Top Banner
BRONKIEKTASIS I. PENDAHULUAN Bronkiektasis berasal dari bahasa Yunani yaitu broncos yang berarti saluran pernapasan dan ectasis yang berarti teregang atau memanjang. 1 Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi dan destruksi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau ireversibel. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang- kadang hemoptisis. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil, sedangkan bronkus besar umumnya jarang. 2,3,4 Bronkiektasis bukan suatu penyakit tunggal, tetapi merupakan hasil dari berbagai kondisi yang terjadi di dalam bronkus terutama bronkus berukuran sedang sehingga bronkus membesar, terdistorsi, dan berdinding tebal. Penyebabnya hampir selalu diakibatkan oleh inflamasi kronik dan infeksi oleh bakteri. 5 Penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh Laennec tahun 1819, kemudian diperjelas oleh Sir William Osler pada akhir 1800, 1
27

bronkiektasis revisi 1

Sep 25, 2015

Download

Documents

nirwanfathur

BRONKIEKTASIS
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BRONKIEKTASIS

I. PENDAHULUAN

Bronkiektasis berasal dari bahasa Yunani yaitu broncos yang berarti saluran pernapasan dan ectasis yang berarti teregang atau memanjang.1 Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi dan destruksi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau ireversibel. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil, sedangkan bronkus besar umumnya jarang.2,3,4

Bronkiektasis bukan suatu penyakit tunggal, tetapi merupakan hasil dari berbagai kondisi yang terjadi di dalam bronkus terutama bronkus berukuran sedang sehingga bronkus membesar, terdistorsi, dan berdinding tebal.Penyebabnya hampir selalu diakibatkan oleh inflamasi kronik dan infeksi oleh bakteri.5

Penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh Laennec tahun 1819, kemudian diperjelas oleh Sir William Osler pada akhir 1800, dan ditetapkan lebih lanjut oleh Reid pada tahun 1950. Bronkiektasis telah mengalami perubahan signifikan dalam hal prevalensi, etiologi, presentasi, dan pengobatan.3

Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai:3

1. Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau

2. Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru

Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi yang bersifat kronik, seperti batuk setiap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan radiografi seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang terlihat padaCT Scan.3

II. INSIDENS

Di Negara-negara barat, angka kejadian bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Angka kejadian setinggi itu ternyata dapat mengalami penurunan yang berarti setelah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan memakai antibiotik.2

Di Indonesia belum ada laporan angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun perempuan. Di RSUD dr. Soetomo, bronkiektasis merupakan kelainan ke 7 terbanyak dari penderita rawat inap (1979-1985) dan ke 6 pada tahun 1987 serta ke 7 pada tahun 1990. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak bahkan dapat merupakan kelainan kongenital.2,3,6

III. EPIDEMIOLOGI

Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting di negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi yang rendah. Data menunjukkan bahwa non cystic fibrosis bronkiektasis lebih sering terjadi pada wanita, khususnya kulit putih yang berumur lebih dari 60 tahun.3,7

IV. ETIOLOGI

Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.2,8

a. Kelainan Kongenital

Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus.Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William Campbellsyndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.2,3,4,6,7,9

b. Kelainan didapat

Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan proses berikut:

1. Infeksi: 2,3,6,7,10,11

Campak

Pertusis

Infeksi adenovirus

Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atauPseudomonas.

Influenza

Tuberkulosa

Infeksi mikoplasma

2. Penyumbatan bronkus:2,3,6,7,10

Benda asing yang terisap

Pembesaran kelenjar getah bening

Tumor paru

Sumbatan oleh lendir

3. Cedera inhalasi:3,4

Cedera karena asap, gas atau partikel beracun

Menghirup getah lambung dan partikel makanan

4. Kelainan imunologik3,4,7

Sindroma kekurangan immunoglobulin

Disfungsi sel darah putih

Defisiensi komplemen

Infeksi HIV

Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid, kolitis ulcerative

V. ANATOMI

Gambar di bawah ini menunjukan anatomi dari sistem respirasi

Gambar 1. Anatomi Bronkus. (dikutip dari kepustakaan 12)

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gasterjadi.10

Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-paru. Asinus terdiri atasbronkiolus respiratorius, duktus alveolarisdan sakkus alveolaris terminalis.Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas satu lapangan tennis.10

Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi.10

Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema,dan penyakit lainnya.10

Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra dan bronkus sinistra. Bronkus Dextra,mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus aorta pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya. Arteri pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan disebut bronkus pars terialis. Cabang bronkus yangmenuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkus hyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.10, 13

Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aortathoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior. Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus.13

VI. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh sitokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilicprotease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap antigen.7

Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian dibatukkan keluar atau tertelan.4

Gambar 2. Perbandingan bronkus normal pada paru kanan

dan bronkus yang berdilatasi (bronkiektasis) pada paru kiri.

