PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK I. Definisi Penyakit Paru
Obstruksi Kronik (PPOK ) adalah penyakit paru yang dapat dicegah
dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun /
berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap
derajat berat penyakit paru. Karakteristik hambatan aliran udara
pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas
kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema)
yang bervariasi pada setiap individu. PPOK seringkali timbul pada
usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang lama. PPOK sendiri
juga mempunyai efek sistemik yang bermakna sebagai petanda sudah
terdapat kondisi komorbid lainnya. Dampak PPOK pada setiap individu
tergantung derajat keluhan (khususnya sesak dan penurunan kapasitas
latihan), efek sistemik dan gejala komorbid lainnya. Hal tersebut
tidak hanya dipengaruhi oleh derajat keterbatasan aliran udara. II.
Permasalahan di Indonesia PPOK merupakan salah satu penyakit tidak
menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin
tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga
berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok
khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam
ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja. Data WHO
menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab
utama kematian di dunia dan akan menempati urutan ke-3 setelah
penyakit kardiovaskular dan kanker (WHO,2002). Di negara Amerika
Serikat dibutuhkan dana sekitar 18 miliar US$ setahun untuk
penatalaksanaan PPOK dan biaya tak langsung sebesar 14 miliar US$,
dengan jumlah pasien sebanyak 26 juta orang dan lebih dari 100 ribu
orang meninggal. Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga
berat Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalens
6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5- 6,7%, seperti di Cina dengan
angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang sebanyak 5,014 juta
jiwa, dan Vietnam sebesar 2,068 juta jiwa. Di Indonesia
diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%. Angka
ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90%
pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok.III. Faktor Risiko
1. Asap rokok Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok
yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun, dan
lamanya merokok (Indeks Brinkman). Tidak semua perokok berkembang
menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh faktor risiko
genetik setiap individu. Perokok pasif dapat juga memberi
konstribusi terjadinya gejala respirasi dan PPOK karena terjadi
peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas. Dalam pencatatan
riwayat merokok perlu diperhatikan :a. Riwayat merokok Perokok
aktif Perokok pasif Bekas perokokb. Derajat berat merokok dengan
Indeks Brinkman : Ringan : 0-199 Sedang : 200-599 Berat :
>600Rumus : jumlah rata rata rokok yang dihisap sehari (batang)
x lama merokok (tahun)2. Polusi udara Terbagi menjadi :a. Polusi di
dalam ruangan Kayu, serbuk gergaji, batu bara, dan minyak tanah
menjadi penyebab tertinggi polusi di dalam ruangan. Kejadian polusi
di dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan dengan
ventilasi kurang baik merupakan faktor terpenting timbulnya PPOK
terutama pada perempuan di negara berkembang (case control
studies). Bahan bakar biomass yang digunakan untuk memasak sehingga
meningkatkan prevalens PPOK pada perempuan bukan perokok di Asia
dan Afrika. Polusi di dalam ruangan diperkirakan akan membunuh 2
juta perempuan dan anak-anak setiap tahunnya (GOLD,2010).b. Polusi
di luar ruangan Polusi di luar ruangan seperti polutan di atmosfer
dalam waktu lama, lebih kecil prevalensinya dibandingkan dengan
pajanan asap rokok.
3. Stres oksidatif Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan
eksogen, oksidan endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel
lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan asap rokok.
Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat elektron mitokondria
transpor termasuk dalam mekanisme seluler signaling pathway. Sel
paru dilindungi oleh oxydativechalenge yang berkembang secara
sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika keseimbangan antar
oksidan dan antioksidan berubah bentuk, misalnya ekses oksidan atau
deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres
oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi
juga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi
paru.
4. Riwayat infeksi saluran napas Kolonisasi bakteri menyebabkan
inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna menimbulkan
eksaserbasi. Riwayat infeksi TB berhubungan dengan obstruksi jalan
napas pada usia lebih dari 40 tahun.
