Top Banner
LAPORAN KASUS BRONKIEKTASIS PRESEPTOR : 1. dr. Sabrina Ermayanti, Sp.P(K) 2. dr. Russilawati, Sp.P(K) PENYUSUN : 1. Ardho Mahamada (1110312002) 2. Reflina Saputri (1110313064) 3. Rana Zara Athaya (1110313069) 4. Vadhana Trunakarasu (1110314001)
21

Refrat Bronkiektasis

Jan 27, 2016

Download

Documents

ardhom122

Refrat Bronkiektasis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LAPORAN KASUS BRONKIEKTASIS

PRESEPTOR :

1. dr. Sabrina Ermayanti, Sp.P(K)

2. dr. Russilawati, Sp.P(K)

PENYUSUN:

1. Ardho Mahamada (1110312002)

2. Reflina Saputri

(1110313064)

3. Rana Zara Athaya(1110313069)

4. Vadhana Trunakarasu(1110314001)BAB IPENDAHULUAN

Bronkiektasis adalah pelebaran bronkus yang disebabkan oleh kelemahan dinding bronkus yang sifatnya permanen. Diagnosis bronkiektasis dibantu dengan pemeriksaan bronkografi, tapi akhir-akhir ini bronkografi jarang dilakukan dan digantikan dengan pemeriksaan High Resoluted Computed Tomography ( HRCT ). Bronkiektasis sering dikategorikan penyakit infeksi saluran pernapasan dengan diagnosis bronkiektasis terinfeksi ( Djojodibroto, 2009 ). Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui berbagai cara dan merupakan akibat dari beebrapa keadaan yang mengenai dinding bronkial. Bronkiektasis (BE) dapat terjadi secara langsung atau tidak melalui terganggunya sistem pertahanan. Keadaan ini mungkin menyebar luas atau mungkin muncul di satu atau dua tempat. Secara khusus, BE menyebabkan pembesaran pada bronkus yang berukuran sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang berada di bawahnya sering membentuk jaringan parut yang menyempit. Kadang-kadang BE terjadi pada bronkus yang lebih besar (Barker, 2002).Bronkiektasis adalah penyebab kematian yang sangat penting pada Negara-negara berkembang. Di Negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami penurunan sesuai dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosial ekonomi yang rendah ( Emmons, 2007 ). Di negara barat angka kematian dan kesakitan terus meningkat, kondisi ini tetap menjadi salah satu alasan untuk menjadi perhatian mengenai angka kesakitan di negara berkembang. Berbagai macam faktor telah diidentifikasi sebagai predisposisi terjadinya bronkiektasis fibrosis non kistik (non-CF). Infeksi berulang, defisiensi imun, kemasukan benda asing, asma, tuberculosis dan diskinesia primer bulu getar adalah beberapa hal yang menjadi faktor resiko. Bronkiektasis post infeksi pada penderita normal akan sering menyertai dan di negara berkembang beberapa pasien dengan kelainan tersebut memiliki penyakit sistemik yang mendasari.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi

BE merupakan pelebaran menetap dari bronkus dan bronkiolus akibat kerusakan otot dan jaringan elastis penunjang (Maitra & Kumar, 2007). Bronkiektasis bukan merupakan penyakit primer, tetapi lebih merupakan akibat obstruksi atau infeksi persisten yang ditimbulkan oleh berbagai penyebab. Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irrevesibel. 2.2Epidemiologi

Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada negara-negara berkembang. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi yang rendah (Emmons, 2007). Bronkiektasis umumnya terjadi pada penderita dengan umur rata-rata 39 tahun, terbanyak pada usia 60 80 tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada bronkiektasis adalah karena gagal napas. Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki, dan yang bukan perokok (Hassan, 2013). 2.3Klasifikasi

Berdasarkan kelainan anatomis bronkiektasis, dibagi 3 variasi:

1. Bronkiektasis tabung (tubular, silindris, fusiformis), merupakan bronkiektasis yang paling ringan dan sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronchitis kronik.

2. Bronkiektasis Kantong (saccular) merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat irregular. Bentuk ini kadang kadang berbentuk kisata (cystic bronkiektasis).

3. Bronkiektasis varicose merupakan bentuk diantara bentuk tabung dan kantung. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena.2.4Etiologi

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan bronkiektasis, antara lain (Emmons, 2013):

1.Infeksi Primer

Bronkiektasis dapat disebabkan oleh bermacam-macam infeksi nekrosis yang tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat. Infeksi primer merupakan penyebab umum dari bronkiektasis di negara berkembang, dan biasanya penggunaan antibiotik juga tidak konsisten. Ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan bronkiektasis, antara lain Klebsiella species, Staphylococcus aureus, Mycobacterum tuberculosis, Mycoplasma pneumonia, Mycobacterium nontuberculosis, measles virus, pertussis virus, influenza virus, dan herpes simplex virus.2. Obstruksi Bronkial

Focal postobstructive bronchiectasis dapat terjadi dalam beberapa keadaam klinis, misal right-middle lobe syndrome, yang merupakan tipe spesifik dari obstruksi bronkial yang dapat menyebabkan bronkiektasis.

