Page 1
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
DATA PASIEN
A. SUBJEKTIF1. Identitas pasien
Nama pasien : Ny. SY Alamat : Suronatan NGII Notoprajan Ngampilan,
Yogyakarta Umur : 78 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Nomor RM : 364176 Tanggal masuk : 21/08/2013
2. Anamnesis ( Alloanamnesis 21 Agustus 2013 pukul 12.30 WIB )Keluhan Utama : Nyeri PerutKeluhan Tambahan : Perut terasa keras, tak bisa BAB, Muntah, flatus (-)Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IRD RS Jogja diantar oleh keluarganya dengan kondisi lemas dan mengeluh nyeri perut, kondisi Keluhan dirasakan sejak 1 hari ini, selain itu juga pasien mengalami muntah terus-menerus, tidak bisa BAB sejak 3 hari yang lalu dan juga tidak bisa flatus, menurut keluarga pasien, pasien jika sakit selalu berobat ke dokter dan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan warung dan juga jamu, akan tetapi pasien memiliki riwayat sakit mag sudah lama, dan jika makan sulit.
Anamnesis SistemSistem SSP : demam (-), nyeri kepala (-), penurunan kesadaran (+),
kejang (-).Sistem kardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-), pucat (+), kebiruan
(-) mimisan (-), gusi berdarah (-)Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (+), dahak (-) kuning, batuk
darah (-), pilek (-), bunyi ngik-ngik (-).Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (+), nyeri perut
(+),diare (-), konstipasi (+), BAB (-), nafsu makan menurun (+).
Sistem urogenital : Anyang-anyangan (-), nyeri saat berkemih (-), sulit berkemih (-), air kemih menetes (-), warna air kemih jernih (+).
Sistem integumentum : Kuning (-), pucat (-), kebiruan (-), bengkak pada kedua
1
Page 2
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
tungkai kaki (-), sikatrik (-), jaringan mati (-). Sistem muskuloskletal : Gerakan bebas (-), nyeri sendi (-), tanda peradangan
sendi (-).
Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat penyakit gula : disangkalRiwayat penyakit darah tinggi : disangkalRiwayat penyakit jantung : disangkalRiwayat penyakit paru : disangkalRiwayat penyakit asma : disangkalRiwayat penyakit ginjal : disangkalRiwayat penyakit kuning : disangkalRiwayat penyakit saluran pencernaan : gastritisRiwayat penyakit Stroke : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat penyakit gula : disangkalRiwayat penyakit darah tinggi : disangkalRiwayat penyakit jantung : disangkalRiwayat penyakit paru : disangkalRiwayat penyakit asma : disangkalRiwayat penyakit ginjal : disangkalRiwayat penyakit kuning : disangkalRiwayat penyakit saluran pencernaan : disangkal
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Gizi: Hubungan dengan keluarga anak, menantu harmonis, Hubungan pasien dengan tetangga baik, Ekonomi keluarga cukup.
Riwayat Alergi: Pasien tidak memiliki riwayat alergi.
2
Page 3
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
B. OBJEKTIF ( Pemeriksaan fisik, 21 Agustus 2013 pukul 12.30 WIB )
1. Keadaan umum : Lemah, Kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6.
2. Vital signTekanan darah : 80/50 mmHgNadi : 113 x/m, regulerRespiration rate : 30 x/menit, reguler, intercostaSuhu : 36,50C per axilla
3. KepalaMata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), polip (-), perdarahan (-),
lendir (-), sumbatan (-)Mulut : mukosa lembab, hiperemis (-), sianosis (-), faring hiperemi (-), lidah
kotor (-).
