Page 1
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia 8 (1), 36-41
DOI https://doi.org/10.32315/jlbi.8.1.36
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia 8 (1), Maret 2019 | 36
Preferensi Masyarakat Sarbagita dalam Membangun
Rumah
Ni Made Dwi Sulistia Budhiari1, I Putu Agus Wira Kasuma2
1,2 Balai Penelitian dan Pengembangan Perumahan Wilayah II Denpasar, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Abstrak
Pemenuhan kebutuhan perumahan merupakan salah satu indikator capaian keberhasilan Kementerian PUPR dalam
bidang perumahan untuk menurunkan angka backlog. Salah satu upaya penyedian perumahan adalah melalui rumah
swadaya. Penyedian rumah secara swadaya pada wilayah tertentu umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
faktor budaya dan arsitektur didaerah kelahiran pemilik serta beberapa faktor lainnya. Metodelogi kajian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis crostab atau tabulasi silang untuk mengetahui preferensi yang
mempengaruhi masyarakat di wilayah kajian dalam proses membangun rumah. Secara keseluruhan yang memiliki
pengaruh terhadap pembangunan rumah berdasarkan preferensi masyarakat adalah jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, tingkat penghasilan. Berdasarkan faktor-faktor atau parameter tersebut akan menghasilkan jawaban
masyarakat terkait dengan preferensi membangun rumah dan keterkaitan antar faktor-faktor yang berpengaruh akan
menjadi dasar pertimbangan untuk membantu mengeluarkan kebijakan terkait penyediaan rumah.
Kata kunci : Rumah, Membangun, Preferensi Masyarakat, Sarbagita
Sarbagita Community Preference in Building Houses
Abstract
The concept of a traditional Balinese house is generally called Natah. Natah is divided into two based on the configuration
of the building, the linear Tri Mandala and the compact Sanga Mandala. Each concept of Natah has a different response
to the environment around it. The purpose of this study is to analyze and compare the effects of the building configuration
concept on outdoor thermal performance. In this study using a field measurement method which was then validated with
the help of the Envi-met simulation to find a causal relationship from the layout pattern to its outdoor thermal
performance. The results showed that the Tri Mandala concept experienced fluctuations in temperature and wind speed
more stable than the concept of Sanga Mandala. The average outdoor temperature on the Tri Mandala concept is quite
good at 24.33 oC and wind speeds between 0.5-1m / s. Linear configuration in this concept can distribute temperature and
wind flow evenly, so that the cooling process temperature is faster.
Keywords: Balinese Traditional House, Outdoor Thermal Performance, Tri Mandala, Sanga mandala
Kontak Penulis
Ni Made Dwi Sulistia Budhiari
Balai Penelitian dan Pengembangan Perumahan Wilayah II Denpasar, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jl. Danau Tamblingan No.49, Sanur, Kec. Denpasar Sel., Kota Denpasar, Bali 80228, Telp. 081338681953
E-mail: [email protected]
Informasi Artikel
Diterima editor tanggal 22 November 2018. Revisi tanggal 22 Februari 2019. Disetujui untuk diterbitkan tanggal 16 Maret 2019
ISSN 2301-9247 | E-ISSN 2622-0954 | https://jlbi.iplbi.or.id/ | © Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI)
Page 2
Budhiari, N. M. D. S., Kasuma, I. P. A. W
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia 8 (1), Maret 2019 | 37
Pendahuluan
Rumah merupakan gambaran identitas pemiliknya,
sebagian besar aspek pendukung rumah dipilih dengan
menggunakan cita rasa bahkan pengalaman visual dari
masa kecil, yang secara tidak langsung telah tumbuh dan
menjadi gambaran rumah impian. Bahkan Romo
Mangunwijaya (1995) mengungkapkan bahwa rumah
merupakan bangunan yang dberikan jiwa . Proses
pemilihan konsep model rumah impian merupakan proses
pemikiran yang dipengaruhi oleh kearifan lokal, baik dari
segi desain, dan pemilihan bahan bangunan (Budhiari dan
Kasuma, 2017) . Kearifan lokal atau kebijakan lokal
(local wisdom) ini dalam kehidupan masyarakat kita,
mempunyai dimensi yang luas. Kearifan lokal yang
dimaksud dapat melingkupi : aspek sosial budaya, sosial-
ekonomi hingga sosial-ekologis (Pawitro,2011). Dalam
aspek yang pertama yaitu aspek sosial budaya, konsep
desain rumah akan menggunakan tampilan yang
dipengaruhi oleh nilai-nilai arsitektur budaya yang
dimiliki oleh pemilik rumah, walaupun tidak pada desain
secara keseluruhan, akan tetapi paling tidak terdapat
beberapa detail yang bernuansakan arsitektur daerah asal
pemilik rumah. Penggunaan detail secara menyeluruh
ataupun hanya sebagian kecil merupakan pengaruh yang
timbul dari aspek sosial ekonomi, yang artinya
kemampuan ekonomi pemilik rumah. Apabila konsep
arsitektur budaya asal diaplikasikan kepada keseluruhan
rumah maka akan berdampak pada rencana biaya yang
tinggi, maka pemilik rumah akhirnya memutuskan untuk
mengaplikasikan kepada beberapa detail rumah saja untuk
lebih meghemat biaya. Salah satu upaya menghemat biaya
adalah dengan pemilihan bahan yang memiliki nilai
ekologis lebih panjang dan ketersediannya yang
melimpah sehingga harga dapat ditekan.
