BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya derajat kesehatan yang tinggi, pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan. 1 Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Program imunisasi bisa didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit saja, akan tetapi juga diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas kesehatan dan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan. Program imunisasi di posyandu telah menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni pemberian imunisasi pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan lengkap apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan Polio 4 kali. Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dapat mengalami berbagai penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio, dan sebagainya. Oleh karena itu, imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai jadwal. Imunisasi secara lengkap dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut. 2 Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam bidang kesehatan untuk menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum bisa memanfaatkannya secara optimal karena ada sebagian ibu yang memiliki persepsi bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan sehat. 3 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap
penyakit tertentu. Guna terwujudnya derajat kesehatan yang tinggi, pemerintah telah menempatkan
fasilitas pelayanan.1
Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun menunjukkan
penurunan dalam satu dekade terakhir. Program imunisasi bisa didapatkan tidak hanya di
puskesmas atau di rumah sakit saja, akan tetapi juga diberikan di posyandu yang dibentuk
masyarakat dengan dukungan oleh petugas kesehatan dan diberikan secara gratis kepada
masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan. Program
imunisasi di posyandu telah menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni pemberian imunisasi pada
bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan lengkap apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3
kali, Campak 1 kali, dan Polio 4 kali. Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dapat
mengalami berbagai penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio, dan sebagainya. Oleh karena
itu, imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai jadwal. Imunisasi secara lengkap dapat
mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut.2
Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam bidang kesehatan untuk
menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum bisa memanfaatkannya secara optimal karena
ada sebagian ibu yang memiliki persepsi bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan
sehat.3
Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama. Imunisasi
adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka
kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan hal mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi
adalah sarana untuk mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi.
Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di negara-
negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan yang luas.
Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar diperlukan pengetahuan
dan keterampilan tentang vaksin (vaksinologi), ilmu kekebalan (imunologi) dan cara atau prosedur
pemberian vaksin yang benar. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya
memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena
1
terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi. Banyak penyakit
menular yang bisa menyebabkan gangguan serius pada perkembangan fisik dan mental anak.
Imunisasi bisa melindungi anak-anak dari penyakit melaui vaksinasi yang bisa berupa suntikan atau
melalui mulut.
TUJUAN REFERAT
1. Mengetahui dan memahami pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan primer terhadap
suatu penyakit.
2. Mengetahui kapan seharusnya imunisasi dilakukan dan seberapa pentingnya imunisasi harus
didapatkan.
3. Memahami dan dapat mempraktekan cara-cara pemberian imunisasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi
berasal dari kata immune yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya
akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari
penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.3
Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh
mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit infeksi yang
berbahaya. Beberapa imunisasi tidak cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara
bertahap dan lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan dan hidup anak.1
Imunisasi merupakan suatu proses transfer antibodi secara pasif dengan memberikan
imunoglobulin.
Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan pada suatu
antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga
tidak menimbulkan sakit namun memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini
menirukan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan.
Tujuannya adalah memberikan “ infeksi ringan “ yang tidak berbahaya namun cukup untuk
menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya dikemudian hari
anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen /
penyakit yang masuk tersebut.
Vaksinasi mempunyai keuntungan :
Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya.
Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif.
Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang
daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut secara almiah.
Vaksin adalah mikroorganisme bakteri, virus atau riketsia atau toksoid yang diubah
( dilemahkan atau dimatikan) sedemikian rupa sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang,
3
tetapi tetap mengandung sifat antigenisitas. Bila vaksin diberikan kepada manusia maka akan
menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
Vaksinasi merupakan upaya pencegahan primer. Secara konvensional, upaya pencegahan
penyakit dan keadaan apa saja yang akan menghambat tumbuh kembang anak dapat dilakukan
dalam tiga tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer ialah semua upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian
yang dapat menyebabkan seseorang menjadi sakit atau menderita cedera dan cacat.
