I
KASUS LONGCASE
RHINOSINUSITIS KRONIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD
Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh :
PAJAR SIGIT NUGROHO
20090310209
Dokter Penguji :
dr. I Wayan Marthana WK, M.Kes.,Sp.THTSMF ILMU TELINGA HIDUNG
DAN TENGGOROKANRSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015LEMBAR PENGESAHAN
LONG CASE
RHINOSINUSITIS MAKSILARIS SINISTRA KRONIS DENGAN EPISTAKSIS
Disusun oleh :
PAJAR SIGIT NUGROHO20090310209Telah diajukan dan diuji
pada tanggal : Maret 2015Pembimbing
dr. I Wayan Marthana WK., M.Kes, Sp.THTBAB I
LAPORAN KASUSI.IDENTITASNama
: Ny. SLJenis kelamin
: PerempuamUsia
: 38 tahunAgama
: IslamPendidikan
: SMAPekerjaan
: SwastaAlamat
: Nogosari, Wukirsari, Imogiri ,BantulTanggal Pemeriksaan : 07
Maret 2015No. Rekam medik : 280729II.ANAMNESAAnamnesis
: Autoanamnesis Keluhan utama
: Kontrol RSK Keluhan tambahan
: -Riwayat penyakit sekarang:
Os datang ke poliklinik THT dengan keluhan kontrol, karena 3
bulan yang lalu sekitar akhir November 2014 ,pasien merasa hidung
tersumbat sekitar 4-5 kali seminggu jika hidung yang sebelah
ditutup maka ditidak bisa nafas. Sebulan yang lalau pasien merasa
hidung kiri keluar cairan dari hidung kiri berwarna merah terkadang
kecoklatan. Terkadang pasien merasa seperti ada cairan menjalar
dari hidung ke tenggorokan lalu seperti menelan cairan tidak
berbau. Saat diludahkan cairan berwarna seperti darah merah
kecoklatan. Lalu dibawa ke puskesmas dan diberikan obat yang pasien
tidak mengetahui obatnya kemudian sembuh.
Keluhan bersin-bersin terutama pada pagi hari disangkal. Pasien
sering merasa pusing, terutama dahi atau kepala depan nyeri
berdenyut. Riwayat trauma, nyeri, demam disangkal.Kemudian pasien
periksa ke poli tht RSUD Panembahan Senopati karena malam harinya
pasien merasakan keluar cairan darah dari hidung kiri. Sebelumnya
merasa demam sebelum keluar darah dari hidung. Lalu diberikan
sumbatan tampon pada hidung kiri dan minum obat. Pasien merasa
terdapat riwayat gigi pada rahang atas yang berlubang pada gigi
geraham belakang, tetapi gigi patah yang masih tertinggal akarnya
disangkal pasien. Lalu di anjurkan untuk rontgen sinus. Dan
konsultasi bagian gigi. Pasien mengatakan hasil rontgen menunjukkan
sinusitis pada sinus maksilaris kiri.
Sejak 1 minggu ini keluhan keluar darah dari hidung sudah tidak
pernah lagi, nyeri kepala (-) dan hidung tersumbat juga sudah
berkurang.Riwayat trauma pada daerah muka disangkal, riwayat
penurunan penghidu, adanya benjolan atau tumor pada hidung
disangkal, riwayat perdarahan pada hidung disangkal.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat keluhan serupa pada tahun 2011, keluhan hidung tersumbat
dan mengeluarkan cairan bening dari hidung terus menerus selama 2
bulan, kemudian pasien merasa nafasnya berbau, tetapi cairan yang
keluar tidak berbau, dan jernih. Nyeri pipi (-), nyeri kepala(+).
Lalu pasien periksa ke dokter dikatakan menderita sinusitis, dan
mendapatkan pengobatan dari dokter lalu pasien mengaku
sembuh.Riwayat penyakit lain seperti diabetes melitus dan
hipertensi juga disangkal pasien.Riwayat apabila naik motor
terutama malam hari sering muncul gatal-gatal, hidung tersumbat dan
bersin bersin 5-6 kali saat pagi dan sore hari.Riwayat Penyakit
Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan penyakit
serupa.Riwayat Lingkungan dan Sosial
Kebiasaan merokok(-)
Kebiasaan minum minuman beralkohol(-)
Pengobatan rutin tertentu dan obat obatan
terlarang(-)III.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : TenangKesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
: Tekanan darah 110/70mmhg ,Napas 18x/menit, Nadi 86x/menit,
Suhu 36,7C.