4. LeherTampak simetris, limfonodi tidak teraba, JVP tidak meningkat, massa (-)
5. Thorak Pemeriksaan Thorax Anterior Pemeriksaan Thorax PosteriorInspeksi: - Bentuk dada simetris (+)- Statis (Hemitorax kiri = kanan)- Dinamis (Hemitorax kiri = kanan)- Sela iga tidak melebar (+)- Retraksi interkostal (+)- Retraksi subkostal (-)- Iktus kordis tidak tampak di SIC V
linea mid clavikularis sinistra - Tanda peradangan (-)
- Perbesaran massa (-)- Terpasang EKG marker
Palpasi: - Fremitus suara melemah pada 1/3
atas hemithorak dextra- Pergerakkan dada simetris- Emfisema subkutis (-)
Inspeksi: - Tidak dilakukan
Palpasi: - Tidak dilakukan
Perkusi: - Tidak dilakukan
Auskultasi : - Tidak dilakukan
3
Page 4
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Perkusi: - Sonor +/+Batas atas hepar pada SIC VI
Auskultasi : - Suara paru : vesikuler, RBK (+),
wheezing (-), RBB (-)
6. JantungI : Ictus cordis tidak tampakP : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicularis sinistraP : batas jantung:
- kanan atas : SIC II Linea para sternalis dextra- Kiri atas : SIC II Linea para sternalis sinistra- Kanan bawah : SIC IV Linea para sternalis dextra- Kiri bawah : SIC IV Linea midklavikula sinistra
A : suara jantung : S1,S2 reguler, bising sistol (+) Kesan jantung: tidak terdapat pembesaran jantung.
7. AbdomenInspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada, massa (-), tampak
bekas luka (-) , tanda peradangan (-)Auskultasi : Peristaltik (-), metalic sound (-)Perkusi : Timpani (+)Palpasi : defans muskuler (+), nyeri tekan ulu hati (+), nyeri alih (+),
hepatomegali(-), Undulasi (-), splenomegali (-)
8. EkstremitasSuperior : Gerak aktif (-/-), gerak pasif (+/+), sianosis (-/-), udem (-/-), akral
hangat, perfusi baik, CRT <2”Inferior : gerak aktif (+/+), gerak pasif (+/+), sianosis (-/-), udem (-/-), akral
hangat, perfusi baik, CRT <2”
4
Page 5
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
1. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Tanggal 01/04/2013
Rontgen foto abdomen 3 posisiPosisi AP-Supine, Semi Errect, LLDPeritoneal Fat line mengabur, terdapat free air (+), football sign dan rigler sign (+), semilunar shadow (+),Pneumoperitoneum Prominent
Kesan : Perforasi Gaster
5
Page 6
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
D. ASSESMENT1. Problem Pasien :
Nyeri perutmuntah terus-menerusBAB (-), flatus (-)Riwayat gastritis lama (+)Defans muskuler
2. Diagnosis :
Pneumoperitonium DD : Peritonitis, perforasi gaster,
C. TERAPI- Non Farmakologis
Perbaikan KU (stabilisasi hemodinamik), Konsul Sp.B Pro operasi CITO- Farmakologis
Infus RL 1 flabot ganti jika KU baik dengan infus koloid Injeksi ketorolac 1 Amp Injeksi Ondansetron 1 Amp Injeksi Ranitidine 1 Amp
VIII. PEMERIKSAAN USULANFoto abdomen 3 posisiDarah rutin/lengkapFungsi ginjal (Ureum, creatinin)Fungsi Hepar (SGOT, SGPT)
IX. PROGNOSIS : Dubia ad malam
6
Pneumoperitonium DD : Peritonitis, perforasi gaster,
Page 7
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
PNEUMOPERITONEUM
Pneumoperitoneum adalah adanya udara bebas dalam ruang peritoneum yang
biasanya terkait dengan perforasi dari usus kecil. Namun, setiap viskus berlubang
dapat menyebabkan terjadinya pneumoperitoneum. Penyebab paling umum dari
pneumoperitoneum adalah perforasi saluran pencernaan yaitu lebih dari 90%.