Memperhatikan gizi dengan sanitasi lingkungan yang baik, pengamanan terhadap segala macam
cedera dan keracunan serta vaksinasi atau imunisasi terhadap penyakit adalah rangkaian upaya
pencegahan primer.9
Pencegahan sekunder dengan deteksi dini, bila diketahui adanya penyimpangan kesehatan
seorang bayi atau anak makaintervensi atau pengobatan perlu segera diberikan untuk koreksi
secepatnya. Memberi pengobatan sesuai diagnosis yang tepat adalah suatu upaya pencegahan
sekunder agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan, yaitu meninggal atau meninggalkan
gejala sisa, cacat fisik maupun mental.9
Pencegahan tersier adalah membatasi berlanjutnya gejala sisa tersebut dengan upaya
pemulihan seorang anak agar dapat hidup mandiri tanpa bantuan orang lain. Contoh pada terapi
rehabilitasi medik pada seorang anak dengan kelumpuhan maupun cacat lainnya.9
TUJUAN
Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit
tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.3
Pada anak-anak, imunisasi diberikan dimulai sejak bayi dibawah umur 1 tahun (0 – 12 bulan)
sampai anak sekolah dasar (kelas 1 – kelas 6).
RESPON IMUN
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap
antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu :
1) mekanisme pertahanan nonspesifiik disebut juga komponen nonadaptif atau innate
artinya tidak ditujukan hanya untuk satu macam antigen , tetapi untuk berbagai macam antigen,
2) mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif ditujukan khusus terhadap
satu jenis antigen, terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen
berikutnya. Hal ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada pengenalan antigen pertama
4
kali. Bila pertahanan nonspesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas
spesifik akan terangsang. Mikroorganisme yang pertama kali dikenal oleh sistem imun akan
dipresentasikan oleh sel makrofag ( APC = antigen presenting cel ) Pada sel T untuk antigen TD ( T
dependent ) sedangkan antigen TI ( T independent ) akan langsung diperoleh oleh sel B.
Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas selular dan imunitas humoral. Imunitas
humoral akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen. Semua antibodi adalah protein
dengan struktur yang sama yang disebut imunoglobulin ( Ig ) yang dapat dipindahkan secara pasif
kepada individu yang lain dengan cara penyuntikan serum. Berbeda dengan imunitas selular hanya
dapat dipindahkan melalui sel, contohnya pada reaksi penolakan organ transplantasi oleh sel limfosit
dan pada graft versus-host-disease.
Proses imun terdiri dari dua fase :
Fase pengenalan, diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen ( APC = antigen
presenting cells ), sel limfosit B, limfosit T.
Fase efektor, diperankan oleh antibodi dan limfosit T efektor
KEBERHASILAN IMUNISASI
Tergantung dari beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktor genetik pejamu, serta
kualitas dan kuantitas vaksin.
Status imun pejamu
Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan
mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa fetus mendapat antibodi
maternal spesifik terhadap virus campsk, bila vaksinasi campak diberikan pada saat kadar antibodi
spesifik campak masih tinggi akan membeikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu
ibu (ASI) yang mengandung IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi
keberhasilan vaksinasi polio yang diberikan secara oral. Namun pada umumnya kadar sIgA terhadap
virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan. Pada penelitian di Sub
Bagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA FKUI/RSCM, Jakarta ternyata sIgA polio sudah tidak ditemukan
lagi pada ASI setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena itu
bila vaksinasi polio diberikan pada masa pemberian kolostrum ( kurang atau sama dengan 3 hari
setelah bayi lahir ), hendaknya ASI ( kolostrum ) jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah
vaksinasi.
5
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus fungsi
makrofag masih kurang. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang.
Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan
pada anak. Maka, apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa
memberikan imunisasi ulangan.
Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat
imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang menimbulkan
defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan juga akan mempengaruhi keberhasilan
vaksinasi. Bahkan adanya defisiensi imun merupakan kontraindikasi pemberian vaksin hidup karena
dapat menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada individu yang
menderita penyakit infeksi sistemik seperti campak, tuberkulosis milier akan mempengaruhi pula
keberhasilan vaksinasi.
Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti makrofag dan
limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar
globulin normal atau bahkan meninggi, imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen
dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi.
Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya respons terhadap
vaksin atau toksoid berkurang.
Faktor genetik pejamu
Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik
respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan rendah terhadap antigen
tertentu. Ia dapat memberikan respons rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen
lain dapat lebih tinggi. Karena itu tidak heran bila kita menemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak
100%.
Kualitas dan kuantitas vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa sehingga
patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenisitas. Beberapa
faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan vaksinasi, seperti cara
pemberian, dosis, frekuensi pemberian ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin.
Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul. Misalnya vaksin
polio oral akan menimbulkan imunitas lokal disamping sistemik, sedangkan vaksin polio
parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja.
6
Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons imun yang terjadi.
Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan. Sedang dosis terlalu
rendah tidak merangsang sel-sel imunokompeten.Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil
uji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.
Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Disamping frekuensi,
jarak pemberianpun akan mempengaruhi respons imun yang terjadi. Bila pemberian vaksin
berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang
masuk segera dinetralkan oleh antibodi spesifik yang masih tinggi tersebut sehingga tidak
sempat merangsang sel imunkompaten. Bahkan dapat terjadi apa yang dinamakan reaksi
arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks
antigen antibodi lokal sehingga terjadi peradangan lokal. Karena itu pemberian ulang
( booster ) sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan sesuai dengan hasil uji klinis.
Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun terhadap
antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan mempertahankan antigen pada
atau dekat dengan tempat suntikan, dan mengaktivasi APC ( antigen presenting cells ) untuk
memproses antigen secara efektif dan memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel
imunokompeten lainnya.
Jenis Vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik dibanding vaksin mati
atau yang diinaktivasi ( killed atau inactivated ) atau bagian ( komponen ) dari
mikroorganisme. Vaksin hidup diperoleh dengan cara atenuasi. Tujuan atenuasi adalah
untuk menghasilkan organisme yang hanya dapat menimbulkan penyakit yang sangat
ringan. Atenuasi diperoleh dengan memodifikasi kondisi tempat tubuh mikroorganisme,
misalnya suhu yang tinggi atau rendah, kondisi anerob, atau menambah empedu pada
media kultur seperti pada pembuatan vaksin BCG yang sudah ditanam selama 13 tahun.
Dapat pula dipakai mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain tetapi untuk manusia
avirulen, misalnya virus cacar sapi.
PERSYARATAN VAKSIN
1. Mengaktivasi APC untuk mempresentasikan antigen dan memproduksi interleukin.
2. Mengaktivasi sel T dan sel B untuk membentuk banyak sel memori
3. Mengaktivasi sel T dan sel Tc terhadap beberapa epitop, untuk mengatasi variasi
respons imun yang ada dalam populasi karena adanya polimorfisme MHC.
7
4. Memberi antigen yang persisten, mungkin dalam sel folikular dendrit jaringan
limfoid tempat sel B memori direkrut sehingga dapat merangsang sel B sewaktu-waktu
menjadi sel plasma yang membentuk antibodi terus-menerus sehingga kadarnya tetap
tinggi.
Vaksin yang dapat memenuhi ke empat persyaratan tersebut adalah vaksin virus hidup.
JENIS VAKSIN
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
Live attenuated ( bakteri atau virus hidup yang dilemahkan )
Inactivate ( bakteri, virus atau komponenmnya dibuat tidak aktif )
Vaksin hidup attenuated
Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau bakteri penyebab
penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh
menjadi banyak ( replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.
Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar ( wild ) penyebab penyakit. Virus atau bakteri
liar ini dilemahkan ( attinuated ) dilaboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang.
