Page 1
MODUL ORGAN MENTAL-EMOSIONAL
“Seorang wanita yang tiba-tiba berteriak-teriak dan mengamuk”
KELOMPOK VI
030.09.154 Michelle Jansye
030.09.155 M. Rifki Maulana
030.09.156 M. Fachri Ibrahim
030.09.157 Monica Raharjo
030.09.158 Muhamad Rosaldy
030.09.216 Runy Dyaksari
030.09.217 Ruri Eka Putri
030.09.218 Ruti Devi Permatasari
030.09.219 S Ratriazqi Rachmayanti
030.09.221 Salzabila
030.09.267 Widya Rahayu Arini Putri
030.09.268 Winda Indriati
030.09.269 Winda Setyowulan
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
Jakarta, 21 May 2012
1
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
Salam sejahtera kami ucapkan pada semua dosen dan terima kasih atas bimbingan yang
telah diberikan untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti yang mengikuti
modul mental-emosional.
Pada tanggal 11 May 2012 telah dilakukan diskusi kelompok 6, kasus 4 sesi 1 yang
berlangsung selama 2 jam. Perwakilan mahasiswa yang menjadi ketua adalah Monica raharjo
dan yang menjadi sekretaris Widya rahayu. Perilaku peserta diskusi aktif, kontributif, dan ikut
berperan serta dalam jalannya diskusi. Topik diskusi kasus 4 ini ialah Ny.S yang mempunyai
masalah berupa pasien yang di bawa oleh keluarganya dengan keluhan tiba-tiba berteriak-teriak,
mengamuk dan hendak memukul suaminya dengan linggis. Hal-hal yang dibahas selama diskusi
ialah analisis masalah, anamnesis yang diperlukan, hipotesis yang mungkin pada pasien ini,
pemeriksaan fisik, serta rencana pemeriksaan penunjang. Tutor kami ialah Dr. Merry. Beliau
membimbing kami dengan baik sehingga kami bisa mengadakan diskusi yang terarah.
Pada tanggal 15 May 2012 telah dilakukan diskusi kelompok 6, kasus 4 sesi 2, yang
berlangsung selama 2 jam. Perwakilan mahasiswa yang menjadi ketua adalah Muhamad Rosaldy
dan yang menjadi sekretaris Winda Indriati. Perilaku peserta diskusi aktif, kontributif, dan ikut
berperan serta dalam jalannya diskusi. Hal-hal yang dibahas selama diskusi meliputi
pemeriksaan penunjang, diagnosis multiaksial, patofisiologi dari penyakit yang dialami oleh
pasien ini serta penatalaksanaan. Saat itu yang menjadi tutor adalah Dr. Tony. Beliau
membimbing kami dalam diskusi sehingga kami bisa menentukan diagnosis multiaksial dan
penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini.
2
Page 3
BAB II
SKENARIO KASUS
2.1-Skenario 1
Ny.S.27 tahun, dibawa ke UGD RS TRISAKTI oleh keluarganya dengan keluhan tiba-tiba
berteriak-teriak, mengamuk dan hendak memukul suaminya dengan linggis.
2.2-Skenario 2
Ketika ditanya apa sebabnya, ia mengatakan ada suara bisikan yang menyuruh pasien untuk
memukul suaminya. Pasien mengatakan suaminya berselingkuh dengan perempuan lain serta
hendak mencelakakannya. Penampilan pasien agak lusuh, dadanannya kurang rapi dan kurus.
Kedua tangannya tremor, jalannya pelan dan agak kaku, wajahnya tidak berekspresi tampak
seperti topeng.
2.3-Skenario 3
Kejadian seperti diatas pernah dialami pasien sejak tiga tahun terakhir walaupun hanya kadang-
kadang saja. Sebelumnya mengamuk, biasanya pasien sering menyendiri dalam kamar,
melamun, kadang kadang tertawa sendiri dan bicaranya kacau. Pasien pernah berobat ke dokter
puskemas sejak 2 tahun yang lalu dan diberi dua macam obat tapi obat tersebut tidak diminum
secara teratur. Karena tidak dapat dipertahankan dirumah, pasien dibawa ke RS TRISAKTI.
2.4-Skenario 4
Perkembangan Ny.S> pada masa kanak dan remaja tidak ada kelainan fisik yang berarti, pasien
mempunyai perawakan yang kurus, jarang bergaul, mudah tersinggung, temannya yang akrab
hanya satu atau dua orang saja. Pasien menikah pada usia 23 tahun, punya dua orang anak laki-
laki yang berusia 3 dan 1 tahun dan pasien jarang mengurus anaknya sendiri.
2.5-Skenario 5
1. Pemeriksaan status mental:
- Terdapat waham curiga, waham kejar, waham kebesaran
- Halusinasi auditorik
- Asosiasi longgar
- Afek tumpul dan tidak serasi
- Perilaku gaduh gelisah
3
Page 4
2. Pemeriksaan diagnostik lanjut:
Pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal
Pemeriksaan neurologik : tidak didapatkan tanda rangsang meningeal
- Nervus cranialis : dalam batas normal
- Susunan saraf motorik : tampak resting tremor, bradikenisea, cogwheel fenomen
+/+, Mask face
- Susunan saraf sensorik : dalam batas normal
- Susuanan saraf otonom: dalam batas normal
- Reflek fisiologis :+/+
- Reflek patologis : -/-
Laboratorium darah dan urin : tidak ada kelainan
2.6 -- Kesimpulan Kasus
Ny.S berumur 27 tahun dibawa ke RS Trisakti karena hendak memukul suaminya dengan
linggis, sebelum Ny.S hendak memukul suaminya. Ny.S hendak memukul suaminya karena
Ny.S merasa ada yang menyuruh untuk memukul suaminya, dan Ny.S berkata bahwa suaminya
selingkuh dan hendak akan mencelakainya. Penampilan pasien ketika dibawa ke RS agak lusuh,
dadanannya kurang rapi dan kurus. Kedua tangannya tremor, jalannya pelan dan agak kaku,
wajahnya tidak berekspresi tampak seperti topeng. Riwayat masa lalu Ny.S, Kejadian seperti
diatas pernah dialami pasien sejak tiga tahun terakhir walaupun hanya kadang-kadang saja.
Sebelumnya mengamuk, biasanya pasien sering menyendiri dalam kamar, melamun, kadang
kadang tertawa sendiri dan bicaranya kacau. Pasien pernah berobat ke dokter puskemas sejak 2
tahun yang lalu dan diberi dua macam obat tapi obat tersebut tidak diminum secara teratur.
Perkembangan Ny.S> pada masa kanak dan remaja tidak ada kelainan fisik yang berarti, pasien
mempunyai perawakan yang kurus, jarang bergaul, mudah tersinggung, temannya yang akrab
hanya satu atau dua orang saja. Pasien menikah pada usia 23 tahun, punya dua orang anak laki-
laki yang berusia 3 dan 1 tahun dan pasien jarang mengurus anaknya sendiri.
4
Page 5
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
3.1 – IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Agama : -
Suku bangsa : -
Status pernikahan : menikah
3.2 – MASALAH
Masalah yang dialami Ny.S adalah sebagai berikut:
1. Pasien diantar oleh keluarganya ke UGD
2. Pasien tiba-tiba berteriak-teriak, mengamuk, dan hendak memukul suaminya dengan
linggis
Masalah Pengkajian Masalah
Pasien diantar oleh keluarganya ke UGD Masalah ini menyangkut keadaan kedaruratan yang
membutuhkan penanganan segera, termasuk
observasi eksploratif dan diagnosis tepat dan
rasional. Kemungkinan pasien diantar ke UGD
adalah perilakunya membahayakan, dan tidak dapat
ditangani oleh keluarga saat itu juga. Kemungkinan
yang lain, kelainannya berulang sehingga keluarga
mencari jalan terbaik, yaitu dengan penanganan
medis.
