BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangSubarachnoid hemorrhage (SAH) atau perdarahan
subarachnoid (PSA) menyiratkan adanya darah didalam ruang
subarachnoid akibat beberapa proses patologis. Penggunaan istilah
medis umum SAH merujuk kepada tipe perdarahan non-traumatik,
biasanya berasal dari ruptur aneurisma Berry atau arteriovenous
malformation (AVM)/malformasi arteriovenosa (MAV).Insiden tahunan
PSA aneurisma non-traumatik adalah 6-25 kasus per 100.000. Lebih
dari 27.000 orang Amerika menderita ruptur aneurisma intrakranial
setiap tahunnya. Insiden tahunan meningkat seiring dengan usia dan
mungkin dianggap remeh karena kematian dihubungkan dengan penyebab
lain yang tidak dapat dipastikan dengan autopsi. Beragam insiden
PSA telah dilaporkan pada daerah lain di dunia (2-49 kasus per
100.000).Insidennya 62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali
pada 40-60 tahun. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia
berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50 tahun.
Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala.
Pada MAV laki-laki lebih banyak daripada wanita.Diperkirakan 10-15%
pasien meninggal sebelum akhirnya sampai di rumah sakit. Angka
mortalitas meningkat sebesar 40% dalam minggu pertama. Sekitar
setengahnya meninggal dalam 6 bulan pertama. Angka mortalitas dan
morbiditas meningkat seiring usia dan perburukan keseluruhan
kesehatan pasien. Kemajuan dalam manajemen PSA telah menghasilkan
pengurangan relatif pada angka mortalitas yang melebihi 25%.
Bagaimanapun, lebih dari 1/3 yang selamat memiliki defisit
neurologis mayor.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 DefinisiSubarachnoid hemorrhage (SAH) atau perdarahan
subaraknoid adalah perdarahan ke dalam rongga diantara otak dan
selaput otak (rongga subaraknoid) akibat beberapa proses patologis.
SAH biasanya disebabkan oleh tipe perdarahan non-traumatik,
biasanya berasal dari ruptur aneurisma Berry atau arteriovenous
malformation (AVM)/malformasi arteriovenosa (MAV) dan trauma
kepala.1
2.2 Anatomi Otak dibungkus oleh selubung mesodermal yaitu
meninges. Lapisan luarnya adalah pachymeninx (duramater) dan
lapisan dalamnya (leptomeninx) dibagi menjadi arachnoidea dan
piamater.2 Duramater Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu
struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal)
dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi
otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya
berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar
sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di
tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian
otak.2
ArachnoideaMembrana arachnoidea melekat erat pada permukaan
dalam dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial,
yaitu ruang subdural yang mempunyai sangat sedikit cairan serosa.
Antara membran ini dan piamater mempunyai ruang subarachnoid di
mana terdapat banyak pembuluh darah dan dipenuhi dengan cairan
serebrospinal. Ruang subarachnoid dihubungkan ke piamater oleh
trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang
menjadi sistem rongga-rongga yang saling berhubungan.Ruang
subarachnoid adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang
secara relatif sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer
cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di
daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut
cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak
yang berdekatan.2
PiamaterPiamater merupakan selaput jaringan penyambung yang
tipis yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,
fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga
membentang ke dalam fissure transversalis di bawah corpus callosum.
Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius
dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh
darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari
ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari
ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.2
Gambar 1: Membran meningea pada permukaan otak.