Perforasi dari lambung atau duodenum yang disebabkan oleh ulkus peptikum
dianggap penyebab paling umum dari pneumoperitoneum. Pneumoperitoneum juga
dapat diakibatkan karena pecahnya divertikular atau trauma abdomen. Ini biasanya
muncul dengan tanda-tanda dan gejala peritonitis, dan adanya gas subphrenic dalam
radiograf dada tegak adalah temuan radiologis yang paling umum. Dalam kebanyakan
kasus, pneumoperitoneum memerlukan eksplorasi bedah mendesak dan intervensi
dengan segera.
Cara terbaik untuk mendiagnosis udara bebas adalah dengan cara pencitraan
radiograf dada tegak. Udara akan terlihat tepat di bawah hemidiaphragma, sela antara
diafragma dan hati. Jika sebuah ereksi film tidak dapat dilakukan, maka pasien
ditempatkan di sisi kanan posisi dekubitus dan udara dapat dilihat sela antara hati dan
dinding perut. Radiografi polos, jika benar dilakukan, dapat mendiagnosa jumlah
yang sangat kecil dari udara bebas. Computed tomography bahkan lebih sensitif
dalam diagnosis pneumoperitoneum. CT dianggap sebagai standar kriteria dalam
penilaian pneumoperitoneum. CT dapat memvisualisasikan jumlah sekecil 5 cm³
udara atau gas.
7
Page 8
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Gambar 1: gambaran pneumoperitoneum dengan plain film
2.2 Anatomi
Rongga peritoneum besar tetapi dibagi ke beberapa kompartemen Dinding
perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial.
Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom.
Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron
didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus
saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika
serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale mendekati
peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan.
Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat
penggantung lagi, dan sekarang terletak disebelah dorsal peritonium sehingga disebut
retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak di
8
Page 9
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietale, disebut terletak
intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei dengan demikian:
1. Duodenum terletak retroperitoneal;
2. Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium;
3. Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;
4. Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung
disebut mesocolon transversum;
5. Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung
mesosigmoideum; cecum terletak intraperitoneal;
6. Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium.
2.3 Etiologi
Penyebab utama terjadinya pneumoperitoneum adalah:
1. Ruptur viskus berongga (yaitu perforasi ulkus peptikum, necrotizing
enterocolitis, megakolon toksik, penyakit usus inflamasi)
2. Faktor iatrogenik (yaitu pembedahan perut terakhir, trauma abdomen,
perforasi endoskopi, dialisis peritoneal, paracentesis)
3. Infeksi rongga peritoneum dengan organisme membentuk gas dan atau
pecahnya abses yang berdekatan
4. Pneumatosis intestinalis
9
Page 10
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Tabel1: Penyebab pneumoperitoneum
A. Pneumoperitoneum dengan
peritonitis
- Perforated viskus
- Necrotizing enterocolitis
- Infark usus
- Cedera perut
B. Pneumoperitoneum tanpa peritonitis 1. Thoracic
- Ventilasi tekanan positif
- Pneumomediastinum/pneumotoraks
- Penyakit saluran napas obstruktif kronik
- Asma
2. Abdomen
- Pasca laparotomi
- Pneumatosis cystoides coli/ intestinalis
- Divertikulosis jejunum
- Endoskopi
- Paracentesis/peritoneal dialisis /
laparoskopi
- Transplantasi sumsum tulang
3. Female pelvis
- Instrumentasi (mis.
hysterosalpingography,Uji Rubin)
- Pemeriksaan panggul (esp. post-partum)
- Post-partum
- Oro-genital intercourse
- Vagina douching
- Senggama
10
Page 11
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Penyebab Pneumoperitoneum
Tabel 3: karakteristik pasien dan penyebab Pneumoperitoneum
11
Page 12
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tergantung pada penyebab pneumoperitoneum. Penyebab
yang ringan biasanya gejalanya asimtomatik, tetapi pasien mungkin mengalami nyeri
perut samar akibat perforasi viskus perut, tergantung pada perkembangan selanjutnya
bisa berupa peritonitis.. Tanda dan gejala berbagai penyebab perforasi peritoneum
mungkin seperti kaku perut, tidak ada bising usus, nyeri epigastrium atau jatuh pada
kondisi shock yang parah.