Misalnya vaksin campak yang dipakai sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak
menjadi virus vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan penanaman pada jaringan media
pembiakan secara serial dari seorang anak yang menderita penyakit campak pada tahun 1954.
o Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus berkembang biak
( mengadakan replikasi ) di dalam tubuh resipien.
o Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol ( misalnya panas atau cahaya ) atau
pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh ( antibodi yang beredar ) dapat
menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif.
o Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama dengan yang
diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak membedakan antara suatu infeksi
dengan virus vaksin yang dilemahkan dan infeksi dengan virus liar.
o Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk patogenik
seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup.
o Antibodi dari sumber apapun ( misalnya transplasental, transfusi ) dapat mempengaruhi
perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak adanya respons ( non
response ). Vaksin campak merupakan mikroorganisme yang paling sensitif terhadap
8
antibodi yang beredar dalam tubuh. Virus vaksin polio dan rotavirus paling sedikit terkena
pengaruh.
o Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila kena panas dan
sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.
Vaksin hidup attenuated yang tersedia
Berasal dari virus hidup : Vaksin campak, gondongan ( parotitis ), rubela, polio, rotavirus,
demam kuning ( yellow fever ).
Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.
Vaksin Inactivated
o Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau virus dalam media
pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat tidak aktif dengan penambahan bahan kimia
( biasanya formalin ).
o Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis antigen
dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit ( walaupun pada orang
dengan defisiensi imun ) dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik.
Antigen inactivated tidak dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat
diberikan saat antibodi berada di dalam sirkulasi darah.
o Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada dosis pertama tidak
menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau menyiapkan sistem imun.
Respons imun protektif baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan
vaksin hidup, yang mempunyai respons imun yang mirip atau sama dengan infeksi alami,
respons imun terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral, hanya sedikit atau tak
menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap antigen inactivated menurun setelah
beberapa waktu.
o Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit masih
memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun vaksin bakterial seluruh sel bersifat
paling reaktogenik dan menyebabkan paling banyak reaksi ikutan atau efek samping. Ini
disebabkan respons terhadap komponen-komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan
untuk perlindungan ( contoh antigen pertusis dalam vaksin DPT ).
9
Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :
Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A.
Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.
Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis a-seluler,
tifoid Vi, lyme disease.
Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.
Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan haemophilus influenzae tipe
b.
Gabungan polisakarida ( haemophillus influenzae tipe B dan pneumokokus ).
VAKSIN DAN SISTEM KEKEBALAN
Sebelum membahas bagaimana pemberian vaksin dapat memberikan perlindungan
terhadap seseorang, terlebih dahulu perlu diketahui sistem kekebalan tubuh kita bekerja melawan
mikroorganisme (virus, bakteri, parasit, dsb).1
Gambar 11
Manusia dapat terhindar atau sembuh dari serangan penyakit infeksi karena telah dilengkapi dengan
2 sistem kekebalan tubuh, yaitu :1
1. Kekebalan tidak spesifik (Non Spesific Resistance)
Disebut sebagai sistem imun non spesifik karena sistem kekebalan tubuh kita tidak ditujukan
terhadap mikroorganisme atau zat asing tertentu. Contoh bentuk kekebalan non-spesifik :
- Pertahanan fisis dan mekanis, misalnya silia atau bulu getar hidung yang berfungsi untuk
menyaring kotoran yang akan masuk ke saluran nafas bagian bawah.
- Pertahanan biokimiawi - air susu ibu yang mengandung laktoferin - berperan sebagai
antibakteri
10
- Interferon - pada saat tubuh kemasukan virus, maka sel darah putih akan memproduksi
interferon untuk melawan virus tersebut.
- Apabila mikroorganisme masuk ke tubuh, maka sistem kekebalan non-spesifik yang
diperankan oleh pertahanan selular (monosit dan makrofag) akan menangkap, mencerna,
dan membunuh mikroorganisme tersebut.
