Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing atau gas yang berbahaya.15 Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemukan bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda.16Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi.17 Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mukus yang meningkat dan bermanifestasi sebagai batuk kronik. Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveoulus dan duktus alveolaris serta destruksi dinding alveolar. 1,2 Pada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mukus merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%. Studi prevalensi PPOK pada tahun 1987 di Inggris dari 2484 pria dan 3063 wanita yang berumur 18-64 tahun dengan nilai VEP1 berada 2 simpang baku di bawah VEP prediksi, dimana jumlahnya meningkat seiring usia, khususnya pada perokok. 1,6 Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelAng tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.
24

REFERAT PPOK

Dec 25, 2015

Download

Documents

Vin de Coco

referat ppok
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: REFERAT PPOK

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit atau

gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing atau gas yang berbahaya.15 Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemukan bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda.16Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi.17 Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mukus yang meningkat dan bermanifestasi sebagai batuk kronik. Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveoulus dan duktus alveolaris serta destruksi dinding alveolar.1,2

Pada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mukus merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%. Studi prevalensi PPOK pada tahun 1987 di Inggris dari 2484 pria dan 3063 wanita yang berumur 18-64 tahun dengan nilai VEP1 berada 2 simpang baku di bawah VEP prediksi, dimana jumlahnya meningkat seiring usia, khususnya pada perokok.1,6

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelAng tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.

BAB II

Page 2: REFERAT PPOK

ISI

1. DEFINISIPenyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang

dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya.1,2

Bronkhitis kronis merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

Emfisema merupakan suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.

2. EPIDEMIOLOGI.Pada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mukus

merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%. Studi prevalensi PPOK pada tahun 1987 di Inggris dari 2484 pria dan 3063 wanita yang berumur 18-64 tahun dengan nilai VEP1 berada 2 simpang baku di bawah VEP prediksi, dimana jumlahnya meningkat seiring usia, khususnya pada perokok.1,6

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.

3. FAKTOR RISIKOPPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai

dengan hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok dan membaik saat merokok di hentikan. Terdapat banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan komorbiditas.1,6

a. Genetik.PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai interaksi lingkungan genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling besar dan telah di teliti lama adalah defisiensi α1 antitripsin, yang merupakan protease serin inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi α1 antitripsin adalah emfisema paru yang dapat muncul baik pada perokok maupun bukan perokok,

Page 3: REFERAT PPOK

tetapi memang akan diperberat oleh paparan rokok. Bahkan pada beberapa studi genetika, dikaitkan bahwa patogenesis PPOK itu dengan gen yang terdapat pada kromosom 2q.1

b. Paparan Partikel Inhalasi.Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama

hidupnya. Tipe dari suatu partikel, termasuk ukuran dan komposisinya, dapat berkontribusi terhadap perbedaan dari besarnya risiko dan total dari risiko ini akan terintegrasi secara langsung terhadap pejanan inhalasi yang didapat. Dari berbagai macam pejanan inhalasi yang ada selama kehidupan, hanya asap rokok dan debu-debu pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab PPOK. Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan perokok aktif, bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain environmental smokers itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi tinggi juga. Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok. Bahkan yang lebih menarik adalah pengaruh rokok pada bayi jika ibunya perokok aktif atau bapaknya perokok aktif dan ibunya menjadi perokok pasif, selain didapati berat bayi lebih rendah, maka insidensi anak untuk menderita penyakit saluran pernafasan pada 3 tahun pertama menjadi meningkat.1,6

Shahab dkk melaporkan hal yang juga amat menarik bahwa ternyata mereka mendapatkan besarnya insidensi PPOK yang telah terlambat didiagnosis, memiliki kebiasaan merokok yang tinggi. PPOK yang berat berdasarkan derajat spirometri, didapatkan hanya sebesar 46,8% ( 95% CI 39,1-54,6) yang mengatakan bahwa mereka menderita penyakit saluran nafas, sisanya tidak mengetahui bahwa mereka menderita penyakit paru dan tetap merokok. Status merokok justru didapatkan pada penderita PPOK sedang dibandingkan dengan derajat keparahan yang lain. Begitu juga mengenai riwayat merokok yang ada, ternyata prevalensinya tetap lebih tinggi pada penderita PPOK yang sedang (7,1%, p<0,02).