2.3 EtiologiPenyebab paling sering perdarahan subaraknoid
nontraumatik adalah aneurisma serebral, yaitu sekitar 70 hingga
80%, dan malformasi arteriovenosa (sekitar 5-10%).3 Aneurisma
sakuler biasanya terbentuk di titik-titik percabangan arteri,
tempat terdapatnya tekanan pulsasi maksimal. Risiko pecahnya
aneurisma tergantung pada lokasi, ukuran, dan ketebalan dinding
aneurisma. Aneurisma dengan diameter kurang dari 7mm pada sirkulasi
serebral anterior mempunyai risiko pecah terendah; risiko lebih
tinggi terjadi pada aneurisma di sirkulasi serebral posterior dan
akan meningkat sesuai besarnya ukuran aneurisma.3Malformasi
arteriovenosa (AVM) adalah anomali vaskuler yang terdiri dari
jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan
oleh satu atau lebih fistula. Daerah tersebut tidak mempunyai tipe
kapiler spesifik yang merupakan celah antara arteriola dan venula,
mempunyai dinding lebih tipis dibandingkan dinding kapiler normal.
AVM dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. AVM
yang didapat terjadi akibat trombosis sinus, trauma, atau
kraniotomi.4
Table 1: Etiologi perdarahan subaraknoid.5 Aneurisma serebral
dan malformasi arteriovenosa Trauma dan cedera iatrogenik selama
pembedahan Perdarahan perimesensefalik dan perluasan perdarahan
intraserebral Vaskulitis Penyebab hematologik (DIC, hemofilia,
purpura trombotik trombositopenik) Tumor susunan saraf pusat
Diseksi arterial
Table 2: Faktor risiko perdarahan subaraknoid.6Bisa
dimodifikasiTidak bisa dimodifikasi
Hipertensi Perokok (masih atau riwayat) Konsumsi alkohol Body
mass index rendah Konsumsi kokain dan narkoba jenis lainnya Bekerja
keras terlalu ekstrim pada 2 jam sebelum onset Riwayat pernah
menderita perdarahan subaraknoid Riwayat keluarga perdarahan
subaraknoid atau aneurisma Penderita atau riwayat keluarga
menderita polikistik renal atau penyakit jaringan ikat (sindrom
Ehlers-Danlos, sindrom Marfan dan pseudoxanthoma elasticum)
2.4 EpidemiologiPSA menduduki 7-15% dari seluruh kasus GPDO
(gangguan peredaran darah otak). Prevalensi kejadiannya sekitar 62%
timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun. Dan jika penyebabnya
adalah MAV (Malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering
pada laki-laki daripada wanita.1
2.5 PatofisiologiAneurisma hampir selalu terletak di percabangan
arteri, aneurisma itu manifestasi akibat suatu gangguan
perkembangan embrional, sehingga dinamakan juga aneurisma sakular
(berbentuk seperti saku) kongenital. Aneurisma berkembang dari
dinding arteri yang mempunyai kelemahan pada tunika medianya.
Tempat ini merupakan tempat dengan daya ketahanan yang lemah (lokus
minoris resaistensiae), yang karena beban tekanan darah tinggi
dapat menggembung dan terbentuklah aneurisma. Aneurisma dapat juga
berkembang akibat trauma, yang biasanya langsung bersambung dengan
vena, sehingga membentuk shunt arterivenous.7 Aneurisma sakular
terjadi pada bifurcatio arteri intakranial dan bisa ruptur ke dalam
ruang subaraknoid di dalam sisterna basalis. Sekitar 85% aneurisma
terjadi pada sirkulasi anterior terutama pada sirkulus Willisi. 20%
kasus dilaporkan terjadi aneurisma multipel. Ukuran dan lokasi
aneurisma sangat penting dalam menentukan risiko ruptur. Aneurisma
dengan diameter 7mm, terletak lebih tinggi dari arteri basilaris
atau berasal dari arteri komunikan posterior mempunyai risiko yang
tinggi untuk ruptur.7,8
Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan
intraabdominal, aneurisma intraserebral itu pecah, maka terjadilah
perdarahan yang menimbulkan gambaran penyakit yang menyerupai
perdarahan intraserebral akibat pecahnya aneurisma
Charcot-Bouchard. Pada umumnya faktur presipitasi tidak jelas, oleh
karena tidak teringat oleh penderita.7,8Infeksi sistemik seperti
endokarditis bisa menyebar ke arteri serebri dan menyebabkan
aneurisma mikotik, dilaporkan sebanyak 2 hingga 3% kasus dari
ruptur aneurisma. Malformasi arteriovenosa adalah gangguan
komunikasi vaskuler di mana darah arterial memasuki system venous
dan sering terjadi pada arteri serebri media.8
Ruptur aneurisma intrakranial bisa meningkatkan tekanan
intrakranial dan menyebabkan nyeri kepala. Tekanan intrakranial
bisa mencapai tekanan perfusi sistemik dan menurunkan sirkulasi
darah secara akut, di mana bisa menyebabkan penurunan kesadaran
yang terjadi pada onset sekitar 50% dari pasien. Peningkatan
tekanan intrakranial secara cepat bisa menyebabkanperdarahan retina
subhyaloid.8
2.6 Diagnosisa. Gejala klinisGambaran klasik adalah keluhan
nyeri kepala berat yang mendadak seperti meledak (thunderclap
headache) yang berlangsung dalam 1 atau 2 detik sampai 1 menit.