5. Sosial ekonomi Pajanan polusi didalam dan di luar ruangan,
pemukiman yang padat merupakan faktor risiko PPOK, malnutrisi dan
penurunan berat badan yang dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan
otot respirasi, karena penurunan massa otot dan kekuatan serabut
otot juga merupakan faktor risiko.
6. Tumbuh kembang paru Studi menyatakan bahwa berat lahir
mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
7. AsmaOrang dengan asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena
PPOK, terutama bila diperberat oleh rokok. Penelitian lain 20% dari
asma akan berkembang menjadi PPOK dengan ditemukannya obstruksi
jalan nafas irreversible.
8. GenKekurangan alfa-1 antitrypsin, tetapi jarang di
Indonesia.
IV. Patogenesis dan Patologi Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa faktor risiko utama dari PPOK ini adalah merokok.
Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia
yangmelapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia.Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan
sel-sel silia inimengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukuskental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat
persemaian mikroorganisme penyebab infeksi danmenjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan
jaringan.Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbulhiperkapnia
akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
mukusyang kental dan adanya peradangan.(Antonio et all,
2007)Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan
terjadi karenaperubahan struktural padasaluran napas kecilyaitu :
inflamasi,fibrosis,metaplasisel goblet dan hipertropi otot polos
penyebab utama obstruksi jalan napas sepertipada gambar 1.Gambar 1.
Patogenesis PPOK
(Sumber : Gold 2010)
Sel Inflamasi Pada PPOK1. Neutrofil : Meningkat dalam sputum
perokok. Peningkatan neutrofil pada PPOK sesuai dengan beratnya
penyakit. Berhubungan dengan hipersekresi dan pelepasan protease.2.
Makrofag : banyak ditemukan di lumen saluran nafas, parenkim paru
dan cairan bronchoalveolar lavage (BAL). Berasal dari monosit yang
mengalami diferensiasi dijaringan paru. Makrofag meningkatkan
mediator inflamasi dan protease sebagai respons terhadap asap rokok
dan menunjukan fagositosis yang tidak sempurna.3. Limfosit T : sel
CD4+ dan CD8+ meningkat pada dinding saluran nafas dan parenkim
paru, dengan peningkatan CD8+ lebih besar dari CD4+. Peningkatan
sel T CD8+ (Tcl) dan Thl yang mensekresikan interferon dan
mengekspresikan resptor kemokin CXCR3, merupakan sel sitotoksik
untuk sel-sel alveolar yang berkontribusi terhadap kerusakan
alveolar.4. Limfosit B : meningkat dalam saluran nafas perifer dan
folikel limfoid sebagai respons terhadap kolonisasi kuman dan
infeksi saluran nafas.5. Eosinofil : meningkat didalam sputum dan
saluran nafas pada selama eksaserbasi.6. Sel epitel : diaktifkan
oleh asap rokok sehingga menghasilkan mediator inflamasi.Mediator
Inflamasi Pada PPOK1. Faktor kemotaktik : Lipid mediator :
misalnya, leukotriene B4 (LTB4) menarik neutrofil dan limfosit T.
Kemokin : misalnya, interleukin-8 (IL-8) menarik neutrofil ddan
monosit.2. Sitokin proinflamasi : misalnya tumor necrosis factor
(TNF-), IL-1 dan IL-6 memperkuat proses inflamasi dan berkontribusi
terhadap efek sistemik PPOK.3. Faktor pertumbuhan : misalnya, TGF-
dapat menyebabkan fibrosis pada saluran nafas perifer.
