atau kedua mata?
Apakah anda melihat dobel (diplopia)?5. Pendengaran : Adakah
perubahan pada pendengaran anda? Adakah tinitus (bunyi
berdenging/berdesis pada telinga)?6. Saraf otak lainnya : Adakah
gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi (pengeluaran air
ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan perasaan di wajah?
Adakah kelemahan pada otot wajah? Apakah bicara jadi cadel dan
pelo? Apakah suara anda berubah, jadi serak, atau bindeng
(disfonia), atau jadi mengecil/hilang (afonia)? Apakah bicara jadi
cadel dan pelo (disartria)? Apakah sulit menelan (disfagia)?7.
Fungsi luhur : Bagaimana dengan memori? Apakah anda jadi pelupa?
Apakah anda menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia,
afasia motorik) atau memahami pembicaraan orang lain (disfasia,
afasia sensorik)? Bagaimana dengan kemampuan membaca (aleksia)?
Apakah menjadi sulit membaca, dan memahami apa yang anda baca?
Bagaimana dengan kemampuan menulis, apakah kemampuan menulis
berubah, bentuk tulisan berubah?8. Kesadaran : Pernahkah anda
mendadak kehilangan kesadaran, tidak mengetahui apa yang terjadi di
sekitar anda? Pernahkah anda mendadak merasa lemah dan seperti mau
pingsan (sinkop)?9. Motorik : Adakah bagian tubuh anda yang menjadi
lemah, atau lumpuh (tangan, lengan, kaki, tungkai)? Bagaimana
sifatnya, hilang-timbul, menetap atau berkurang? Apakah gerakan
anda menjadi tidak cekatan? Adakah gerakan pada bagian tubuh atau
ekstremitas badan yang abnormal dan tidak dapat anda kendalikan
(khorea, tremor, tik)?10. Sensibilitas : Adakah perubahan atau
gangguan perasaan pada bagian tubuh atau ekstremitas? Adakah rasa
baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar? Dimana tempatnya?
Adakah rasa tersebut menjalar?11. Saraf otonom : Bagaimana buang
air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan nafsu seks
(libido) anda? Adakah retensio atau inkontinesia urin ?Perlu juga
ditanyakan juga pertanyaan yang mungkin ada sangkut pautnya dengan
penyakit saraf yang di derita. Misalnya: kelainan jantung, paru,
tekanan darah tinggi, penyakit diabetes.Selain itu, keadaan sosial,
ekonomi, dan pekerjaan perlu di telusuri, demikian juga keadaan
keluarga, dan penyakit yang bersifat herediter.1
2. PEMERIKSAAN FISIK1,2,5,7,12 Pemeriksaan Umum Sensorium
(kesadaran)Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa yaitu: Normal:
kompos mentis Somnolen : Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih
penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai letargi.
Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya pasien dibangungkan,
mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri. Sopor
(stupor) : Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan
rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia
masih dapat mengikuti suruhan yang singkat dan masih terlihat
gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri pasien tidak dapat
dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan
samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari pasien. Gerak
motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik. Koma ringan
(semi-koma) : Pada keadaan ini tidak ada respons terhadap rangsang
verbal. Refleks ( kornea, pupil dsb) masih baik. Gerakan terutama
timbul sebagai respons terhadap rangsang nyeri. Pasien tidak dapat
dibangunkan. Koma (dalam atau komplit) : Tidak ada gerakan spontan.
Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang
bagaimanapun kuatnya.