Sering digambarkan oleh pasien sebagai nyeri kepala paling berat
dalam kehidupannya. Biasanya nyeri kepala sering disertai mual
dan/atau muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial dan iritasi
pada meningeal. Gejala lain akibat iritasi meningeal yang dapat
timbul adalah seperti leher terasa kaku dan nyeri, nyeri punggung
dan nyeri pada kedua kaki. Gejala ini biasanya timbul setelah
beberapa jam terjadinya perdarahan. Kadangkala bisa juga terjadi
gejala seperti fotofobia.5,9Aneurisma bisa mengalami ruptur kecil
dan darah bisa masuk ke dalam ruang subarachnoid, ini dinamakan
perdarahan sentinel. Nyeri kepala prodromal dari ruptur kecil
dilaporkan pada 30 hingga 50% aneurisma perdarahan subarachnoid.
Nyeri kepala ini dapat muncul 2 minggu sebelum diagnosa perdarahan
subarachnoid.5 Penurunan kesadaran secara tiba-tiba juga bisa
terjadi akibat tekanan intrakranial lebih tinggi dari tekanan
perfusi serebral. Penurunan kesadaran ini sering didahului dengan
nyeri kepala yang hebat. 10% kasus pada perdarahan aneurisma yang
sangat hebat bisa menyebabkan penurunan kesadaran selama beberapa
hari.5 Gejala kejang juga bisa terjadi pada fase akut perdarahan
subaraknoid akibat peningkatan tekanan intrakranial secara
tiba-tiba atau perdarahan yang terjadi mengiritasi langsung pada
daerah kortikal.5
b. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik yang cermat pada
kasus-kasus nyeri kepala sangat penting untuk menyingkirkan
penyebab lain nyeri kepala termasuk glaukoma, sinusitis, atau
arteritis temporalis. Kaku kuduk dijumpai pada sekitar 70% kasus.5
Aneurisma di daerah persimpangan antara arteri komunikans posterior
dan arteri karotis interna dapat menyebabkan paresis nervus III,
yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil, dan/atau deviasi
inferolateral. Aneurisma di sinus kavernosus yang luas dapat
menyebabkan paresis nervus VI. Pemeriksaan funduskopi dapat
memperlihatkan adanya perdarahan retina atau edema papil karena
peningkatan tekanan intrakranial. Adanya fenomena embolik distal
harus dicurigai mengarah ke unruptured intracranial giant
aneurysm.5
c. RadiologiComputed tomography (CT) Scan adalah pilihan awal
untuk mengevaluasi perdarahan. Pada pasien yang mengeluh dengan
mengatakan nyeri kepala yang sangat hebat dapat di suspek
perdarahan di dalam ruang subarachnoid. Darah yang berada dalam
ruang subarachnoid pada fasa akut mempunyai intensitas yang sama
dengan cairan Serebrospinal maka MRI tidak disarankan. Suspek
dengan kasus perdarahan Subarachnoid seharusnya dievaluasi dengan
CT scan tanpa zat kontras.10CT scan bisa positif pada 90% kasus
jika CT scan dilakukan dalam beberapa hari selepasperdarahan. Pada
CT scan, gambaran perdarahan subarachnoid menunjukkan peningkatan
density (hiperdens) pada ruang cairan serebrospinal. Aneurisma
sering terjadi pada Sirkulus Willisi makapada CT scan, darah tampak
pada cisterna basalis. Perdarahan yang hebat bisa menyebabkan
seluruh ruang subarachnoid tampak opasifikasi. Jika hasil CT scan
negatif tetapi terdapat gejalaperdarahan subarachnoid yang jelas,
pungsi lumbal harus dilakukan untuk memperkuatkan diagnosis.
