Top Banner
BAB I PRESENTASI KASUS I. Identitas Pasien Nama : Tn. S Jenis Kelamin : Laki-Laki Umur : 55 Tahun Alamat : Kp. Gabus Tengah RT 02/01 Ds. Srimukti Bekasi Utara Pekerjaan : Pedagang Agama : Islam Tgl. Masuk : 9 Juli 2013 Tgl. Pemeriksaan : 9 Juli 2013 II. Anamnesis Anamnesis dilakukan dengan Alloanamnesis dan Autonamnesis Keluhan Utama Os mengeluh bengkak di seluruh badan sejak 2 bulan SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan bengkak di seluruh badan sejak 2 bulan SMRS. 1
29

preskas sindroma nefrotik

Feb 17, 2016

Download

Documents

nefrotik
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: preskas sindroma nefrotik

BAB I

PRESENTASI KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 55 Tahun

Alamat : Kp. Gabus Tengah RT 02/01 Ds. Srimukti Bekasi Utara

Pekerjaan : Pedagang

Agama : Islam

Tgl. Masuk : 9 Juli 2013

Tgl. Pemeriksaan : 9 Juli 2013

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan dengan Alloanamnesis dan Autonamnesis

Keluhan Utama

Os mengeluh bengkak di seluruh badan sejak 2 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan bengkak

di seluruh badan sejak 2 bulan SMRS. Bengkak awalnya dirasakan pada

tangan dan kaki yang lama kelamaan menjalar ke mata dan bengkak

dirasahakan makin parah. Bengkak pada mata sering dirasakan saat pagi hari.

Pasien juga mengeluh sulit buang air kecil sejak 1 bulan SMRS. Buang air

kecil dirasakan sakit dan pasien mengaku dalam satu hari pengeluaran urin

hanya kurang lebih 1 gelas aqua. Pasien mengaku urinnya sedikit berbusa.

Sejak 10 hari yang lalu pasien mengeluh nafsu makan berkurang dan pasien

sering memuntahkan kembali makanannya. Pasien mengeluh sakit pinggang

1

Page 2: preskas sindroma nefrotik

sejak 3 hari yang lalu dan pasien juga mengeluh sesak nafas sejak 3 hari yang

lalu. Pasien tidak mengeluh adanya demam.

Pasien mengaku sering mengkonsumsi obat-obatan warung sebelumnya.

Pasien juga mengaku selama sakit tidak pernah berobat ke dokter maupun

rumah sakit. Keluarga pasien berinisiatif dengan memberikan obat-obatan

herbal untuk mengatasi bengkak tetapi tidak ada perubahan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku memiliki riwayat tekanan darah tinggi.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti

yang pasien alami sekarang.

III. Pemeriksaan Fisik

- Kesadaran : Composmentis

- GCS : E4M6V5

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Tekanan darah : 120/70 mmHg

- Nadi : 98 x / menit

- Pernapasan : 26 x / menit

- Suhu : 36,9°C

- Tinggi Badan : 168 cm

- Berat Badan : 60 kg

KEPALA

- Bentuk : Normal, simetris

- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil

isokor kanan = kiri, refleks cahaya (+)

2

Page 3: preskas sindroma nefrotik

- Telinga : Bentuk normal, simetris, membran timpani intak, tidak

ada sekret yang keluar

- Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi

- Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak hiperemis,

tidak ada nyeri menelan, tonsil T1-T1.

LEHER

- Bentuk normal, tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran kelenjar

tiroid dan KGB, tidak ada massa, warna sama dengan kulit di sekitarnya.

THORAKS

- Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri simetris, pergerakan napas

kanan = kiri, iktus kordis tampak

- Palpasi : Fremitus vokal dan fremitus taktil kanan = kiri, iktus

kordis teraba di sela iga V garis midclavicula kiri, tidak terdapat thrill

- Perkusi : Paru → Sonor pada kedua lapang paru

→ Batas paru hati: sela iga VI garis midklavikularis

dextra

Jantung → Batas atas: sela iga III garis sternalis dextra

→ Batas kanan: sela iga V garis parasternalis

dextra

→ Batas kiri: sela iga VI garis axillaris anterior

sinistra

- Auskultasi : Paru → Pernapasan vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-

Jantung → Bunyi jantung I-II murni, reguler

ABDOMEN

- Inspeksi : Perut datar simetris, umbilikus tidak menonjol

- Auskultasi : Bising usus terdengar, dalam batas normal

- Perkusi : terdengar timpani di seluruh kuadran abdomen, shifting

dullness (-)