Paparan lainya yang dianggap cukup mengganggu adalah debu-debu yang terkait dengan pekerjaan ( occupational dusts ) dan bahan-bahan kimia. Meskipun bahan-bahan ini tidak terlalu menjadi sorotan menjadi penyebab tingginya insidensi dan prevalensi PPOK, tetapi debu-debu organik dan inorganik berdasarkan analisa studi populasi NHANES III didapati hampir 10.000 orang dewasa berumur 30-75 tahun menderita PPOK terkait karena pekerjaan. American Thoracic Society (ATS) sendiri menyimpulkan 10-20% paparan pada pekerjaan memberikan gejala dan kerusakan yang bermakna pada PPOK.

Polusi udara dalam ruangan yang dapat berupa kayu-kayuan, kotoran hewan, sisa-sisa serangga, batubara, asap dari kompor juga akan menyebabkan peningkatan insidensi PPOK khususnya pada wanita. Selain itu, polusi udara diluar ruangan juga dapat menyebabkan progresifitas kearah PPOK menjadi tinggi seperti seperti emisi bahan bakar kendaraan bermotor. Kadar sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen ioksida (NO2) juga dapat memberikan sumbatan pada saluran nafas kecil (Bronkiolitis) yang semakin memberikan perburukan kepada fungsi paru1,6

c. Pertumbuhan dan perkembangan paru.Pertumbuhan dan perkembangan paru yang kemudian menyokong kepada

terjadinya PPOK pada masa berikutnya lebih mengarah kepada status nutrisi bayi bayi pada saat dalam kandungan, saat lahir, dan dalam masa pertumbuhannya.

Page 4: REFERAT PPOK

Dimana pada suatu studi yang besar didapatkan hubungan yang positif antara berat lahir dan VEP1 pada masa dewasanya.1

d. Stres Oksidatif.Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus dialami

oleh paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi yang cukup baik secara enzimatik maupun non enzimatik. Perubahan keseimbangan antara oksidan dan anti oksidan yang ada akan menyebabkan stres oksidasi pada paru-paru. Hal ini akan mengaktivasi respon inflamasi pada paru-paru. Ketidak seimbangan inilah yang kemudian memainkan peranan yang penting terhadap patogenesis PPOK.1

e. Jenis KelaminJenis kelamin sebenarnya belum menjadi faktor risiko yang jelas pada PPOK.

Pada beberapa waktu yang lalu memang tampak bahwa prevalensi PPOK lebih sering terjadi pada Pria di bandingkan pada wanita, tetapi penelitian dari beberapa negara maju menunjukkan bahwa ternyata saat ini insidensi antara pria dan wanita ternyata hampir sama, dan terdapat beberapa studi yang mengatakan bahwa ternyata wanita lebih rentan untuk dirusak oleh asap rokok dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan perubahan kebiasaan, dimana wanita lebih banyak yang merupakan perokok saat ini.2,4

f. InfeksiInfeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar

terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan dengan terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan peranan yang penting terhadap terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap infeksi virus juga dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti rhinovirus pada saluran nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan jelas sekali berperan pada terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK. Riwayat tuberkulosis juga dihubungkan dengan di temukannya obstruksi saluran nafas pada dewasa tua pada saat umur diatas 40 tahun. 1,7

g. Status sosioekonomi dan nutrisiMeskipun tidak terlalu jelas hubungannya, apakah paparan polutan baik

indoor maupun outdoor dan status nutrisi yang jelek serta faktor lain yang berhubungan dengan kejadian PPOK, tetapi semua faktor-faktor tersebut berhubungan erat dengan status sisioekonomi.

h. Komorbiditas.Asma memiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana didapatkan dari

suatu penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive Disease, bahwa orang dewasa dengan asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi risiko menderita PPOK.

4. PATOGENESIS Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil

bahkan unit respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat 2 kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.1,6

Page 5: REFERAT PPOK

Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.1,7

Gambar 1. Gambaran Epitel saluran nafas pada PPOK dan orang sehat.4

Pada emfisema paru yang dimulai dengan peningkatan jumlah alveolar dan septal dari alveolus yang rusak, dapat terbagi atas emfisema sentrisinar ( sentrilobular ), emfisema panasinar ( panlobular ) dan emfisema periasinar ( perilobular ) yang sering dibahas dan skar emfisema atau irreguler dan emfisema dengan bulla yang agak jarang dibahas. Pola kerusakan saluran nafas pada emfisema ini menyebabkan terjadinya pembesaran rongga udara pada permukaan saluran nafas yang kemudian menjadikan paru-paru menjadi terfiksasi pada saat proses inflasi.3

Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak seimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi α 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok.5

Page 6: REFERAT PPOK

Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B4, chemotactic factors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan growth related oncogene α, TNF α, IL-1ß dan TGFß. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofagserta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor κß sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada.