2. Kekebalan Spesifik (Spesific Resistance)
Sistem kekebalan spesifik dimainkan oleh dua komponen utama, yaitu sel T dan sel B. Sistem
kekebalan spesifik tidak mengenali seluruh struktur utuh mikroorganisme, melainkan sebagai
prrotein saja yang akan merangsang sistem kekebalan. Bagian dari struktur protein
mikroorganisme yang dapat merangsang sistem kekebalan spesifik ini disebut antigen. Adanya
antigen akan merangsang diaktifkannya sel T atau sistem kekebalan selular. Selanjutnya sel T ini
akan memacu sel B atau sel humoral untuk mengubah bentuk dan fungsi menjadi sel plasma
yang selanjutnya akan memproduksi antibodi. Kelebihan dari sistem kekebalan spesifik adalah
dilengkapi dengan sel memori. Semakin sering tubuh kita kontak dengan antigen dari luar, maka
semakin tinggi pula peningkatan kadar antibodi tubuh karena sel-sel memori telah mengenali
antigen tersebut.
Yang membangkitkan sistem kekebalan spesifik kita adalah antigen yang merupakan bagian
dari mikroorganisme (virus atau bakteri). Antigen ini selanjutnya akan ditanggapi oleh sistem
kekebalan tubuh dengan memproduksi antibodi. Berdasarkan cara memperoleh kekebalan, maka
kekebalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :1,3
1. Kekebalan pasif
Kekebalan yang diperoleh dari luar, yang berarti bahwa tubuh mendapat bantuan dari luar
antibodi yang sudah jadi. Sifat kekebalan pasif tidak berlangsung lama, umumnya tidak kurang
dari 6 bulan. Misalnya bayi yang secara alami telah memiliki kekebalan pasif dari ibunya.
2. Kekebalan aktif
Yang umum disebut imunisasi diperoleh melalui pemberian vaksinasi dan berlangsung bertahun
tahun, karena tubuh memiliki sel memori terhadap antigen tertentu.
Dalam rangka memacu sistem kekebalan spesifik tubuh, maka vaksin dapat dibuat dari2 :
Live attenuated (vaksin hidup yang dilemahkan)
Inactivated (bakteri, virus atau komponennya dibuat tidak aktif)
Vaksin rekombinan
Virus – like particle vaccine.
11
Vaksin hidup attenuated atau Live attenuated diproduksi dilaboratorium dengan cara
memodifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan
masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak (replikasi) dan menimbulkan
kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit. Supaya dapat menimbulkan respon imun, vaksin
hidup attenuated harus berkembang biak (mengadakan replikasi) di dalam tubuh resipien.
Suatu dosis kecil virus atau bakteri yang diberikan, yang kemudian mengadakan replikasi di
dalam tubuh dan meningkat jumlahnya sampai cukup besar untuk memberi rangsangan suatu
respons imun. Vaksin hidup attenuated yang tersedia berasal dari virus hidup yaitu vaksin
campak, gondongan (parotitis), rubela, polio, rotavirus, demam kuning (yellow fever) dan yang
berasal dari bakteri yaitu vaksin BCG dan demam tifoid.
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakan bakteri atau virus dalam media
pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated dengan penambahan bahan kimia
(biasanya formalin). Untuk vaksin fraksional, organisme tersebut dibuat murni dan hanya
komponen-komponennya yang dimaksukkan dalam vaksin (misalnya kapsul polisakarida dari
kuman pneumokokus). Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh
dosis antigen dimasukan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit dan tidak
dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Vaksin inactivated yang tersedia saat ini
berasal dari seluruh sel virus yang inactivated contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A.
Kemudian dari seluruh bakteri yang inactivated contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra. Juga dari
toksoid misalnya difteria, tetanus dapat juga dari polisakarida murni misalnya pneumokokus,
meningokokus dan haemophilus influenza tipe B.