Pasien tiba-tiba berteriak, mengamuk, dan hendak
memukul suaminya dengan linggis.
Tampak adanya perilaku agresi pada pasien ini yang
potensial membahayakan orang lain disekitarnya.
5
Page 6
Perilaku agresi ini datang tiba-tiba, sehingga perlu
dicari faktor-faktor yang dapat memicu agresivitas,
misalnya masalah sosial (ada hal eksternal yang
memacu kemarahan), penyakit organic (misalnya
yang berhubungan dengan kelainan hormonal
terkait emosi/afek), dibawah pengaruh zat adiktif
atau alcohol/intoksikasi zat,; seperti amfetamin,
alcohol, dan lain-lain; gangguan psikotik (seperti
skizofrenia, dimana pasien predominan mengalami
delusi dan halusinasi tertentu yang memacu
agresivitas-nya, yang juga dicirikan sebagai afek
yang tidak wajar), serta kelainan kejiwaan terkait
budaya, seperti amok (perlu digali kegiatan apa saja
sebelum perilaku pasien tersebut mulai).
3.3 – HIPOTESIS
Berdasarkan data awal yang kami dapat berupa keluhan utama , keluhan tambahan , serta sedikit
keterangan dari suami yang mengantar pasien maka kelompok kami mengajukan beberapa
hipotesis ,antara lain sebagai berikut :
1. Hipertiroid
Dasar : pasien berteriak-teriak tiba-tiba, mengamuk dan hendak memukul suaminya
dengan linggis.
Pedoman diagnostik :
Ansietas , mudah tersinggung
Palpitasi
Penurunan berat badan
Tidak tahan panas
Berkeringat lebih banyak
Struma
Gangguan menstruasi
6
Page 7
Diare
Tremor halus
Eksophtalmus
Miksedeme pretibia 1
2. Amok
Dasar : pasien berteriak-teriak tiba-tiba, mengamuk dan hendak memukul suaminya
dengan linggis.
Pedoman diagnostik :
Timbul mendadak atau biasanya didahului dengan tindakan ritualistik atau
meditasi.
Kesadaran berkabut atau menurun tanpa disertai epilepsi.
Berperilaku agresif , ingin membunuh , atau melakukan kekerasan yang ditujukan
pada orang atau objek lain yang berada disekitarnya.
Biasanya akan tenang dan kesadaran pulih kembali.
Berakhir karena dibuat tidak berdaya, melukai diri atau kehabisan tenaga.2
3. Skizofrenia Paranoid
Dasar :
Pada hasil autoanamnesis , pasien mengatakan bahwa ada suara bisikan yang
menyuruh pasien memukul suaminya . Pasien mengatakan suaminya
berselingkuh dan ingin mencelakakannya . (halusinasi auditorik)
Penampilan pasien agak lusuh , dandanannya kurang rapi dan kurus. (abulia)
Pernah dialami sejak tiga tahun terakhir . (>6 bulan)
Sebelum mengamuk , pasien sering menyendiri dalam kamar, melamun , kadang-
kadang tertawa sendiri dan bicaranya kacau.(halusinasi auditorik , asosiasi
longgar)
Pasien jarang bergaul, mudah tersinggung , teman yang akrab hanya 1 atau 2
orang saja.
Pasien jarang mengurus anaknya sendiri.
7
Page 8
Pada pemeriksaan status mental terdapat waham curiga, waham kejar, waham
kebesaran , halusinasi auditorik, asosiasi longgar , afek tumpul dan tidak serasi
serta perilaku gaduh gelisah.
Dari rincian diatas , bisa disimpulkan bahwa pasien memiliki gejala positif dan gejala
negatif serta keterangan lain yang terdapat pada pasien skizofrenia. Kami mengambil
tipe skizofrenia paranoid dikarenakan pada pasien ini , gejala yang lebih menonjol
adalah halusinasi / wahamnya.
Pedoman diagnostik (PPDGJ III) :
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Sebagai tambahan :
- halusinasi dan/atau waham harus menonjol ;
a) suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah ,atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing) ;
b) halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
c) waham dapat berupa hampir setiap jenis , tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau ”passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas.
- gangguan afektif , dorongan kehendak dan pembicaraannya, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.3
4. Parkinsonisme Yang Dicetuskan Neuroleptik
Dasar :
Kedua tangannya tremor , jalannya pelan dan agak kaku , wajahnya tampak
seperti topeng.
Pasien pernah berobat ke dokter puskesmas sejak 2 tahun yang lalu dan diberi dua
macam obat, tapi tidak diminum secara teratur.
8
Page 9
Pada pemeriksaan neurologik, susunan saraf motorik didapatkan resting tremor ,
bradikinesia , cogwheel fenomen +/+ , mask face.
Pedoman diagnostik :
Trias : tremor saat beristirahat , rigiditas , dan bradikinesia
Tremor yang khas bergetar dengan laju tetap 3-6 siklus perdetik dan dapat ditekan
oleh gerakan yang sengaja.
Sindrom bradikinesia dapat mencakup tampilan wajah orang mirip topeng,
menurunnya gerakan ketika pasien berjalan dan kesulitan memulai gerakan.
Rabbit syndrome adalah tremor yang mengenai lidah , bibir dan otot-oto perioral.
Gambaran lain : berpikir lambat,perburukan gejala negatif, ludah berlebihan,
berliur, jalan diseret, mikrografia, seborea dan disforia.2
3.4 – ANAMNESIS
Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan pasien mengalami gejala tersebut?
Sebelum timbul gejala, apakah ada faktor pencetus?
Jika pernah terjadi gejala tersebut, biasanya terjadi pada saat sedang melakukan kegiatan
apa? – untuk mencari etiologi
Apakah gejala pasien muncul selain di depan suaminya? – untuk mencari faktor pencetus
Adakah yang meringankan gejala pasien?
Apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan terlarang atau zat tertentu?
Jika pasien bekerja, apakah pasien mengalami stres di tempat kerja akhir-akhir ini?
Riwayat psikiatrik lampau
Apakah pasien pernah berobat atau dirawat sebelumnya?
Obat apa yang diterima pasien? Berapa dosisnya? Sudah berapa lama pasien menjalani
pengobatan?
Apakah pasien meminumnya dengan teratur? Jika tidak, mengapa pasien tidak teratur
meminumnya?
Apakah ada hal buruk yang terjadi sebelum munculnya gejala?
Riwayat medik lampau
9
Page 10
Apakah pasien menderita penyakit otak atau metabolik? – merupakan salah satu
penyebab adanya skizofrenia katatonik
Riwayat perkembangan sosial
Bagaimana pola asuh orang tua pasien?
Bagaimana hubungan pasien dengan kedua orangtuanya?
Apakah pasien bekerja?
Apa hobi pasien?
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya?
Apakah ada perubahan perilaku yang signifikan sebelum dan sesudah mempunyai anak?
Bagaimana siklus mensruasi pasien?
Riwayat keluarga
Apakah di keluarga pasien ada yang mengalami gejala yang sama?
Apakah di keluarga pasien ada yang menderita sakit jiwa?
Bagaimana hubungan pasien dengan suaminya?
Untuk suami pasien, ditanyakan apakah dirinya selingkuh dari pasien?
3.5 – STATUS MENTAL
Pemeriksaan Status Mental
Deskripsi umum :
Penampilan :
Agak lusuh, dandanannya kurang rapi dan kurus.
Penampilan pasien yang cenderung berantakan atau kurang terurus ini
menunjukkan salah satu tanda pasien skizofrenia.
Kesadaran biologis :
Kesadaran biologis tidak terganggu karena tidak terdapat gangguan pada
pemeriksaan neurologi.
