-
MAKALAH
TUMPATAN AMALGAM
Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Biomaterial Kedokteran
Gigi I
Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
1. Kharismatika Surya G. 08522
2. Chatarina Indah P. 09116
3. Tirza Ester Longkutoy 09132
4. Plati Laras Makarti 09159
5. Diding Pauji 09155
6. Nurul Setyo W. 09145
7. Bernike Afianita D. 09162
8. Mahardika Dyah K. 09167
9. Triyani 09170
10. Ferri Dwi Nurcahyo 09182
11. Rekrian Panji Putra P. 09186
12. Herningtyas Ika Satya 09187
13. Kartika Simatupang 09196
14. Grace Sabrina H. 09197
15. Rahsunji Intan N. 09199
16. Munadiya 09204
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
-
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .... i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang . 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Amalgam. 2
2.2. Komponen Amalgam 2
2.3. Manipulasi Amalgam. 3
2.4. Kegagalan Tumpatan Amalgam 12
2.5. Faktor yang mempengaruhi kualitas dari restorasi amalgam
13
BAB III KESIMPULAN
3.1.Kesimpulan... 15
DAFTAR PUSTAKA.. 16
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amalgam diketahui telah dipakai dalam restorasi lesi karies
sejak abad ke-15 atau
bahkan lebih awal lagi, hingga sekarang amalgam masih banyak
digunakan dalam kedokteran
gigi karena sifatnya yang cukup kuat menahan daya kunyah, tahan
lama, mudah dimanipulasi
relatif murah jika dibandingkan dengan materi restorasi lainya (
Bates, 2004). Selain itu
amalgam juga mampu beradaptasi dengan cairan mulut, sehingga
banyak pasien yang
tentunya lebih memilih menggunakan amalgam dibandingkan bahan
lain.
Menurut defisini amalgam adalah suatu campuran dari air raksa
atauu merkuri (Hg)
dengan satu atau lebih logam lain seperti perak ( Ag ), timah (
Sn ), tembaga ( Cu ), dan
sedikit seng( Zn )( Needleman, 2006). Percampuran antara
kombinasi merkuri dan alloy
tersebut melalui proses yang disebut dengan amalgamisasi.
Campuran yang merupakan bahan
plastis dimasukkan ke dalam kavitas dan bahan tersebut menjadi
keras karena kristalisasi.
Spesifikasi dari American Dental Association (ADA) untuk alloy
amalgam gigi telah
banyak mengurangi jumlah produk komersial yang buruk. Walaupun
beberapa tipe tertentu
(misalnya, sistem amalgam dengan kandungan tembaga yang tinggi)
adalah unggul,
kegagalan presentase cukup tinggi disebabkan karena desain
preparasi yang tidak tepat,
kesalahan manipulasi dari amalgam dan amalgam yang
terkontaminasi waktu pengisian
setiap langkah dalam prosedur, dari waktu alloy diseleksi sampai
restorasi dipoles,
mempunyai efek terhadap sifat amalgam, yang menentukan
keberhasilan atau kegagalan
restorasi.
Oleh karena itu, dalam setiap tahap preparasi dan tahap
manipulasi amalgam harus
selalu diperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar hasil
dari restorasi amalgam dapat
memperoleh hasil yang maksimal.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Amalgam
Kata "amalgam" berasal dari bahasa Arab "almalgham"dan bahasa
Yunani
"malagma," yang merujuk pada substansi atau massa. Menurut
American Dental Association
(ADA) amalgam adalah logam campuran dari merkuri, perak, timah
dan tembaga serta logam
lainnya untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanikal. Sesuai
dengan American Dental
Association (ADA) Spesification No.1 mengharuskan agar logam
campuran amalgam
mempunyai kandungan utama dari perak dan timah sebagai bahan
utama serta campuran
seperti tembaga dan seng. Amalgam pertama kali diperkenalkan
oleh Taveau pada tahun
1826 di Paris (Charbeneau dkk, 1981).
