PENDAHULUANPenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah
klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis dan
emfisema. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan kondisi
ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab kematian kelima
terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebiih dari 25%
populasi dewasa.Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa
menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga
sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke
duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian tersering
peringkatnya juga meningkat dari ke enam menjadi ke tiga.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Departemen Kesehatan RI
tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam.
Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK disamping
faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan
lain-lainnya. Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat,
terutama pada penderita laki-laki lanjut usia. Bronkitis
kronisditandai oleh adanya sekresi mukus bronkus yang berlebihan
dan tampak dengan adanya batuk produktif selama tiga bulan atau
lebih, dan setidaknya berlangsung selama dua tahun beruturut-turut,
serta tidak disebabkan oleh penyakit lain yang mungkin menyebabkan
gejala tersebut.Standard baku emas (gold standard) pada PPOK adalah
dengan melakukan tes fungsi paru dengan pemeriksaa spirometri.
Spirometri tidak hanya berfungsi sebagai alat diagnostik tetapi
juga prognostik untuk melihat perbaikan fungsi paru setelah
pemberian terapi.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) PPOK adalah penyakit paru
kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial.PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk
kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya
dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran
rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli.Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik
juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma
persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel
penuh, dan memenuhi kriteria PPOK (PDPI, 2003). Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan
diobati, diikuti dengan adanya aliran udara yang terbatas secara
progresif yang berlanjut dengan respon inflamasi pada saluran
pernapasan. Eksaserbasi dan komorbiditas berperan dalam beratnya
penyakit yang dirasakan pasien. Pada definisi ini tidak digunakan
istilah bronkitis kronis dan emfisema, juga mengeluarkan asma (GOLD
2015).
2.2 EpidemiologiPada studi populasi selama 40 tahun, didapati
bahwa hipersekresi mucus merupakan suatu gejala yang paling sering
terjadi pada PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis,
sebagai mekanisme pertahanan akan hipersekresi mukus di dapati
sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan prevalensi yang lebih
rendah pada wanita sebanyak 8-22%. Studi prevalensi PPOK pada tahun
1987 di Inggris dari 2484 pria dan 3063 wanita yang berumur 18-64
tahun dengan nilai VEP1 berada 2 simpang baku di bawah VEP
prediksi, dimana jumlahnya meningkat seiring usia, khususnya pada
perokok.Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang
tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab
penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5
dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat
dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan
angka prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun keatas,
dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura dengan
angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.Di
Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada
Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik
dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan
terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992
menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering
kematian di Indonesia. Faktor yang berperan dalam peningkatan
penyakit tersebut : 1. Kebiasaan merokok yang masih tinggi
(laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %) 2. Pertambahan penduduk 3.
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun
1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an 4. Industrialisasi 5.
Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di
pertambangan Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi,
terdapat sejumlah besar penderita yang sembuh setelah pengobatan
TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak
terutama pada aktivitas, radiologik menunjukkan gambaran bekas TB
(fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal paru menunjukkan
gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok
penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom
Obstruksi Pasca tuberkulosis (SOPT). Fasilitas pelayanan kesehatan
di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas sampai di rumah sakit pusat
rujukan masih jauh dari fasiliti pelayanan untuk penyakit PPOK.
Disamping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan standar
untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah
sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan Puskesmas.
Pencatatan Departemen Kesehatan tidak mencantumkan PPOK sebagai
penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah Pedoman
Penatalaksanaan PPOK untuk segera disosialisasikan baik untuk
kalangan medis maupun masyarakat luas dalam upaya pencegahan,
diagnosis dini, penatalaksanaan yang rasional dan rehabilitasi.
2.3 Faktor ResikoKebiasaan merokok merupakan satu - satunya
penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu
diperhatikan : 1. Riwayat merokok a. Perokok aktif b. Perokok pasif
c. Bekas perokok 2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman
(IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari
dikalikan lama merokok dalam tahun : a. Ringan : 0-200 b. Sedang :
200-600 c. Berat :>600 3. Riwayat terpajan polusi udara di
lingkungan dan tempat kerja 4. Hipereaktiviti bronkus 5. Riwayat
infeksi saluran napas bawah berulang 6. Defisiensi antitripsin alfa
- 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.PPOK yang merupakan
inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai dengan
hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten.
Gambaran ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di
bronkus pada perokok dan membaik saat merokok di hentikan. Terdapat
banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK.
Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel,
pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin,
umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan
komorbiditas.1. Genetik. PPOK merupakan suatu penyakit yang
poligenik disertai interaksi lingkungan genetik yang sederhana.