Kesadaran psikologis :
Kesadaran psikologis pasien ini terganggu karena terdapat halusinasi dan juga
waham.
Perilaku
10
Page 11
Perilaku gaduh gelisah
Mood dan afek : afek tumpul dan tidak serasi.
Afek merupakan ekspresi emosi yang teramati, mungkin tidak sesuai dengan deskripsi
pasien tentang emosinya. Pada pasien ini terdapat afek yang tumpul dan tidak serasi
berarti terdapat penurunan berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan ke luar
dan ketidakharmonisan antara irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran, atau
pembicaraan yang menyertainya..
Gangguan persepsi : terdapat halusinasi auditorik.
Halusinasi adalah persepsi sensorik palsu yang tidak dikaitkan dengan stimulus eksternal
yang nyata; mungkin terdapat interpretasi berupa waham atas pengalaman halusinasi
tersebut namun mungkin pula tidak.
Pada pasien ini yang terjadi adalah halusinasi auditorik 2nd order dimana pasien
mendengar suara-suara yang berbicara menyuruh pasien untuk memukul suaminya.
Proses pikir : -
Isi pikir : terdapat waham curiga, waham kejar, dan waham kebesaran.
Waham sendiri adalah suatu kepercayaan yang salah, didasarkan pada kesimpulan yang
salah tentang realitas eksterna, tidak konsisten dengan latar belakang inteligensi, dan
budaya pasien; tidak dapat dikoreksi dengan penalaran.
Waham curiga adalah suatu kecurigaan yang berlebih sehingga curiga itu patologis sesuai
dengan pernyataan pasien bahwa suaminya berslingkuh dengan perempuan lain.
Waham kejar adalah adalah suatu waham dimana seseorang yakin bahwa dia sedang
dikejar, diserang, atau bahkan akan diserang oleh orang lain. Waham sesuai dengan
pernyataan pasien bahwa seseorang hendak mencelakainya.
Waham kebesaran adalah suatu keyakinan pasien bahwa dirinya merupakan orang yang
penting, berpengaruh, berilmu atau juga memiliki hubungan khusus dengan orang yang
terkenal.
Fungsi intelektual : -
Daya nilai realita : -
Tilikan : -
Taraf dapat dipercaya : -
11
Page 12
3.6 – INTERPRETASI HASIL ANAMNESIS
Pada anamnesis didapatkan keterangan sebagai berikut:
1. Pasien datang diantar keluarganya karena tiba-tiba berteriak-teriak, mengamuk,
dan hendak memukul suaminya dengan linggis.
Tindakan pasien yang tiba-tiba berteriak-teriak serta mengamuk menunjukkan terdapat
gangguan mental yang onsetnya akut. Selain itu tindakan hendak memukul suaminya
dengan linggis menandakan gangguan yang dialami pasien berpotensi menimbulkan
bahaya atau cedera pada orang lain. Kemungkinan apa yang dialami pasien merupakan
suatu kegawatdaruratan psikiatri.
2. Pasien mengaku alasan ia hendak memukul suaminya karena ada suara bisikan
yang menyuruhnya.
Kemungkinan suara bisikan yang menyuruh pasien untuk memukul suaminya adalah
suatu bentuk halusinasi auditorik.
3. Pasien mengatakan suaminya berselingkuh serta hendak mencelakakannya.
Hal ini harus dipastikan dengan melakukan wawancara dengan suami pasien. Seandainya
hal tersebut tidak benar dan hanya perasaan pasien saja perlu ditanyakan kepada pasien
dari mana ia mengetahui atau memiliki pikiran seperti itu. Hal ini juga dapat
menimbulkan interpretasi kemungkinan adanya waham paranoid pada pasien.
4. Pasien sering menyendiri, melamun, tertawa sendiri, dan bicaranya kacau.
Gejala yang ditunjukkan pasien mencakup gejala negatif dan gejala positif. Gejala negatif
yang ada adalah sering menyendiri dan melamun sedangkan gejala positifnya adalah
tertawa sendiri. Bicara yang kacau pada pasien menandakan adanya asosiasi yang
longgar.
5. Kejadian ini dialami sejak tiga tahun terakhir dengan frekuensi kadang-kadang
saja. Sudah pernah berobat tetapi tidak diminum secara teratur.
Kami mendapatkan keterangan bahwa hal seperti ini bukanlah kejadian yang pertama,
melainkan sudah yang kesekian kalinya. Kemungkinan pasien mengalami kekambuhan
atau episode relaps akibat pengobatan yang tidak teratur.
6. Perkembangan masa kanak dan remaja.
12
Page 13
Informasi yang didapat mengenai kepribadian pasien adalah pasien jarang bergaul,
mudah tersinggung, dan hanya memiliki teman akrab satu atau dua orang saja. Pasien
jarang mengurus anaknya sendiri yang berusia 3 dan 1 tahun. Berdasarkan data yang
didapat kemungkinan terdapat gangguan kepribadian pada pasien. Gangguan kepribadian
yang terpenuhi dengan kondisi pasien di atas adalah Gangguan Kepribadian Dissosial. 3
3.7 – INTERPRETASI PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Hasil Interpretasi
Pemeriksaan fisik umum Dalam batas normal Pada pasien tidak ditemukan
kelainan organik yang dapat
mendasari terjadinya gejala pada
pasien seperti infeksi atau trauma.
Pemeriksaan neurologis Tidak didapatkan rangsang
meningeal
Gejala yang timbul pada pasien
bukan merupakan manifestasi dari
penyakit infeksi seperti meningitis
Nervus Cranialis: dalam batas
normal
Tidak ada kelainan organik pada
sistem saraf pasien
Sistem saraf motorik:
- Resting tremor
(disebut juga tremor
Parkinsonian)
- Bradikinesia
Resting tremor merupakan tremor
yang diamati pada bagian tubuh
yang tidak aktif dan benar-benar
didukung melawan gravitasi.
Tremor ini dapat dilihat pada
bagian tangan sebagai gerakan
aneh yang disebut “pill rolling”.
Tremor ini paling sering dilihat
sebagai manifestasi dari sindrom
parkinson4
Bradikinesia berarti lambatnya
gerakan dan merupakan salah satu
13
Page 14
- Cogwheel phenomenon
- Mask face
manifestasi kardinal penyakit
Parkinson. Kelemahan, tremor dan
kekakuan dapat berkontribusi
tetapi tidak sepenuhnya
menjelaskan bradykinesia.
Bradykinesia merupakan hasil dari
kegagalan output basal ganglia
untuk memperkuat mekanisme
kortikal yang mempersiapkan dan
melaksanakan perintah untuk
bergerak5.
Cogwheel phenomenon
merupakan suatu kekakuan dimana
otot-otot merespon dengan
gerakan melingkar seperti roda
untuk penggunaan kekuatan dalam
menekuk anggota badan, seperti
yang terjadi pada penyakit
Parkinson6.