Amalgam adalah logam campur merkuri. Amalgam gigi adalah logam
campur dari
merkuri, tembaga, dan timah, yang juga mengandung
palladium,seng, dan unsur unsur lain
untuk meningkatkan karakteristik manipulasi dan kinerja
klinisnya. (Kenneth, 1996)
Amalgam adalah campuran dari dua atau beberapa logam, salah
satunya adalah
merkuri. Alloy amalgam terdiri atas tiga atau beberapa logam.
Amalgam itu sendiri
merupakan kombinasi alloy dengan merkuri melalui suatu proses
yang disebut amalgamasi.
(Baum et.al, 1997)
2.2. Komponen Amalgam
Amalgam adalah bahan tambal berbahan dasar logam. Menurut
American Dental
Association (ADA) Spesification No.1 untuk amalgam kedokteran
gigi konsentrasi perak
dalam campuran sebesar 66-68% dan timah 25-28%, sedangkan
tembaga 3,5-6% dan seng
kurang dari 2%. Dimana komponen utamanya :
1. Liquid yaitu logam merkuri (Hg)
2. Bubuk yaitu terdiri dar logam paduan yang kandungan utamanya
terdiri dari
perak (Ag), timah (Sn), dan tembaga (Cu), selain itu juga
terkandung logam
logam lain dengan presentase yang lebih kecil.
-
Fungsi dari setiap komponen dalam amalgam sebagai berikut :
1. Perak
a) Meningkatkan strength
b) Meningkatkan setting expansion
c) Memudahkan penyatuan dengan Hg
2. Timah
a) Mengurangi strength dan hardness
b) Mengurangi ekspansi
c) Meningkatkan setting time
3. Tembaga
a) Meningkatkan strength dan hardness
b) Menghambat pembentukan fase gamma 2
c) Mengurangi tarnish dan korosi
d) Mengurangi terjadinya pengerutan dan kebocoran tepi
4. Zink
a) Zink berperan sebagai penghambat oksidasi selama dalam
proses
pembuatan, sehingga dapat mencegah oksidasi dari unsur-unsur
yang
penting seperti perak, tembaga, maupun timah.
b) Zink dapat menyebabkan ekspansi yang tertunda pada low
copper
5. Palladium
a) Mengurangi korosi
6. Indium
a) Meningkatkan strength
b) Mengurangi jumlah pemakaian merkuri
c) Mengurangi terjadinya kerusakan marginal
2.3. Manipulasi Amalgam
Manipulasi amalgam terdiri dari lima tahap yang berurutan
yaitu:
1. Perbandingan ( Proportioning )
2. Pengadukan ( Trituration )
3. Pemadatan ( Condensation )
4. Trimming, carving, burnishing
5. Penyelesaian tahap akhir ( Finishing, polishing )
-
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Perbandingan (Proportioning)
Tahap pertama dalam manipulasi amalgam ialag membandingkan
banyaknya air raksa
yang dipakai dengan alloy yang akan dicampurkan. Air raksa yang
akan digunakan harus
ditimbang terlebih dahulu, begitu juga alloy yang akan digunakan
juga harus ditimbang.
Perbandingan alloy/merkuri berbeda-beda antara 5:8 dan 10:8.
Pencampuran yang berisi
sebagian besar kuantitas merkuri adalah basah pada umumnya
dicampur dengan
menggunakan tangan.sedangkan pencampuran yang berisi sebagian
kecil dari merkuri adalah
kering pada umumnya diaduk menggunakan mesin pengaduk. Dalam
beberapa
perbandingan merkuri pada dasarnya bervariasi sesuai dengan
perbedaan komposisi logam
campur, ukuran partikel, bentuk partikel dan suhu yang
digunakan
Bermacam-macam metode telah tersedia. Metode yang paling akurat
adalah dengan
menimbang merkuri dan komponen alloy dengan seimbang. Namun
metode ini sekarang
jarang digunakan. Kini telah tersedia merkuri dan alloy dikemas
dalam satu bagian dengan
perbandingan tertentu.. Beberapa logam campur ini tersedia dalam
kapsul yang bisa aktif
sendiri, dimana air raksa dan logam akan bercampur secara
otomatis selama beberapa getara
pertama dari almagamator.