2.5 Diagnosis
Temuan gas bebas intraperitoneal biasanya diasosiasikan dengan perforasi
dari viskus berongga dan membutuhkan intervensi bedah dengan segera. Riwayat
menyeluruh dan pemeriksaan fisik tetap yang paling penting dalam menegakkan
diagnosa pneumoperitoneum. Jadi operasi yang tidak perlu dapat dihindari.
Fitur Radiografik
Radiografi foto thoraks atau abdomen adalah pemeriksaan pencitraan yang paling
umum untuk diagnosis bahkan bias menampakkan jumlah yang sangat kecil dari
udara bebas intraperitoneal, namun CT abdomen adalah metode yang lebih sensitif
untuk mendiagnosa pneumoperitoneum dan mengidentifikasi penyebab dari acute
abdomen. Selain itu, teknologi modern dengan CT multidetektor sangat akurat untuk
memprediksi lokasi perforasi saluran GI.
Foto Polos
Radiografi yang optimal sangat penting bila dicurigai adanya perforasi perut.
Idealnya, harus ada supine abdominal, erect chest and abdomen, dan left lateral
decubitus image. 1 mL gas bebas dapat dideteksi pada radiograf foto thoraks. Gambar
kiri lateral decubitus dapat menunjukkan sejumlah kecil udara bebas di abdomen.
Dengan gambar kiri lateral dekubitus, teknik yang tepat adalah pasien berbaring pada
sisi kiri selama 10 menit sebelum film diambil dalam posisi tegak yang akan
menunjukkan udara subdiaphragmatic.
12
Page 13
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Pada film, mungkin ada banyak temuan yang menunjukkan pneumoperitoneum.
Pada foto erect chest X ray dapat ditemukan adanya :
1. Subdiagphramatic free gas
Gambar 2. Foto X Ray thoracal , terlihat adanya garis udara di bawah
diafragma kanan.
Gambar 3. Gambaran udara di bawah diafragma pada kasus peritoneum yang
lebih besar.
13
Page 14
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Gambar 4. Pneumoperitoneum besar di bawah kedua hemidiafragma yang
membuat garis batas pada tepi atas hepar dan spleen
2. Cupola sign
Cupola sign terlihat pada foto polos thoraks maupun abdomen yang di ambil
dengan posisi supine. Tanda ini terbentuk karena terkumpulnya udara bebas di
bawah tendon sentral diafragma di garis tengah tubuh. Batas superiornya
terlihat dengan jelas, namun bagian inferiornya tidak.
Gambar 5. Cedera pada difragma dan organ abdominal. Seorang
laki-laki berusia 32 tahun mengalami cedera akibat kecelakaan motor.
Terlihat adanya akumulasi udara pada foto X Ray thoraks supine AP
(Cupola sign : tanda panah)
14
Page 15
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Tanda-tanda pneumoperitoneum besar meliputi:
1. Football sign : Dilihat sebagai udara yang menguraikan seluruh kavitas perut.
2. Rigler sign (juga dikenal sebagai tanda gas dan tanda dinding ganda):
Visualisasi dari dinding luar dari usus loop yang disebabkan oleh gas luar
loop usus dan gas intraluminal yang normal.
3. Urachus sign : udara menguraikan urachus, yang merupakan refleksi sisa
peritoneal sisa yang tidak biasanya terlihat pada radiografi.
4. Telltale triangle sign: Segitiga kantong udara antara dua loop dari usus dan
dinding perut.