Status GeneralisKepala :Simetris
Mata:- Konjungtiva
:Tidak anemis
Sklera
:Tidak ikterik
Pupil : Isokor, CentralLeher : Lihat status lokalisToraks :Dalam
batas normalAbdomen :Dalam batas normalEkstremitas :Edema (-/-)
Sianosis (-/-)Neurologis :Refleks fisiologis : Dalam batas
normal
Refleks patologis : Dalam batas normalGenitalia: Dalam batas
normalStatus Lokalis
Telinga
BagianKelainanAuris
Dextra Sinistra
Preaurikula Kelainan kongenital
Radang
tumor
TraumaNyeri tekan tragus --
-
-
---
-
-
-
AurikulaKelainan kongenital
Radangtumor
Trauma -
-
-
--
-
-
-
RetroaurikulaEdema
Hiperemis
Nyeri tekan
Sikatriks-
-
-
--
-
-
-
Canalis Acustikus Externa Kelainan Kulit
Sekret
Serumen
Edema
Jaringan granulasi
Massa Tenang-Ada-
-
-
Tenang-
Ada--
-
Membrana TimpaniWarna
Intak
Reflek cahaya Perforasi
Hiperemis
Warna Putih keabuan(+) (+)
--Putih mengkilatPutih keabuan(+)
(+)
--Putih mengkilat
Tes PendengaranAuris
Dextra Sinistra
Tes Rinne
Tes Weber
Tes Schwabach :
+Lateralisasi (-)
Sama pemeriksa+Lateralisasi(-)
Sama pemeriksa
Hidung
PemeriksaanNasal
Dextra Sinistra
Keadaan LuarBentuk dan Ukuran
Massa
KulitDalam batas normal
-
Sikatriks (-)Dalam batas normal
-
Sikatriks (-)
Rhinoskopi anterior Mukosa
Sekret
Krusta
Concha inferior
Septum
Polip/tumor
Aliran udara
Cavum nasi
-+-
Eutropi -+ -
Eutropi
Tidak ada deviasi
-Hambatan-Lapang -Hambatan Lapang
Rhinoskopi posteriorMukosa
Koana
Sekret
Torus tubarius
Fossa RosenmullerMassa / tumorPost nasal drip Tidak
dilakukanTidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukanTidak dilakukan Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Palpasi
Sinus ParanasalMassa,Nyeri tekan,Nyeri lepas
Sinus Frontalis- / - / -
Sinus Maxillaris- / -/ -- / - / -
Sinus Ethmoidalis- / - / -- / - / -
Transluminasi sinusDalam batas normal Dalam batas normal
Gambar . Rinoskopi posterior.
Mulut Dan Orofaring
Bagian Keterangan
Mulut Mukosa mulut
Lidah
Gigi geligi
Uvula
Pilar
TenangBersih, SimetrisCaries (+)
V IV III II I I II III IV (M2)V IV III II I I II III IV
VSimetris / tidak deviasiTidak hiperemis / tidak udem
Tonsil Mukosa
Besar
Kripta :
Detritus :
Perlengketan Tenang / tidak hiperemisT1 T1 Tenang Tidak
membesar(-/-)
(-/-)
Faring Mukosa
Granula
Post nasal drip Tenang / tidak hiperemis(-)(-)
Laring Epiglotis
Kartilago aritenoid
Plika ariepiglotis
Plika vestibularis
Plika vokalis
Cincin trachea
Rima glotis
Keterangan :
1. Epiglotis
2. Cartilago aritenoid
3. Plika vestibular
4. Pita vokalis
5. Plika ariepiglotika
6. Rima glottis
7. Cincin trachea
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Maksilofasial
Bentuk :Simetris
Parese N.Kranialis:Tidak ada
Leher
Kelenjar getah bening:Tidak teraba membesar
Massa :Tidak ada
V.DIAGNOSA KERJA Rhinosinusitis Maxillaris Sinistra dengan
riwayat epistaksisIX. PENATALAKSANAANUmum Kompres air hangat, bila
ada nyeri di wajah
Jangan berenang dan menyelam Mencegah batuk pilek Bila ada nyeri
telinga, nyeri menelan atau sakit kepala hebat segera periksa ke
dokter
MedikamentosaAmoxicilin 500mg 3x/hariCTM 2x1
GG 3x1XI. PROGNOSISQuo ad vitam
: ad bonam
Quo ad fuctionam : ad bonamAd Sanasionam
: ad bonamBAB II
TINJAUAN PUSTAKAA. RHINOSINUSITIS MAXILLARIS
Definisi Sinus Paranasal
Sinus paranasal adalah rongga-rongga berisi udara yang dilapisi
mukosa yang terletak di dalam tulang wajah dan
tengkorak.Perkembangan Sinus paranasal
Keempat sinus paranasal mulai berkembang di akhir bulan ke-3
setelah konsepsi, sebagai hasil invaginasi dari rongga hidung.
Sinus paranasal pada mulanya berkembang menjadi dinding tulang
rawan dan atap dari fosa nasalis melalui proses pneumatisasi
(primer) menjadi tulang maksila, tulang sfenoid, tulang frontalis,
dan tulang etmoidalis. Sinus-sinus tersebut akhirnya membesar
menjadi tulang keras yang disebut pneumatisasi sekunder.
Pneumatisasi dari tulang-tulang paranasal terjadi berbeda-beda
pada tiap sinus. Pada sinus maksilaris pneumatisasi primer terjadi
pada minggu ke-10 post-konsepsi, di mana terbentuk tulang rawan
ectethmoid dari meatus medius. Dan pneumatisasi sekunder untuk
menjadi tulang maksila terjadi pada bulan ke-5.
Pada sinus sfenoidales, pneumatisasi primer terjadi pada bulan
ke-4 post-konsepsi melalui konstriksi bagian superoposterior dari
resesus sfenoethmoid. Dan pneumatisasi sekunder terjadi pada umur
6-7 tahun .