Meskipun kapsul dengan berat yang sudah diukur ini lebih mahal,
namun lebih mudah
digunakan, mengurangi kemungkinan tumpahnya air raksa serta
pemaparan uap air raksa
pada saat penimbangan. Akan tetapi penggunaan kapsul ini tidak
memberikan kesempatan
untuk dilakukannya penyesuaian kecil pada perbandingan jumlah
air raksa dan logam campur
untuk memenuhi selera pribadi dan praktisi.
Syarat yang harus dipenuhi ialah perbandingan komposisi antara
air raksa dan logam
campur harus sesuai agar mendapatkan campuran amalgam yang halus
dan plastis.
Perbandingan yang dianjurkan berbeda-beda, hal ini disesuaikan
dengan perbedaan
komposisi logam campur, ukuran partikel, bentuk partikel dan
suhu yang digunakan. Selain
itu teknik manipulasi dan kondensasi yang dipilih dokter gigi
juga akan menentukan rasio
perbandingan yang akan digunakan. Untuk logam campur lathe-cut
termodern, rasio yang
dianjurkan adalah 1:1 atau 50% air raksa. Sedangkan untuk logam
campur berpartikel sferis,
jumlah air raksa yang dianjurkan adalah 42%. Syarat utama bagi
air raksa untuk tambalan
amalgam ini, adalah kemurniannya yang menunjukkan kualitas
kimiawi dari air raksa.
-
2. Pengadukan (Triturasi)
Tujuan triturasi (pengadukan ) adalah amalgamisasi yang benar
dari air raksa dengan
logam campur. Tidak ada anjuran yang bisa diberikan tentang
waktu pengadukan karena ada
banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain : banyaknya jenis
amalgam, bentuk partikel
serbuk amalgam, perbedaan kecepatan dan pola ayunan atau daya
yang mengenai amalgam,
lama pengadukan, serta berbagai jenis desain kapsul. Triturasi
dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu :
1. Secara manual (hand mixing)
Triturasi dilakukan oleh karena adanya suatu selubung tipis
oksida pada alloy yang
akan menghambat berkontaknya Hg dan alloy. Oksida tersebut dapat
dihilangkan dengan
jalan mengabrasi permukaan partikel alloy. Hal ini dilakukan
didalam mortar dan
mengaduknya dengan pestle. Perbandingan alloy dengan Hg adalah
1:1.
Gambar 2.4.1. Mortar dan pestle keramik
2. Menggunakan amalgamator (mechanical mixing)
Mechanical mixing adalah alat yang digunakan untuk triturasi
yang bekerja secara
otomatis. Prinsipnya sama dengan mortar dan pestle tetapi alloy
dan Hg sudah berada dalam
kapsul. Waktu untuk pengadukkanya harus sesuai degan aturan yang
tertera oleh pabrik.
-
Gambar 2.4.2. Amalgamator dengan berbagai warna
Aturan umumnya adalah untuk perbandingan air raksa: logam campur
tertentu,
penambahan waktu triturasi atau kecepatan atau keduanya, akan
memperpendek waktu kerja
dan pengerasan. Konsistensi dari adukan merupakan bukti
kombinasi yang benar dari logam
campur dan air raksa adalah faktor pertimbangan yang utama.
Gambar 2.4.3. Hasil triturasi amalgam. I. Undermixed. II.
Normal. III. Overmixed.
Sumber: Craig RG, Powers JM. Restorative dental material.
11th
ed. 2002. Mosby.