3

Page 4: preskas sindroma nefrotik

- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan maupun lepas, lien dan hepar

tidak membesar, tes undulasi negative, ballottement in toto negative

GENITALIA

Tidak terdapat kelainan, skrotum tidak membesar

EKSTREMITAS

- Superior : Akral hangat, tidak sianosis, terdapat edema pada kedua

tangan, tidak ikterik. CRT < 2”

- Inferior : Akral hangat, terdapat edema pada kedua kaki, tidak

terdapat sianosis, tidak terdapat ikterik. CRT < 2”

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Darah Rutin Tgl ( 09 -0 7 -2013)

Hemoglobin : 15,0 g/dl (14,0-16,0)

Leukosit : 5.700 103/µl (3,5-10,0)

LED : 5 mm/jam (< 20)

Basofil : 0 % (0)

Eosinofil : 1 % (0-3)

Batang : 1 % (2-6)

Segmen : 79 % (50-70)

Limfosit : 17 103/µl (1,0-5,0)

Monosit : 2 103/µl (0,1-1,0)

4

Page 5: preskas sindroma nefrotik

Eritrosit : 5,0 103/µl (3,8-5,8)

Hematokrit : 45,2 % (35,0-55,0)

Trombosit : 124 (duplo) 103/µl (150-400)

Kimia Darah

Protein Total : 4,6 g/100ml (6,6-8,7)

Albumin : 2,5 g/dl (3,4-4,8)

Globulin : 2,1 g/dl (1,3-2,7)

Gula Darah Sewaktu : 81 mg/dl (<170)

SGOT : 120 U/l (P: < 38, W: < 32)

SGPT : 90 U/l (P: < 41, W: < 31)

Ureum : 74 mg/dl 15-45

Creatinin : 0,8 mg/dl P: 0,7-1,2 ; W: 0,5-0,9

Urin

Warna : Kuning

Kejernihan : Jernih

Berat jenis : 1.025

Leukosit Esterase : - (negative)

Nitrit : - (negative)

Eritrosit : -

Protein : +3 (negative)

5

Page 6: preskas sindroma nefrotik

Glukosa : - (negative)

Keton : - (negative)

Urobilinogen : 0,3

Bilirubin : -

Leukosit : 1-2

Eritrosit : 0-1

Epitel : +

FOTO THORAKS

Kesan : Kardiomegali, efusi pleura

Resume:

Pasien laki-laki 55 tahun datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan

keluhan bengkak di seluruh badan sejak 2 bulan SMRS. Bengkak awalnya dirasakan

pada tangan dan kaki yang lama kelamaan menjalar ke mata dan bengkak dirasahakan

makin parah. Bengkak pada mata sering dirasakan saat pagi hari.

6

Page 7: preskas sindroma nefrotik

Pasien juga mengeluh sulit buang air kecil sejak 1 bulan SMRS. Buang air kecil

dirasakan sakit dan pasien mengaku dalam satu hari pengeluaran urin hanya kurang

lebih 1 gelas aqua. Pasien mengaku urinnya sedikit berbusa. Sejak 10 hari yang lalu

pasien mengeluh nafsu makan berkurang dan pasien sering memuntahkan kembali

makanannya. Pasien mengeluh sakit pinggang sejak 3 hari yang lalu dan pasien juga

mengeluh sesak nafas sejak 3 hari yang lalu

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang. Ditemukan edema

pada ekskremitas superior, inferior, dan pada palpebra.

Pada pemeriksaan Laboratorium darah didapatkan penurunan albumin : 2.5 g/dl,

peningkatan SGOT : 120 U/I dan SGPT : 90 U/I. Pada pemeriksaan urin lengkap

ditemukan protein : +3. Pada foto Thorax pasien terdapat kardiomegali serta kesan

efusi pleura.

Diagnosis Klinis : Hipoalbuminemia ec susp Sindroma Nefrotik

Diagnosis Banding :

- CHF

- Acute Renal Failure

- Pneumonia

Rencana Pemeriksaan :

- Cek Kadar Kolesterol darah

- Cek ASTO

Penatalaksanaan

Non-farmakologis:

- Tirah baring

- Diet tinggi albumin putih telur

Farmakologis:

7

Page 8: preskas sindroma nefrotik

- IVFD Asering 500cc/24 jam

- Oksigen 2 liter/menit

- Ranitidine 1 amp/12 jam

- Ceftriaxone 1g/12 jam

- Vitamin Albumin 2x1

- Captopril 1x 12.5 mg

Follow up:

Tanggal 10 Juli 2013

Keluhan :

Pasien mengeluh masih bengkak pada tangan dan kaki, bengkak pada palpebra (-). Pasien

juga masih mengeluh sulit buang air kecil dan volume urin sebesar 1 gelas aqua per hari

dengan urin masih berwarna merah gelap.