Pada sinus etmoidalis, pneumatisasi primer terjadi ketika
sel-sel udara ethmoid yang berasal dari meatus medius dan meatus
inferior serta resesus sfenoethmoid menginvasi kapsula nasal
ectethmoid. Hal tersebut terjadi pada bulan ke-4 post-konsepsi.
Pneumatisasi sekunder terjadi pada saat setelah bayi lahir sampai
dengan usia 2 tahun.
Pada sinus frontalis, pneumatisasi primer terjadi dengan adanya
invaginasi mukosa di resesus frontalis dari meatus medius fosa
nasalis. Proses ini terjadi pada bulan ke-3 sampai ke-4
post-konsepsi. Pneumatisasi sekunder tidak akan terjadi pada usia 6
bulan sampai 2 tahun setelah lahir dan tidak akan terlihat pada
pemeriksaan radiografi sampai dengan usia 6 tahun.Anatomi Sinus
Paranasal
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang
sulit didekripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap
individu. Ada 4 pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar
yaitu, sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid , dan sinus
sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga
didalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam
rongga hidung. Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari
invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannnya dimulai pada
fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sphenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada sejak bayi lahir,
sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada
ank yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoid
dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterior
superior rongga hidung. Sinus- sinus ini umumnya mencapai besar
maksimal pada usia antara 15-18 tahun. 1
Sinus maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus
maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan
fasial os maksila yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya
adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya adalah
dinding lateral rongga dan dinding superiornya adalah dasar orbita
dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum.
Ostium sinus maksila berada di sebelah superior didnidng medial
sinusd an bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum
etmoid. Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus
maksila adalah : 1). Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan
akar gigi rahang atas, yaitu P1,P2,M1,M2 dan M3. 2). Sinusitis
maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. 3). Ostium maksila
terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya
tergantung dari gerak silia, laipula drainase juga di harus melalui
infundibulum yang sempit. Infundibulum afdalah bagian dari sinus
etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada
daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjtunya
menyebabkan sinusitis.1
Sinus Frontalis
Sinus frontalis terletak yang terletak di Os frontal mulai
terbentuk sejak bulan ke 4 fetus, berasal dari sel-sel resesus
frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dana akan mencapai
ukuran maksima sebelum usia 20 tahun. Ukuran sinus frontal adal 2,8
cm, tingginya, lebar 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal
biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Sinus
frontal dipisahkan oleh tulang yang tipis dari orbita dan fosa
srebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar
ke daerah ini. Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnha yang
terletak di resesu frontal, yang berhubungan dengan infundibulum
etmoid. 1Sinus Etmoid
Daris semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi
dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan
fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk
sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya dibagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan
lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior.
1Sinus Sfenoid
Sinus sfemoid terletak dlam os sphenoid dibelakang sinus etmoid
posterior. Sinus sphenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm, dan
lebarnya 1, 7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Saat
sinus ini berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os
sphenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan
tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sphenoid. 1
Komplek Osteo-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus
medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal
dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan
dinamakan kompleks osteo-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum
etmoid yang terdapat dibelakang prosesus unsinatus, resesus
frontalis, bula etmioid dan sel-sel etmoid anterior dengan
ostiumnya dan ostium sinus maksila.
Sistem Mukosiliar
Seperti pada mukos a hidung, didalm sinus juga terdapat mukosa
bersilia dan palut lendir diatasnya. Didalam sinus silia bergerak
secara teratur untuk mengalirkan lender menuju ostium alamiahnya
mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Pada dinding
lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus.
Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung
diinfundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring didepan muara tuba
Eustacjius, lender yang berasal dari kelompok sinu posterior
bergabung diresesus sfenoetmoidalis dialairkan ke nasfaring
dipostero-superior muara tba. Inilah sebabnya pada sinusitis
didapati secret pasca-natal(post nasal drip), tetapi belum tentu
ada secret dirongga hidung.Fungsi Sinus Paranasal Beberapa teori
yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara
lain : Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan
mengatur kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam
ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali
bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara
total dalam sinus
Sebagai panahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi
orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang
berubah-ubah.
Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat
tulang muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan
tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari
berat kepala, sehingga teori ini tidak dianggap bermakana.
Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar
dan mendadak, misalnya pada waktu bersin dan beringus.
Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya
kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif
untuk membersihkan partikel yang turut masuk dalam udara.
B. RHINOSINUSITISDefinisi Sinusitis Sinusitis disebut
rhinosinusitis
Sinusitis jarang tanpa disertai rinitis.
Rhinitis = radang membaran mukosa hidung
Sinusitis = radang pada satu atau lebih sinus paranasal
Rhinosinusitis = radang membran mukosa hidung dikarenakan
perluasan dari sinus paranasalSinusitis adalah radang mukosa sinus
paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi
sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan
sinusitis sfenoid.
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan
sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih
jarang.
Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus
yang seringter infeksi, oleh karena;
(1) merupakan sinus paranasal yang terbesar,
(2) letakostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran
sekret atau drainase dari sinusmaksila hanya tergantung dari
gerakan silia,
(3) dasar sinus maksila adalah dasar akargigi (prosesus
alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis
maksila,
(4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius , disekitar
hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah
tersumbat.Rinosinusitis adalah suatu kondisi yang merupakan
manifestasi dari respon peradangan membran mukosa sinus
paranasalis, yang biasanya dihubungkan dengan infeksi yang dapat
menyebabkan penebalan mukosa dan akumulasi sekret mukus dalam
rongga sinus paranasalis. Sehingga besar infeksi sinus paranasalis
bersifat rinogen dan rinitis sering diiringi oleh perubahan pada
sinus, istilah rinosinusitis saat ini merupakan istilah yang lebih
sidukai untuk sinusitis, khususnya pada anak-anak dimana penyakit
ini terlihat sebagai satu kesatuan penyakit yang sama.