Syarat yang harus dipenuhi dan dierhatikan oleh dokter gigi dan
assitenya dalam
proses pengadukan adalah waktu amalgamasi yang optimal untuk
mendapatkan adukan yang
konsisten. Lama pengadukan dan kombinasi yang benar dari logam
campur dan air raksa
merupakan penentu dari sifat fisik amalgam. Pengadukan yang
kurang lama mengakibatkan
hasil tambalan amalgam bersifat lemah, berwarna buram, dan
permukaan kasar. Jika
pengadukan terlalu lama hasil yang didapat akan cepat korosi,
lengket, kekuatan mekanis
menurun, dan creep.
-
3. Kondensasi (Pemadatan)
Setelah triturasi, amalgam dimasukkan ke dalam kavitas
menggunakan amalgam
carrier dan dilanjutkan dengan kondensasi. Tujuan kondensasi
(pemadatan) adalah
memadatkan logam campur kedalam kavitas yang sudah dipreparasi
sehingga tercapai
kepadatan maksimal, dengan cukup air raksa yang tertinggal untuk
menjamin kelanjutan
tahap matriks di antara partikel-partikel logam campur yang ada.
Setelah adukan dibuat,
pemadatan amalgam harus segera dimulai, semakin lama waktu
menunggu antara
pengadukan dan pemadatan, semakin lemah amalgamnya atau kekuatan
berkurang, dan creep
tinggi.
Gambar 2.4.4. Amalgam carrier
Proses kondensasi (pemadatan) dapat dilakukan secara manual
maupun dengan alat
mekanis.
1. Pemadatan secara Manual, setelah adukan amalgam dimasukan
kedalam
kavitas yang sudah dipreparsi, harus segera di padatkan dengan
tekanan
yang cukup untuk menghilangkan rongga dan merekatkan bahan
kedinding kavitas. Ujung kerja alat pemadat ditekan kedalam
massa
amalgam dengan tekanan tangan.
Gambar 2.4.5. Hand condensor amalgam
-
2. Pemadatan Mekanis, prinsip dan prosedur dari pemadatan
mekanis sama
dengan pemadatan dengan tangan, satu-satunya perbedaan adalah
bahwa
pemadatan amalgam dilakukan dengan alat otomatis. Alat
tersebut
bernamana mechanical amalgam 10elative10 Ada berbagai
mekanisme
yang digunakan untuk alat-alat ini. Beberapa alat
menggunakan
kekuatan pukulan, sementara yang lainnya menggunakan getaran
yang
cepat.
Gambar 2.4.6. Mechanical amalgam condensor
Gambar 2.4.7. :Lateral condensation toward all walls and toward
the adjacent tooth in a
Class 2 restoration will improve adaptation to walls and ensure
a contact area with the
adjacent tooth
Gambar 2.4.8. Overfill should be condensed with a large
condenser
-
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemadatan (kondensasi),
setelah adukan
dibuat, pemadatan amalgam harus segera dimulai. Untuk
mendapatkan hasil tumpatan
amalgam yang bersifat kuat sebaiknya waktu menunggu 11elati
pengadukan dan pemadatan
jangan terlalu lama. Pada saat pemadatan daerah kerja harus
kering. Karena apabila ada
cairan pada amalgam yang mengandung seng (Zn) dapat megakibatkan
ekspansi tertunda
yang berdampak pada kegagalan 11elative11 dari tambalan.
Penggunaan ukuran kondensor
yang dipakai dalam pemadatan mekanik juga harus sesuai dengan
ukuran kavitas.
Dalam pemadatan secara manual, adukan amalgam tidak boleh
disentuh tangan secara
langsung, karena kelembaban di permukaan kulit bisa menjadi
sumber kontaminasi untuk
amalgam. Setelah pemadatan dari satu lapisan, permukaannya harus
tampak mengkilap. Hal
ini menunjukkan bahwa pada permukaan tersebut terdapat cukup air
raksa untuk menyerap ke
lapiran berikutnya. Sehingga semua lapisan akan menyatu. Ukuran
dari lapisan amalgam
tambahan yang dimasukkan kavitas. Penambahan dilakukan dalam
jumlah 11elative kecil
untuk mengurangi pembentukan rongga dan mendapatkan adaptasi
yang maksimal dengan
dinding kavitas. Selain itu harus digunakan tekanan pemadatan
yang cukup untuk menekan
partikel-partikel logam campuran agar menyatu dan mengurangi
rongga.