Mask face merupakan suatu
keadaan dimana otot-otot di wajah
tidak mampu lagi bekerja dengan
baik sehingga sulit untuk
mengekspresikan emosi. Hal
tersebut terjadi pada
parkinsonisme dan penyakit
Parkinson. 7
Sistem saraf sensorik: dalam
batas normal
Normal
14
Page 15
Sistem saraf otonom: dalam
batas normal
Normal
Reflex fisiologis (+) Normal
Reflex patologis (-) Normal
Laboratorium darah dan
urin
normal Hasil yang normal tersebut dapat
menyingkirkan hipotesis
penggunaan zat yang dapat
menimbulkan gejala pada pasien
3.9 – DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Kami menggunakanpedoman diagnosis dari PPDGJ-III
1. Aksis I :
Skizofrenia Paranoid Remisi tak Sempurna F20.04
- Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, yaitu:
a. Adanya halusinasi auditorik Pasien mendengar ada suara bisikan yang
menyuruh pasien memukul suaminya.
b. Adanya waham curiga, wahamkejar, dan waham kebesaran di hasil
pemeriksaan status mental pasien
c. Asosiasi longgar, yaitu antara satu kalimat dan kalimat lain terdapat hubungan
yang longgar (hubungannya tidak erat) diketahui dari bicara pasien yang
kacau
d. Gejala negative seperti bicara yang jarang (pasien sering melamun), respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar (status mental pasien
menunjukkan afektumpul dan tidak serasi, pasien kadang-kadang tertawa
sendiri), yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial (pasien
sering menyendiri dalam kamar), dan kurangnya perawatan diri (penampilan
pasien agak lusuh, dan danannya kurang rapi dan kurus)
e. Gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun waktu lebih dari
sebulan hal tersebut dialami pasien sejak tiga tahun terakhir
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
15
Page 16
Adanya suara halusinasi yang memberi perintah untuk memukul suaminya sendiri,
dan waham bahwa suaminya berselingkuh dengan perempuan lain merupakan hal
yang menonjol pada pasien. Karena adanya halusinasi dan waham tersebut, pasien
dibawa ke UGD karena akan mencelakai suaminya sendiri.
- Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke dokter dan diberi obat tetapi tidak
diminum secara teratur sehingga gejala skizofrenia tetap muncul.
Parkinsonisme sekunder akibat neuroleptika G21.1
Gejala parkinsonisme pada pasien seperti resting tremor, bradikinesia, cogwheel
fenomen, wajah tampak seperti topeng (mask face) diakibatkan karena obat yang pernah
diberi dokter sebelumnya dan kemungkinan besar obat tersebut adalah neuroleptika.
2. Aksis II : Gangguan Kepribadian Dissosial F60.2
- Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus Hal
tersebut sudah menimbulkan hendaya yang ditandai dengan sikap pasien yang jarang
mengurus anaknya sendiri
- Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama pasien diketahui
hanya mempunyai sedikit teman, hanya satu atau dua orang saja
- Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk
melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan.
3. Aksis III : Tidak ada diagnosis
4. Aksis IV : Masalah dengan keluarga, yaitu suaminya
5. Aksis V : GAF 20 (bahaya mencederai orang lain, disabilitas sangat berat dalam
komunikasi dan mengurus diri) :
- Pasien dibawa ke UGD karena hendak memukul suaminya dengan linggis.
- Bicara pasien kacau dan tidak menyambung sehingga dapat menyebabkan disabilitas
dalam komunikasi.
- Penampilan pasien terlihat seperti tidak terurus. 3
16
Page 17
3.11 – PATOFISIOLOGI
Kelompok kami menetapkan diagnosis skizofrenia paranoid untuk pasien Ny.S. Etiologi
dan patofisiologi dari skizofrenia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang
ditemukan berperan dalam proses terjadinya skizofrenia. 8
1. Faktor genetika:
Kejadian skizofrenia berhubungan erat dengan riwayat keluarga. Kecenderungan
seseorang untuk menderita skizofrenia berhubungan erat dengan ada atau tidak keluarga
yang menderita skizofrenia dan seberapa dekat hubungan orang tersebut dengan keluarga
yang menderita penyakit ini (misalnya first degree relative atau second degree relative).
Ditemukan juga bahwa kecenderungan seseorang untuk menderita skizofrenia
berhubungan dengan usia ayah saat anak dilahirkan. Sebuah studi dilakukan pada pasien
skizofrenia yang tidak memiliki riwayat keluarga dan ditemukan bahwa seseorang yang
dilahirkan dari ayah yang lebih tua dari 60 tahun lebih rentan untuk terjadinya
skizofrenia. Pola transmisi genetik skizofrenia tidak diketahui namun beberapa gen
ditemukan berhubungan dengan kerentanan seseorang menderita skizofrenia yaitu gen
alpha-7-nicotinic receptor, DISC1, GRM3, COMT, NRG1, RGS4, dan G72. Mutasi dari
gen DTNBP1 dan neureglin 1 ditemukan berhubungan dengan gejala negatif dari
skizofrenia.
Pada pasien ini tidak diberikan keterangan tentang adanya anggota keluarga yang
menderita gangguan jiwa atau skizofrenia. Perlu dilakukan anamnesis tambahan untuk
mengetahui apakah anggota keluarga pasien ada yang menderita gangguan jiwa atau
skizofrenia. Hal ini berhubungan dengan prognosis dari skizofrenia; dimana pasien
dengan riwayat keluarga gangguan mood memiliki prognosis yang baik, sedangkan
pasien dengan riwayat keluarga skizofrenia memiliki prognosis yang buruk.
2. Faktor biokimiawi:
Gangguan pada aktivitas biokimia otak atau neurotransmitter juga mempunyai peran
yang penting dalam terjadinya skizofrenia.
Dopamin: Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia timbul akibat
aktivitas dopaminergik yang berlebihan. Hipotesis ini dikembangan
17
Page 18
berdasarkan dua alasan: 1.obat antipsikotik yang merupakan suatu antagonis
reseptor dopamine tipe 2 (D2) efektif dan poten menghilangkan gejala skizofrenia
dan 2.obat-obatan yang menyebabkan peningkatan aktivitas dopaminergik seperti
kokain dan amfetamin bersifat psikotomimetik. Jalur dopamin yang berhubungan
dengan kelainan dopamin ialah jalur mesokortikal dan jalur mesolimbik. Neuron
dopaminergik pada jalur ini keluar dari badan sel yang terdapat di midbrain
menuju ke neuron di sistem limbik dan korteks cerebri. Hiperaktivitas dopamin
pada jalur mesolimbik berhubungan dengan gejala positif pada skizofrenia,
sedangkan hipoaktivitas dopamin pada jalur mesokortikal berhubungan
dengan gejala negatif, gangguan kognitif, dan gangguan afek pada skizofrenia.
18
Page 19
Serotonin: Pelepasan serotonin yang berlebihan berhubungan dengan terjadinya
gejala positif dan negatif pada skizofrenia. Dasar hipotesis ini didasarkan atas
penggunaan klozapin (antipsikotik generasi ke-2/ atipikal) yang efektif terhadap
gejala positif dan negatif dari skizofrenia, dimana obat ini merupakan suatu
antagonis reseptor serotonin.
Norepinefrin: Degenerasi selektif dari norepinefrin dikaitkan dengan gejala
anhedonia (gangguan kapasitas seseorang untuk mengalami rasa puas secara
emosional dan penurunan kemampuan seseorang untuk mengalami rasa senang)
pada pasien skizofrenia. Hipotesis ini belum dapat dibuktikan.
GABA: Pada beberapa pasien yang menderita skizofrenia, ditemukan bahwa
terjadi penurunan neuron GABAnergik di hipokampus. GABA, yang
merupakan suatu neurotransmitter inhibitor, mempunyai efek regulasi terhadap
aktivitas dopamin. Diduga bahwa hilangnya neuron GABAnergik menyebabkan
terjadinya hiperaktivitas neuron dopaminergik.
Asetilkolin: Studi postmortem pada pasien skizofrenia menunjukkan bahwa
reseptor muskarinik dan nikotinik menurun pada putamen caudatus,
hipokampus, dan bagian dari korteks prefrontal. Reseptor ini memiliki peran
19
Page 20
dalam regulasi dari neurotransmitter yang berperan dalam kemampuan kognitif
seseorang. Penurunan reseptor muskarinik dan nikotinik dihubungkan dengan
gangguan kognitif pada pasien yang menderita skizofrenia.
Pada pasien ini ditemukan gejala positif, gejala negatif, serta gangguan afek yang
berhubungan dengan gangguan pada neurotransmitter dopamin, serotonin, serta GABA.