Bebrapa temuan pungsi lumbal sangat penting yang mendukung
diagnosis perdarahan subaraknoid adalah adanya peningkatan
eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan dan/atau xantokromia
(warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk
eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan
serebrospinal).10Perdarahan subarachnoid non-traumatik harus
dilakukan pemeriksaan angiografi untukmendeteksi aneurisma karena
bisa terjadi perdarahan ulang. Melalui pemeriksaan angiografi dapat
dilakukan terapi intervensi neuroradiologi. Perdarahan dari ruptur
aneurisma bisa meluas sehingga ke parenkim otak dan lebih jauh ke
dalam sistem ventrikular.10
Gambar 2 : CT scan kepala normal dan CT scan kepala dengan
SAH.
Gambar 3: CT scan kepala di mana terdapat gambaran hiperdens
dalam cisterna suprasellar(anak panah besar) dan dalam fissura
Sylvian (anak panah kecil) yang menunjukkan perdarahan
Subarachnoid.
Gambar 4: Gambaran angiografi sirkulasi posterior menunjukkan
gambaran aneurisma (anakpanah), terletak di antara Arteri Basilaris
dan Arteri Serebri Posterior.2.7 Derajat SAHBeberapa skala telah
dibuat untuk menentukan derajat perdarahan subaraknoid (SAH):
Table 3: Skala Hunt-Hess.11
Table 4: Derajat SAH menurut klinis dan CT scan.11
2.8 Penatalaksanaana. Manajemen umumLangkah pertama, semua
pasien dengan SAH harus distabilisasi dengan menilai tahap
kesadaran, jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation). Intubasi endotrakeal perlu dilakukan pada
pasien dengan kondisi koma atau kesadaran menurun, tidak mampu
untuk mempertahankan jalan nafas atau adanya peningkatan tekanan
intrakranial. Jalan nafas harus dijamin aman dan pemantauan invasif
terhadap central venous pressure dan/atau pulmonary artery
pressure, seperti juga tekanan darah arteri harus terus
dilakukan.5Setelah stabilisasi awal, pasien harus dikonsultasi
dengan dokter spesialis bedah saraf. Hal ini merupakan hal yang
sangat penting untuk tindakan lebih lanjut pada aneurisma
intrakranial. Pasien perdarahan subaraknoid harus dirawat di
Intensive Care Unit (ICU) untuk pemantauan kondisi hemodinamiknya.