2.4.9. Efek dari waktu tunngu antara trituration dengan
pemadatan terhadap
berkurangnya kekuatan dari amalgam yang sudah mengeras. Semakin
besar waktu tunggu,
semakin rendah kekuatan amalgam.
-
4. Pemotongan dan Pengukiran (Trimming and Carving)
Setelah amalgam selesai dipadatkan kedalam kavitas yang sudah
dipreparasi,
tambalan diukir dengan menggunakan amalgam carvers untuk
memproduksi anatomi gigi
yang benar. Tujuan dari pengukiran adalah meniru anatomi dan
bukan memproduksi rincian
yang sangat detail.
Gambar 2.4.10. Amalgam carvers
Trimming dan Carving Amalgam dilakukan sebelum amalgam setting
atau diukir
segera setelah pemadatan selesai. Biasanya 2-3 menit setelah
mixing. Selama pengukiran
harus dilakukan dalam arah yang sejajar dengan atau sedikit
kerah tepi dari kavitas. Ini bisa
dicapai dengan baik dengan menggunakan alat yang berujung bilah,
seperti pengukiran
Hollenbeck, juga akan mengurangi resiko terjadinya lekukan atau
hipomarginasi.
Gambar 2.4.11. Cleoid carver viewed from the occlusal aspect
d
-
Hal yang perlu diperhatikan, jika pengukirannya terlalu dalam
maka ketebalan
amalgam akan berkurang, terutama didaerah tepi. Jika daerah ini
terlalu tipis, dapat
menyebabkan fraktur atau patah dibawah tekanan pengunyahan.
5. Penyelesaian Akhir (Finising dan Polishing )
Setelah pengukiran atau carving selesai, permukaan tambalan
harus dihaluskan.
Proses ini dapat dilakukan setelah amalgam setting minimal 24
jam. Proses ini dicapai
dengan memburnish material dengan teliti baik permukaan maupun
tepi tambalan. Jika jenis
logam campurnya dapat mengeras dengan cepat, pada saat ini
seharusnya sudah dicapai
kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan gosok yang kuat tetapi
tidak terlalu berat.
Pemburnishan anatomi oklusal dapat dilakukan dengan burnisher
berujung bulat. Alat
dengan ujung bilah kaku dan datar paling baik digunakan pada
permukaan yang halus.
Penghalusan akhir dapat diakhiri dengan menggosok permukaan
menggunakan bola kapas
yang agak basah atau memoles ringan dengan menggunakan mangkuk
karet pemoles serta
pasta pemoles.
Gambar 2.4.12. Amalgam burnisher
-
Gambar 2.4.13. Polishing the amalgam. A, When necessary, use
fine-grit carborundum tone
to develop continuity ofsurface from tooth to restoration. B,
Surface the restoration with round
finishing bur. C, Initiate polishing withcoarse, rubber abrasive
point at low speed. D, Point should
produce smooth, satiny appearance. E, Obtain high
polish with medium- and fine-grit abrasive points. F, Polished
restoration.
Hal yang diperhatikan dalam penghalusan (pembaurnisan) tambalan
logam sebaiknya
tidak dilakukan dengan tekanan, begitu pula sebaiknya dihindari
timbulnya panas. Suhu yang
lebih tinggi dari 60 Celsius menyebabkan pelepasan air raksa
dalam jumlah yang cukup
berarti. Jadi akan terbentuk kondisi banyak air raksa di daerah
tepi yang mempercepat korosi
dan kepatahan.