Gambar 6: Bowel perforation / Pneumoperitoneum
15
Page 16
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Gambar 7: Massive football sign
Gambar 8 . Football sign dan Rigler sign
16
Page 17
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Gambar 9 . Seorang wanita berusia 54 tahun datang dengan nyeri abdomen
generalisata yang menetap. Foto polos abdomen menunjukkan distensi usus halus
namun penyebabnya tidak dapat teridentifikasi pada pemeriksaan CT kontras.
Keadaan klinis nya tidak membaik dan pasien menjadi sepsis. Pemeriksaan foto polos
abdomen selanjutnya (foto ini) memiliki beberapa temuan : Udara bebas
intraperitoneal, Rigler’s sign, dan udara intraluminal (menunjukkan adanya infark).
Gambar . Pneumoperitoneum pada neonatus
17
Page 18
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Gambar . Hasil foto polos abdomen pada kasus perforasi usus akibat typhoid
Computed Tomography
Radiografi abdomen dapat diperlukan untuk mendiagnosa dan mengelola
pasien namun tidak seakurat CT. Ultrasound dan pencitraan CT dapat membantu
dalam pengaturan darurat. Keduanya juga dapat dimanfaatkan sebagai pencitraan
lebih lanjut untuk mengevaluasi kondisi yang mendasarinya. Kontras studi usus dapat
membantu dalam rangka untuk mengkonfirmasi perforasi pada saluran pencernaan.
Gambar 5: Appearance of free air in CT abdomen,
18
Page 19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Bowel perforation / Pneumoperitoneum
Gambar . CT Seorang wanita 77 tahun dengan peritoneum akibat
perforasi kolon.
Ultrasonografi
Dengan USG, pneumoperitoneum terlihat sebagai are linear hyperechoic.
Kumpuloan udara yang terlokalisasi akibat perforasi dapat terdeteks, terutama jika
ditemukan juga kelainan lainnya, seperti penebalan dinding usus.
Gambar . Udara bebas pada anterior lobus kiri hepar.
19
Page 20
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2.6 Tatalaksana dan Prognosis
Prinsip tatalaksana dan prognosis tergantung dari penyebab utamanya. Ketika
seorang pasien memiliki pneumoperitoneum, langkah pertama dalam pengobatan
adalah mencari tahu mengapa, dalam rangka untuk mengembangkan pendekatan
pengobatan yang tepat. Ini mungkin membutuhkan tes diagnostik tambahan bersama
dengan wawancara pasien. Dalam beberapa kasus, pengobatan konservatif adalah
program yang paling masuk akal, dengan dokter menunggu dan melihat pendekatan
untuk melihat apakah tubuh pasien mampu menghilangkan gas sendiri. Jika
pneumoperitoneum adalah komplikasi dari infeksi, maka operasi untuk memperbaiki
masalah ini diperlukan secepat mungkin. Perforasi dan infeksi dengan cepat dapat
menyebabkan kematian dengan segera
2.7 Diagnosis Banding
Abses Subphrenic, adanya sela usus antara diafragma dan hati (Chilaiditi
sindrom), dan linier atelektasis di dasar paru-paru dapat mensimulasikan udara bebas
di bawah diafragma pada sinar-X dada.
Gambar .Abses pada subdiafragma dextra dengan adanya airfluid level
20
Page 21
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
PERFORASI GASTER
A. PENDAHULUAN
Perforasi gaster merupakan perforasi gastroduodenal umum, yang sering
disebabkan oleh karena komplikasi ulkus peptikum (ulkus gaster dan ulkus
duodenum), Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk
pertama kali. Pada tahun 1892, Ludwig Hensner pertama kali melakukan
tindakan bedah pada ulkus peptik lambung. Pada tahun 1894, Henry Percy
Dean melakukan tindakan bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum
Terapi ulkus peptik vagotomi selektif tinggi pada akhir 1960 tidak ada
satupun yang terbukti berhasil, dan beberapa komplikasi postoperatif,
termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi, telah membatasi penggunaan
teknik-teknik ini, Pasien dengan perforasi gaster penutupan sederhana
lebih umum dikerjakan daripada reseksi gaster.