3.Aspirasi

Pada orang dewasa, aspirasi benda asing biasanya berasal dari lambung, seperti makanan, asam peptida dan mikroorganisme. Setelah aspirasi, pneumonia postobstruksi dapat terjadi dengan perkembangan menjadi bronkiektasis. Bronkiektasis juga dapat terjadi pada keadaan aspirasi kronik.

4.Fibrosis Kistik

Fibrosis kistik adalah kelainan multisistem yang mempengaruhi sistem transport klorida pada jaringan eksokrine. Hal ini terjadi karena defisiensi protein Cystic Fibrosis Transmembrane Regulator ( CFTR ). Bronkiektasis adalah hal yang umum ditemukan pada fibrosis kistik.

5.Defek anatomi kongenital

Defek anatomi kongenital yang dapat menyebabkan bronkiektasis antara lain Williams-Campbell syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, Swyer-James syndrome dan Yellow-nail syndrome.

6. Defisiensi Alpha1-antitripsin

Patogenesis bronkiektasis masih belum jelas, tapi diyakini bahwa defisiensi hormone ini dapat menyebabkan pasien lebih rentan terhadap infeksi saluran napas dan menyebabkan rusaknya bronkus.

7. Paparan Gas Beracun

Paparan terhadap gas beracun dapat menyebabkan kerusakan bronkus yang ireversibel dan bronkiektasis kistik. Agen yang terlibat antara lain gas klorin dan ammonia.2.5Patogenesis

Kelemahan dinding bronkus pada bronkiektasis dapat kongenital ataupun didapat ( acquired ) yang disebabkan karena adanya kerusakan jaringan. Bronkiektasis kongenital sering berkaitan dengan adanya dekstrokardia dan sinusitis, jika ketika keadaan ini (bronkiektasis, dekstrokardia dan sinusitis ) hadir bersamaan, keadaan ini disebut sebagai sindrom Kartagener. Jika disertai pula dengan dilatasi trakea dan bronkus utama maka kelainan ini disebut trakeobronkomegali (Djojodibroto, 2009).

Bronkiektasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi bronkus. Dilatasi bronkus mungkin disebabkan karena kerusakan dinding bronkus akibat peradangan seperti pada penyakit endobronkial tuberkulosis. Bronkiektasis non-tuberkulosis cenderung terjadi pada bagian paru yang bergantung (dependent part) yang menyebabkan aliran drainase discharge terhambat. Gaya berat menyebabkan akumulasi sputum sehingga infeksi dan supurasi lebih mudah terjadi ( Djojodibroto, 2009 ).

2.6Patofisiologi

Gambar 1. Patofisiologi Bronkiektasis (Barker, 2005)

2.7 Diagnosis

1. Gambaran klinisManifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien.Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan napas dengan infeksi akut. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. Dispnea dan mengi terjadi pada 75 % pasien. Nyeri dada pleuritis terjadi pada 50 % pasien dan mencerminkan adanya distensi saluran napas perifer atau pneumonitis distal yang berdekatan dengan permukaan pleura viseral.2. Pemeriksaan fisikDitemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan fisik dada, termasuk crackles (70 %), wheezing (34 %), dan ronki (44 %) adalah petunjuk untuk diagnosis. Dahulu, clubbing finger atau jari tabuh adalah gambaran yang sering ditemukan, tapi saat ini prevalensi gambaran tersebut hanya 3 %. Penyakit utama yang mengaburkan bronkiektasis adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).1. Pemeriksaan penunjang

a) Spirometri

Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara, dengan rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) untuk memaksa volume kapasitas paksa (FVC), FVC normal atau sedikit berkurang dan FEV1 menurun. Penurunan FVC menunjukkan bahwa saluran udara tertutup oleh lendir, dimana saluran napas kolaps saat ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis pada paru. Merokok dapat memperburuk fungsi paru dan mempercepat kerusakan. Hyperresponsiveness saluran napas dapat ditunjukkan, dimana 40 % pasien memiliki 15 % atau peningkatan yang lebih besar pada FEV1 setelah pemberian agonis beta-adrenergik, dan 30 sampai 69 % pasien yang tidak memiliki terlihat penurunan FEV1 memiliki 20 % penurunan FEV1 setelah pemberian histamin atau methacholine.

b) Pemeriksaan radiologis

Rontgen thoraks

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini :a. Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm). Dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran honeycomb appearance atau bounches of grapes (gambar 5). Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus.b. Tramline shadow

Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru. Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus.Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus

Gambar 4. Gambaran honeycomb appearance.

c. Tubular shadow Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis (gambar 6B).Gambar 5. (A). Tanda panah menunjukan gambaran Ring shadow, (B). Gambaran tubular shadow.2.8Diagnosis Banding

Bronkitis kronik

Tuberkulosis paru

Abses paru

Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya karsinoma paru, adenoma paru.