Skala Koma GlasgowUntuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran
dapat digunakan skala koma Glasgow yang memperhatikan tanggapan
(respon) penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai pada
respon tersebut. Tanggapan/respon penderita yang perlu diperhatikan
adalah:Membuka mata Spontan4 Dengan rangsang suara3 Dengan rangsang
nyeri2 Tidak ada reaksi1Respon verbal (bicara) Baik dan tidak ada
disorientasi5 Kacau (confused)4 Tidak tepat3 Mengerang2 Tidak ada
jawaban1Respon motorik (gerakan) Menurut perintah6 Mengetahui
lokasi nyeri5 Reaksi menghindar4 Refleks fleksi (dekortikasi)3
Refleks ekstensi (deserebrasi)2 Tidak ada reaksi1
3. Pemeriksaan Neurologis1,2,5,7,3,10,14a. Kepala dan Leher -
Bentuk: simetris atau asimetris- Fontanella: tertutup atau tidak
(bila pada anak) Rangsang meningeal- Kaku kuduk : Untuk memeriksa
kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan pemeriksa ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala
ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk
kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku
kuduk dapat bersifat ringan atau berat-Kernig sign : Pada
pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya
pada persendian panggul sampai membuat sudut 90. Setelah itu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk
sudut lebih dari 135 terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa
nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135, maka dikatakan Kernig
sign positif.-Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)Pasien berbaring
dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu
lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh
dada. Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul
dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai
secara reflektorik.-Brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg
sign)Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang
difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan
pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa
fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini
menandakan test ini postif.-Lasegue sign : Untuk pemeriksaan ini
dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai diluruskan
(diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan
(fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu
berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat
dicapai sudut 70 sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah
timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70 maka disebut
tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya
diambil patokan 60.
4. PEMERIKSAAN SARAF OTAK 1,2,13,8,7,10 ANATOMI DAN
FISIOLOGI
1) Saraf Olfaktorius (N.I)Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi
yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari
bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal,
fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus
orbitalis.Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang
serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus
area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus
olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus
frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang
sama.Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang
impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang
dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta
bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan
bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang
menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial
forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai
rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan
dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.
2) Saraf Optikus (N. II)Saraf Optikus merupakan saraf sensorik
murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini
melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung
dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk
kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai
bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah
retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan
sebaliknya.Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh
bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari
lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks
cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus
superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf
okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan
dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju
korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang
berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula
interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.Dalam
perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga
serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal
sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari
dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum
serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri
berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
3) Saraf Okulomotorius (N. III)Nukleus saraf okulomotorius
terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal
(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea
(Nukleus otonom).Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan
otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus
inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau
nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi
otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.
4) Saraf Troklearis (N. IV)Nukleus saraf troklearis terletak
setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini
merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal
batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior
untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat
kecil.
5) Saraf Trigeminus (N. V)Saraf trigeminus bersifat campuran
terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut sensorik.
Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis.
Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga
cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis.
Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa
mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa
kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis
auditorius serta bagian membran timpani.
6) Saraf Abdusens (N. VI)Nukleus saraf abdusens terletak pada
masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan
terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi
otot rektus lateralis.
7) Saraf Fasialis (N. VII)Saraf fasialis mempunyai fungsi
motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus
motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum
pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari
Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf
vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis
akustikus interna.Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi
otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot
buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot
stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma.
Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior
lidah.
8) Saraf Vestibulokoklearis (N. VIII)Saraf vestibulokoklearis
terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung
serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut
untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti
koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus
temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus
dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut
auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian
memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang
dan serebelum.
9) Saraf Glosofaringeus (N. IX)Saraf Glosofaringeus menerima
gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan
kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai
dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan
ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut
antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot
stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf
berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan
sepertiga posterior lidah.
10) Saraf Vagus (N. X)Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion
yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion inferior atau
nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf
vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan
menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
11) Saraf Asesorius (N. XI)Saraf asesorius mempunyai radiks
spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron
dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus.
Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot
trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
12) Saraf Hipoglosus (N. XII)Nukleus saraf hipoglosus terletak
pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan
ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus.
Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan
mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan
genioglosus.
5. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.1,2,3,5,7,12a. Saraf Olfaktorius
(N. I)Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus
dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan
dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau
berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai
bagian basal lobus frontalis.Untuk menguji saraf olfaktorius
digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau,
parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut
di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang
hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian
pasien diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan
tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di
hidu/cium.
Periksa lubang hidung bergantian Bahan: vanili, kopi, tembakau
Gangguan penghidu: hiposmia, hiperosmia, parosmia, anosmia,
halusinasi olfaktorik b. Saraf Optikus (N. II)Pemeriksaan meliputi
penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual
field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.i.
Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)Penglihatan sentral
diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan
tangan.