3. Faktor susunan saraf pusat:
Beberapa kelainan pada susunan saraf pusat telah ditemukan pada pasien skizofrenia
yang mungkin berhubungan dengan terjadinya skizofrenia. CT-scan dari penderita
skizofrenia menunjukkan pembesaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel tiga dan
penurunan volume korteks cerebri. Penurunan volume substansia grissea dari korteks
cerebri dapat ditemukan pada tahap awal dari skizofrenia. Penurunan simetri juga
ditemukan pada beberapa area otak yaitu pada lobus temporal, lobus frontal, dan
lobus oksipital. Penurunan simetri ini diduga berasal dari masa fetus dimana dan
merupakan indikasi terjadinya gangguan pada lateralisasi otak saat perkembangan otak
terjadi. Pada sistem limbik yang mengatur emosi dapat ditemukan penurunan masa
regio amigdala, hipokampus, dan girus parahipokampus (pada gambaran MRI pasien
skizofrenia). Kelainan anatomis dari korteks prefrontal juga ditemukan pada pasien
skizofrenia.
Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan CT-scan ataupun MRI untuk mengetahui
adakah kelainan pada susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan terjadinya
skizofrenia.
4. Faktor stress kehidupan:
Adolf Meyer menyatakan bahwa skizofrenia merupakan reaksi dari stres kehidupan.
Pada pasien ini kejadian skizofrenia diduga berhubungan dengan pernikahan dan
kehamilan anak pertama pasien ditinjau dari onset gejala skizofrenia yang dialami oleh
pasien. Diduga bahwa stres pada masa pernikahan dan masa kehamilan berperan dalam
terjadinya skizofrenia pada pasien ini. Selain itu, dari hasil anamnesis didapatkan bahwa
pasien mengaku suaminya selingkuh. Perlu dilakukan anamnesis tambahan kepada suami
untuk mengetahui apakah hal tersebut benar atau tidak. Bila suami memang selingkuh
20
Page 21
maka hal ini merupakan suatu stres kehidupan yang berat bagi pasien yang memicu
terjadinya skizofrenia pada pasien ini. 9
Kelompok kami juga menetapkan diagnosis parkinsonisme sekunder akibat neuroleptika
untuk pasien Ny.S. Hal ini didasari oleh trias Parkinson (tremor pada saat istirahat, rigiditas, dan
bradikinesia) dan riwayat pengobatan di puskesmas 2 tahun yang lalu dimana pasien diberikan
dua macam obat yang diduga adalah neuroleptika/ antipsikotik yang tipikal. Antipsikotik tipikal
juga disebut sebagai antipsikotik generasi pertama/ tradisional/ konvensional. Obat antipsikotik
yang ditemukan pertama kali pada pertengahan tahun 1950 ialah klorpromazine. Nama
antipsikotik diberikan untuk obat-obatan yang serupa dengan klorpromazine karena obat-obatan
ini efektif dan konsisten menurunkan gejala-gejala psikosis. Aktivitas antipsikotik dari obat-
obatan ini ialah karena mereka memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor dopamin tipe
2 (D2) dan memiliki efek antagonis terhadap reseptor D2. Antipsikotik tipikal efektif bila
kurang lebih 60% reseptor D2 diduduki tapi bila sampai 80% reseptor D2 diduduki oleh
antipsikotik maka akan timbul gejala-gejala gangguan ekstrapiramidal. Patofisiologi
terjadinya parkinsonisme akibat neuroleptika ialah karena penghambatan reseptor D2 dalam
nukleus kaudatus pada akhir jalur nigrostriatal dari neuron dopaminergik. Neuron-neuron
dopaminergik pada jalur nigrostriatal juga merupakan struktur yang mengalami degenerasi pada
penderita penyakit Parkinson idiopatik. Pasien yang lanjut usia dan wanita memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk mengalami parkinsonisme sekunder akibat neuroleptika. 10
3.12 – PENATALAKSANAAN
Tatalaksana
1. Rawat di Rumah Sakit.
Untuk menyesuaikan dosis dari fase akut ke stabilisasi, selain itu mencegah pasien untuk
melukai diri sendiri atau orang lain, dan untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien.
2. Episode Akut
Dengan tujuan untuk menurunkan kecemasan, agresi, agitasi. Pada episode ini, maka
dilakukan:
a. Immobilisasi secara fisik
21
Page 22
b. Diberikan obat penenang seperti Lorazepam secara intramuscular 2 mg.
3. Parkinsonisme. Untuk mengatasi gejala Parkinson pada pasien ini maka kami
memberikan Triheksifenidil 1mg pada hari pertama lalu dosis di tingkatkan 2 mg setiap 2
hari sampai dosis mencapai 6 – 10 mg.
4. Skizofrenia. Untuk mengatasi skizofrenia maka diberikan Clozapin 200mg/hari karena
gangguan ekstrapiramidalnya minimal, selain itu, Clozapin untuk mengatasi gejala positif
dan negatif.
5. Psikoterapi. Pada pasien ini, diterapkan terapi perilaku untuk bisa mendekatkan pasien
bersosialisasi kembali ke masyarakat. Terapi perilaku dilakukan setelah pasien stabil dan
tilikannya baik. Setelah terapi perilaku, dilakukan juga Couple Therapy.
3.13 – PROGNOSIS
kami menetapkan prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad malam, dengan alasan :
Prognosis baik Prognosis Buruk
Faktor pencetus yang jelas
Sistem pendukung yang baik
Menikah
Gejala positif
Onset Muda
Perilaku menarik diri, autistik
Gejala negatif
Tidak ada remisi dalam tiga tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan
22
Page 23
BAB IV
STATUS PSIKIATRI
Hari/Tanggal: .................. Pemeriksa: ………………
Rumah Sakit: UGD RSU Trisakti
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. S Pekerjaan : ……………
Umur : 27 tahun Agama : ……………
Jenis kelamin : Perempuan Suku bangsa : ……………
Alamat : …………… Status perkawinan : menikah
Pendidikan : ……………
II. Riwayat Psikiatrik
1. Keluhan Utama :
Tiba-tiba berteriak, mengamuk dan hendak memukul suaminya dengan linggis.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kedua tangan tremor, bradikinesia, cogwheel fenomen +/+, mask face.
3. Riwayat Medik Lampau :
Konsumsi dua macam obat dari dokter puskesmas.
4. Riwayat Psikiatrik Lampau :
Pernah berobat ke psikiater, namun tidak di minum secara teratur sehingga gejala pada
pasien masih ada. pasien jarang bergaul, mudah tersinggung, temannya yang akrab hanya
satu dua orang saja .
5. Riwayat Perkembangan Sosial :
Perkembangan pasien pada masa kanak dan remaja tidak ada kelainan fisik yang berarti.
6. Riwayat Keluarga : -
III. Status Mental
1. Gambaran umum :
23
Page 24
Pasien bernama Ny.S, umur 27 tahun dibawa ke RS karena hendak memukul suaminya.
Ia melakukan hal tersebut karena merasa ada yang menyuruhnya untuk memukul
suaminya dan ia berkata bahwa suaminya berselingkuh serta hendak mencelakainya.
Penampilan pasien agak lusuh, dadanannya kurang rapi dan kurus. Kedua tangannya
tremor, jalannya pelan dan agak kaku, wajahnya tidak berekspresi tampak seperti topeng.
2. Mood dan Afek : afek tumpul dan tidak serasi
Pada pasien ini terdapat afek yang tumpul dan tidak serasi berarti terdapat penurunan
berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan ke luar dan ketidakharmonisan
antara irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang
menyertainya.
3. Persepsi : halusinasi auditorik
Pada pasien ini yang terjadi adalah halusinasi auditorik 2nd order dimana pasien
mendengar suara-suara yang berbicara menyuruh pasien untuk memukul suaminya.