B. ANATOMI
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara
esofagus dan duodenum.
Cardia.
Fundus
Body
Pyloric part
Trunkus seliacus
A. Gastrica sinistra
aq.. Hepatica
A. Gastroduodenalis
A. Gastrica dx
21
Page 22
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Tiga perempat proksimal yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi
sebagai penampung makanan yang ditelan serta tempat produksi asam
lambung dan pepsin. Lapisan dinding gaster, mulai dari mukosa, submukosa,
muskularis dan serosa
Peredaran darah sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan
pembuluh darah besar di pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam
dinding lambung. Di belakang dan tepi madial duodenumditemukan arteri
besar (a.gastroduodenalis)Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi
dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.
22
Page 23
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Saluran limfe dari lambung
semuanya akan berakhir di kelenjar paraaorta Impuls nyeri dihantarkan melalui
serabut eferen saraf simpatis, Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurus
sel parietal di fundus dan korpus lambung
C. FUNGSI UTAMA LAMBUNG
1) Penerima makanan dan minuman fundus dan korpus
2) Penghancur dikerjakan oleh antrum
3) Motilitas Fungsi ini diatur oleh n.vagus
4) Cairan lambung 500-1500 ml/hari ( lendir, pepsinogen, faktor intrinsik
dan elektrolit, terutama larutan HCl.)
23
Page 24
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
5) Produksi asam merupakan hal yang kompleks, dibagi atas tiga fase
perangsangan:
a. Fase sefalik : Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup,
merasakan, bahkan berpikir tentang makanan akan meningkatkan
produksi asam melalui aktivitas n.vagus.
b. Fase gastrik : Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia,
seperti kalsium, asam amino, dan peptida dalam makanan akan
merangsang produksi gastrin, refleks vagus, dan reflek kolinergik
intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal untuk
memproduksi asam lambung.
c. Fase intestinal : Hormon enterooksintin merangsang produksi asam
lambung setelah makanan sampai di usus halus. Seperti halnya proses
sekresi dalam tubuh, cairan lambung bertindak sebagai penghambat
sekresinya sendiri berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang
tinggi di daerah antrum akan menghambat produksi gastrin oleh sel G
sehingga sekresi fase gastrik akan berkurang. Pada pH di bawah 2.5
produksi gastrin mulai dihambat.
24
Page 25
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari
morbiditas dan mortalitas akut abdomen, Ulkus duodenum 2-3 kali lebih
sering dari perforasi ulkus gaster. Satu pertiga perforasi gaster berkaitan
dengan karsinoma gaster
Serial cases RSUP Sanglah (2006-2007)
Perforasi gaster oleh karena perforasi ulkus peptikum lebih banyak
dijumpai pada laki-laki (3-4 kali) dengan peak insiden antara usia 50-
25
Page 26
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
70 tahun. Lokasi ulkus atau perforasi tersering ditemukan pada daerah
antrum kurvatura minor.
Dari hasil penelitian di RS Hasan Sadikin Bandung tahun 2006
terhadap 38 kasus perforasi gaster, 32 orang di antaranya adalah
pengonsumsi jamu (84,2 persen) dan dari jumlah itu, sebanyak 18
orang mengonsumsi jamu lebih dari 1 tahun (56,25 persen). Pasien
yang paling lama mengonsumsi jamu adalah sekitar 5 tahun.
Serial Cases di Dr Zainoel Abidin Banda Aceh sejak Oktober 2005 hingga bulan
September 2007.
20 kasus, dengan rentang usia 20 sampai 83 tahun, terdiri dari 9 orang
perempuan dan 11 laki-laki, 18 pasien disebabkan perforasi ulkus
peptikum, 1 orang pasca trauma tumpul abdomen dan 1 orang lagi
karena komplikasi kalkulus kolesistitis.