Idealnya, pasien tersebut dikelola di Neurology Critical Care Unit
yang secara signifikan akan memperbaiki luaran klinis.5Setelah itu,
dilakukan penatalaksanaan standard termasuk istirahat dan tidak
melakukan hal yang berat, sertapemberian obat analgesik yaitu
obat-obat narkotika dapat diberikan bedasarkan indikasi (morfin
sulfat atau kodein). Dua faktor penting yang dihubungkan dengan
luaran buruk adalah hiperglikemia dan hipertermia; karena itu
keduanya harus segera dikoreksi.5
b. Manajemen komplikasi VasospasmeSebelum terjadi vasospasme,
pasien dapat diberi profilaksis nimodipin dalam 12 jam setelah
diagnosis ditegakkan, dengan dosis 60mg setiap 4 jam per oral atau
melalui tabung nasogastrik selama 21 hari. Nimodipin adalah suatu
calcium channel blocker yang dapat diberikan untuk mengurangi
risiko komplikasi iskemik.5 Pemberian secara intravena dengan dosis
5ml/jam selama 2 jam pertama atau kira-kira 15mg/kgBB/jam. Bila
tekanan darah tidak turun dosis dapat dinaikkan 10ml/jam intravena,
diteruskan 7-10 hari. Dianjurkan menggunakan syringe pump agar
dosis lebih akurat dan sebaiknya dibarengi dengan pemberian cairan
penyerta secara three way stopcock dengan perbadingan volume 1:4
untuk mencegah pengkristalan.5
Perdarahan ulangUntuk mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum
dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah harus dikelola dengan
hati-hati. Tekanan darah sistolik harus dipertahankan di atas
100mmHg untuk semua pasien selama kurang lebih 21 hari. Sebelum ada
perbaikan, tekanan darah sistolik harus dipertahankan di bawah
160mmHg, dan selama ada gejala vasospasme, tekanan darah sistolik
akan meningkat sampai 200 hingga 220mmHg. Obat-obat yang dapat
digunakan adalah seperti berikut:
Table 5: Obat-obat untuk mempertahankan tekanan darah pasien
SAH.5
HidrosefalusKurang lebih sepertiga pasien yang didiagnosis
perdarahan subaraknoid karena aneurisma dengan komplikasi
hidrosefalus memerlukan drainase ventrikuler eksternal sementara
atau dengan ventricular shunt permanen.5
Hiponatremia Pada SIADH (syndrome of inappropriate antidiuretic
hormone secretion) dilakukan restriksi cairan Pada salt-wasting
syndrome, secara agresif gantikan kehilangan cairan dengan 0,9%
NaCl atau NaCl hipertonis.5
HiperglikemiaInsulin diberikan untuk mempertahankan kadar
glukosa darah tetap aman dalam kisaran 90-126 mg/dl.5
EpilepsiThe American Heart Association merekomendasikan
pemberian rutin profilaksis bangkitan untuk semua pasien perdarahan
subaraknoid. Namun, ada laporan bahwa fenitoin profilaksis
berhubungan dengan perburukan luaran neurologis dan kognitif.
Dengan demikian, pemberian obat antiepilepsi harus hati-hati dan
lebih tepat diberikan pada pasien yang mendapat serangan di rumah
sakit atau pada pasien yang mengalami serangan onset lambat
epilepsi setelah pulang dari rumah sakit.5
Komplikasi lainKomplikasi lain yang sering ditemukan adalah
pneumonia, sepsis, aritmia kardial dan peningkatan kadar-kadar
enzim jantung. Kepala pasien harus dipertahankan pada posisi 300 di
tempat tidur, dan segera diberi terapi antibiotik adekuat jika
dijumpai pneumonia bakterial. Profilaksis dengan kompresi pneumatik
harus diberikan untuk mengurangi risiko deep vein thrombosis dan
emboli pulmonum. Antikoagulan adalah kontraindikasi pada fase
perdarahan akut. Heparin subkutan dapat diberikan setelah dilakukan
penatalaksanaan terhadap aneurisma.5
c. Manajemen khusus aneurismaTerdapat dua pilihan terapi utama
untuk mengamankan aneurisma yang ruptur, yaitu microsurgical
clipping dan endovascular coiling. Bukti klinis mendukung bahwa