4. Pikiran : waham curiga, waham kebesaran, waham kejar
Waham curiga adalah suatu kecurigaan yang berlebih sehingga curiga itu patologis sesuai
dengan pernyataan pasien bahwa suaminya berslingkuh dengan perempuan lain.
Waham kejar adalah adalah suatu waham dimana seseorang yakin bahwa dia sedang
dikejar, diserang, atau bahkan akan diserang oleh orang lain. Waham sesuai dengan
pernyataan pasien bahwa seseorang hendak mencelakainya.
Waham kebesaran adalah suatu keyakinan pasien bahwa dirinya merupakan orang yang
penting, berpengaruh, berilmu atau juga memiliki hubungan khusus dengan orang yang
terkenal.
5. Sensorium dan Kognitif : -
6. Pengendalian Impuls : -
7. Pertimbangan dan Tilikan : -
IV. Pemeriksaan Diagnostik Lanjut
1. Pemeriksaan Fisik Umum :
Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal. Tidak ada kelainan
2. Pemeriksaan Neurologis :
Pemeriksaan neurologis pada pasien menunjukkan bahwa tidak ada defisit neurologis.
24
Page 25
3. Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium pada pasien dalam batas normal.
4. Pemeriksaan Penunjang Lain :
Tidak di lakukan
V. Ikhtisar Penemuan Bermakna
Pasien saat masa kanak dan remaja jarang bergaul, mudah tersinggung, temannya yang
akrab hanya stu dua orang saja. Pasien menikah pada usia 23 tahun, punya dua anak laki-laki
berusia 3 dan 1 taun, pasien jarang mengurus anaknya. Kejadian pasien berteriak teriak dan
mengamuk di alami pasien sejak 3 tahun lalu, biasanya pasien sering menyendiri dalam kamar,
melamun, kadang-kadang tertawa sendiri, dan bicaranya kacau. Sejak 2 tahun lalu, pasien
berobat ke dokter puskesmas dan di beri 2 macam obat tapi obat tersebut tidak di minum secara
teratur. Karena tidak dapat di pertahankan di rumah, pasien di bawa ke RS trisakti. Saat di RS
trisakti, pasien di tanya apa sebabnya ingin memukul suaminya dengan linggis, ia mengatakan
ada suara bisikan yang menyuruh pasien untuk memukul suaminya. Pasien mengatakan bahwa
suaminya berselingkuh dan ingin mencelakainya. Pada pemeriksaan status mental, pada pasien
terdapat waham curiga, waham kejar, waham kebesaran, halusinasi auditorik, asosiasi longgar,
afek tumpul dan tidak serasi, dan perilaku gaduh gelisah. Saat di pemeriksaan fisik, di temukan
adanya kelainan pada susunan saraf motorik, yaitu tampak resting tremor, bradikinesia, cogwheel
phenomen, dan mask face, sedangkan pemeriksaan lainnya dalam batas normal
VI. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : Skizofrenia Paranoid Remisi tak Sempurna F20.04
Parkinsonisme sekunder akibat neuroleptika G21.1
Aksis II : Gangguan Kepribadian Dissosial F60.2
Aksis III : tidak ada diagnosa
Aksis IV : Masalah dengan keluarga, yaitu suaminya
Aksis V : GAF 20 (bahaya mencederai orang lain, disabilitas sangat berat dalam
komunikasi dan mengurus diri)
VII. Penatalaksanaan
1. Rawat inap
25
Page 26
2. Imobilisasi pada pasien agar pasien tidak mengamuk
3. Penatalaksanaan emergensi: Lorazepam secara intramuscular 2 mg.
4. Farmakoterapi: Triheksifenidil HCl, klozapin.
5. Terapi psikososial. Couple therapy.
26
Page 27
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
Skizofrenia Paranoid
Sjizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis – jenis yang lain dalam jalannya penyakit.
Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukkan gejala – gejala
skizofrenia simplex, atau gejala – gejala hebefrenik dan katatonik bercampuran. Tidak demikian
halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstan. Gejala – gejala yang mencolok
adalah waham primer, disertai dengan waham – waham sekunder dan halusinasi. Baru dengan
pemeriksaan yang teliti ternyata ada juga gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi dan
kemauan.
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin subakut, tetapi
mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan skizoid.
Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain. ( 11 )
Pedoman Diagnostik
Gangguan kepribadian dengan ciri – ciri :
Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan ;
Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak untuk memaafkan suatu
penghinaan dan luka hati atau masalah kecil ;
Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman dengan
menyalah artikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap
permusuhan atau penghinaan ;
Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada (
actual situation ) ;
Kecurigan yang berulang, tanpa dasar ( justification ), tentang kesetiaan seksual dari
pasangannya ;
Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang bermanifestasi dalam
sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri ( self – referential attitude ) ;
27
Page 28
Preokupasi dengan penjelasan – penjelasan yang bersekongkol dan tidak substantif dari suatu
peristiwa, baik yang menyangkut diri pasien sendiri maupun dunia pada umumnya.
Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas. ( 12 )
Penatalaksanaan
Skizofrenia merupakan kombinasi darigangguan pikiran, gangguan mood, dan gangguan
kecemasan. Pengelolaan skizofrenia memerlukan kombinasi antipsikotik, antidepresi, dan obat
anti ansietas.
Berdasarkan American Psychiatric Assosiation’s, penggunaan antipsikotik diindikasikan
untuk semua episode psikotik akut pada pasien dengan skizofrenia. Psikoterapi bukan pilihan
utama perawatan untuk orang dengan skizofrenia. Psikoterapi dapat membantu mempertahankan
individu di pengobatan mereka dan belajar keterampilan untuk bersosialisasi dengan masyarakat.
Pasien skizofrenia sering mengalami kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari seperti
memasak dan perawatan pribadi serta berkomunikasi dengan orang lain dalam keluarga dan di
lingkungan sekitar. Terapi rehabilitasi dapat membantu seseorang mendapatkan kembali
kepercayaan diri untuk mengurus diri sendiri.
Pasien skizofrenia perlu dirawat inap di rumah sakit untuk mengobservasi
perkemabngannya selama 2-3 bulan.
Obat antipsikotik membantu untuk menormalkan ketidakseimbangan biokimia yang
menyebabkan skizofrenia dan mengurangi timbulnya kekambuhan.ada dua jenis antipsikotik,
tradisional dan baru.
Antipsikotik tradisional efektif mengontrol halusinasi, delusi, dan kebingungan.
Haloperidol, chlorpromazine, dan fluphenazine bekerja dengan cara memblokir reseptor
dopamin dan efektif untuk mengobati gejala positif (yaitu, gejala akut seperti halusinasi, delusi,
gangguan berpikir, asosiasi longgar, ambivalensi, atau lability emosional), skizofrenia.
Efek samping yang dapat disebabkan ialah mulut kering, mata kabur, mengantuk,
gelisah, dan otot yang berkedut tidak terkoordinasi (tardive dyskinesia) yang dapat permanen,
tremor dan gejala ekstrapiramidal lainnya. Namun bisa juga mempengaruhi sistem saraf.
Antipsikotik baru seperti seroquel, risperdal, dan clozaril. Obat-obat ini bekerja pada
reseptor dopamin dan serotonin, sehingga dapat mengobati gejala positif dan negatif. Clozaril
28
Page 29
tidak menimbulkan efek samping ekstrapiramidal, tetapi menghasilkan efek samping lainnya,
termasuk kemungkinan penurunan jumlah sel darah putih, kantuk, pusing, dan nafsu makan
meningkat. Berat badan, yang mungkin terkait dengan tingkat gula darah yang lebih tinggi, darah
tinggi tingkat lipid, dan kadang-kadang peningkatan tingkat hormon yang disebut prolaktin, juga
dapat terjadi.