(dikutip dari kepustakaan 5)

Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan jalan nafas.4

Gambar 3. Pada bronkiektasis, produksi mucus meningkat, sillia mengalami kerusakan, dan pada dinding bronkus terjadi inflamasi kronik kemudian mengalami destruksi .

(dikutip dari kepustakaan 4)

VII. DIAGNOSIS

1. Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat terjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut. Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas.3, 14, 15

Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat onsetnya oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau.3, 14

Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol, terjadi pada hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya,pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulendengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosiskistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. 3, 7

Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan. Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya.2, 3

Wheezingsering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma. Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut.2, 3

Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasis yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan. Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.3, 14

2. Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis pada bronkiektasis dapat dilakukan dengan foto thorax, bronkografi, CT scan maupun MRI. CT Scan secara substansial lebih sensitif dari foto thorax untuk melihat adanya bronkiektasis.16

Foto thorax

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini:

a. Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm) dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran honeycomb appearance atau bounches of grapes. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus. 17, 18, 19, 20

Gambar 4. Bronkiektasis. Tampak gambaran multiple ring shadow dengan air fluid level

(Dikutip dari kepustakaan 18)

Gambar 5. Foto thoraks yang diperbesar: Tampak gambaran multiple ring shadow

Bayangan cincin disebabkan adanya penebalan dinding bronchus

(Dikutip dari kepustakaan 21)

b. Tramline shadow

Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus. Tramline shadowyang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus.17, 18, 19, 20, 22

Gambar 6. Bronkiektasis. Tramline shadow (Dikutip dari kepustakaan 16)

c. Tubular Shadow

Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm. gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret.Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis.17, 18, 22

d. Glove finger shadow

Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari-jari pada sarung tangan.18, 23

Gambar 7. bronkiektasis. Gloves finger appearance

(Dikutip dari kepustakaan 24)

Bronkografi

Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP,Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis. 17, 18

Gambar 8. Bronkiektasis tipe silindris

(Dikutip dari kepustakaan 19)

Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat.23

Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media.7

CT-Scan thorax

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%.19

Gambar 9. CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkus pada lobus inferior kiri.

(dikutip dari kepustakaan 23)

CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.19

Gambar 10. CT Scan laki-laki 40 tahun. Tampak bronkiektsis pada lobus kiri atas

(Dikutip dari kepustakaan 25)

Gambar 11. HRCT. Bentuk-bentuk bronkiektasis a) Tubular b) Varicose c) Cystic

(Dikutip dari kepustakaan 26)

3. Patologi Anatomi

Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.2

Perubahan morfologis bronkus yang terkena

a. Dinding bronkus

Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis.2

b. Mukosa bronkus

Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan.2

c. Jaringan paru peribronkial

Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.2

Variasi kelainan anatomi bronkiektasis

Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut:15

a. Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)

Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronchitis kronik.2, 3, 7

b. Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)

Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista.2, 3, 7

c. Varicose bronkiektasis

Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises pembuluh vena. 2, 3, 7

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Fibrosis Kistik

Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi dari pasien yang satu ke pasien yang lain, namun banyak individu yang memiliki gambaran radiografi yang memperlihatkan bronkiektasis kronis disertai fibrosis kistik yang meliputi: hiperinflasi, penebalan dan dilatasi bronkus, peribronkial cuffing, mucoid impaction, kistik radiolusen, peningkatan tanda interstisial dan penyebaran nodul-nodul.7,10

Gambar 12. Foto thoraks penderita fibrosis sistik. Tampak gambaran bronkiektasis dengan densitas nodular dari impaksi mukoid. (dikutip dari kepustakaan 27)

IX. TERAPI

Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu:2

1. Pengobatan konservatif:2

Pengelolaan umum, meliputi

Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

Memperbaiki drainase sekret bronkus

Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian antibiotik.