Perkembangan dunia dalam bidang perumahan di Bali
saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat,
salah satunya adalah munculnya trend desain rumah
dengan mengadopsi konsep desain dari budaya luar.
Fenomena ini tentu saja akan berdampak pada nilai dan
budaya lokal, serta perwajahan bangunan rumah yang
tidak memiliki ciri khas arsitektur tradisional Bali.
Berdasarkan pertimbangan tersebut menarik dilakukan
kajian terkait dengan jenis arsitektur apakah yang dipilih
dalam membangun rumah dan bagaimana cara
membangun yang cenderung dipilih oleh masyarakat di
wilayah Sarbagita . Dipilihnya wilayah Sarbagita sebagai
wilayah kajian, karena dalam melakukan survey,
responden yang disurvey akan lebih beragam. Hal ini
disebabkan karena wilayah Sarbagita merupakan kawasan
strategis nasional yang tentu saja telah mengalami
alkuturasi budaya yang tinggi. Preferensi jenis arsitektur
yang dipilih dalam membangun rumah dan bagaimana
cara membangun, merupakan dua hal sangat berkaitan
erat dengan keberlanjutan dan kebertahanan nilai-nilai
dan tradisi membangun rumah dengan nilai-nilai
arsitektur tradisional Bali. Hasil analisis dari kajian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam
penyusunan kebijakan dan rekomendasi permasalahan
perumahan di Bali pada khususnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dimana
pengumpulan data dilakukan secara langsung
(pengumpulan data primer) dengan instrumen kuisioner
tertutup. Sample yang menjadi responden untuk
diwawancara adalah masyarakat yang sedang membangun
rumah di wilayah Sarbagita, sehingga diperoleh jawaban
yang memiliki kecenderungan lebih mewakili mereka.
Teknik sampling dalam penyebaran kuisioner ini
menggunakan purposive sampling. Adapun wilayah
sampel yang diambil adalah wilayah Sarbagita (Denpasar,
Badung Gianyar, Tabanan) dengan mengambil jumlah
sampel minimal sebanyak 30 (tiga puluh) responden di
masing masing Kabupaten.
Data yang telah diperoleh dari hasil survey responden
selanjutnya dilakukan teknik pengolahan data dan analisis
data dengan teknik analisis tabulasi silang. Teknik analisis
tabulasi silang (crosstab) merupakan teknik analisis yang
yang melihat korelasi antar variabel. Keterkaitan antar
variabel ini akan menjadi dasar penentuan kebijakan cara
mempertahankan tradisi membangun rumah dengan
konsep nilai tradisional Bali.
Sedangkan variabel-variabel yang menjadi preferensi
mayoritas antara lain sebagai berikut:
a. Jenis Kelamin
b. Pendidikan
c. Agama
d. Pekerjaan
e. Tingkat Penghasilan
Menurut Mangunwijaya (1981) bahan bangunan memiliki
kelebihan dan kekurangan, karena itu sebelum kita
menggunakan perlu mempertimbangkan penggunaan
bahan tertentu untuk bagian bangunan tertentu juga.