Tabel 1.Patogenesis PPOK
(Sumber : PDPI,2010)
V. Diagnosis Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari
tanpa gejala, gejalaringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisiK
tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :A.Gambaran
klinisa.Anamnesis Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau
tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna
di tempat kerja Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak,
misalnya berat badanlahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas
berulang, lingkungan asaprokok dan polusi udara Batuk berulang
dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b.Pemeriksaan Fisik PPOK dini umumnya tidak ada
kelainanInspeksiPursed - lips breathing (mulut setengah terkatup
mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)Penggunaan otot bantu napasHipertropi otot bantu
napasPelebaran sela igaBila telah terjadi gagal jantung kanan
terlihat denyut vena jugularisleher dan edema tungkaiPenampilan
pink puffer ataublue bloater Palpasi Pada emfisema fremitus
melemah, sela iga melebar Perkusi Pada emfisema hipersonor dan
batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke
bawahAuskultasi Suara napas vesikuler normal, atau melemah Terdapat
ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa Ekspirasi memanjang Bunyi jantung terdengar jauh
Ciri khas yang mungkin ditemui pada penderita PPOK :Pink puffer
:Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan pursed-lips breathing Blue bloater :Gambaran khas
pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat
edematungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan
perifer
Pursed - lips breathing :Adalah sikap seseorang yang bernapas
dengan mulut mencucu dan ekspirasi yangmemanjang. Sikap ini terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensiCO2 yang terjadi
pada gagal napas kronik.
c. Pemeriksaan penunjanga.Pemeriksaan rutinFaal paruSpirometri
(VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)Obstruksi ditentukan oleh nilai
VEP1 prediksi (%) dan atauVEP1/KVP ( %). Obstruksi : %
VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75% VEP1
merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak
tersedia atau tidak mungkin dilakukan,APE meter walaupun kurang
tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%Uji
bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak
ada gunakanAPE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi
sebanyak 8 hisapan, 15 -20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
VEP1 atau APE, perubahanVEP1 atau APE < 20% nilai awal dan <
200 mlUji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
Darah rutin Hb, Ht, leukosit
Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain Pada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi
Hiperlusen Ruang retrosternal melebar Diafragma mendatar Jantung
menggantung (jantung pendulum /tear drop / eye dropappearance) Pada
bronkitis kronik : Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21
% kasus
b.Pemeriksaan khusus Faal paru Volume Residu (VR), Kapasitas
Residu Fungsional (KRF), Kapasitas Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT
meningkat Dlco menurun pada emfisema Raw meningkat pada bronkitis
kronik Sgaw meningkat Variabilitas Harian APE kurang dari 20 %
Uji latih kardiopulmoner Sepeda statis (ergocycle) Jentera
(treadmill) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti
bronkus, pada sebagian kecilPPOK terdapat hipereaktiviti bronkus
derajat ringan
Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah
pemberian kortikosteroid oral(prednison atau metilprednisolon)
sebanyak 30 - 50 mg per hari selama2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal250 ml. Pada PPOK umumnya
tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian
kortikosteroid
Analisis gas darahTerutama untuk menilai : Gagal napas kronik
stabil Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Radiologi CT - Scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan
menilai jenis serta derajat emfisemaatau bula yang tidak terdeteksi
oleh foto toraks polos Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi
respirasi paru
Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang
ditandai oleh P Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
Ekokardiografi Menilai fungsi jantung kanan
BakteriologiPemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan
kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat.
Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada
emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi
antitripsin alfa-1 jarang ditemukan diIndonesia.
VI. Diagnosis BandingDiagnosis Banding PPOK adalah :AsmaSOPT
(Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis)Adalah penyakit obstruksi
saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis
dengan lesi paru yang minimal.PneumotoraksGagal jantung
kronikPenyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal :
bronkiektasis,destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yangsering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat
harusditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.
Adapun karakteristik dari Asma, PPOK, dan SOPT pada tabel 2
Tabel 2.Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT
(Sumber : PDPI,2010)VII. Klasifikasi
Gold 2010
Derajat Klinis Faal paru
Gejala klinis (batuk, produksi sputum)Normal
Derajat I :PPOK Ringan Gejala batuk kronik dan produksi sputum
ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak
menyadari bahwa faal paru mulai menurunVEP1/KVP < 70%VEP1 80%
prediksi
Derajat II :PPOK SedangGejala sesak mulai dirasakan saat
aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum.
Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan
kesehatannyaVEP1/ KVP 20% dan minimal 250 ml.
c.AntibiotikaHanya diberikan bila terdapat eksaserbasi.