Pemeriksaan :

T: 110/80 mmHg, N: 80x/m, R: 24x/m, S: 36,4 oC

Mata : palpebra edema (-), konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Leher: KGB tidak teraba

Thorax : Cor : iktus kordis teraba, tidak terdapat thrill

batas atas : ICS II linea sternalis dextra

Batas kanan: ICS V linea parasternalis dextra

Batas kiri : ICS VI linea Axillaris sinistra

BJ I = BJ II murni, reguler

Pulmo : sonor pada kedua lapang paru, bunyi nafas vesicular, rhonki +/+

wheezing -/-

Abdomen : dalam batas normal

8

Page 9: preskas sindroma nefrotik

Genitalia : dalam batas normal

Ekskremitas : terdapat edema pada kedua kaki dan tangan

Hasil Lab : (10 Juli 2013)

Protein Total : 4,1 g/dl

Albumin : 2,3 g/dl

Globulin : 1,8 g/dl

Tanggal 11 Juli 2013

Pasien pulang paksa

Prognosis

Quo ad vitam : Dubia Ad Bonam

Quo ad functionam : Dubia Ad Bonam

Quo ad sanationam : Dubia Ad Bonam

9

Page 10: preskas sindroma nefrotik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindroma nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis

(GN) ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif ≥ 3,5 g/hari, hipoalbuminemia <

3,5 g/dl, hiperkolesterolemia, dan lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan untuk

menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif

merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum

rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang.1

2.2 Etiologi

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan sekunder akibat infeksi,

keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau toksin,

dan akibat penyakit sistemik yang tercantum pada tabel 1.

Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab SN yang paling

sering. Dalam kelompok GN primer, GN lesi minimal, glomerulosklerosis fokal

segmental, GN membranosa, dan GN membranoproliferatif merupakan kelainan

histopatologik yang sering ditemukan. Dari 387 biopsi ginjal pasien SN dewasa yang

dikumpulkan di Jakarta antara tahun 1990-1999 dan representative dilaporkan, GNLM

didapatkan pada 44,7%, GNMsP 14,2%, GSFS pada 11,6 %, GNMP pada 8,0% dan

GNMN pada 6,5%.1

10

Page 11: preskas sindroma nefrotik

Tabel 1. Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik

Glomerulonefritis primer :

1. GN Lesi Minimal (GNLM)

2. Glomerulosklerosis fokal (GSF)

3. GN membranosa (GNMN)

4. GN membranoproliperatif (GNMP)

5. GN proliferative lain

Glomerulonefritis sekunder akibat infeksi :

1. HIV, Hepatitis, Virus B dan C

2. Sifilis, malaria, skistosoma

3. TB, lepra

Keganasan :

Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, myeloma multiple, dan

karsinoma ginjal

Penyakit jaringan penghubung :

Lupus eritematosus sistemik, arthritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue

disease)

Efek Obat dan Toksin :

Obat NSAID, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, kapropril, heroin

Lain-lain :

DM, amiloidosis, pre-eklampsia rejeksi allograf kronik, refluks vesikoureter, atau

sengatan lebah.

Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada GN pasca

infeksi streptococcus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat misalnya obat

antiinflamasi non-steroid atau preparat emas organic, dan akibat penyakit sistemik

misalnya lupus eritematosus dan DM. 1

11

Page 12: preskas sindroma nefrotik

2.3 Patofisiologi

2.3.1 Hipoalbuminemia

Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin dan

kehilangan protein melalui urin (Harrison). Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh

proteinuria masif akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan

tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan

sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi

protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat mendorong peningkatan

ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan

reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal. 1

2.3.2 Edema

Edema pada SN dapat dijelaskan dengan teori underfill dan overfill. Teori

underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia mengakibatkan penurunan tekanan

onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskuler ke jaringan interstisium dan

terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma

maka terjadi hipovolemia. Kemudian mengakibatkan stimulasi rennin-angiotensin-

aldosteron dan system saraf simpatis dan melepaskan vasopressin (antidiuretic hormone).