Hipersekresi mukus menyebabkan abtuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi : perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.

INFLAMASI PADA PPOK

Inflamasi Lokal dan SistemikBelakangan ini banyak bukti terhadap inflamasi sistemik pada PPOK peningkatan

kadar sitokin pro inflamasi dan protein fase akut tampak pada PPOK yang stabil, dimana sebelumnya memang sudah diketahui luas bahwa kedua faktor inflamasi itu terkait dengan eksaserbasi pada PPOK. Inflamasi ini kemudian akan mempengaruhi banyak sistem sehingga menelurkan pendapat bahwa PPOK sebagai penyakit multi komponen.Hambatan aliran udara pada saluran nafas, terkait dengan perubahan-perubahan seluler dan struktural pada PPOK ketika proses inflamasi tersebut meluas keparenkim dan arteri pulmonalis. Asap rokok diamati memang memancing reaksi inflamasi yang ditandai dengan infiltrasi limfosit T, neutropil dan makrofag pada dinding saluran nafas. Disamping itu terjadi juga pergeseran akan keseimbangan limfosit T CD4+/CD8+, dimana limfosit T sitotoksik (CD8+) akan menginfiltrasi saluran nafas sentral dan perifer. Neutrofil yang juga meningkat pada kelenjar bronkus pasien dengan PPOK memberikan peranan yang penting juga terhadap hipersekresi mukus, dimana hal ini kemudian memacu ekspresi gen IL-4 yang mengekspresikan sejumlah besar sel-sel inflamasi pada subepitel bronkus dan kelenjar submukosa penghasil sekret.

TNF α yang merupakan sitokin proinflamasi yang potensial akan berkoordinasi dan menyebabkan peningkatan sitokin-sitokin lainnya seperti IL-1 dan IL-6 yang kemudian akan menginduksi angiogenesis. Peningkatan sitokin-sitoin diatas selain berada didalam saluran nafas, juga beredar di sirkulasi sistemik. Peningkatan sitokin-sitokin proinflamasi pada saluran nafas sebagai petanda inflamasi lokal, juga akan memberikan gambaran pada peningkatan sel-sel inflamasi secara sistemik, termasuk didalamnya neutrofil dan limfosit pada gambaran darah tepi.5

Asal inflamasi sistemik pada PPOK sebenarnya tidaklah terlalu jelas dimengerti, tetapi terdapat beberapa jalur yang diperhitungkan dapat menjelaskan proses tersebut. Mekanisme pertama yang telah diketahui luas adalah salah satu faktor risiko yaitu asap rokok.

Page 7: REFERAT PPOK

Gambar 2. Mekanisme Inflamasi Pada PPOK.4

Selain menyebabkan inflamasi pada saluran nafas, asap rokok sendiri secara independen menyebabkan efek ekstra pulmoner seperti kejadian kardiovaskular dan inflamasi sistemik melalui stres oksidatif sistemik dan disfungsi endotel vaskular perifer dan menariknya kejadian ini juga akan dialami oleh perokok pasif meski hanya terpapar beberapa tahun. Mekanisme kedua yang bertolak belakang dari mekanisme pertama menyatakan bahwa respon inflamasi lokal ber diri sendiri, begitu juga inflamasi sistemik. Hal ini dibuktikan dari penelitian akan kadar TNFαR dan IL8 pada sputum yang ternyata meskipun tinggi pada sputum, ternyata tidak menunjukkan adanya inflamasi sistemik yang berat. Begitu juga pada orang sehat yang dipaparkan akan produk bakterial yang pro inflamasi, lipopolisakarida memang menunjukkan adanya proses inflamasi lokal berupa kenaikan temperatur tubuh, reaktifitas saluran nafas dan penurunan FEV1, hanya saja terjadi perbedaan

Page 8: REFERAT PPOK

dimana memang inflamasi sistemik tampak pada subjek yang mengalami demam, tetapi tidak pada subjek yang hanya mengalami gangguan saluran nafas tanpa demam.