Kartu snellenPada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter
antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup
luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman
penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan
tepat oleh setiap mata (visus 6/6) Jari tanganNormal jari tangan
bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2
meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60. Gerakan
tanganNormal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi
bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih
1/310.
ii. Pemeriksaan Penglihatan PeriferPemeriksaan penglihatan
perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan
lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks
oksipitalis.Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi
atau dengan perimetri / kompimetri. Tes Konfrontasi- Jarak antara
pemeriksa pasien : 60 100 cm- Objek yang digerakkan harus berada
tepat di tengah-tengah jarak tersebut.- Objek yang digunakan (2
jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang
kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain
dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lururs
kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.- Syarat
pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal. Perimetri /
kompimetri- Lebih teliti dari tes konfrontasi- Hasil pemeriksaan di
proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
iii. Refleks PupilSaraf aferen berasal dari saraf optikal
sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius.Ada dua macam
refleks pupil: Respon cahaya langsungPakailah senter kecil, arahkan
sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan
tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat
reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur
ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan
mengecil. Respon cahaya konsensualJika pada pupil yang satu
disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran
yang sama.
iv. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)Digunakan alat
oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat
diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu
pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih
dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan
vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini
keluar dari diskus optikus.
v. Tes warnaUntuk mengetahui adanya polineuropati pada n.
optikus.
c. Saraf okulomotoris (N. III)Pemeriksaan meliputi ; Ptosis,
Gerakan bola mata dan Pupil1. PtosisPada keadaan normal bila
seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan
memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis
dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah
dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke
belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat
alis mata secara kronik pula.2. Gerakan bola mata.Pasien diminta
untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah
medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan
ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum
pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat
adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.3.
PupilPemeriksaan pupil meliputi :i. Bentuk dan ukuran pupilii.
Perbandingan pupil kanan dan kiriPerbedaan pupil sebesar 1mm masih
dianggap normaliii. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :1. Refleks cahaya langsung (bersama N.
II)2. Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)3. Refleks pupil
akomodatif atau konvergensiBila seseorang melihat benda didekat
mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan
berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi.
Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan
mengecil (otot siliaris berkontraksi) atau pasien disuruh memandang
jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan
pada jarak 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat
konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi. d. Saraf
Troklearis (N. IV)Pemeriksaan meliputi1. gerak mata ke lateral
bawah2. strabismus konvergen3. diplopia
e. Saraf Trigeminus (N. V)Pemeriksaan meliputi; sensibilitas,
motorik dan refleks1. SensibilitasAda tiga cabang sensorik, yaitu
oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga
cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan
sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah
jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan
dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau
tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa
tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar
dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul
menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang
terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes
pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala.
Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila
mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin
kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi
temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien
tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan
kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan ya
setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.2.
MotorikPemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi
otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh
mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter
diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya
(otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan
pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik
menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang
terkena).3. RefleksPemeriksaan refleks meliputi:- Refleks korneaa.
LangsungPasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian
dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien
diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada
kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain.
Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan
dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip)
berasal dari N.VII.b. Tak langsung (konsensual)Sentuhan kapas pada
kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri
dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini
sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan
mana yang rusak (aferen atau eferen).- Refleks bersin (nasal
refleks)- Refleks masseterUntuk melihat adanya lesi UMN (certico
bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar)
kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak
dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada
penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan.
Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat
dan cepat.
f. Saraf abdusens (N. VI)Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke
lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut
maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang
timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
g. Saraf fasialis (N. VII)Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan
saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien
diam diperhatikan : Asimetri wajahKelumpuhan nervus VIII dapat
menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi
menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus
fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik Gerakan-gerakan
abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus
tremor dan seterusnya ). Ekspresi muka (sedih, gembira, takut,
seperti topeng)
- Tes kekuatan otot1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan
kiri.2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan
pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan
kanan dan kiri.3. Memperlihatkan gigi (asimetri)4. Bersiul dan
menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)5. meniup sekuatnya,
bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.6. Menarik sudut
mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)Pemeriksaan
dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah
satu sisi lidah.- HiperakusisJika ada kelumpuhan N. Stapedius yang
melayani otot stapedius maka suara-suara yang diterima oleh telinga
pasien menjadi lebih keras intensitasnya. h. Saraf
Vestibulokokhlearis (N. VIII)Ada dua macam pemeriksaan yaitu
pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler1)
Pemeriksaan pendengaranInspeksi meatus akustikus akternus dari
pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya dan
membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi
kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari,
detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan
tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.-
Tes RinneGarpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan
pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak
lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus
akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada
meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar
pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne
negatif.- Tes WeberGarpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah
dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah
dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada
tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang
abnormal.2) Pemeriksaan Fungsi VestibulerPemeriksaan fungsi
vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus
dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen Baranny, dixxon
Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.
i. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N.