pada pasien yang menjalani pembedahan segera, risiko kembalinya
perdarahan lebih rendah, dan cenderung jauh lebih baik daripada
pasien yang dioperasi lebih lambat.5 Waktu terbaik untuk melakukan
operasi masih kontroversial. Operasi awal (dalam waktu 3 hari
pertama) mengurangi kemungkinan rebleeding, tetapi operasi tertunda
(setelah 14 hari) menghindari waktu antara 3 dan 14 hari ketika
kontraksi abnormal dari arteri (vasospasme) dan konsekuensinya
adalah terbesar. Secara umum, pasien yang sadar dengan defisit
neurologis yang minimal pada saat datang terapi yang terbaik dengan
operasi awal, sedangkan individu tidak sadar lebih baik operasinya
ditunda.9
2.9 KomplikasiTiga komplikasi terbesar perdarahan subarachnoid
adalah:a. Perdarahan ulangJika aneurisma intrakranial tidak dirawat
dengan baik, perdarahan ulang bisa terjadi dalam 20% kasus pada dua
minggu pertama selepas perdarahan inisial. Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan risiko perdarahan ulang adalah hipertensi, ansietas,
agitasi dan kejang.5
b. Hidrosefalus Jika pasien perdarahan subaraknoid menderita
deteriorasi mental akut, harus dilakukan pemeriksaan ulang CT scan
kepala untuk mencari penyebabnya, dan penyebab paling sering adalah
hidrosefalus. Perdarahan subaraknoid yang hebat bisa mengganggu
absorpsi cairan serebrospinal sehingga hidrosefalus bisa
terjadi.5
c. VasospasmeTanda dan gejala vasospasme dapat berupa perubahan
status mental, defisit neurologis fokal; jarang terjadi sebelum
hari 3, puncaknya pada hari ke 6-8, dan jarang setelah hari ke-17.
Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan dua
pola utama, yaitu infark kortikal tunggal, biasanya terletak di
dekat aneurisma yang pecah, dan lesi multipel luas yang sering
tidak berhubungan dengan tempat aneurisma yang pecah. Mekanisme
vasospasme pada perdarahan subaraknoid belum diketahui dengan
pasti; diduga oksihaemoglobin yang terbentuk akibat proses lisis
bekuan darah yang terbentuk di ruang subaraknoid memberikan
kontribusi terhadap terjadinya vasospasme.5 Komplikasi lain adalah
seperti hiponatremia, hiperglikemia, epilepsi, pneumonia, sepsis,
aritmia kardial dan peningkatan enzim-enzim jantung. Kejadian
hiponatremia berhubungan dengan terbuangnya garam di otak dan
tindakan pemberian cairan pegganti serta sering didapatkan pada
vasospasme serebral. Hiperglikemia boleh jadi berhubungan dengan
respon stres.5
2.10 PrognosisMortalitas yang disebabkan oleh aneurisma
perdarahan subaraknoid adalah tinggi. Sekitar 20% pasien meninggal
dunia sebelum sampai ke rumah sakit, 25% meninggal dunia kerana
pendarahan inisial atau komplikasinya dan 20% meninggal dunia
kerana pendarahan ulang disebabkan aneurisma tidak dirawat dengan
baik. Banyak pasien meninggal dunia setelahbeberapa hari perdarahan
terjadi. Kemungkinan hidup disebabkan ruptur aneurisma
bergantungpada kondisi kesadaran pasien dan waktu sejak perdarahan
terjadi. Bagi pasien yang masih hidup, sebagian daripada jumlah
pasien mengalami kerusakan otak permanen. Hampir 90% pasien pulih
dari ruptur intraserebral arteriovenous malformasi tetapi
perdarahan ulang tetap membahayakan.1Selain itu, sistem Ogilvy dan
Carter yang mengabungkan data klinis, demografi dan radiologik
dapat diguna untuk menentukan prognosis pasien yang mendapatkan
intervensi bedah. Skor 5 mempunyai prognosis buruk, sedangkan skor
0 mempunyai prognosis lebih baik.5
Table 6: Sistem Ogilvy dan Carter.5
BAB IIIPENUTUP
3.1KesimpulanPerdarahan Subarachnoid (PSA) merupakan gangguan
mekanikal sistem vaskuler pada intrakranial yang menyebabkan