Mekanisme ketiga yang diduga adalah hipoksia, dan ini merupakan masalah berulang pada PPOK, dimana hipoksia yang terjadi akibat penyempitan saluran nafas, akan mengaktivasi sistem TNF dan makrofag yang menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi pada sirkulasi perifer.

Gambar 3. Lingkaran terjadinya proses kerusakan pada PPOK

TNF Alpha pada PPOK.TNF Alpha atau sinonim lainnya Lymphotoxin B, Cachectin adalah sitokin inflamasi

pleotropik . Teori tentang respon anti tumoral dari sistim imun secara in vivo sudah di ketahui sejak 100 tahun yang lalu oleh seorang medis William B. Coley. Pada tahun 1968 Dr. Gale A Granger dari University of California melaporkan adanya faktor sitotoksik yang dihasilkan oleh lymphocyte dan diberi nama Lymphotoxin (LT). Sesudah itu pada tahun 1975 Dr. Lloyd J. Old dari Memorial Sloan-Kettering Cancer Center, New York , melaporkan faktor sitotoksik lainnya yang diproduksi oleh makrofag dan diberi nama Tumor Necrosis Factor (TNF).

Tumor Necrosis Factor (TNF)-α adalah sitokin pleotropik yang memiliki efek yang bermacam-macam, seperti growth promotion, growth inhibition, angiogenesis, cytotoxicity, inflammation, dan imunomodulation yang berimplikasi terhadap beberapa kondisi inflamasi. Sitokin ini tidak hanya diproduksi oleh aktivasi makrofag tetapi juga oleh sistim imun yang lainnya meliputi : lymphocytes, natural killer cells, mast cells dan jaringan stromal meliputi : endotelhelial cells, fibroblasts, microglial cells. TNF di sintesis oleh monomeric Type-2 transmembrane protein (tmTNF) berada didalam membran homotrimer dan membelah menjadi matrix metalloprotease TNF-α converting enzyme (TACE) dan untuk soluble circulating trimer (solTNF). Dimana keduanya tmTNF dan solTNF merupakan bentuk biologi yang aktif. Keseimbangan antara tmTNF dan solTNF menberikan signal yang dapat mempengaruhi tipe dari sel, aktivasi dari sel, dan menstimulus produksi dari TNF, aktifitas TACE, dan ekspresi dari endogenous TACE inhibitors merupakan petunjuk efek dari penyimpangan TNF mediated pada kelangsungan hidup sel.

Alveolar macrophages memainkan peranan yang penting sebagai imunitas bawaan dan didapat., yang berperan sebagai pertahanan patogen terhadap paru-paru, pembersih dari partikel-partikel inhalasi dan respon inflamasi. Alveolar macrophages memiliki tempat yang unik di dalam tubuh, karena mereka berlokasi diantara penghubung yaitu udara dan jaringan paru-paru, dan bertindak sebagai pertahan pertama terhadap pertikel-partikel inhalasi yang berasal dari udara. Normalnya alveolar macrophages berjumlah kurang lebih 95% dari leukosit airspace , serta 1 sampai 4% limphosit dan hanya 1% neutophil, ini adalah alasannya

Page 9: REFERAT PPOK

bahwa alveolar macrophages berhubungan dengan sel phagositosis dari sistem imun bawaan pada paru-paru. Sel ini memegang peranan sebagai poros dari proses inflamasi pada PPOK. Alveolar macrophages mengalami kenaikan (5-10 kali) pada saluran nafas, parenkim paru, Broncho Alveolar Lavage (BAL) dan sputum pada penderita PPOK yang merokok dan peningkatan jumlah makrophag ini juga berhubungan dengan tingkat keparahan dari PPOK.

Paparan asap rokok memang merupakan penyebab tersering dari PPOK, di mana sebagai akibat dari asap rokok ini akan mengaktivasi makrofag untuk melepaskan beberapa mediator inflamasi, salah satunya adalah TNFα. TNFα di percaya memerankan peranan yang sangat penting terhadap patofisiologi dari PPOK. TNFα di perlihatkan pada binatang percobaan yang dapat menginduksi perubahan patologi pada PPOK, termasuk infiltrasi sel inflamasi pada paru-paru, fibrosis paru dan emphisema. Secara In vivo peninggian kadar TNFα juga dapat di jumpai pada darah perifer, biopsi bronkhial, induksi sputum dan BAL dari pasien-pasien PPOK stabil yang dibandingkan dengan kontrol.