D. TYPE PERFORASI GASTER
1. Type I gastric ulcer biasanya sekresi asam normal/ menurun.
2. Type II gastric ulcer dihubungkan dengan ulkus deodenum
3. Type III gastric ulcer prepyloric ulcer disease. (type II and
type III gastric ulcers sekresi asam normal/meningkat).
4. Type IV gastric ulcers terjadi pada GE junction (sekresi asam
normal/ menurun )
5. Type V gastric ulcersdi akibatkan oleh pemakaian obat dan
dapat terjadi di semua bagian dari gaster
26
Page 27
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
E. ETIOLOGI
1. Perforasi non-trauma:
akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia
spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.
Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid
Adanya faktor predisposisi : termasuk ulkus peptic
Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma
infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.
2. Perforasi trauma (tajam atau tumpul)
trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa NGT saat endoskopi.
Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan
pisau)
Trauma tumpul pada gaster
Benda asing (misalnya jarum pentul)
27
Page 28
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
F. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan
mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi.
Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster
normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi
gaster. Sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap
kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam
lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang berat.
Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga
peritoneal peritonitis kimia peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas
gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis
bakterial kemudian. Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks
sel-sel inflamasi akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk
melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada
perforasi usus besar).
Hipoksia memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan
pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit peningkatan aktivitas fagosit
granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses. Jika tidak
diterapi bakteremia, sepsis , kegagalan multi organ, dan syok.
28
Page 29
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
G. TANDA DAN GEJALA
1) Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut.
2) Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium
karena rangsang peritoneum oleh asam lambung.
3) Cairan lambung akan mengalir ke parakolika kanan, menimbulkan
nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut.
4) Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase
peritonitis kimia.
5) Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di
permukaan bawah diafragma
6) Reaksi peritoneum pengenceran zat asam yang merangsang
mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi
peritonitis bakteria
7) Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskuler.
8) Pekak hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma.
9) Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan
sementara usus.
10) Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik
dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik karena
syok toksik
11) Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum.
12) Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan,
bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan.
13) Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat
palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator
29
Page 30
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pada pemeriksaan laboratorium, leukositosis baru dijumpai apabila
telah terjadi peritonitis bakterial, dan kadang tidak dijumpai pada
pasien usia lanjut.
2) Pemeriksaan kimia darah seperti fungsi hati dan ginjal, serum
elektrolit dan asam basa adanya komplikasi sistemik seperti
gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa serta
gangguan fungsi organ (MOF)
3) Pemeriksaan penunjang radiologis antara lain foto polos abdomen tiga
posisi ( BOF, LLD, setengah duduk), USG dan CT scan abdomen.
4) Pada foto polos abdomen akan memperlihatkan gambaran udara bebas
subdiafragma (namun pada 30% kasus tidak dijumpai gambaran free-
air);
5) ultrasonografi dapat mendeteksi lokasi perforasi dan pengumpulan gas
di dalam rongga peritoneum
6) CT scan abdomen secara lebih detail memperlihatkan lokasi organ
yang terkena dan jenis kelainan yang terjadi
30
Page 31
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
I. TERAPI
1) Manajemen utama pada perforasi gaster adalah pembedahan yang
bersifat urgensi.
2) Sebelum tindakan pembedahan dilakukan beberapa hal yang harus
diperhatikan untuk memperbaiki keadaan umum penderita antara lain :
Koreksi gangguan kesembangan cairan dan elektrolit
untuk mengurangi resiko sepsis.
Pemberian antibiotika sistemik spektrum luas (bakteri aerob,
anaerob dan gram-negatif) untuk eradikasi kuman dan
mengurangi komplikasi postoperatif.
Dekompresi intestinal dengan pemasangan nasogastric tube
(pengosongan lambung dan mencegah muntah) dan urine
kateter (pengosongan buli-buli dan monitoring produksi urine).
Pemasangan dan monitoring central venous pressure (CVP)
selama resusitasi cairan.