Vaksin rekombinan. Macam vaksin demikian diperoleh melalui proses rekayasa genetik,
misalnya vaksin hepatitis B, vaksin tifoid, dan rotavirus. Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan
cara memasukkan suatu segmen gen vius hepatitis B ke dalam sel ragi. Sela ragi yang telah
diubah ini kemudian menghasilkan antigen permukaan hepatitis B murni.
Virus – like particle vaccine atau vaksin yang dibuat dari partikel yang mirip dengan virus,
contohnya adala vaksin human papillomavirus (HPV) tipe 16 untuk mencegah kanker leher
rahim. Atigen diperoleh melalui protein virus HPV yang diolah sedimikian rupa sehingga
menghasilkan struktur mirip dengan seluruh struktur HPV (atau dikenal sebagai pseudo –
particles of HPV tipe 16).
PEMBERIAN IMUNISASI
Tata cara pemberian imunisasi
12
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai berikut :
Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi.
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan
yang tidak diharapkan.
Baca dengan teliti informasi tentang produk ( vaksin ) yang akan diberikan dan jangan lupa
mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau
pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang diberikan.
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik.
Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa tanggal
kadarluwarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang
menunjukkan adanya kerusakan.
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk
mengejar imunisasi yang tertinggal ( catch up vaccination ) bila diperlukan.
Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik,
sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi bayi/anak penerima vaksin.
Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut :
Berilah petunjuk ( sebaiknya tertulis ) kepada orang tua atau pengasuh apa yang
harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih
berat.
Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.
Catatan imunisasi secar rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang
Pemberantasan Penyakit Menular.
Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk
mengejar ketinggalan, bila diperlukan.
Penyimpanan9
Suhu optimum untuk vaksin hidup
Secara umum sebaiknya semua vaksin disimpan pada suhu 2-8˚C, diatas suhu 8˚C vaksin hidup akan
cepat mati, misalnya vaksin polio hanya bertahan 2 hari, vaksin BCG dan campak yang belum
dilarutkan mati dalam 7 hari. Potensi vaksin hidup masih tetap baik pada suhu kurang dari 2˚C
sampai beku. Vaksin polio oral yang be;um dibuka bertahan lebih lama (2 tahun) bila disimpan pada
suhu -25˚C sampai -15˚C, namun hanya bertahan 6 bulan pada suhu 2-8˚C.
13
Vaksin BCG dan campak walaupun disimpan pada suhu -25˚C sampai -15˚C, umur vaksin tidak lebih
lama dari suhu 2-8˚C, yaitu BCG tetap 1 tahun dan campak tetap 2 tahun.
Suhu optimum untuk vaksin mati (inaktif)
Vaksin inaktif sebaiknya disimpan dalam suhu 2-8˚C juga, bila disimpan pada suhu di bawah -2˚C
(beku) vaksin mati akan cepat rusak. Bila beku dalam suhu -0,5˚C vaksin HepB dan DTP-HepB
(kombinasi) akan rusak dalam setengah jam, tetapi dalam suhu di atas 8˚C vaksin HepB bisa
bertahan sampai 30 hari, DTP-HepB sampai 14 hari. Bila dibekukan dalam suhu -5˚C sampai -10˚C
vaksin DTP, DT dan TT akan rusak dalam 1,5-2 jam, tetapi dalam suhu di atas 8˚C masih bisa bertahan
sampai 14 hari.
Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 450-600 ke dalam otot vastus lateralis atau otot
deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan ke arah lutut sedangkan untuk
suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat
terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 900.
Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi dan anak
umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot bagian
tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Regio deltoid adalah alternatif untuk
vaksinasi pada anak yang lebih besar ( mereka yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa.
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan adalah :
Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah gluteal.
Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara
adekuat.
Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila disuntikkan di daerah
gluteal
Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat suntikan yang menahun.
Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.
14
Gambar 2. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)