EpidemiologiRinosinusitis merupakan penyakit yang umum dijumpai
dalam praktek sehari-hari. rinosinusitis tersebar luas dan
diperkirakan mengenai 10 % hingga 30 % individu di Eropa. Di
Amerika Serikat hampir 15 % penduduk pernah menderita paling
sedikit sekali episode rinosinusitis dalam hidupnya.Insiden dan
prevalensi rinosinusitis sebenarnya tidak diketahui secara pasti
pada beberapa kasus. Perkiraan prevalensi rhinosinusitis akut
didasrakan pada hasil Ct scan yang menunjukkan bahwa 90% terjadi
pada pasien yang pilek karena virus dan bakteri bersamaan. Setiap
tahun, anak-anak dan orang deawasa rata-rata antara 6 dan 8 atau 2
sampai 3 mengalami infeksi saluran peranfasan atas. Oleh karena itu
, lebih dari 1 milliar kasus rinosinusitis terjadi setiap tahun.
Bila suatu rinosinusitis merupakan peradangan dari lapisan mukosa
hidung dan sinus paranasalis, maka dapatlah dikatakan bahwa
rinosinusitis dapat terjadi pada setiap infeksi saluran nafas atas
.Tetapi pada anak-anak dimana rongga sinus paranasalis relatif
kecil dengan ukuran ostium sinus paranasalis yang relatif besar,
maka tidak terdapat retensi sekret, sehingga meskipun terjadi
rinitis karena virus yang dapat meluas ke lapisan mukosasinus
paranasalis mukus yang terdapat dalam rongga sinus akan dengan
cepat dikeluarkan oleh gerakan silia. Oleh karena itu pada
anak-anak usia 2 3 tahun jarang timbul masalah klinis. Infeksi dari
sinus paranasalis lebih mungkin terjadi pada anak yang lebih besar,
namun demikian ini tidak berarti bahwa insiden infeksi sinus
paranasalis pada anak-anak lebih jarang daripada orang dewasa
karena anak-anak lebih sering terkena infeksi saluran nafas atas
daripada orang dewasa.Klasifikasi SinusitisKlasifikasi sinusitis
dibuat berdasarkan ;
1. Gejala kliniknya (akut,subakut,kronik)
2. Lokasi anatomik yang terkena.3. Organisme yang brtanggung
jawab ( virus,bakteri,jamur)
4. Onset / Perjalanan penyakit
`Menurut Spector dan Benstein (1998) klasifikasi sinusitis
adalah
1. Sinusitis akut : Gejala berlangsung selama 3-4 minggu, gejala
yang ditimbulkan meliputi infeksi saluran pernafasan atas yang
menetap, adanya rhinorea yang purulen, post nasal drip, anosmia,
sumbatan hidung, nyeri fasial, sakit kepala, demam dan batuk.
2. Sinusistis kronik: Gejala timbul lebih dari 4 minggu.
Beberapa penderita tidak memberikan gejala yang khas sehingga
umumnya ditemukan kelainan CT atau MRI.
3. Sinusitis rekuren : Bila episode sinusitis akut berulang
hingga 3-4 kali dalam satu tahun dan kemungkinan disebabkan oleh
infeksi yang berbeda pada setiap episodenya.
Menurut Adams, berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi atas
:
Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa
minggu
Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa
bulan
Sinusitis kronik, bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa
tahun ( bila sudah lebih dari 3 bulan).Berdasarkan gejalanya
disebut akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, subakut bila
tanda akut sudah mereda dan perubahan histologik mukosa sinus masih
reversibel, dan kronik bila perubahan tersebut sudah ireversibel,
misalnya menjadi jaringan granulasi atau polipoid.Etiologi dan
Faktor Predisposisi Sinusitis
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA
akibat virus, infeksi bakteri, jamur, bermacam rinitis terutama
rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil. Faktor lokal
seperti anomali kraniofasial, obstruksi nasal, trauma, polip
hidung, deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan komplek
osteomeatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, juga dapat menjadi
faktor predisposisi sinusistis. Pada anak, hipertrofi adenoid
merupakan faktor penting penyebab terjadinya sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rinosinositisnya. Faktor lain yang juga berpengaruh
adalah polusi udara, udara dingan dan kering serta kebiasaan
merokokPenyebab sinusitis tergantung dari klasifikasi sinusitis
yaitu akut dan kronis.
Penyebab sinusitis akut :
rinitis akut
infeksi faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsilitis
akut
infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1 dan P2
(dentogen)
berenang dan menyelam
trauma, dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal
barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa
Penyebab sinusitis kronis :
polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi
perubahan mukosa hidung
alergi dan defisiensi imunologi juga dapat menyebabkan perubahan
mukosa hidung
infeksi baik oleh virus maupun bakteri
obstruksi osteomeatal complex
kelainan anatomi
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi,
udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini
lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.