Pengelolaan khusus

Kemoterapi pada bronkiektasis

Drainase sekret dengan bronkoskopi

Fisioterapi untuk melatih cara batuk dan mengeluarkan secret 28

2. Pengobatan simtomatik

a. Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator.

b. Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.

c. Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.

d. Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik

3. Pengobatan Pembedahan

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat, selain itu juga pada pasien bronkiektasis terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.2

X. PROGNOSIS

Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan muscular dan elastic dari bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan daerah peribronchial. Kerusakan ini biasanya akan menyebabkan timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah peribronkial.2

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.2

Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan.2, 8

DAFTAR PUSTAKA

1. Schiling R. Bronchiectasis. (online) 2009 [cited 2010 october 6] available from http://www.nethealthbook.com/articles/bronchiectasis.php

2. Rahmatullah P. Bronkiektasis in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. page 861-871

3. Emmons E.E. Bronchiectasis. (Online) 2010. [cited 2010 october 6] available from http://emedicine.medscape.com/article/296961-overview

4. Benditt J.O. Lung and Airway Disorder. Bronchiectasis. (Online) 2008. [cited 2010 october 6] available from http://www.merck.com/mmhe/sec04/ch047/ch047a.html

5. Nick J. Brochiectasis. Knol Beta, A Unit of Knowledge. (online). 2008. [cited 2010 october 6] available from http://knol.google.com/k/bronchiectasis#

6. Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis in Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press. Surabaya. 2006. page 256-261

7. Hasan I. Bronchiectasis. (Online) 2009. [cited 2010 october 6] available from http://emedicine.medscape.com/article/354167-overview

8. Medoff B. Zieve D. Bronchiectasis (Online) 2008. [Cited 2010 october 6] available from http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000144.htm

9. Misra A. Planner A. Uthappa M. Bronchiectasis in A-Z of Chest Radiology. Cambridge University press. London. 2007. Page: 48-51

10. 10 Wilson LM.Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-74

11. Barker A.F. Bronchiectasis. The New England Journal of Medicine. (Online) 2002. [cited 2010 oktober 6] available from http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra012519

12. Netter F. Interactive Atlas of Human Anatomy version 3.0. University of Rochester. Rochestter New York.

13. Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius. Bagian Anatomi FKUH. Makassar. 2004. hal 13-14

14. Leader D. Symptoms of Bronchiectasis (Online) 2010. [Cited 2010 october 6] available from http://copd.about.com/od/bronchiectasis/tp/bronchiectasissymptoms.htm

15. Gaillard F.Bronchiectasis (Online) 2008. [Cited 2010 october 6] available from http://radiopaedia.org/articles/bronchiectasis

16. Cantin L, Bankeir A.A, Eisenberg R.L. Bronchiectasis in American Journal of Roentenology (Online) 2009. [Cited 2010 october 6] available from http://www.ajronline.org/cgi/content/full/193/3/W158

17. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. hal 108-115

18. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging seventh edition volume 1. Churchill livingstone. Tottenham. 2003. hal 45, 163, 164 & 168

19. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 40-41

20. anonymous. Bronchiectasis.(online) 2002 [cited 2010 october 7] available from http://www.learningradiology.com/notes/chestnotes/bronchiectasis.htm

21. Howlett D. Ayers B. Respiratory system in The Hands on Guide to Imaging. Blackwell Publishing. Massachusets 2004. Page 16-39

22. Corn J. Carroll M. Bronchiectasis in Chest X-Ray made Easy. Churchill Livingstone. USA. 2001. Page 58-59

23. Eng P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New York. 2005. hal 67-68

24. Smithuis R. Delden O. Schaefer-Prokop C. Bronchiectasis. (Online) 2006. [cited 2010 october 6] available from http://www.radiologyassistant.nl/en/42d94cd0c326b

25. Gaik C. Khong PL.(Onlin) 2002. [Cited 2010 october 6] available from http://radiology.rsna.org/content/225/3/663.figures-only

26. King P.T. The Pathophysiology of bronchiectasis (online) 2009. [cited 2010 october 6] available from www.dovepress.com/getfile.php?fileID=5410

27. Greif J. Medical Imaging In Patients with Cystic Fibrosis (online) 2008.[cited 2010 october 15] available from http://www.eradimaging.com/site/article.cfm?ID=327

28. anonymous. Bronchiectasis.Chronic Respiratory Diseases. (online) 2010 [cited 2010 october 6] available from http://www.who.int/respiratory/other/bronchiectasis/en/index. html

14