X)Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan
maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak
/ keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria.
Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter
perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien
disuruh menyebut ah jika uvula terletak ke satu sisi maka ini
menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa
uvula tertarik kearah sisi yang sehat.Sekarang lakukan tes refleks
muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus
X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada
setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien
apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali
dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle
secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka
ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh
berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus
laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga
rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N.
IX).
j. Saraf Asesorius (N. XI)Pemeriksaan saraf asesorius dengan
cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa
otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah,
kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan
(tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido
mastoideus.
k. Saraf Hipoglosus (N. XII)Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan
cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan
adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular
dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau
bilateral.Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke
arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower
motorneuron unilateral.
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah
imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII
disebut kelumpuhan pseudobulbar.
6. KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN GANGGUAN PADA NERVUS
KRANIALIS.1,2,3,4,10,12,14
1) Saraf Olfaktorius. (N.I)Kelainan pada nervus olfaktovius
dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan penciuman sering
dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral.
Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya
gangguan penciuman.Proses penciuman dimulai dari sel-sel
olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis
tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn mencapai pusat
penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman
akan mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
Agenesis traktus olfaktorius Penyakit mukosa olfaktorius, rhinitis
dan tumor nasalSembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman,
tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi
atrofik penciuman dapat hilang untuk seterusnya. Destruksi filum
olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa. Destruksi bulbus
olfaktorius dan traktus akibat kontusi countre coup, biasanya
disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral
atau bilalteral mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis
dari trauma vegio orbital. Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang
etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya. Tumor garis tengah
dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus
olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias
berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian
jenis lobus orbitalis. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga
dapat merusak penciuman. Penyakit yang mencakup lobus temporalis
anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang
sebaliknya, dia mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang
hilang, karena kemampuannya untuk merasakan aroma, suatu sarana
yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
2) Saraf Optikus (N.II)Kelainan pada nervus optikus dapat
menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan dapat dibagi
menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan
atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan
penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu
sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum,
traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi
kelainan berat makan dapat berakhir dengan kebutaan.Orang yang buta
kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah
anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang
sesisi, maka buta semacam itu dinamakan hemiopropia.Berbagai macam
perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan
saraf optikus. Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat
disebabkan oleh:1. Trauma Kepala2. Tumor serebri (kraniofaringioma,
tumor hipfise, meningioma, astrositoma)3. Kelainan pembuluh
darahMisalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera
oftalmika dapat ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta
ipsilateral.
4. Infeksi.Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal
sebagai berikut:a. Papiledema (khususnya stadium dini)Papiledema
ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada
tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi
desak ruang, antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial
benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis vena sentralis retina.b.
Atrofi optikDapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus,
glaukoma, iskemia, famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit
leber, ataksia friedrich.c. Neuritis optik.
3) Saraf Okulomotorius (N.III)Kelainan berupa paralisis nervus
okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke medial,
ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan
gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi,
sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi otot
kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak
mata akan jatuh ( ptosis)
Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah
ini:1. Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan
tidak adanya perlawanan dari kerja otot orbikularis okuli yang
dipersarafi oleh saraf fasialis.2. Fiksasi posisi mata, dengan
pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya perlawanan dari
kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.3. Pupil yang
melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.Jika seluruh
otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di
perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan
melibatkan nukleus okulomotorius.Penyebab kerusakan diperifer
meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis
basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti
pada arteritis dan diabetes.
4) Saraf Troklearis (N. IV)Kelainan berupa paralisis nervus
troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak kebawah dan
kemedial.Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata
yang sakit lebih tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien
melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada
setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf
troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh trauma,
biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5) Saraf Abdusens (N. VI)Kelainan pada paralisis nervus abdusens
menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral, ketika pasien
melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat
digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata
yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya
otot oblikus inferior.Jika ketiga saraf motorik dari satu mata
semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus keatas dan tidak
dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta tidak
bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis
bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear.
Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis,
neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor.Penyebab yang
paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah
meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma
arteri karotis interva atau arteri komunikantes posterior, fraktur
basis kranialis.6) Saraf Trigeminus (N. V)Kelainan yang dapat
menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada
bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea,
dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini.Gangguan nervus
trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic
douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang
percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus
trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari
neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering
oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf
paling proksimal yang masih tak bermielin.Kelainan berupa lesi
ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus,
yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan
abnormal yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka
mulutnya.
7) Saraf Fasialis (N. VII)Kelainan yang dapat menyebabkan
paralis nervus fasialis antara lain: Lesi UMN (supranuklear) :
tumor dan lesi vaskuler. Lesi LMN :- Penyebab pada pons, meliputi
tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.- Pada fosa posterior,
meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.- Pada
pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur,
sindroma Rumsay Hunt, dan otitis media. Penyebab kelumpuhan
fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis
multipleks, dan keganasan parotis bilateral. Penyebab hilangnya
rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi
telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis,
tetapi ini sangat jarang.Gangguan nervus fasialis dapat
mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata tidak bisa
ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di
bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis).
Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot
wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan
hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat.
Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah
akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak bisa
menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak
mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
8) Saraf VestibulokoklearisKelainan pada nervus
vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan (vertigo).
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara
lain: Gangguan pendengaran, berupa :- Tuli saraf dapat disebabkan
oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misal presbiaksis.
Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal
aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella
kongenital dan sifilis kongenital.- Tuli konduktif dapat disebabkan
oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.
Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler- Pada
labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk
kendaraan, intoksikasi streptomisin.- Pada vestibuler meliputi
semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis.- Pada
batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor
ventrikel IV demielinisasi.- Pada lobus temporalis meliputi
epilepsi dan iskemia.9) Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf
Vagus (N. X)Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX
dan N. X dapat mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang
berisiko terjadinya aspirasi paru.Kehilangan refleks ini pada
pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult
respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat
pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan
otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan
tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea
langsung ke paru-paru.
Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain : Lesi batang
otak (Lesi N IX dan N. X) Syringobulbig (cairan berkumpul di
medulla oblongata) Pasca operasi trepansi serebelum Pasca operasi
di daerah kranioservikal
10) Saraf Asesorius (N. XI)Gangguan N. XI mengakibatkan
kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot
sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun
sebelah serta kelemahan saat leher berputar ke sisi
kontralateral.Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan
serabut saraf, tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot
trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.
11) Saraf Hipoglossus (N. XII)Kerusakan nervus hipoglossus dapat
disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh darah,
tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan
gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan
dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan
menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu
apabila lidah tertarik ke belakang.Pada kerusakan N. XII pasien
tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya. Pada
lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat
dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di
dalam mulut.
7. Pemeriksaan sistem motorik.1,2,3,5,7,9,10,12,14Pemeriksaan
sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu
untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.
Pengamatan-Gaya berjalan dan tingkah laku.- Simetri tubuh dan
ektremitas.- Kelumpuhan badan dan anggota gerak, dll. Gerakan