Hal tersebut mengakibatkan terjadinya retensi natrium dan air, yang kemudian akan

tersimpan di volume intravascular dan memicu kebocoran cairan dari intravascular ke

interstitium 2

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama.

Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi

edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi

natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersamaan pada pasien

SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretic atau terapi steroid, derjata gangguan

fungsi ginjal, lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung dan hati akan

menentukan mekanisme mana yang lebih berperan.2

12

Page 13: preskas sindroma nefrotik

2.3.3 Proteinuria

Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein

akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membrane basal glomerulus (MBG)

mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme

penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua

berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme pertahanan

tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos

tidaknya protein melalui MBG. 1

2.4 Komplikasi Pada SN

2.4.1 Keseimbangan Nitrogen

Proteinuria masif pada SN akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi

negative. Penurunan massa otot sering ditemukan tetapi gejala ini tertutup oleh geja;la

edema anasarka dan baru tampak setelah edema menghilang. Kehilangan massa otot

sebesar 10-20% dari massa tubuh tidak jarang dijumpai pada SN. 1

2.4.2 Hiperlipidemia

Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Kadar kolesterol

umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi dari normal sampai sedikit

meninggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan meningkatnya LDL, lipoprotein

utama pengangkut kolesterol. Kadar Trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan

VLDL. Selain itu ditemukan juga peningkatan IDL dan lipoprotein, sedangkan HDL

cenderung normal atau rendah. Mekanisme hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan

peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Semula

diduga hiperlipidemia merupakan hasil stimulasi non-spesifik terhadap sintesis protein

oleh hati. Karena sintesis protein tidak berkorelasi dengan hiperlipidemia disimpulkan

bahwa hiperlipidemia tidak langsung diakibatkan oleh hipoalbuminemia. Hiperlipidemia

dapat ditemukan pada SN dengan kadar albumin mendekati normal dan sebaliknya pada

pasien dengan hipoalbuminemia kadar kolesterol dapat normal. 1

13

Page 14: preskas sindroma nefrotik

Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa

gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL

menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggin pada SN. Menurunnya aktivitas enzim

LPL (lipoprotein lipase) diduga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL

pada SN. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau

viskositas yang menurun. Penurunan kadar HDL pada SN diduga akibat berkurangnya

aktivitas enzim LCAT (lecithin cholesterol acyltransferase) yang berfungsi katalisasi

pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju

hati untuk katabolisme. Penurunan aktivitas enzim tersebut diduga terkait dengan

hipoalbuminemia yang terjadi pada SN.1

2.4.3 Hiperkoagulasi

Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan

koagulasi intravascular. Mekanisme hiperkoagulasi pada SN cukup kompleks meliputi

peningkatan fibrinogen, hiperagregasi trombosit dan penurunan fibrinolisis. Gangguan

koagulasi yang terjadi disebabkan peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan

protein melalui urin. 1

2.4.4 Metabolisme Kalsium dan Tulang

Vitamin D merupakan unsure penting dalam metabolism kalsium dan tulang pada

manusia. Vitamin D yang terikat protein akan diekskresikan melalui urin sehingga

menyebabkan penurunan kadar plasma. Kadar 25(OH)D dan 1,25(OH)2D plama juga

ikut menurun sedangkan kadar vitamin D bebas tidak mengalami gangguan 1

2.4.5 Infeksi

Sebelum era antibiotic, ifeksi sering merupakan penyebab kematian pada SN

terutama oleh organism berkapsul. Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas

humoral, selular, dan gangguan system komplemen. Penurunan IgG, IgA, dan gamma

globulin sering dijumpai pada pasien SN oleh karena sintesis yang menurun atau

katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang melalui urin.

Jumlah sel T dalam sirkulasi berkurang yang menggambarkan gangguan imunitas selular.