5. DIAGNOSISPenderita yang datang dengan keluhan klinis dispneu, batuk kronik atau

produksi sputum dengan atau tanpa riwayat paparan faktor risiko PPOK sebaiknya dipikirkan sebagai PPOK. Diagnosis PPOK di pastikan melalui pemeriksaan spirometri paksa bronkhodilator. Perasaan rasa sesak nafas dan dada terasa menyempit merupakan gejala non spesifik yang dapat bervariasi seiring waktu yang dapat muncul pada seluruh derajat keparahan PPOK.

Pemeriksaan fisik memainkan peranan penting untuk diagnosis PPOK. Tanda fisik hambatan aliran udara biasanya tidak muncul hingga terdapat kerusakan yang bermakna dari fungsi paru muncul, dan deteksi memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Pada inspeksi dapat di temukan sentral sianosis, bentuk dada “barel-shaped”, takhipneu, edema tungkai bawah sebagai tanda kegagalan jantung kanan. Perkusi dan palpasi jarang membantu diagnosis PPOK kecuali tanda-tanda hiperinflasi yang akan mengaburkan batas jantung dan menurunkan batas paru-hati. Auskultasi sering memberikan kelemahan saluran nafas, dapat dengan disertai adanya mengi.

Uji faal paru dengan spirometri merupakan suatu hal yang wajib di lakukan pada penderita yang memang sudah di curigai PPOK untuk lebih memastikan diagnosa yang ada sekaligus memantau progresifitas penyakit. Perangkat ini merupakan alat bantu diagnosis yang paling objektif, terstandarisasi dan most reproducible akan adanya hambatan aliran nafas. Spirometri akan menilai Kapasitas Vital Paksa (KVP) Paru dan Volume Ekspirasi Paksa 1 detik (VEP1) yang didasarkan pada umur, tinggi badan, jenis kelamin dan ras. Diagnosa PPOK ditegakkan bila didapati nilai paksa paska bronkodilatornya VEP1/KVP < 0,70 dan VEP1 < 80% prediksi, dan berdasarkan penilaian VEP1 tadi, dapat dinilai derajat keparahan dari PPOK.

Gambaran foto dada yang abnormal jarang tampak pada PPOK, kecuali adanya bulosa pada paru. Perubahan radiologis yang mungkin adalah adanya tanda hiperinflasi (pendataran diafragma dan peningkatan volume udara pada rongga retrosternal), hiperlusensi paru dan peningkatan corak vaskuler paru. Selain itu radiologis membantu dalam melihat komorbiditas seperti gambaran gagal jantung. Untuk kepentingan operatif, CT Scan paru juga memegang peranan penting.

Page 10: REFERAT PPOK

Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :

1. AnamnesisAnamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.

2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :a. Pernapasan pursed lipsb. Takipneac. Dada emfisematous atu barrel chestd. Tampilan fisik pink puffer atau blue bloatere. Pelebaran sela igaf. Hipertropi otot bantu nafasg. Bunyi nafas vesikuler melemahh. Ekspirasi memanjangi. Ronki kering atau wheezingj. Bunyi jantung jauh

3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:a. Hiperinflasib. Hiperlusenc. Diafragma mendatard. Corakan bronkovaskuler meningkate. Bullaf. Jantung pendulum

4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :a. VEP1 < KVP < 70%b. Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska

bronkodilator < 80% prediksi

6. DIAGNOSIS BANDING

COPD didiagnosa banding dengan :

- Asma Bronkial- Gagal jantung kongestif- Bronkiektasis- Tuberkulosis

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Tes fungsi paru- Pemeriksaan analisis gas darah

o PaO2 < 8,0 kPa (60 mmHg) dan atau SaO2 < 90 % dengan atau tanpa PaCO2 > 6,7 kPa ( 50 mmHg),saat bernapas dalam udara ruangan,mengindikasikan adanya gagal nafas

o PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg),PaCO2 > 9,3 kPa (70 mmHg) dan Ph < 7,30,memberi kesan episode yang mengancam jiwa dan perlu dilakukan monitor ketat serta penanganan intensif.

Page 11: REFERAT PPOK

- Foto toraksFoto Thorax (CXR/chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi paru, diafragma

datar, bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan peningkatan ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto thorax dapat normal pada stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang sensitive untuk diagnosis PPOK. Perubahan emfisematosa lebih mudah terlihat pada CT-Scan thorax namun pemeriksaan ini tidak cost-effective atau modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOK.