volunterYang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan
pemeriksa, misalnya:-Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.-
Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.-Mengepal dan membuka
jari-jari tangan.- Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.-
Fleksi dan ekstensi artikulus genu.- Plantar fleksi dan dorso
fleksi kaki.- Gerakan jari- jari kaki. Palpasi otot- Pengukuran
besar otot.-Nyeri tekan.- Kontraktur.-Konsistensi
(kekenyalan).-Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada:
Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal:
meningitis, HNP Kelumpuhan jenis UMN (spastisitas) Gangguan UMN
ekstrapiramidal (rigiditas) Kontraktur otot- Konsistensi otot yang
menurun terdapat pada: Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate Perkusi
otot-Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat
setempat dan berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.-Miodema :
penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya terdapat
pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk).-Miotonik : tempat
yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena
kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
Tonus otot-Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak
diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi
dan ekstensi pada sendi siku dan lutut. Pada orang normal terdapat
tahanan yang wajar.-Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali
(dijumpai pada kelumpuhan LMN).-Hipotoni : tahanan
berkurang.-Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal
gerakan, ini dijumpai pada kelumpuhan UMN.-Rigid : tahanan kuat
terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson. Kekuatan
otot-Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa
kekuatan otot ada dua cara: Pasien disuruh menggerakkan bagian
ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia
disuruh menahan.-Cara menilai kekuatan otot: 0 : Tidak didapatkan
sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total. 1 : Terdapat sedikit
kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan
yang harus digerakkan oleh otot tersebut. 2 : Didapatkan
gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi). 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat. 4 :
Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan. 5 : Tidak ada kelumpuhan (normal)8. Sistem
sensibilitas.1,3,7,8,9 Eksteroseptif : terdiri atas rasa nyeri,
rasa suhu dan rasa raba.Rasa nyeri bisa dibangkitkan dengan
berbagai cara, misalnya dengan menusuk menggunakan jarum, memukul
dengan benda tumpul, merangsang dengan api atau hawa yang sangat
dingin dan juga dengan berbagai larutan kimia.Rasa suhu diperiksa
dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es untuk
rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas. Penderita
disuruh mengatakan dinginataupanasbila dirangsang dengan tabung
reaksi yang berisi air dingin atau air panas. Untuk memeriksa rasa
dingin dapat digunakan air yang bersuhu sekitar 10-20 C, dan untuk
yang panas bersuhu 40-50 C. Suhu yang kurang dari 5 C dan yang
lebih tinggi dari 50 C dapat menimbulkan rasa-nyeri.Rasa raba dapat
dirangsang dengan menggunakan sepotong kapas, kertas atau kain dan
ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau
pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuh dan bandingkan
bagian-bagian yang simetris.
Proprioseptif : rasa raba dalam (rasa gerak, rasa posisi/sikap,
rasa getar dan rasa tekanan)Rasa gerak : pegang ujung jari jempol
kaki pasien dengan jari telunjuk dan jempol jari tangan pemeriksa
dan gerakkan keatas kebawah maupun kesamping kanan dan kiri,
kemudian pasien diminta untuk menjawab posisi ibu jari jempol nya
berada diatas atau dibawah atau disamping kanan/kiri.Rasa sikap :
Tempatkan salah satu lengan/tungkai pasien pada suatu posisi
tertentu, kemudian suruh pasien untuk menghalangi pada lengan dan
tungkai. Perintahkan untuk menyentuh dengan ujung ujung telunjuk
kanan, ujung jari kelingking kiri dsb.Rasa getar : Garpu tala
digetarkan dulu/diketuk pada meja atau benda keras lalu letakkan
diatas ujung ibu jari kaki pasien dan mintalah pasien menjawab
untuk merasakan ada getaran atau tidak dari garputala tersebut.
Diskriminatif : daya untuk mengenal bentuk/ukuran; daya untuk
mengenal /mengetahui berat sesuatu benda dsb.Rasa gramestesia :
untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan diatas kulit
pasien, misalnya ditelapak tangan pasien.Rasa barognosia : untuk
mengenal berat suatu benda.Rasa topognosia : untuk mengenal tempat
pada tubuhnya yang disentuh pasien.
9. Refleks.1,2,3,6,7,8,9 Refleks fisiologis-BisepsStimulus :
ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m. biseps
brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.Respons :
fleksi lengan pada sendi siku.Afferent : n. musculucutaneus
(C5-6)Efferenst : idem-TrisepsStimulus : ketukan pada tendon otot
triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit
pronasi.Respons : extensi lengan bawah disendi sikuAfferent : n.
radialis (C 6-7-8)Efferenst : idem-KPRStimulus : ketukan pada
tendon patellaRespons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.
quadriceps emoris.Efferent : n. femoralis (L 2-3-4)Afferent :
idem-APRStimulus : ketukan pada tendon achillesRespons : plantar
fleksi kaki karena kontraksi m. gastrocnemiusEfferent : n. tibialis
( L. 5-S, 1-2 )Afferent : idem-Periosto-radialisStimulus : ketukan
pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah
fleksi dan sedikit pronasiRespons : fleksi lengan bawah di sendi
siku dan supinasi karena kontraksi m. brachioradialisAfferent : n.