2.9Penatalaksanaan

1. Pengobatan simtomatik

Pengobatan ini hanya diberikan jika timbul gejala yang mungkin menganggu atau membahayakan pasien.

a) Pengobatan obstruksi bronkus

Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (% VEP1 < 70%) dapat diberikan obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda obstruksi saluran napas sekaligus dilakukan tes terhadap obat bronkodilator. Apabila hasil tes bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator tersebut (Rahmatullah, 2009).b) Pengobatan hipoksia

Pada pasien yang mengalami hipoksia (terutama pada waktu terjadinya eksaserbasi akut) perlu diberikan oksigen. Apabila pada pasien telah terdapat komplikasi bronkitis kronik, pemberian oksigen harus hati-hati, harus dengan aliran rendah (cukup 1 liter/menit) (Rahmatullah, 2009).c) Pengobatan hemoptisis

Apabila perdarahan cukup banyak (masif), mungkin merupakan perdarahan arterial yang memerlukan tidakan operatif segera untuk menghentikan perdarahannya, dan sementara harus diberikan transfusi darah untuk menggantikan darah yang hilang (Rahmatullah, 2009).Hemoptisis yang mengancam kehidupan (lebih dari 600 ml darah per hari) dapat terjadi pada pasien dengan bronkiektasis. Setelah jalan napas telah dilindungi dengan pasien berbaring di sisi tempat perdarahan yang dicurigai atau dengan intubasi endotrakeal, bronkoskopi atau CT dari thoraks diyakinkan membantu menentukan lobus atau sisi yang mengalami perdarahan. Jika intervensi radiologi tersedia, aortography dan kanulasi dari arteri bronkial untuk memgambarkan lokasi ekstravasasi darah atau neovaskularisasi sehingga embolisasi yang dapat ditunjukan. Pembedahan mungkin masih diperlukan untuk direseksi daerah yang dicurigai mengalami perdarahan (Barker, 2002).d) Pengobatan demam

Pada pasien dengan eksaserbasi akut sering terdapat demam, terlebih jika terjadi septikemia. Pada keadaan ini selain perlu diberikan antibiotik yang sesuai, dosis cukup, perlu ditambahkan abat antipiretik lainnya.2.10Komplikasi

Beberapa penyakit yang bisa menjadi komplikasi dari bronkiektasis antara lain (Underwood, 2000):

a. Pneumonia

b. Empiema

c. Septicemia

d. Meningitis

e. Metastasis abses misalnya di otak

f. Pembentukan amiloidInfeksi yang berulang dan radang menyebabkan berlanjutkan nekrosis saluran nafas dan destruksi jaringan paru. Tergantung pada perluasan pertumbuhan penyakit, dapat terjadi kor-pulmonale. Amiloidosis sekunder dapat terjadi sistemik.2.11PrognosisPrognosisnya tergantung dari berat ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservati ataupun pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit (Rahmatullah, 2009).

Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian karena penyakit tersebut biasanya karena pneumonia, payah jantung kanan, empiema, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronchitis kronik berat dan difus biasnya disabilitasnya yang ringan (Rahmatullah, 2009).BAB III

LAPORAN KASUS

3.1Identitas Pasien

Nama

: Ernawati Umur

: 55 tahun Jenis Kelamin : Perempuan RM

: 585611 Tanggal Masuk : 8/12/2015 Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga3.2Anamnesis Keluhan Utama

Sesak nafas sejak 15 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Sesak nafas menciut sejak 15 hari yang lalu, tidak dipengaruhi cuaca, emosi, dan makanan, meningkat bila beraktivitas dan menurun bila istirahat dengan posisi bersandar. Batuk sejak 15 hari yang lalu, batuk berdahak, dahak warna putih, encer dan berbuih. Batuk hilang timbul terutama di pagi hari. Batuk makin bertambah satu bulan ini. Riwayat batuk lama ada. Batuk berdarah tidak ada. Nyeri dada ada dan menjalar ke punggung, nyeri seperti ditusuk-tusuk. Demam sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Ada keringat malam. Penurunan berat badan sejak tahun 2014 dari 38 kg menjadi 30 kg. Riwayat mual ada, muntah tidak ada. Nafsu makan menurun. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat TB tahun 2012. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat DM tidak ada. Riwayat keganasan tidak ada. Riwayat gastritis ada. Riwayat Pengobatan