Faktor risiko genetik yang paling besar dan telah di teliti lama
adalah defisiensi 1 antitripsin, yang merupakan protease serin
inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi 1
antitripsin adalah emfisema paru yang d apat muncul baik pada
perokok maupun bukan perokok, tetapi memang akan diperberat oleh
paparan rokok. Bahkan pada beberapa studi genetika, dikaitkan bahwa
patogenesis PPOK itu dengan gen yang terdapat pada kromosom 2q.2.
Paparan Partikel Inhalasi. Setiap individu pasti akan terpapar oleh
beragam partikel inhalasi selama hidupnya. Tipe dari suatu
partikel, termasuk ukuran dan komposisinya, dapat berkontribusi
terhadap perbedaan dari besarnya risiko dan total dari risiko ini
akan terintegrasi secara langsung terhadap pejanan inhalasi yang
didapat. Dari berbagai macam pejanan inhalasi yang ada selama
kehidupan, hanya asap rokok dan debu-debu pada tempat kerja serta
zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab PPOK. Paparan itu
sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan perokok aktif,
bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain environmental
smokers itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi
tinggi juga. Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan
yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok. Bahkan yang
lebih menarik adalah pengaruh rokok pada bayi jika ibunya perokok
aktif atau bapaknya perokok aktif dan ibunya menjadi perokok pasif,
selain didapati berat bayi lebih rendah, maka insidensi anak untuk
menderita penyakit saluran pernafasan pada 3 tahun pertama menjadi
meningkat. oksida (NO2) juga dapat memberikan sumbatan pada saluran
nafas kecil (Bronkiolitis) yang semakin memberikan perburukan
kepada fungsi paru.
2.3.3 Pertumbuhan dan perkembangan paru.
Pertumbuhan dan perkembangan paru yang kemudian menyokong kepada
terjadinya PPOK pada masa berikutnya lebih mengarah kepada status
nutrisi bayi bayi pada saat dalam kandungan, saat lahir, dan dalam
masa pertumbuhannya. Dimana pada suatu studi yang besar didapatkan
hubungan yang positif antara berat lahir dan VEP1 pada masa
dewasanya.
2.3.4 Stres Oksidatif.
Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus
dialami oleh paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah
memiliki proteksi yang cukup baik secara enzimatik maupun non
enzimatik. Perubahan keseimbangan antara oksidan dan anti oksidan
yang ada akan menyebabkan stres oksidasi pada paru-paru. Hal ini
akan mengaktivasi respon inflamasi pada paru-paru. Ketidak
seimbangan inilah yang kemudian memainkan peranan yang penting
terhadap
Jenis Kelamin.
Jenis kelamin sebenarnya belum menjadi faktor risiko yang
jelas pada PPOK. Pada beberapa waktu yang lalu memang tampak
bahwa prevalensi PPOK lebih sering terjadi pada Pria di
bandingkan
pada wanita, tetapi penelitian dari beberapa negara maju
menunjukkan
bahwa ternyata saat ini insidensi antara pria dan wanita
ternyata hampir
sama, dan terdapat beberapa studi yang mengatakan bahwa
ternyata
wanita lebih rentan untuk dirusak oleh asap rokok dibandingkan
pria. Hal
ini dikarenakan perubahan kebiasaan, dimana wanita lebih banyak
yang
merupakan perokok saat ini.24
2.3.6 Infeksi.
Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan
yang besar terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan
kolonisasi
bakteri berhubungan dengan terjadinya inflamasi pada saluran
pernafasan dan juga memberikan peranan yang penting terhadap
terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap infeksi virus
juga
dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti
rhinovirus
pada saluran nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas
dan
jelas sekali berperan pada terjadinya eksaserbasi akut pada
PPOK.
Riwayat tuberkulosis juga dihubungkan dengan di temukannya
obstruksi
saluran nafas pada dewasa tua pada saat umur diatas 40
tahun.
2.4 PatofisiologiPada bronkitis kronik terdapat pembesaran
kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi,
hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis.
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik
dibedakan tiga jenis emfisema: 1. Emfisema sentriasinar, dimulai
dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama
mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama.2.
Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara
merata dan terbanyak pada paru bagian bawah. 3. Emfisema asinar
distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal,
duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat
pleura. Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan
terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu
: inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot
polos penyebab utama obstruksi jalan napas. Gambar 2.1 faktor
resiko pada PPOK. Sumber: (GOLD, 2006)
Gambar 2.2 patogenesis PPOK. Sumber: GOLD, 2006