radialis (C 5-6)Efferenst : idem-Periosto-ulnarisStimulus : ketukan
pada periosteum proc. styloigeus ulnea, posisi lengan setengah
fleksi & antara pronasi supinasi.Respons : pronasi tangan
akibat kontraksi m. pronator quadratusAfferent : n. ulnaris
(C8-T1)Efferent : idem Refleks patologis-BabinskiStimulus :
penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke
anterior.Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(fanning) jari jari kaki.-ChaddockStimulus : penggoresan kulit
dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis dari
posterior ke anterior.Respons : seperti babinski-OppenheimStimulus
: pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distalRespons
: seperti babinski- GordonStimulus : penekanan betis secara
kerasRespons : seperti babinski-SchaefferStimulus : memencet tendon
achilles secara kerasRespons : seperti babinski
-GondaStimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki
keempatRespons : seperti babinski-HoffmanStimulus : goresan pada
kuku jari tengah pasienRespons : ibu jari, telunjuk dan jari jari
lainnya berefleksi-TromnerStimulus : colekan pada ujung jari tengah
pasienRespons : seperti Hoffman
10. Koordinasi.1,2,3,5,7,8,9Termasuk dalam pemeriksaan
koordinasi :- Lenggang- Bicara : berbicara spontan, pemahaman,
mengulang, menamai.- Menulis : mikrografia pada Parkinsons disease-
Percobaan apraksia : ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang
terampil : mengancing baju, menyisir rambut, dan mengikat tali
sepatu- Mimik- Tes telunjuk : pasien merentangkan kedua lengannya
ke samping sambil menutup mata. Lalu mempertemukan jari-jarinya di
tengah badan.- Tes telunjuk-hidung : pasien menunjuk telunjuk
pemeriksa, lalu menunjuk hidungnya.- Disdiadokokinesis : kemampuan
melakukan gerakan yang bergantian secara cepat dan teratur.- Tes
tumit-lutut : pasien berbaring dan kedua tungkai diluruskan, lalu
pasien menempatkan tumit pada lutut kaki yang lain.
11. Vegetatif.1.2,3,7Pemeriksaan vegetatif :- Vasomotorik :
pembuluh darah digores merah- Sudomotorik : berkeringat-
Pilo-erektor : merinding tangan pemeriksa setelah memegang es, lalu
memegang pasien- Miksi- Defekasi- Potensi libido
12. Vertebra.1,2,3,6,7,9Bentuk, scoliosis, hiperlordosis,
kifosis Tanda-tanda perangsangan radikuler1. Laseque : kaki
difleksikan pada sendi panggul dengan sendi lutut tetap ekstensi
tahanan dengan sudut > 602. Cross Laseque : lakukan tes Laseque,
nyeri pada kaki yang berlawanan3. Patrick4. Contra-Patrick
Gejala-gejala Cerebellar1. Ataksia : gangguan gerakan jalan yang
tidak teratur oleh karena impuls proprioseptif tidak dapat
diintegrasikan (gangguan koordinasi gerakan).2. Disartria :
gangguan kata-kata.3. Tremor :intention tremor: iregular, bertambah
kasar bila tangan menuju suatu arah atau sasaran.4. Nistagmus : tes
kalori5. Fenomena Rebound : tidak mampu menghentikan gerakan tepat
pada waktunya. Penderita memfleksikan tangan dan disuruh menahan
tahanan oleh pemeriksa, lalu pemeriksa melepaskan tangannya dengan
tiba-tiba ditahan oleh otot-otot triseps normal.6. Vertigo :
gangguan orientasi ruangan dimana perasaan dirinya bergerak
berputar terhadap ruangan di sekitarnya atau ruangan sekitarnya
bergerak terhadap dirinya. Gejala-gejala ekstrapiramidal1. Tremor :
resting tremor/Parkinson tremor2. Rigiditas : hipertonus
otot-otot3. Bradikinesia : gerakan melambat
13. Fungsi Luhur.1,2,5,7,101. Kesadaran kualitatif2. Ingatan
baru3. Ingatan lama4. Orientasi : diri, tempat, waktu, situasi5.
Inteligensia : normal, terganggu6. Daya pertimbangan : baik,
kurang7. Reaksi emosi : normal, terganggu8. Afasia : gangguan
berbahasa (gangguan dalam memproduksi atau memahami bahasa)-
Ekspresif : motorik, area Brocca- Reseptif : area Wernicke9.