Obat antipsikosis dapat mengobati psikosis akut dan mengurangi resiko kekambuhan
pada pasien. Pengobatan dilakukan dalam dua fase: fase akut, memerluakn dosis tinggi
dilanjutkan dengan fase perawatan yang bisa seumur hidup. Selama fase perawatan, dosis secara
bertahap dikurangi. Jika terjadi kekambuhan, dapat dilakukan peningkatan dosis sementara.
Mood stabilizer obat seperti lithium (Lithobid), divalproex (Depakote), carbamazepine
(Tegretol), dan lamotrigin (Lamictal) dapat berguna dalam mengobati perubahan suasana hati
yang kadang-kadang terjadi individu yang memiliki gangguan mood selain gejala psikotik
(misalnya , gangguan schizoaffective, depresi selain skizofrenia). Obat-obat ini bekerja lebih
lama dibandingkan dengan obat antipsikotik.
Obat antidepresan adalah perawatan medis utama untuk depresi yang sering dapat
menemani skizofrenia. Contoh antidepresan yang sering diberikan untuk tujuan yang mencakup
serotonergik (SSRI) obat yang mempengaruhi kadar serotonin seperti fluoxetine (Prozac),
sertraline (Zoloft), paroxetine (Paxil), citalopram (Celexa), dan escitalopram (Lexapro);
serotonergik kombinasi / adrenergik obat (SNRIs) seperti venlafaxine (Effexor) dan duloxetine
(Cymbalta), serta bupropion (Wellbutrin), yang merupakan obat dopaminergik antidepresan.
Untuk dapat menentukan apakah antipsikosis efektif atau tidak, harus mencoba untuk
setidaknya 6-8 minggu.
Kekambuhan pada pasien sering terjadi akibat dari penghentian penggunaan obat.
Penghentian obat sering dilakukan pasien karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat
tersebut.
Pengobatan skizofrenia dapat dibantu dengan terapi psikososial. Terapi ini bertujuan
untuk memotivasi pasien, membuat pasien bisa melakukan kegiatan sehari-hari, dan membuat
pasien dapat berkomunikasi.
Rehabilitasi dapat mencakup pekerjaan dan konseling kejuruan, pemecahan masalah,
sosial pelatihan keterampilan, andeducation dalam manajemen uang. Dengan demikian, pasien
29
Page 30
belajar keterampilan yang dibutuhkan untuk reintegrasi ke
dalam masyarakat setelah mereka keluar dari rumah sakit.
Terapi kelompok diperlukan untuk mendapatkan dukungan luar bagi anggota keluarga
penderita skizofrenia. Aliansi Nasional untuk mental III (Nami)adalah sumber daya
yang mendalam. Organisasi ini memberikan informasi tentang semua pengobatan untuk
skizofrenia, termasuk perawatan di rumah. Terapi kelompok, dikombinasikan dengan obat-
obatan, menghasilkan hasil yang lebih baik daripada pengobatan obat saja, terutama pasien rawat
jalan. Terapi kelompok sangat membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
Edukasi keluarga diberikan untuk menjelaskan kepada anggota keluarga tentang gejala,
dan pengobatan skizofrenia, bentuk pengobatan terdiri dari menyediakan dukungan keluarga, dan
akses ke perawatan penyedia selama masa krisis. Hal ini juga membuat beban anggota keluarga
pasien skizofrenia berkurang, anggota keluarga cenderung lebih luas tentang gangguan tersebut
dan merasa lebih didukung oleh para profesional yang terlibat, dan hubungan keluarga
ditingkatkan. Keluarga pasien perlu menjaga agar jalur komunikasi terbuka tentang masalah atau
kekhawatiran pasien mungkin memiliki. Memahami bahwa untuk merawat pasien dapat secara
emosional dan fisik melelahkan. Luangkan waktu untuk diri sendiri. Bersabar dan tenang dalam
menghadapi kasus seperti ini. Mintalah bantuan jika Anda membutuhkannya; bergabung dengan
kelompok dukungan.
Komunitas pengobatan asertif (ACT) merupakan terapi yang terdiri dari sebuah tim
terapis dengan pasien, yang dilakukan dalam masyarakat (misalnya, rumah, kantor, atau tempat
lain orang dengan skizofrenia sering pergi). Tim pengobatan terdiri dari berbagai
profesional. Sebagai contoh, seorang psikiater, perawat, manajer kasus, konselor kerja, dan
penyalahgunaan zat-konselor sering membentuk tim ACT.
Pelatihan ketrampilan sosial mengajari pasien untuk menangani situasi sosial. Ini sering
melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan sosial untuk mempersiapkan bagi mereka situasi
ketika mereka benar-benar terjadi. Jenis pengobatan telah ditemukan untuk membantu orang
dengan skizofrenia menolak menggunakan penyalahgunaan obat, serta meningkatkan hubungan
mereka dengan profesional kesehatan dan dengan orang di tempat kerja.
Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah terapi berbasis realitas yang berfokus pada
membantu klien memahami dan mengubah pola yang cenderung mengganggunya atau
kemampuannya untuk berinteraksi dengan orang lain. Kecuali untuk orang yang sedang
30
Page 31
mengalami psikosis akut. CBT digunakan untuk membantu individu dengan gejala skizofrenia
yang sudah mereda dan meningkatkan kemampuan mereka untuk berfungsi sosial. Terapi ini
dapat dilakukan baik secara individu atau dalam sesi kelompok.
Prognosis
Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan skizofrenia atau gangguan
schizoaffective memiliki kualitas hidup yang lebih baik jika anggota keluarga mereka cenderung
lebih mendukung mereka.
Parkinson Disease
Penyakit Parkinson merupakan 80 % dari kasus – kasus parkinsonism. Terdapat dua istilah yang
harus dibedakan yaitu penyakit Parkinson dan parkinsonism :
Penyakit Parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh
degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra pars compacta disertai adanya inklusi
sitoplasmik eosinofilik yang disebut Lewy bodies.
Etiologi Penyakit Parkinson
Faktor Genetik
Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan mengakibatkan
protein beracun tak dapat didegradasi di ubiquitin – proteasomal pathway.
Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis di sel – sel SNc
sehingga meningkatkan kematian sel neuron di SNc. Inilah yang mendasari terjadinya PP
sporadik yang bersifat familial. Pada penelitian didapatkan kadar sub unit alfa dari
proteasome 20S menurun secara bermakna pada sel neuron SNc penderita PP,
dibandingkan dengan orang normal, demikian juga didapatkan penurunan sekitar 40 %
31
Page 32
dari tiga komponen ( chymotriptic, trytic dan postacidic ) dari proteasome 26S pada sel
neuron SNc penderita PP.
Peranan faktor genetic juga ditemukan dari hasil penelitian terhadap kembar
monozigot ( MZ ) dan dizigot ( DZ ), dimana angka intrapair concordance pada MZ jauh
lebih tinggi dibandingkan DZ.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sebagai penyebab terjadinya PP sudah diteliti sejak 40 tahun yang lalu,
sebagian setuju bahan – bahan beracun seperti carbon disulfide, manganese, dan pelarut
hidrokarbon yang menyebabkan sindrom paekinson, demikian juga pasca ensefalitis.
Pada penelitian selanjutnya ternyata parkinsonism yang terjadi bukan PP. Saat ini yang
paling diterima sebagai etiologi PP adalah proses stress oksidatif yang terjadi di ganglia
basalis, apapun penyebabnya. Berbagai penelitian telah dilakukan antara lain peranan
xenobiotik ( MPTP ), pestisida / herbisida, terpapar pekerjaan terutama zat kimia seperti
bahan – bahan cat dan logam, kafein, alcohol, diet tinggi protein, merokok, trauma
kepala, depresi dan stress; semuanya menunjukkan peranan masing – masing melalui
jalan yang berbeda dapat menyebabkan PP maupun sindrom Parkinson baik pada
penelitian epidemiologis maupun eksperimental pada primata.