14

Page 15: preskas sindroma nefrotik

Hal ini dikaitkan dengan keluarnya transferring dan zinc yang dibutuhkan oleh sel T agar

dapat berfungsi dengan normal. 1

2.4.6 Gangguan Fungsi Ginjal

Pasien SN mempunyai potensi untuk mengalami gagal ginjal akut melalui

berbagai mekanisme. Penurunan volume plasma dan atau sepsis sering menyebabkan

timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang diperkirakan menjadi penyebab

gagal ginjal akut adalah terjadinya edema intrarenal yang menyebabkan kompresi pada

tubulus ginjal. 1

Sindrom nefrotik dapat progresif dan berkembang menjadi PGTA. Proteinuria

merupakan faktor resiko penentu terhadap progesivitas SN. Progresivitas kerusakan

glomerulus, perkembangan glomerulosklerosis, dan kerusakan tubulointerstisium

dikaitkan dengan proteinuria. Hiperlipidemia juga dihubungkan dengan mekanisme

terjadinya glomerulosklerosis dan fibrosis tubulointerstisium pada SN, walaupun peran

terhadap progresivitas penyakitnya belum diketahui secara pasti. 1

2.5 Tanda dan Gejala

Gejala pertama yang muncul meliputi anorexia,rasa lemah, urin berbusa

(disebabkan oleh konsentrasi urin yang tinggi). Retensi cairan menyebabkan sesak nafas

(efusi pleura), oligouri, arthralgia, ortostatik hipotensi, dan nyeri abdomen (ascites).

Untuk tanda dan gejala yang lain timbul akibat komplikasi dari sindromnefrotik.3

2.6 Diagnosis

Diagnose SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium

berupa proteinuria massif >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemia

<3 g/dl, edema, hiperlipideia, lipiduria, dan hiperkoagulabilitas. Pemeriksaan tambahan

seperti venerologi diperlukan untuk menegakkan diagnose thrombosis vena yang dapat

terjadi akibat hiperkoagulabilitas. Pada SN primer untuk menentukan jenis kelainan

histopatologi ginjal yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi, diperlukan

biopsi ginjal 1,3

15

Page 16: preskas sindroma nefrotik

Keberadaan albumin dalam urin dapat dideteksi dengan tes dipstick pada sample

urin. Pertama tama sampel urin ditampung pada wadah khusus. Kemudian dimasukkan

sebuah kertas strip yang dinamakan dipstick pada urin tersebut, kertas strip tersebut

kemudian akan berubah warna ketika terdapat protein di dalam urin. 3

2.7 Penatalaksanaan

Tata laksana sindrom nefrotik dibedakan atas pengobatan dengan imunosupresif

dan atau imunomodulator, dan pengobatan suportif atau simtomatik. Penatalaksanaan ini

meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada SN

sekunder), mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia,

serta mencegah dan mengatasi penyulit. 1,4

2.7.1 Terapi Kortikosteroid 1,2,3,4

Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang

memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid.Pengobatan dengan kortikosteroid

dibedakan antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps.

Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya

pada orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4

– 8minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering di 4

bulan berikutnya.Sampai 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24

minggunamun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid

dihentikan.

Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap, remisi

parsial dan resisten.Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria minimal (< 200 mg/24

jam), albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema

hilang. Remisi parsial jika proteinuria<3,5 g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol

serum <350 mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih edema. Dikatakan resisten jika klinis

dan laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4

bulan dengan kortikosteroid.

16

Page 17: preskas sindroma nefrotik

2.7.2 Terapi suportif/simtomatik 1,2,3,4

Proteinuria

ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan

glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan

insufisiensi ginjal moderat sampai berat.Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan

karena tidak memberikan progres yang baik.

Edema

Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN

yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat

memperburuk gejala tersebut.Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan

furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari.Pemberian spironolakton dapat ditambahkan

bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per

hari.Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik

dengan infus albumin.Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2

mg/kg intravena.Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran

cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload).Penderita yang

mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung.

Dietetik

Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori

yang adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 – 2 g/kg, namun anak-anak dengan

proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 –

2,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak.Karbohidrat diberikan

dalam bentuk kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin.Restriksi garam tidak perlu

dilakukan pada SNSS, namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang nyata.

Infeksi

Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah selulitis dan

peritonitis.Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G, protein faktor B dan

D di urin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu sendiri.Pemakaian

imunosupresif menambah risiko terjadinya infeksi.Pemeriksaan fisis untuk mendeteksi

adanya infeksi perlu dilakukan.Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus,

17

Page 18: preskas sindroma nefrotik

sedang sepsis dapa SN sering disebabkan oleh kuman Gram negatif.Peritonitis primer

umumnya disebabkan oleh kuman Gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga

perlu diterapi dengan penisilin parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi

ke-tiga, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. Di Inggris, penderita SN

dengan edema anasarka dan asites masif diberikan antibiotik profilaksis berupa penisilin

oral 125 mg atau 250 mg, dua kali sehari sampai asites berkurang.