Agnosia : ketidakmampuan mengenali benda-benda yang telah dikenali
sebelumnya.-Agnosia visual : tidak mampu mengenali objek secara
visual-Agnosia jari : ketidakmampuan mengidentifikasi jarinya atau
jari orang lain pasien menutup mata, pemeriksa memegang salah satu
jari pasien, dan pasien membuka mata dan menunjukkan jari yang
diraba tadi.10. Akalkulia : ketidakmampuan berhitung11.
Disorientasi kanan-kiri
BAB IIIKESIMPULAN
Saraf-saraf Kranialis dalam bahasa latin berarti kedua belas
pasangan saraf yang berhubungan dengan otak mencakup nervi
olfaktorii (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV),
trigmenus (V), abdusen (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis
(VIII), glosofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus
(XII).Tiap-tiap saraf kranialis memiliki komponen, asal dan fungsi
yang berbeda-beda.Tiap-tiap saraf kranialis memiliki cara-cara
pemeriksaan yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya
masing-masing.N I, dites dengan bahan yang tidak merangsang seperti
kopi, parfumN II, yang diperiksa adalah penglihatan sentral,
penglihatan perifer, refleksi pupil, pemeriksaan fundus occuli
serta tes warna.N III, pemeriksaan meliputi ptosis, gerakan bola
mata dan pupilN IV, pemeriksaan meliputi gerak mata ke lateral
bawah, strabismus konvergen diplopia.N V, pemeriksaan meliputi
sensibilitas, motorik, refleksNVI, pemeriksaan meliputi gerakan
mata ke lateral bawah, strabismus konvergen dan diplopia.N VII,
pemeriksaan meliputi raut muka, tes kekuatan otot, tes sensorik
khusus.N VIII, pemeriksaan meliputites fungsi vestibulerN IX dan X,
pemeriksaan meliputi fungsi menelan, tes refleks muntah.N XI,
pemeriksaan meliputi kemampuan mengangkat bahu dan kemampuan
menengok ke kanan dan ke keiri.N XII, pemeriksaan meliputi kekuatan
otot lidah.Kelainan yang dapat menyebabkan gangguan pada saraf
kranialis terutama adalah trauma kepala, tumor, dan
radang.Sedangkan gangguan yang ditimbulkan berupa keluhan ataupun
gejala pada berbagai organ atau tubuh yang dipersarafinya.Agar
pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan informasi yang
diperlukan, diusahakan kerjasama yang baik antara pemeriksa dan
penderita selama pemeriksaan. Penderita seringkali diminta
kesediaannya untuk melakukan suatu tindakan yang mungkin oleh
penderita dianggap tidak masuk akal atau menggelikan. Sebelum mulai
diperiksa, kegelisahan penderita harus dihilangkan dan penderita
harus diberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan untuk dapat
menegakkan diagnosis.
BAB IVDAFTAR PUSTAKA1. Lumbantobing, SM dr, DR. Prof Neurologi
Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental BP FKUI Jakarta, 20072.
Fuller, Geraint, Panduan praktis pemeriksaan neurologis, EGC
Jakarta, 20083. Duus, Peter, Diagnosis topik neurologi : anatomi,
fisiologi, tanda, gejala, Ed. 2. EGC, Jakarta,1996.4. Satyanegara
M.D. Ilmu Bedah Saraf, Ed. 3, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2000.5. Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek,
EGC, Jakarta, 1996.6. Talley, Nicholas J, OConnor Simon,
Pemeriksaan Klinis. Pedoman Diagnosis Fisik, Binarupa Aksara,
Jakarta, 1994.7. Mardjono, Mahar Prof. Dr, Sidharta Prigura Prof.
Dr, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000.8. Delf H.
Mohlan, Manning T. Robert, Major Diagnosis Fisik. Ed. 9, EGC,
Jakarta, 1996.9. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit, ed. 4, Jakarta, EGC, 1994. http: //
endeavor. med. nyu. edu / neuro surgery / cranialis. html.10. Aman
A. Renindra dr. Sp. Bs, Gangguan saraf Kranialis, Balai Penerbitan
FKUI, 2003. 11. Atrium, 2004.Update In Neuroemergencies II.
FKUI.Jakarta.12. Pearce, 2006. Anatomi dan Fisiologis untuk
Paramedis. Gramedia. Jakarta13. Price, 2005. Patofisiology Volume
2. EGC. Jakarta.14. Samuels, 2004. Manual of Neurologic
Therapeutic. Lippincott Williams & Wilkins. USA
1