Sehingga ada yang perlu ditonjolkan dan ada yang perlu
disembunyikan, pertimbangan akan kekuatan suatu bahan
bangunan juga mendasari pemilihan bahan tertentu yang
akan berpengaruh pada struktur bangunan yang
diinginkan. Dalam pemilihan bahan bangunan untuk
rumah sesuai dengan teori preferensi pertimbangan
budaya juga, berpengaruh, seperti misalnya dalam
budaya barat penggunaan baja pada bangunan akan
berpengaruh pada efisiensi bahan bangunan, struktur
sehingga akan berdampak pada hasil yang optimun
(Fuller dalam Wardhono, 2011). Dalam menentukan
Page 3
Budhiari, N. M. D. S., Kasuma, I. P. A. W
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia 8 (1), Maret 2019 | 38
keputusan membeli masyarakat akan berpedoman pada
struktur keputusan yang terdiri dari :
a. Keputusan Tentang Jenis Produk
b. Keputusan Tentang Bentuk Produk
c. Keputusan Tentang Merek
d. Keputusan Tentang Penjual
e. Keputusan Tentang Jumlah Produk
f. Keputusan Tentang Waktu Pembelian
g. Keputusan Tentang Cara Pembayaran
Dilihat dari struktur keputusan membeli tersebut maka
selanjutnya para responden diberikan pertanyaan terkait
dalam proses pembangunan rumah yang dapat memenuhi
standar variabel pemasaran tersebut. Selain itu beberapa
variabel pertanyaan juga disesuaikan dengan keterkaitan
konsep nilai arsitektur tradisional Bali. Hal ini penting
karena bagaimanapun juga kita sendiri yang lebih
mengetahui karakteristik wilayah kita sendiri.
a. Metode Pembangunan Rumah
b. Tipe Bangunan
c. Bahan Bangunan Yang Disukai
d. Warna Bahan Bangunan
e. Yang Dilakukan Apabila Ketersediaan Bahan
Bangunan Berkurang
f. Sumber Ide Membuat/Memilih Bahan Bangunan
g. Jenis Bahan Bangunan
h. Bahan Organik Yang Disukai
i. Bentuk Bahan Bangunan
j. Pertimbangan Merk Dalam Memilih Bahan
BangunanTempat Membeli Bahan Bangunan
k. Tempat membeli bahan bangunan
Hasil dan Pembahasan
Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat
Sarbagita Dalam Membangun Rumah
Cakupan Kawasan Perkotaan Sarbagita Pasal 5
berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung Gianyar, Dan
Tabanan Kawasan Perkotaan Sarbagita mencakup 15
(lima belas) kecamatan, yang terdiri atas:
a. seluruh wilayah Kota Denpasar yang mencakup 4
(empat) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan
Denpasar Utara, Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan
Denpasar Selatan, dan Kecamatan Denpasar Barat;
b. sebagian wilayah Kabupaten Badung yang mencakup 5
(lima) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan
Abiansemal, Kecamatan Mengwi, Kecamatan Kuta Utara,
Kecamatan Kuta, dan Kecamatan Kuta Selatan;
c. sebagian wilayah Kabupaten Gianyar yang mencakup 4
(empat) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan
Sukawati, Kecamatan Blahbatuh, Kecamatan Gianyar,
dan Kecamatan Ubud; dan
d. sebagian wilayah Kabupaten Tabanan yang mencakup
2 (dua) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Tabanan
dan Kecamatan Kediri.
Masyarakat Sarbagita dapat dikategorikan ke dalam dua
jenis yaitu masyarakat yang secara hukum adat dan
hukum dinas merupakan penduduk di wilayah tersebut,
dan untuk jenis kedua adalah masyarakat pendatang.
Pengertian masyarakat pendatang disini bisa dikatakan
masyarakat yang berasal dari luar pulau Bali ataupun
masyarakat pendatang antar kabupaten yang berada di
wilayah administrasi Propinsi Bali. Pembagian jenis
masyarakat ini tentu saja akan berpengaruh pada
karakteristik huniannya. Karakteristik hunian ini
dipengaruhi oleh fungsi hunian itu sendiri, karena hunian
bagi masyarakat pendatang hanya sebagai tempat
beristirahat sementara. Berbeda dengan masyarakat yang
merupakan penduduk asli di wilayah Sarbagita, hunian
memiliki fungsi selain sebagai tempat tinggal juga
sebagai ikatan geneologis, serta berkaitan erat dengan hak
dan kewajiban dalam persekutuan hukum adat yang lebih
dikenal dengan Desa Pakraman.
Berdasarkan data hasil responden, gambaran secara
deskritip untuk variabel-variabel yang menjadi preferensi
mayoritas seperti jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, tingkat penghasilan akan digambarkan pada
gambar 1;2;3;4;5.