Hipertensi

Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi

sebagai akibat efek samping steroid.Pengobatan hipertensi pada SN dengan golongan

inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel blockers, atau beta adrenergic

blockers.

Hipovolemia

Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang

tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah.

Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk,

peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma.

Tromboemboli

Risiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan

hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular, keadaan

hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah antara

lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan konsentrasi

antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat

pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin

III < 70%. Pada SN dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat

dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya

diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan

dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena. 2,3

Hiperlipidemia

Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid

dan asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar

18

Page 19: preskas sindroma nefrotik

trigliserida, fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding

terbalik dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini

disebabkan oleh karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria

merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu

katabolisme lipid pada SN juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat

sementara, kadar lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini

cukup dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan

mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih belum

jelas.Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat

atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih diperdebatkan. 3

2.8 Prognosis

Sebelum era antibiotik, infeksi merupakan salah satu penyebab kematian tersering

pada SN.Pengobatan SN dan komplikasinya saat ini telah menurunkan morbiditas dan

mortalitas yang berhubungan dengan sindrom.Saat ini, prognosis pasien dengan SN

bergantung pada penyebabnya. Remisi sempurna dapat terjadi dengan atau tanpa

pemberian kortikosteroid.

Hanya sekitar 20 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal mengalami remisi

proteinuria, 10 % lainnya membaik namun tetap proteinuria. Banyak pasien yang

mengalami frequent relaps, menjadi dependen-steroid, atau resisten-steroid. Penyakit

ginjal kronik dapat muncul pada 25-30 % pasien dengan glomerulosklerosis fokal

segmental dalam 5 tahun dan 30-40 % muncul dalam 10 tahun.

Orang dewasa dengan minimal-change nephropathymemiliki kemungkinan relaps

yang sama dengan anak-anak. Namun, prognosis jangka panjang pada fungsi ginjal

sangat baik, dengan resiko rendah untuk gagal ginjal.Pemberian kortikosteroid memberi

remisi lengkap pada 67% kasus SN nefropati lesi minimal, remisi lengkap atau

parsialpada 50% SN nefropati membranosa dan 20%-40% pada glomerulosklerosis fokal

segmental.Perlu diperhatikan efek samping pemakaian kortikosteroid jangka lama di

antaranya nekrosis aseptik, katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes mellitus.

Respon yang kurang terhadap steroid dapat menandakan luaran yang kurang baik.

Prognosis dapat bertambah buruk disebabkan (1) peningkatan insidens gagal ginjal dan

19

Page 20: preskas sindroma nefrotik

komplikasi sekunder dari SN, termasuk episode trombotik dan infeksi, atau (2) kondisi

terkait pengobatan, seperti komplikasi infeksi dari pemberian imunosupressive.Penderita

SN non relaps dan relaps jarang mempunyai prognosis yang baik, sedangkan penderita

relaps sering dan dependen steroid merupakan kasus sulit yang mempunyai risiko besar

untuk memperoleh efek samping steroid. SN resisten steroid mempunyai prognosis yang

paling buruk.

Pada SN sekunder, prognosis tergantung pada penyakit primer yang

menyertainya.Pada nefropati diabetik, besarnya proteinuria berhubungan langsung

tingkat mortalitas.Biasanya, ada respon yang baik terhadap blockade angiotensin, dengan

penurunan proteinuria, dan level subnefrotik.Jarang terjadi remisi nyata. Resiko penyakit

kardiovaskular meningkat seiring penurunan fungsi ginjal, beberapa pasienakan

membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal. Pada amiloidosis primer, prognosis tidak

baik, bahkan dengan kemoterapi intensif. Pada amiloidosis sekunder, remisi penyebab

utama, seperti rheumatoid arthritis, diikuti dengan remisi amiloidosis dan ini

berhubungan dengan SN. 1,2,3

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: preskas sindroma nefrotik

1. Sudoyo, A. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiadi, S. 2009. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. P

999-1002

2. Fauci. Kasper. Braunwald. et all. 2009. Harrison’s Principles of Internal Medicine.

17th Edition. United States: McGraw-Hill Companies. P 1684-1685

3. U.S. Department of Health and Human Services. 2012. Nephrotic Syndrome in

Adults. NIH Publication No. 12-4624. United States: National Institutes of Diabetes

and Digestive and Kidney Disease.

4. Hull, RP. Goldsmith, DJA. 2008. Nephrotic Syndrome in Adults. British Medical

Journal 2008; 336:1185-9

21