Antibiotik yang digunakan :-Lini I : amoksisilinmakrolid-Lini II :
Amoksisilin dan asam klavulanat Sefalosporin Kuinolon Makrolid
baru
d.AntioksidanDapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki
kualitas hidup, digunakan N -asetilsistein. Dapat diberikan pada
PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin.e. Mukolitik Hanya diberikan terutama pada
eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi,
terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.f.Antitusif Diberikan dengan
hati hati
Tabel 3.Penatalaksanaan PPOK
(Sumber : PDPI,2010)
4. Terapi OksigenPada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan
berkepanjangan yangmenyebabkan kerusakan sel dan jaringan.
Pemberian terapi oksigen merupakan halyang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegahkerusakan sel baik di
otot maupun organ-organ lainnya.
a. Manfaat oksigen :- Mengurangi sesak - Memperbaiki aktivitas-
Mengurangi hipertensi pulmonal- Mengurangi vasokonstriksi-
Mengurangi hematokrit- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri-
Meningkatkan kualitas hidup b. Indikasi-PaO2< 60mmHg atau Sat
O2< 90%-PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2> 89% disertai
Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda
gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lainMacam terapi
oksigen :-Pemberian oksigen jangka panjang-Pemberian oksigen pada
waktu aktivitas-Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
-Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napasTerapi
oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit.
Terapioksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil
derajat berat dengangagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit
oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat
daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberianoksigen untuk penderita
PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :-Pemberian oksigen jangka
panjang ( Long Term Oxygen Therapy= LTOT )-Pemberian oksigen pada
waktu aktivitas-Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan
stabilterutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15
jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt.
Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang
sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu
aktivitas bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan
kemampuan aktivitas. Sebagai parameter digunakan analisis gas
darahatau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai
saturasi oksigen di atas90%.
c. Alat bantu pemberian oksigen :-Nasal kanul-Sungkup
venturi-Sungkup rebreathing -Sungkup nonrebreathing Pemilihan alat
bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan
kondisianalisis gas darah pada waktu tersebut.5.Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napasakut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada
pasien PPOK derajat beratdengan napas kronik. Ventilasi mekanik
dapat digunakan di rumah sakit di ruangICU atau di rumah..
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :-Ventilasi mekanik
dengan intubasi-Ventilasi mekanik tanpa intubasi- Ventilasi mekanik
tanpa intubasiVentilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK
dengan gagal napaskronik dan dapat digunakan selama di rumah.Bentuk
ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten
Positif Pressure(NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation(NPV).
NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :-Volume control -
Pressure control - Bilevel positive airway pressure
(BiPAP)-Continous positive airway pressure (CPAP) NIPPV bila
digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT /Long
Term Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan
pada :-Analisis gas darah-Kualitas dan kuantitas tidur -Kualitas
hidup
b. Indikasi penggunaan NIPPV-Sesak napas sedang sampai berat
dengan penggunaan muskulusrespirasi dan abdominal
paradoksal-Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7,
35-Frekuensi napas > 25 kali per menit NPV tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas,disamping
harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.6.
NutrisiMalnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnyakebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karenahipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan
terjadi hipermetabolisme.Kondisi malnutrisi akan menambah
mortalitas PPOK karena berkolerasi denganderajat penurunan fungsi
paru dan perubahan analisis gas darahMalnutrisi dapat dievaluasi
dengan :-Penurunan berat badan-Kadar albumin
darah-Antropometri-Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan
diafragma, kekuatan otot pipi)-Hasil metabolisme (hiperkapni dan
hipoksia)Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis
tidak akanmengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK
tidak dapatmengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme
karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk
denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan
secara terus menerus(nocturnal feedings)dengan
pipanasogaster.Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi
lemak rendah karbohidrat.Kebutuhan protein seperti pada umumnya,
protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan
respons ventilasi terhadap hipoksia danhiperkapni. Tetapi pada PPOK
dengan gagal napas kelebihan pemasukan proteindapat menyebabkan
kelelahan.Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK
karena berkurangnyafungsi muskulus respirasi sebagai akibat
sekunder dari gangguan ventilasi.Gangguan elektrolit yang terjadi
adalah
:-Hipofosfatemi-Hiperkalemi-Hipokalsemi-HipomagnesemiGangguan ini
dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian
nutrisidengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu
pemberian yang lebihsering.7.Rehabilitasi PPOKTujuan program
rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatan optimalyang disertai :-Simptom pernapasan berat-Beberapa
kali masuk ruang gawat darurat-Kualitas hidup yang menurunProgram
dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori
terapis dan psikolog.Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen
yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan
pernapasan.1.Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas
sistem transportasioksigen. Latihan fisis yang baik akan
menghasilkan :-Peningkatan VO2 max-Perbaikan kapasitas kerja
aerobik maupun anaerobik -Peningkatan cardiac output dan stroke
volume-Peningkatan efisiensi distribusi darah-Pemendekkan waktu
yang diperlukan untuk recoveryLatihan untuk meningkatkan kemampuan
otot pernapasana.Latihan untuk meningkatkan otot
pernapasanb.Endurance exercise8. Terapi PembedahanBertujuan untuk
:-Memperbaiki fungsi paru-Memperbaiki mekanik paru-Meningkatkan
toleransi terhadap eksaserbasi-Memperbaiki kualitas hidupOperasi
paru yang dapat dilakukan yaitu :1.Bulektomi2.Bedah reduksi volume
paru (BRVP) /lung volumereduction surgey(LVRS)3.Transplantasi
paru
Tabel 4.Algoritma PPOK
(Sumber : PDPI,2010)
IX. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah
:1.Gagal napas-Gagal napas kronik -Gagal napas akut pada gagal
napas kronik 2.Infeksi berulang3.Kor pulmonalGagal napas kronik
:-Hasil analisis gas darah PO2< 60 mmHg dan PCO2> 60 mmHg,
dan pH normal,penatalaksanaan :-Jaga keseimbangan PO2dan
PCO2-Bronkodilator adekuat-Terapi oksigen yang adekuat terutama
waktu latihan atau waktu tidur-Antioksidan-Latihan pernapasan
dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagalnapas
kronik, ditandai oleh :-Sesak napas dengan atau tanpa
sianosis-Sputum bertambah dan purulen-Demam-Kesadaran
menurun-Infeksi berulangPada pasien PPOK produksi sputum yang
berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan
terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik imunitas menjadi
lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.Kor
pulmonal :Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %,
dapat disertai gagal jantung kananX. Pencegahan1.Mencegah
terjadinya PPOK -Hindari asap rokok-Hindari polusi udara-Hindari
infeksi saluran napas berulang2.Mencegah perburukan PPOK -Berhenti
merokok-Gunakan obat-obatan adekuat-Mencegah eksaserbasi
berulang
DAFTAR PUSTAKA1. PDPI 2011. Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK.
Edisi Buku Lengkap, Juli 2011.2.Andika 2009. PPOK dan Nutrisi, PPOK
dan Antibiotik, PPOK Eksaserbasi Akut. Tersedia di:hhtp://
www.andikacp.wordpress.com/2009/07/26/PPOK-eksaserbasi-akut3.Anonim
2008. Konsensus PPOK. Tersedia di:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok
4.Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis,
Management,and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
USA, p. 16-19 Didapat dari
:http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp5.BMJ. ABC of COPD.2006.
[Cited] 17 Maret 2011. Didapat
dari:http://www.bmj.com/content/332/7552/1261.full6.Corwin EJ 2001.
Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, p. 437-8.7.Drummond MB,
Dasenbrook EC, Pitz MW, et all 2011.InhaledCorticosteroids in
Patients With Stable Chronic Obstructive PulmonaryDisease. Journal
of American Medical Association, p. 2408-2416.8.Riyanto BS, Hisyam
B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. BukuAjar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat PenerbitanDepartemen IPD FKUI, p.
984-5.9.Wedzicha JA, 2011. Beonchodilator therapy for COPD. New
EnglandJournal Medicine.
25