Penyelesaian akhir dari tambalan tidak boleh dilakukan sebelum
amalgam mengeras
sepenuhnya. Tindakan ini harus ditunda tindakan ini harus
ditunda paling sedikit 24 jam
setelah pemadatan, dan sebaiknya lebih lama lagi. Yang
diperlukan bukanlah sekedar
permukaan yang sangat mengkilap, tetapi permukaan logam harus
halus dan seragam.
2.4. Kegagalan Tumpatan Amalgam
1. Perubahan Dimensi
Terjadi perubahan dimensi amalgam ditingkat struktur mikro
maupun visual yang
setelah amalgam ditempatkan. Penyebab utama perubahan ini adalah
(1) karies sekunder (2)
patahnya tepian tambalan (3) pecahnya tambalan (4) patahnya
gigi. Ditingkat struktur mikro,
-
perubahan terjadi akibat: (1) korosi dan karat (2) perubahan 1
menjadi 1 (3) tekanan yang
berkaitan dengan daya kunyah.
2. Karat dan Korosi
Restonasi amalgam sering mengalami pembentukan karat dan korosi
di lingkungan
rongga mulut masing-masing individu individu dan sampai batas
tertentu pada logam campur
yang digunakan. Penelitian elektromia menunjukkan bahwa beberapa
proses pasivasi
memberikan perlindungan sebagian terhadap korosi lebih lebih
lanjut yang terjadi akibat
proses pembentukan karat. Proses korosi ini menghasilkan merkuri
bebas.
3. Kerusakan Tepi
Kerusakan tepi atau parit adalah salah satu kerusakan amalgam
yang paling sering
terjadi. Meskipun kerukan tepi belum berlanjut sampai terjadinya
karies sekunder, ini akan
terus menjadi kerusakan yang lebih parah. Sebagai upaya
pencegahan, banyak dari tambalan
yang seperti ini diganti. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa
pada populasi dengan
kebersihan mulut yang baik, maka insidens untuk terjadinya
karies sekunder cukup rendah,
meskipun ada kerusakan tepi yang parah.
2.5. Faktor faktor yang mempengaruhi kualitas dari restorasi
amalgam
Menurut Anusavice (2003), kualitas dari restorasi amalgam dapat
dipengaruhi oleh :
1. Perbandingan Merkuri dan alloy
Jumlah merkuri dan alloy yang akan digunakan disebut sebagai
rasio merkuri : alloy,
menunjukkan berat merkuri dan alloy yang akan digunakan untuk
suatu teknik tertentu.
Perbandingan yang instruksi pabrik berbeda-beda sesuai dengan
perbedaan komposisi alloy,
ukuran partikel, bentuk partikel, dan suhu yang digunakan. Jika
kandungan merkuri agak
rendah, campuran amalgamnya bisa kering dan kasar serta tidak
ada cukup matriks untuk
mengikat keseluruhan massa. Penggunaan merkuri yang terlalu
sedikit akan melemahkan
kekuatan amalgam dengan kandungan tembaga yang tinggi, sama
seperti penggunaan
merkuri yang terlalu banyak, daya tahan terhadap korosinya juga
menurun.
-
2. Triturasi
Tujuan triturasi (pengadukan ) adalah amalgamisasi yang benar
dari air raksa dengan
logam campur. Tidak ada anjuran yang bisa diberikan tentang
waktu pengadukan karena ada
banyak faktor yang mempengaruhi. Waktu pengadukan yang pendek
(undertrituration)
ataupun yang panjang (overtrituration) akan mengurangi kompresi
dan kekuatan karena ada
kekosongan dan karena tidak terbentuknya fase 1 sehingga
partikel-partikel amalgam tidak
berikatan seluruhnya. Amalgam yang pengadukaanya terlalu lama
mempunyai konsistensi
yang kental, lengket dan kekuatan yang lemah karena pembantukan
fase 1 yang berlebihan.