- Elektrokardiografi (EKG)Pemeriksaan EKG dapat membantu penegakkan diagnosis hipertrofi ventrikel kanan,aritmia,dan iskemia.

8. PENATALAKSANAAN

Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :

- Mencegah progesifitas penyakit- Mengurangi gejala- Meningkatkan toleransi latihan- Mencegah dan mengobati komplikasi- Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang- Mencegah atau meminimalkan efek samping obat- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru- Meningkatkan kualitas hidup penderita- Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama tatalaksana COPD.Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu :

1. Evaluasi dan monitor penyakitPPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit :

- Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan- Riwayat timbulnya gejala atau penyakit- Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru- Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik lainnya- Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakit-penyakit yang

menyebabkan keterbattasan aktifitas- Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK- Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas, kehilangan waktu

kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas- Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok- Dukungan dari keluarga2. Menurunkan faktor resiko- Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi

resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit.- Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok – 5 A :

-Ask (Tanyakan)

Page 12: REFERAT PPOK

Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan

-Advise (Nasehati)

Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok

-Assess (Nilai)

Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok

-Assist (Bantu)

Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi

-Arrange (Atur)

Jadwal kontak lebih lanjut

Tatalaksana PPOK stabiL:

1. Terapi Farmakologiso Bronkodilator

Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten) 3 golongan :

Page 13: REFERAT PPOK

Agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol

Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2 dan steroid

belum memuaskan

Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi

o Steroid PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV) Eksaserbasi akut

o Obat-obat tambahan lain : Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol

iodida Antioksidan : N-Asetil-sistein Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin Antitusif : tidak rutin Vaksinasi : influenza, pneumokokus

2. Terapi Non-Farmakologis o Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi

psikososialo Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD= 1o PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau -tanpa hiperkapniao PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer

karena gagal jantung, polisitemiao Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau  secara

ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

o Nutrisio Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungís paru atau gerakan

mekanik paru)

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK

DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN

Page 14: REFERAT PPOK

Semua derajat

Hindari faktor pencetus

Vaksinasi influenza

Derajat I (PPOK Ringan)

VEP1 / KVP < 70 %VEP1 80% Prediksi

a. Bronkodilator kerja singkat (SABA, antikolinergik kerja pendek) bila perlu

b. Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

Derajat II(PPOK sedang)

VEP1 / KVP < 70 %50% VEP1 80% Prediksi dengan atau tanpa gejala

1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. Rehabilitasi

Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif

Derajat III(PPOK Berat)

VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 50% prediksiDengan atau tanpa gejala

1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. Rehabilitasi

Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif atau eksaserbasi berulang

Derajat IV(PPOK sangat berat)

VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi atau gagal nafas atau gagal jantung kanan

1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Pengobatan komplikasi

d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang

1. Rehabilitasi

2. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas

pertimbangkan terapi bedah

Page 15: REFERAT PPOK

Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

o Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

o Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)

o Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

Indikasi rawat inap :

o Eksaserbasi sedang dan berato Terdapat komplikasi

o Infeksi saluran napas berat

o Gagal napas akut pada gagal napas kronik

o Gagal jantung kanan

Indikasi rawat ICU :

Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.

Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

Penatalaksanaan Menurut Derajat PPOK

Derajat Rekomendasi Pengobatan

Page 16: REFERAT PPOK

Derajat I a. Bronkodilator kerja singkat (SABA,Antikolinergik kerja singkat) bila perlu.

b. Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan.

Derajat II 1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator :a. Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan.b. LABAc. Simtomatik

2. Rehabilitasi Derajat III 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator :

a. Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaanb. LABAc. Simtomatikd. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respon klinis atau

eksaserbasi berulang.2. Rehabilitasi

Derajat IV 1. pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator :a. anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaanb. LABAc. Pengobatan pada komplikasid. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respon klinis atau

eksaserbasi berulang2. Rehabilitasi3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas

9. PROGNOSIS

Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.

10. KOMPLIKASI

Gagal nafas, kor pulmonal, septikemia

Page 17: REFERAT PPOK

BAB III

PENUTUP

PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.

Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK sedang), derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).

Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri.

Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan PPOK. PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada penderita PPOK berupa 3P yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2. Peningkatan produksi dahak/phlegm 3. Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor pulmonal. Prognosa PPOK tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.

Page 18: REFERAT PPOK

DAFTAR PUSTAKA