masuknya darah ke dalam ruang subarakhnoid. Sekitar 80% perdarahan
subarakhnoid disebabkan oleh ruptur aneurisma sakularintracranial
dan 20% disebabkan oleh trauma kepala, malformasi arteriovenosa
(MAV) atau ruptur aneurisma mikotik.Perdarahan subarachnoid adalah
perdarahan ke dalam rongga diantara otak dan selaput otak (rongga
subarachnoid). Perdarahan subarachnoid merupakan penemuan yang
sering pada trauma kepala akibat dari robeknya pembuluh darah
leptomeningeal pada vertex di mana terjadi pergerakan otak yang
besar sebagai dampak, atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya
pembuluh darah serebral major.Kebanyakan aneurisma intrakranial
yang belum ruptur bersifat asimptomatik. Apabila terjadi ruptur
pada aneurisma, tekanan intrakranial meningkat. Ini bisa
menyebabkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba yang terjadi
sebagian daripada pasien. Penurunan kesadaran secara tiba-tiba
sering didahului dengan nyeri kepala yang hebat.Pengobatan berfokus
pada pertama menemukan sumber perdarahan dan, jika mungkin,
pembedahan memperbaiki aneurisma atau AVM untuk menghentikan
pendarahan. Waktu terbaik untuk melakukan operasi masih
kontroversial. Secara umum, pasien yang sadar dengan defisit
neurologis yang minimal pada saat datang terapi yang terbaik dengan
operasi awal, sedangkan individu tidak sadar lebih baik operasinya
ditunda.Tiga komplikasi terbesar aneurisma perdarahan subarachnoid
adalah perdarahan ulang, vasospasme dan hidrosefalus. Mortalitas
yang disebabkan oleh aneurisma perdarahan subarachnoid adalah
tinggi. Sekitar 20% pasien meninggal dunia sebelum sampai ke rumah
sakit, 25% meninggal dunia kerana pendarahan inisial atau
komplikasinya dan 20% meninggal dunia kerana pendarahan ulang
disebabkan aneurisma tidak dirawat dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA1. Zieve D. Subarachnoid hemorrhage. Last updated
27 February 2013. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001720/.2. Tate SS.
Brain and cranial nerves. In: Tate SS, editor. Anatomy and
Physiology. 6th edition.United State of America: The McGraw-Hill
Companies, Inc; 2004.3. Wiebers DO, Whisnant JP, Huston J, Meissner
I, Brown Jr RD, Piepgras DG, et al. Unruptured intracranial
aneurysms: Natural history, clinical outcome, and risks of surgical
and endovascular treatment. International Study of Unruptured
Intracranial Aneurysms Investigators. Lancet. 2003;362:103-10.4.
Ahn JY, Kim OJ, Joo YJ, Joo JY. Dural arteriovenous malformation
occurring after craniotomy for pial arteriovenous malformation. J
Clin Neurosci. 2003;10:134-6.5. Setyopranoto I. Penatalaksanaan
Perdarahan subaraknoid. CDK 2012; 39(11) : 807-12.6. Kissela BM,
Sauerbeck L, Woo D, Khoury J, Carrozzella J, Pancioli A, et al.
Subarachnoid hemorrhage: A preventable disease with a heritable
component. Stroke. 2002;33:1321-6.7. Mardjono M, Sidharta P. 1989.
Neurologi Klinis Dasar, ed 5. PT. Dian Rakyat. Jakarta.8. Ngorah I.
G. N. 1990. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Penerbit dan
Percetakan Universitas Air Langga.9. Smith WS, Johnston SC, Easton
JD. Cerebrovascular diseases. In: Kasper DL, Fauci AS,Longo DL,
Braunwald E, Hauser SS, Jameson JL, editor. Harrisons principles of
internalmedicine. 16th edition. United States of America: The
McGraw-Hill Companies, Inc; 2005.10. Mayor NM. Neuroimaging. In:
Mayor NM, editor. A practical approach to radiology.Philadelphia:
Saunders, an imprint of Elsevier Inc; 2006.11. Dewanto G, Suwono
WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana
penyakit saraf. Jakarta: ECG; 2007.6