Gambar 1. Diagram Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 2. Diagram Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Page 4
Budhiari, N. M. D. S., Kasuma, I. P. A. W
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia 8 (1), Maret 2019 | 39
Gambar 3. Diagram Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Agama
Gambar 4. Diagram Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Pekerjaan
Gambar 5. Diagram Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Tingkat Penghasilan
Pengumpulan data terkait preferensi masyarakat Sarbagita
dalam melakukan pembangunan dilakukan dengan
membagi dua jenis pertanyaan dalam kuisioner menjadi
beberapa variabel terkait sehingga dapat dilakukan
pengolahan data. Variabel yang tersusun dari kuisioner
tersebut adalah :
1. Metode Pembangunan Rumah
2. Tipe Bangunan
3. Bahan Bangunan Yang Disukai
4. Warna Bahan Bangunan
5. Yang Dilakukan Apabila Ketersediaan Bahan
Bangunan Berkurang
6. Sumber Ide Membuat/Memilih Bahan Bangunan
7. Jenis Bahan Bangunan
8. Bahan Organik Yang Disukai
9. Bentuk Bahan Bangunan
10. Pertimbangan Merk Dalam Memilih Bahan Bangunan
11. Tempat Membeli Bahan Bangunan
Dengan variabel di atas, jawaban dari responden akan
dikelompokkan dan dilakukan tabulasi silang dengan
variabel yang sudah ditentukan sebelumnya yaitu jenis
kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan dan tingkat
penghasilan. Hasil tabulasi silang menunjukkan
pengelompokkan jawaban yang terbanyak dan valid
menurut statistik.
Tabel 1. Preferensi Mayoritas Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 2. Preferensi Mayoritas Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 2....(lanjutan)
Page 5
Budhiari, N. M. D. S., Kasuma, I. P. A. W
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia 8 (1), Maret 2019 | 40
Tabel 3. Preferensi Mayoritas Berdasarkan Agama
Tabel 4. Preferensi Mayoritas Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4....(lanjutan)
Tabel 5. Preferensi Mayoritas Berdasarkan Tingkat Penghasilan
Tabel 5...(lanjutan)
Kesimpulan
Dari hasil tabulasi silang, dapat dilihat bahwa preferensi
masyarakat dalam membangun rumah cukup
beranekaragam. Terlebih pemilihan metode membangun
dan bahan bangunan dipengaruhi oleh gender, tingkat
pendidikan, agama, pekerjaan dan tingkat penghasilan.
Namun secara umum, pola preferensi masyarakat
Sarbagita dalam membangun rumah cenderung ikut
terlibat aktif pada saat bekerja membangun, memilih
bahan, menentukan desain dan spesifikasi; masyarakat
cenderung mengikuti trend type bangunan (disesuaikan
Page 6
Budhiari, N. M. D. S., Kasuma, I. P. A. W
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia 8 (1), Maret 2019 | 41
dengan perkembangan dan kekinian model bangunan);
masyarakat kebanyakan menggunakan batu-batu alam
seperti batu paras, batu kali dan bata; untuk pemilihan
warna masyarakat cenderung melakukan pengecatan
ulang sehingga warna yang dihasilkan adalah warna non-
alami; jika ketersediaan bahan bangunan susah maka
masyarakat akan mengganti dengan bahan serupa dengan
fungsi yang sama dan harga lebih murah/ sama; sumber
ide/ inspirasi dari memilih bahan dan membuat bangunan
diperoleh dari media seperti majalah, brosur, TV dll;
masyarakat memanfaatkan dua jenis bahan yaitu bahan
organik dan anorganik; untuk bahan organik, masyarakat
cenderung menggunakan kayu daripada bambu; bentuk
bahan bangunan yang dipilih cenderung sesuai dengan
bentuk aslinya (platonic solid); unsur merk tidak terlalu
dipandang masyarakat dalam memilih bahan bangunan,
mereka lebih memilih menggunakan produk-produk
dalam negeri; dan pembelian bahan bangunan untuk
membangun rumah kebanyakan dilakukan di toko-toko
bangunan yang menyediakan dan sesuai dengan selera
masyarakat.
Pola ini dapat digunakan sebagai masukan/ pertimbangan
dalam kebijakan penyediaan perumahan dan untuk
mendistribusikan bahan-bahan bangunan agar bisa sampai
di masyarakat luas. Namun perlu dilakukan kajian lebih
lanjut mengenai bagaimana kriteria atau preferensi
masyarakat dalam memilih lokasi membangun rumah
untuk mendukung penyediaan perumahan agar tepat guna.
Daftar Pustaka
Mangunwijaya, Y. B. (1995). Wastu Citra .Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
Budhiari dan Kasuma. (2017). “Karakteristik Bahan Bangunan
Untuk Rumah Impiah Masyarakat Di Wilayah Sarbagita”
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Denpasar, Badung Gianyar, Dan Tabanan
Mangunwijaya, Y. B, (1981). Pasal-Pasal Pengantar Fisika
Bangunan. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama Press.
Wardhono, U. P. (2011). Fenomena Pemilihan Bahan Bangunan
Pada Hunian Di Surabaya Dan Permukiman DI Kali Code.
Surabya. Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, 9 (1), April 2011