3. Kondensasi
Tujuan kondensasi adalah memadatkan alloy ke dalam kavitas yang
sudah dipreparasi
sehingga tercapai kepadatan yang maksimal, dengan cukup merkuri
yang tetinggal untuk
menjamin kelanjutan tahap matriks di antara partikel-partikel
alloy yang ada. Tekanan
kondensasi berpengaruh terhadap kekuatan amalgam. Kekuatan yang
diberikan selama
kondensasi adalah sekitar 1-50 N dan hal ini tergantung pada
bentuk dan ukuran partikel
alloy. Tekanan kondensasi yang lebih besar dianjurkan untuk
meminimalkan porositas dan
mengeluarkan kelebihan merkuri dari lathecut amalgam.
4. Efek laju pengerasan amalgam
Amalgam tidak memperoleh kekuatan secepat yang kita inginkan,
sebagai contoh,
pada akhir menit ke-20, compressive strength hanya 6% dari
kekuatan sesudah 1 minggu.
Spesifikasi ADA menyebutkan compressive strength minimal adalah
80 MPa pada 1 jam.
compressive strength 1 jam dari amalgam komposisi tunggal yang
kandungan tembaganya
tinggi sangat besar. Setelah 8 jam, amalgam umumnya sudah
mempunyai 70% dari kekuatan
totalnya
-
BAB III
KESIMPULAN
Dari apa yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa
:
1. Amalgam merupakan salah satu bahan restorasi gigi yang sering
digunakan, karena
sifatnya yang cukup kuat menahan daya kunyah, tahan lama, mudah
dimanipulasi relatif
murah jika dibandingkan dengan materi restorasi lainya ( Bates,
2004).
2. Menurut American Dental Association (ADA) Spesification No.1
untuk amalgam
kedokteran gigi konsentrasi perak dalam campuran sebesar 66-68%
dan timah 25-28%,
sedangkan tembaga 3,5-6% dan seng kurang dari 2%.
3. Manipulasi amalgam terdiri dari lima tahap yang berurutan
yaitu:
1. Perbandingan ( Proportioning )
2. Pengadukan ( Trituration )
3. Pemadatan ( Condensation )
4. Trimming, carving, burnishing
5. Penyelesaian tahap akhir ( Finishing, polishing )
4. Menurut Anusavice (2003) faktor - faktor yang mempengaruhi
kualitas dari restorasi
amalgam ialah :
1. Perbandingan Merkuri dan alloy
2. Triturasi
3. Kondensasi
4. Efek laju pengerasan amalgam
5. Oleh karena itu, setiap tahap preparasi dan tahap manipulasi
amalgam harus selalu
diperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar hasil dari
restorasi amalgam dapat
memperoleh hasil yang maksimal.
-
DAFTAR PUSTAKA
____, ISO 1559 Alloys for dental amalgam.
American National Standard/American Dental Association.
Specification No. 1. Alloy
for Dental Amalgam. 2003.
Anusavice, Kenneth J., 2003, Philips : Buku Ajar Ilmu Bahan
Kedokteran Gigi, Edisi
10, EGC, Jakarta
Bates M.N., Fawcett J., Garrett N., Cutress T., Kjellstrom T.,
2004, Health effects of
dental amalgam exposure: a retrospective cohort study, Int J
Epidemiol,
33: 894-901.
Baum, L., Phillips, R.W., Lund, M.R., 1997, Buku Ajar Ilmu
Konservasi Gigi, Edisi
III, EGC, Jakarta.
Craig RG, Powers JM., 2000, Restorative dental material.
11th
ed. 2002. Mosby.
p.306
May, KN., Wilder, AD., and Leinfelder, KF., 1983, Burnished
amalgam restorations:
A two year clinical evaluation. J Prosthet Dent 49:193
Needleman MD , Herbert L., 2006, Dental Mercury in Dental
AmalgamA
Neurotoxic Risk. JAMA Vol 295, No. 15
Syafiar L, Rusfian., Sumadhi S., Yudhit A., Harahap KI., Adiana
ID., 2011, Bahan
Ajar Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran gigi. 1st ed, USU
Press, Medan