Umur ( Proses Menua )
Tidak semua orang tua akan menderita PP, tetapi dugaan adanya peranan proses menua
terhadap terjadinya PP didasarkan pada penelitian – penelitian epidemiologis tentang
kejadian PP ( evidence based ). Pada penderita PP terdapat suatu tanda reaksi mikroglial
pada neuron yang rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua yang normal,
sehingga disimpulkan bahwa proses menua merupakan faktor resiko yang mempermudah
terjadinya proses degenerasi di SNc tetapi memerlukan penyrbab lain ( biasanya
multifaktorial ) untuk terjadinya PP.
Ras
Angka kejadian PP lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit berwarna.
Cedera Kranioserebral
32
Page 33
Prosesnya belum jelas. Trauma kepala, infeksi, dan tumor di otak lebih berhubungan
dengan sindrom parkinson daripada penyakit parkinson ( PP ).
Stres Emosional
Diduga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya PP.
Patofisiologi Penyakit Parkinson
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parinson terjadi karena penurunan kadar
dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta ( SNc ) sebesar 40 – 50 %
yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik ( Lewy bodies ) dengan penyebab
multifaktor.
Sunstansia nigra ( sering disebut sebagai black substance ), adalah suatu regio kecil di
otak ( brain stem ) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat kontrol
/ koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel – selnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut
dopamin, yang berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan otot dan keseimbangan badan yang
dilakukan oleh sistem syaraf pusat. Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara
sel – sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks
postural, serta kelancaran komunikasi ( bicara ). Pada PP sel neuron di SNc mengalami
degenerasi, sehingga produksi dopamine menurun, akibatnya semua fungsi neuron di sistem
syaraf pusat ( SSP ) menurun dan menghasilkan kelambanan gerak ( bradikinesia ), kelambanan
bicara dan berpikir ( bradifrenia ), tremor, dan kekakuan ( rigiditas ).
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah
stress oksidatif. Stres tersebut menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti dopamine
quinon yang dapat bereaksi dengan alfa sinuklein ( disebut protofibrils ). Formasi ini menmpuk,
tidak dapat di degradasi oleh ubiquitin – proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian
sel – sel.
Gambaran Klinis Penyakit Parkinson
33
Page 34
Umum :
Gejala mulai pada satu sisi ( hemiparkinsonism ),
Tremor saat istirahat,
Tidak didapatkan gejala neurologis lain,
Tidak dijumpai kelainan laboratorik dan radiologis,
Perkembngan lambat,
Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis,
Gangguan refleks postural tidak dijumpai pada awal penyakit.
Khusus :
Gejala motorik pada penyakit Parkinson ( TRAP ) :
Tremor : Laten, saat istirahat, bertahan saat istirahat, saat gerak disamping adanya tremor
saat istirahat.
Rigiditas
Akinesia / bradikinesia : Kedipan mata berkurang, wajah seperti topeng hipofonia ( suara
kecil ), air liur menetes, akatisia / takikinesia ( gerakan cepat tidak terkontrol ), mikrografia
( tulisan semakin kecil ), cara berjalan ( langkah kecil – kecil ), kegelisahan motorik ( sulit
duduk atau berdiri ).
Hilangnya refleks postural.
Parkinsonisme
Parkinsonisme dalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, kekakuan,
bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai
macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai sindrom Parkinson.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka sindrom Parkinson diklasifikasikan sebagai
berikut:
Primer atau idiopatik :
Penyebab tidak diketahui
Sebagian besar merupakan penyakit parkinson
Asa peran toksin yang berasal dari lingkungan
34
Page 35
Ada peran faktor genetik, bersifat sporadis.
Sekinder atau akuisita :
Timbul setelah terpajan suatu penyakit / zat
Infeksi dan pasca infeksi otak ( ensefalitis )
Terpapar kronis oleh toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine
( MPTP ), Mn ( mangan ), CO ( karbon monoksida ), sianida, dan lain – lain.
Efek samping obat penghambat reseptor dopamin ( sebagian besar obat anti
psikotik ) dan obat yang menurunkan cadangan dopamin ( reserpin )
Pasca stroke ( vaskular )
Lain – lain : hipothyroid, hipoparathyroid, tumor / trauma otak, hidrosefalus
bertekanan normal.
Sindrom parkinson plus :
Gejala parkinson timbul bersama gejala neurologi lain seperti : progressive
supraneural palsy, multiple system atrophy, cortical – basal ganglionic
degeneration, parkinson – dementia – ALS complex of guam, progressive palidal
atrophy, diffuse Lewy body disease ( DLBD ).
Kelainan degeneratif diturunkan ( heredodegenerative disorders )
Gejala parkinsonism menyertai penyakit – penyakit yang diduga berhubungan
drngan penyakit neurologi lain yang faktor keturunan memegang peran sebagai
etiologi, seperti : penyakit Alzheimer, penyakit Wilson, penyakit hutington,
demensia frontotemporal pada kromosom 17q21, X – linked dystonia
parkinsonism ( di Filipina disebut lubag ). ( 13 )
BAB VI
KESIMPULAN
35
Page 36
Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa yaitu adanya hendaya berat berat dalam menilai
realita. Pasien dapat didiagnosis skizofrenia dikarenakan adanya halusinasi auditorik, waham,
asosiasi longgar dan gejala negative yamg didapat dari hasil anamnesis dan hasil
pemeriksaan status mental. Selain skizofrenia, terdapat juga parkinsonisme pada pasien ini.
Parkinsonisme pada pasien ini dapat dilihat Dari keluhan pasien yaitu adanya kaku saat
berjalan, resting tremor, dan muka topeng. Kemungkinan terjadinya parkinsonisme pada
pasien ini adalah efek samping dari obat neuroleptika yang dikonsumsi pasien. Untuk
mengatasi gejala Parkinson pada pasien ini maka kami memberikan Triheksifenidil 1mg pada
hari pertama lalu dosis di tingkatkan 2 mg setiap 2 hari sampai dosis mencapai 6 – 10 mg.
Untuk mengatasi skizofrenia maka diberikan Clozapin 200mg/hari karena gangguan
ekstrapiramidalnya minimal, selain itu, Clozapin untuk mengatasi gejala positif dan negatif.
DAFTAR PUSTAKA
36
Page 37
1. Safitri A ,editor. Hipertiroidisme. At a Glance Medicine Patrick Davey.Jakarta :
Erlangga;2005.p.274.
2. Muttaqin H, Sihombing RNE, editor. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi
2. Jakarta : EGC ; 2010.
3. Muslim R, editor. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ –
III.Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya ; 2001.p.48.
4. http://www.emedicinehealth.com/tremors/article_em.htm . Alvarez N. Tremor. Accessed
on May 17, 2012
5. Alfredo Berardelli. 5 Mei 2001. Patofisiologi bradykinesia pada penyakit Parkinson.
brain.oxfordjournals.org/content/.../2131.full. accessed on may 17, 2012
6. The American Heritage® Medical Dictionary Copyright © 2007 . available at:
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/cogwheel+rigidity. accessed on May 17,
2012
7. McNamara P, Parkinson Disease. 2009. . Available at:
http://parkinsons.about.com/od/glossary/g/masked_facies.htm . accessed on May 17,
2012
8. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/ Clinical Psychiatry. 10th ed. In: Grebb JA, Pataki CS, Sussman N; editors.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p.468, 470-2, 1043-5.
9. Frankenburg FR. Schizophrenia: Pathophysiology. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/288259-overview#a0104. Accessed 05 May,
2012.
10 Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis, Jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher; 2010. p.480-2.
11 Maramis W, Maramis A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga
University Press. 2009
12 Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. PT Nuh Jaya.
Jakarta ;2001. p 103
13 Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna
Publishing. 2009
37