Ada riwayat minum OAT tahun 2012, obat didapatkan di poli paru RSUP M. Djamil Padang, obat diminum selama 6 bulan, pengobatan dihentikan oleh dokter dan dinyatakan sembuh berdasarkan pemeriksaan BTA, rontgen, dan gejala klinis Riwayat Penyakit KeluargaAsma tidak ada. TB ada pada anaknya tahun 2009. Ada riwayat minum OAT selama 6 bulan. Obat didapatkan di poli paru RSUP M. Djamil Padang. pengobatan dihentikan oleh dokter dan dinyatakan sembuh oleh dokter. Keganasan tidak ada. Hipertensi tidak ada. DM tidak ada Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok tidak ada. Riwayat paparan asap lingkungan ada kurang lebih 3 jam sehari selama kurang lebih 35 tahun. Pasien memasak menggunakan tungku 30 tahun. Pemeriksaan Fisik

Tanda vital Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis kooperatif Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi nadi: 96x/ menit Frekuensi nafas : 32x/menit Suhu : 34,2 CTB : 150 cmBB: 30 kgBBI : (TB -100)-15% : 42,5 KgBMI: 13,3Status Gizi : UnderweightKebutuhan Kalori : BB X 25 = 42,5 X 25 = 1062.5 Kal

Stress metabolik sedang +20% Aktivitas ringan

+10% Usia >40 tahun

- 5% Underweight

+20% Total

45% 45% kebutuhan kalori = 478,125 Kebutuhan kalori

= 1,062.5 + 478,125

= 1,540.625

~ 1,541

Kebutuhan Cairan : BB X 40 + 400 = 42,5 X 40 + 400 = 2100 cc/ 24 jamPemeriksaan Fisik

-Kepala: Normosefalus

- Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak

anemis- KGB : Tidak diperiksa - Jantung:

Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba 1 jari medial linear

mid klavikula sinistra

Perkusi

: Batas atas di RIC 2, batas jantung kiri di linear mid klavikula RIC 5, batas jantung kanan di linear sternalis dekstra

Auskultasi: Bunyi jantung normal, tidak ada murmur, tidak ada bunyi tambahan

- Abdomen : Tidak ada nyeri tekan, distensi tidak ada

- Genitalia : Tidak diperiksa

- Ekstremitas : Tidak ada udem dan clubbing finger

Paru a. Inspeksi : Bentuk dada : Flattening chest Statis

: Simetris kiri dan kanan Dinamis: Pergerakan dinding kanan sama dengan kiri

Tidak tampak venektasi, kolateral, dan benjolanb. Palpasi: Fremitus sama kiri dan kanan

c. Perkusi:

Kiri: Sonor

Kanan: Sonor

d. Auskultasi

Kiri: Ekspirasi memanjang, ronkhi (+)

di apeks paru, wheezing tidak ada

Kanan : Ekspirasi memanjang, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 11/12/2015 Hb : 11,0 gr/dl Leukosit : 10,300/mm3 Trombosit : 281,000/mm3 Tanggal 14/12/15 Hb : 11,0 gr/dl Leukosit : 6,900/mm3 Ht : 34 % Trombosit : 293,000/mm3 Ur/Cr : 0,6 Na: 129 mEq/L K: 4,6 mEq/L Cl: 97 mEq/L Kesan labor: Hiponatremi Pemeriksaan Rontgen

Diagnosis Kerja

Bronkiektasis sekunder terinfeksi et causa bekas TB + gastritis + hiponatremia

Terapi- Oksigen Inhalasi

- Inj. Sefoperazone 2x1

- Ventolin UDV 6x1

DAFTAR PUSTAKABarker, Alan F, M.D. 2002. Bronkietasis, N Engl J Med, Vol. 346.

Djojodibroto D. 2009. Respirologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

EmmonsEE.2007. Bronchiectasis. Available at: http://www.emedicine.com (Diakses pada : Desember 2015 )Emmons EE. 2013. Bronchiectasis. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/296961-overview ( Diakses pada: Desember 2015).HassanI.2013. Bronchiectasis. Available at: http://www.emedicine.com (Diakses pada: Maret 2013 ).

Maitra A, Kumar V. 2007. Paru dan Saluran Napas Atas. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins SL (eds). Buku Ajar Patologi Robbins. Diterjemahkan oleh: Pendit BU. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rahmatullah P. 2009. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Kelima. Editor Aru W Sudoyo. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Underwood, JCE. 2000. Patologi Umum dan Sistematika . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

(B)