Pemberian analgetika.
Puasa.
3) Tujuan pembedahan pada perforasi gaster :
mengatasi masalah anatomi (lubang perforasi)
menghilangkan penyebab peritonitis dan membersihkan
rongga peritoneum dari cairan atau eksudat yang berasal dari
saluran cerna.
4) Tehnik pembedahan yang sering dilakukan eksisi lubang perforasi,
primer hecting dan memperkuat jahitan dengan penutupan omentum
(omental patch atau Graham-Steele Closure).
5) Intraoperatif dilakukan pemasangan flow care dekompresi dan
sonde feeding.
31
Page 32
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
6) Kurang lebih ¾ pasien dengan riwayat ulkus peptikum yang berat atau
gejala-gejala ulkus yang persisten setelah operasi pembedahan
definitif ulkus ( vagotomi sel parietal, vagotomi trunkus dan
piloroplasti).
32
Page 33
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
J. LAPAROSCOPY
Terapi perforasi ulkus peptic dengan menggunakan a patch of biodegradable
material like a "stamp" diluar dari gaster. Laparoscopic surgery menjadi
pilihan pada management of perforated peptic ulcer keuntungannya less
pain, a short hospital stay, and an early return to normal activity,
Laparoscopic aman, nyaman, dan dengan morbidity dan mortality lebih
kecil dibandingkan dengan conventional open technique.
K. PROGNOSIS
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat
dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis,
tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya
menjadi dubia ad malam.
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini.
Faktor-faktor berikut akan meningkatkan resiko kematian :
•Usia lanjut
• Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
• Malnutrisi
• Timbulnya komplikasi
33
Page 34
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
DAFTAR PUSTAKA
1) Livingstone EH. Stomach and Duodenum. In: Norton JA, Bollinger RR,
Chang AE, et al, editors. Surgery Basic Science and Clinical Evidence. 1st ed.
New York: Springer-Verlag; 2001. p.492-496.
2) Jacocks A, Talavera F, Grosso MA, Zamboni P, Geibel J, editors. Intestinal
Perforation. Available in: http://www.emedecine.com/med/topic2822.htm.
Last Updated: April 12, 2006.
3) Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, editor. Lambung dan Duodenum dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi pertama. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC;
1997. hal.730-745.
4) Doherty GM, Way LW. Stomach and Duodenum. In: Doherty GM, Way LW,
editors. Current Surgical Diagnosis and Treatment. 11th ed. New York: Mc
Graw Hill; 2003. p.553-555.
5) Kanne JP, Gunn M, Blackmore CC, editors. Delayed Gastric Perforation
from Hydrochloric Acid Ingestion. AJR, 2005 September; 185: 682-684.
6) Surg Endosc. 2006 Jan;20(1):14-29. Epub 2005 Oct 24. Laparoscopy for
abdominal emergencies: evidence-based guidelines of the European
Association for Endoscopic Surgery.
7) Surg Endosc. 2005 Nov;19(11):1487-90. Epub 2005 Sep 27. Laparoscopic
treatment of gastroduodenal perforations: comparison with conventional
surgery.
8) Surg Endosc. 2005 Nov;19(11):1487-90. Epub 2005 Sep 27. Laparoscopic
treatment of gastroduodenal perforations: comparison with conventional
surgery.
9) Surg Endosc. 2006 May;20(5):791-3. Epub 2006 Mar 16. The "stamp
method": a new treatment for perforated peptic ulcer
10) World J Surg. 2009 July; 33(7): 1368–1373. Published online 2009 May 9.
doi: 10.1007/s00268-009-0054-y.PMCID: PMC2691927. Randomized
34
Page 35
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Clinical Trial of Laparoscopic Versus Open Repair of the Perforated Peptic
Ulcer: The LAMA Trial
Yogyakarta, … September 2013
Dokter Pembimbing
( dr. Budi Prawati, Sp.Rad )
35