Patofisiologi SinusitisDalam keadaan fisiologis, sinus adalah
steril. Sinusitis dapat terjadi bila klirens silier sekret sinus
berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat, yang menyebabkan
retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan
parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme
patogen.
Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya
berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak
dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase
dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif
dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi yang awalnya
serous. Kondisi seperti ini bisa dianggap rinosinusitis
non-bakterial. Bila kondisi ini menetap, lendir yang diproduksi
mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik
untuk tumbuhnya bakteri patogen. Keadaan ini disebut rinosinusitis
akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan
retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.
Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid
atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik
dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa, dimana
stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang
sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, di mana
mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam
rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah
polip.Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti
dibawah ini, yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya
secara berurutan :1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum,
sedangkan permukaannya
kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.
2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat
edema dan pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini
biasanya tidak ada kelainan epitel.
3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit
keluar melalui epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur
dengan bakteri, debris, epitel dan mukus. Pada beberapa kasus
perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur dengan sekret.
Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental
dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum.
4.Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat
dan berhentinya pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari.
5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe
kongesti ke tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang
besar sekali. Resolusi masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi,
karena perubahan jaringan belum menetap, kecuali proses segera
berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka terjadi
perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda
osteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang.Perluasan infeksi
dari sinus kebagian lain dapat terjadi : (1) Melalui suatu
tromboflebitis dari vena yang perforasi; (2) Perluasan langsung
melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik; (3)
Dengan terjadinya defek; dan (4) melalui jalur vaskuler dalam
bentuk bakterimia. Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat
disebarkan dari sinus secara limfatik
Perluasan infeksi dari sinus ke bagian lain dapat terjadi : 1.
Melalui suatu tromboflebitis dari vena yang perforasi 2. Perluasan
langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik
3. Dengan terjadinya defek 4. Melalui jalur vaskuler dalam bentuk
bakterimia.
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu
obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia,
dan kuantitas dan kualitas mukosa. Gejala Klinis SinusitisTabel
1.Kriteria diagnosis sinusitis
MayorMinor
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah
Sekret nasal purulen
Demam
Kongesti nasal
Obstruksi nasal
Hiposmia atau anosmiaSakit kepala
Batuk
Rasa lelah
Halitosis
Nyeri gigi
Nyeri atau rasa tertekan pada telinga
Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor
dengan dua kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7
hari.
Sumber: Boies ET. (2001)
Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan
kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih
dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak, penuh,
dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya
sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas
yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi.
Selama berlangsungnya sinusitis maksilaris akut, pemeriksaan fisik
akan mengungkapkan adanya pus dalam hidung. Sekret mukopurulen
dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif
non produktif seringkali ada.
Gambaran radiologik sinusitis akut mula-mula berupa penebalan
mukosa, selanjutnya opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang
membengkak hebat, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus.
Biakan bakteri yang muncul biasanya Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, bakteri anaerob, Branghamella catarrhalis.
Jika tidak mendapatkan penanganan yang adekuat Sinusitis maksilaris
akut dapat berubah menjadi sinusitis maksilaris kronis yang
berlangsung selama beberapa bulan atau tahun.Gejala sinusitis dapat
dibagi menjadi gejala mayor dan gejala minor :
1. Gejala mayor
nyeri pada wajah atau dengan penekanan
rasa penuh atau tersumbat di wajah
sumbatan di hidung
sekret pada hidung
gangguan penciuman
purulen pada rongga hidung
2. Gejala minor
sakit kepala
demam
halitosis
lemah
sakit gigi
batuk
nyeri telinga atau terasa penuh pada telinga
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan infeksi akut ditemukan
bengkak pada dareah maksila serta kemerahan pada kulit sekitarnya.
Palpasi pada daerah ini untuk melihat adanya nyeri tekan.
Transiluminasi dapat membantu mendiagnosa, walaupun tidak akurat.
Pemeriksaan dengan anterior rhinoskopi lebih dipilih.
Pemeriksaan untuk menilai adanya deviasi septum nasal perlu
dilakukan bila ada gejala obstruksi. Mukosa dari nasal diamati,
pada infeksi aktif mukosa edema dan kemerahan. Sedangkan pada
alergi, mukosa edema dengan warna pucat. Daerah nasofaring diamai
untuk mecari adanya hipertrofi adenoid, massa dan postnasal
purulen.
SINUSITIS AKUTA.Gejala SubyektifDari anamnesis biasanya
didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama pada anak
kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari.
Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan
rasa lesu, serta gejala lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental
yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring(post nasal drip),
halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di
daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat
lain
1. Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang
sering terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang
terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga
aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari
gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi
(prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan
sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus
medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah
tersumbat
2. Sinusitis Ethmoidalis
Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak,
seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding
leteral labirin ethmoidalis (lamina papirasea) seringkali merekah
dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis
orbita.
Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris
serta dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak
dapat dielakkan.
Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus
medius, kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama
bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan
sumbatan hidung
3. Sinusitis Frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan
infeksi sinus etmoidalis anterior.
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri
berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga
menjelang malam.
Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh
dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.
4. Sinusitis Sfenoidalis
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex,
oksipital, di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun
penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga
gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus
lainnya
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan
lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas
cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.
Pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus
medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam
bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen,
seperti pneumococcus, streptococcus, staphylococcus dan haemophylus
influensa. Selain itu mungkin juga ditemukan virus atau jamur.
SINUSITIS SUBAKUTGejala klinisnya sama dengan sinusitis akut
hanya tanda-tanda radang akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri
tekan) sudah reda.
Pada rinoskopi anterior tampak sekret di meatus medius atau
superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di
nasofaring. Pada pemeriksaan transiluminasi tampak sinus yang
sakit, suram atau gelap.
SINUSITIS KRONISSinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut
dalam berbagai aspek, umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan
medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor
predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi
perubahan mukosa hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan
oleh alergi dan defisiensi imunologik, sehingga mempermudah
terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan
sinusitis akut tidak sempurna.
A.Gejala SubjektifBervariasi dari ringan sampai berat, terdiri
dari :
Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan
sekret pasca nasal(post nasal drip)yang seringkali mukopurulen dan
hidung biasanya sedikit tersumbat.
Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di
tenggorokan.
Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi
sumbatan tuba eustachius.
Adanyeri atau sakit kepala.
Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus
nasolakrimalis.
Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa
bronkhitis atau bronkhiektasis atau asma bronkhial.
Gejala di saluran cerna mukopus tertelan sehingga terjadi
gastroenteritis.
B.Gejala ObjektifTemuan pemeriksaan klinis tidak seberat
sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada
rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental, purulen dari
meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan polip,
tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak
sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.
Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat
ditemukan etmoiditis kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis
frontalis atau maksilaris. Etmoiditis kronis ini dapat menyertai
poliposis hidung kronis.
Diagnosis Sinusitis
Diagnosis sinusitis dapat ditegakkan dengan : 1. Anamnesis yang
cermat 2. Pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior 3.
Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal,
yakni pada daerah sinus yang terinfeksi terlihat suram atau gelap.
4. Pemeriksaan radiologik, posisi rutin yang dipakai adalah posisi
Waters, PA dan
Lateral. Yang dimaksud dengan posisi Waters adalah untuk
memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum
maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian
rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama
untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid.
Posisi posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan posisi
lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid. Pada
sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa penebalan mukosa,
opasifikasi sinus (berkurangnya pneumatisasi), gambaran aie fludi
level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto
Waters.
5. Kultur. Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah
kepada organisme penyebab, maka kultur dianjurkan. Bahan kultur
dapat diambil dari meatus medius, meatus superior, atau aspirasi
sinus6. Sinoskopi sinus maksilaris, dengan sinoskopi dapat dilihat
keadaan dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi,
massa tumor atau kista dan bagaimana keadaan mukosa dan apakah
osteumnya terbuka. Pada sinusitis kronis akibat perlengketan akan
menyebabkan osteum tertutup sehingga drenase menjadi terganggu.
7. Pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang diambil pada
waktu dilakukan sinoskopi. 8. Pemeriksaan meatus medius dan meatus
superior dengan menggunakan naso-
endoskopi. 9. Pemeriksaan CT-Scan, merupakan cara terbaik untuk
memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan
komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa,
air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu
atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan
sklerotik (pada kasus- kasus kronik)Diagnosis Banding Sinusitis1.
Polip nasi
Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung terasa tersumbat
dari yang ringan sampai ke yang berat, rinore mulai dari yang
jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia.Mungkin disertai
bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di
daerah frontal.
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar
sehingga hidungtampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada
pemeriksaan rinoskopi anterior terlihatsebagai massa yang berwarna
pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.
2. Rhinitis alergi
Pada anamnesa didapatkan hidung tersumbat hilang timbul, jarang
disertai nyeri wajah, cairan yang keluar tidak berwarna dan cair.
Keluhan disertai bersin bersin yang berulang, biasanya muncul
karena terkena paparan allergen. Pada pemeriksaan fisik hidung
ditemukan chonca media hipertrofi dan hiperemis.
Penatalaksanaan SinusitisTujuan utama penatalaksanaan sinusitis
adalah: 1. Mencapai fungsi dan anatomis yang normal dari
sinonasal2.Mempercepat penyembuhan 3.Mencegah komplikasi 4.Mencegah
perubahan menjadi kronik.SINUSITIS AKUT Pengobatan umum
Istirahat
Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan
kelemahan sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar
kamar tidurmempunyai suhu dan kelembaban udara tetap.
Higiene
Harus tersedia sapu tangan kertas untuk mengeluarkan sekrat
hidung. Perlu diperhatikan pada mulut yang cenderung mengering ,
sehingga setiap selesai makan dianjurkan menggosok gigi.
Medikamnetosa
Kuman penyebab sinusitis akut yang tersering adalah
Streptococcus pneumoniaedanHaemophilus influenzae. Diberikan terapi
medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang
diberikan lini I yakni golongan penisilin atau cotrimoxazol dan
terapi tambahan yakni obat dekongestan oral + topikal, mukolitik
untuk memperlancar drenase dan analgetik untuk menghilangkan rasa
nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau
kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian
antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada
perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II selama 7 hari
yakni amoksisilin klavulanat/ampisilin sulbaktam, cephalosporin
generasi II, makrolid dan terapi tambahan. Jika ada perbaikan
antibiotic diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.
Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT
Scan dan atau naso-endoskopi.Bila dari pemeriksaan tersebut
ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak
ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi
komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali
bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau
bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh
sumbatan.SINUSITIS SUBAKUT
Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu
dengan tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.
Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas
atau yang sesuai dengan resistensi kuman selama 10 14 hari. Juga
diberikan obat-obat simptomatis berupa dekongestan. Selain itu
dapat pula diberikan analgetika, anti histamin dan mukolitik.
Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek
(Ultra Short Wave Diathermy) sebanyak 5 6 kali pada daerah yang
sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik,
maka dilakukan pencucian sinus.
Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan pungsi irigasi. Pada
sinusitis ethmoid, frontal atau sphenoid yang letak muaranya
dibawah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz.
SINUSITIS KRONIS Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka
dilakukan tata laksana yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika
ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-14 hari.
Antibiotik diberikan sesuai dengan kultur dan uji sensitivitas.
Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada
episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau
tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari atau
buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik mencukupi 10-14
hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan
naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika
ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah
yaitu BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka
evaluasi diagnosis.
Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.
Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus,
sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan
pencucian Proetz.
Pembedahan
Radikal
a.Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.
b.Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.
c.Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.
Non Radikal
a.bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan
membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.
Sudah lama, operasi sinus dengan menggunakan system kamera ini
dan mempunyai standart operasi dalam penanganan pembedahan
sinusitis.Dengan ini mengenali teknologi sinus dengan system
balon,dan ini juga salah satu cara dan mengatur kurangnya infeksi
dari sinus yang tersedia saat ini.
Alat perlengkapan ini sinus ini sangat bersih(steril),pipa
kateter,yang dirancang yang sangat spesifik agar dapat mengikuti
anatomi daripada sinus yang berliku-liku.Sistem Relieva Sinus
Ballon pada sinusistis ini digunakan untk membuka jalan yang telah
menyumbat sinus itu sendiri,dan banyak kasus-kasus yang lain.tanpa
ada membuang jaringan atau tulang manapun. Menggunakan system
Relieva Sinus Balloon ini dilakukan dengan sangat hati-hati.
Ballon Sinuplasti LUMA Balon Sinuplasti ini adalah satu jalan
revolusi dalam menangani sinus. Dengan menggunakan kawat penunjuk
dan balon untuk membesarkan yang menghalangi sinus.Biasanya posisi
dari pada balon ini diikuti dengan menggunakan sinar X(X-RAY)
selama operasi berlangsung.Teknologi ini telah mempunyai
perkembangan yang lebih dimana X-RAY tidak dibutuhkan lagi,malahan
kawat penunjuk ini berdempetan dengan satu sumber lampu yang
digunakan untuk memastikan dimana lokasi dari sinus
tersebut.Teknologi yang terbaru in dinamakan system Releiva
LUMA.Kini kami telah berhasil menggunakan system tersebut dalam
menjalankan operasi sinus.Tatalaksana Rinosinusitis berdasarkan
European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS
)2012 :7Penanganan Rhinosinusitis Akut pada Dewasa (Dokter
Umum)
Penanganan Rhinosinusitis Akut pada Anak (Dokter Umum)
Penanganan Rhinosinusitis Akut pada Dewasa dan Anak (Dokter
Spesialis THT)
Penanganan Rhinosinusitis Kronik pada Dewasa (Pelayanan Primer
dan Dokter Spesialis non-THT)
Penanganan Rhinosinusitis Kronik dengan Polip Hidung untuk
Dokter Spesialis THT
Komplikasi Sinusitis1. Komplikasi orbita
Karena letak anatomisnya yang dekat dengan sinus. Infeksi dapat
menyebar melalui arteri, vena , limfatik, atau juga langsung
melalui lamina papyracea. Pemeriksaan pada perubahan penglihatan,
tekanan okuler dan pergerakan mata.
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita
yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi
ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga
terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi
orbita.
Terdapatlimatahapan :
Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi
orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini
terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang
memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada
kelompok umur ini.
Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara
aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan
dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan
isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik
dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot
ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan
tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri
melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk
suatu tromboflebitis septik.
Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari
:
a.Oftalmoplegia.
b.Kemosis konjungtiva.
c.Gangguan penglihatan yang berat.
Kelemahan pasien.
Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang
berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta
berdekatan juga dengan otak.
2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul
dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus
maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya
tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini
dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur
sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan
pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke
lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia
dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama
dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk
mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase
yang baik atau obliterasi sinus.
1. Komplikasi Intra Kranial Penyebaran ke dalam intrakranial
dapat menyebabkan abses subdural atau epidural, meningitis, abses
otak dan trombosis sinus cavernous. Osteomyelitis pada tulang
frontal dan maksila jarang terjadi. Rhinorrhea cairan serebrospinal
harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat cedera kepala.
Pilek persisten unilateral dengan epistaksis dapat mengarah kepada
neoplasma atau benda asing nasal. Tension headache, cluster
headache, migren, dan sakit gigi adalah diagnosis alternatif pada
pasien dengan sefalgia atau nyeri wajah. Meningitis akut, salah
satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut,
infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran
vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat
dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis
di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna
kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini
timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan
sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra
kranial.
Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan
arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses
dura.
Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus
terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara
hematogen ke dalam otak.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang
intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses
dan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada
tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi
setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan
menggigil.1. Kelainan paru seperti bronchitis kronik dan
bronkietaksis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan
kelainan paru inidisebut sinobronkitis.
CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit
sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan
lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada
sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.
BAB III
PEMBAHASAN1. Kenapa pasien ini didiagnosa Rhinosinusitis
Maxillaris sinistra?
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis didapatkan, pasien datang ke poli THT RSUD
Panembahan Senopati dengan keluhan hidung tersumbat 1 minggu SMRS,
dan mengaku cairan yang keluar dari hidung berwarna merah.
Penderita juga merasa ada cairan yang mengalir dari hidung ke
tenggorokan. Keluhan disertai nyeri pada pipi sebelah kanan dan
dahi. Penderita juga mengeluh sering sakit kepala. Riwayat alergi
(-)Penderita mengakui sudah lama mempunyai gigi berlubang pada
rahang atas. Hal ini dapat mendukung factor predisposisi dari
sinusitis. Pada pemeriksaan fisik pada sinusitis tidak terdapat
pembengkakan di muka. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan
sekret dari meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi
posterior tampak sekret di nasofaring atau turun ke tenggorok (Post
nasal drip). Namun pada pasien ini telah mengalami perbaikan
sehingga gejala klinis telah membaik jadi memerluka terapi
maintenance supaya tidak terjadi pengulangan gejala atau infeksi
berulang.2. Apakah faktor yang menyebabkan terjadinya
Rhonosinusitis pada pasien ini ?
Penyebab sinusitis :
polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi
perubahan mukosa hidung
infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1 dan P2
(dentogen)
alergi dan defisiensi imunologi juga dapat menyebabkan perubahan
mukosa hidung
infeksi baik oleh virus maupun bakteri
obstruksi osteomeatal complex
kelainan anatomi
- perokok aktif lamaPada perokok, sinusitis terjadi oleh karena
kerusakan mukosilier pada mukosa sinus paranasal, akibat dari hawa
panas rokok saat terjadi penghisapan kedalam hidung. Setelah
terjadi kerusakan oleh karena hawa panas dari rokok yang mengenai
silia-silia pada mukosa paranasal, maka fungsi dari silia-silia
tersebut menjadi hilang, seharusnya silia-silia tersebut menjadi
alat transport untuk mengeluarkan cairan mucus pada sinus-sinus
menuju ke kompleks osteomeatal dan lalu dikeluarkan melalui lubang
hidung.
3. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini ?
Komplikasi sinusitis maksilaris
Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus dalam sinus. Paling sering
ditemukan pada sinisitis maksilaris. Bila mukokel ini terinfeksi,
akan menjadi piokel. Gejalanya lebih akut dan berat.
Komplikasi orbita : peradangan, selulitis orbita, abses
subperiostal, abses orbita, trombosis sinus kavernosus.
4. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?
Pengelolaan pasien ini sudah tepat. Pada rhinosinusitis kronis,
terapi yang diberikan bisa dengan: Istirahat
Penderita dengan yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya
beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidurmempunyai
suhu dan kelembaban udara tetap.
Higiene
Harus tersedia sapu tangan kertas untuk mengeluarkan sekrat
hidung. Perlu diperhatikan pada mulut yang cenderung mengering ,
sehingga setiap selesai makan dianjurkan menggosok gigi.
Medikamentosa
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14
hari, meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang
diberikan ialah golongan penisilin. Diberikan juga obat dekongestan
lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancar drainase sinus. Boleh
diberikan analgetikuntuk menghilangkan rasa nyeri.DAFTAR
PUSTAKA
1. Anggraini DR. Anatomi dan Fungsi Sinus Paranasal.2006. USU
Respiratory. Diunduh sari
http://library.usu.ac.id/download/fk/06001191.pdf2. Ballinger, JJ.
1994. Radiologi Sinus Paranasal dalam Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. Edisi 13. Binarupa Aksara.
Jakarta.3. Boeis, Adam H. 1997. Buku Ajar Penyakit THT : Sinus
Paranasalis. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
4. Erica R. Thaler,David W. Kennedy. Rhinosinusitis: A Guide for
Diagnosis and Management. Springer :20085. Madiadipoera, Teti.
Bahan Kuliah Ilmu Kesehatan THT-KL : Sinusitis. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran/RSHS.
6. Mangunkusumo, Endang dan Rifki, Nusjirwan. 2002. Buku ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher : Sinusitis .
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.7. Wytske J. Fokkens,dkk.
European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012.
Volume 50.Suplement 23. March 2012.p.209-219.
EMBED Word.Picture.8
Gejala menetap setelah 10 hari atau bertambah buruk setelah 5
hari
Sedang (Post Virus)
*Berat (mengarah penyebabnya pada Bakteri)
+ Steroid Topikal
Tidak ada perbaikan setelah 14 hari terapi
Lanjutkan terapi selama 7-14 hari
Terapi Steroid Topikal dapat disertai antibiotik
Ada perbaikan dalam 48 jam
Tidak ada Perbaikan dalam 48 jam
Rujuk ke Spesialis
Rujuk ke Dokter Spesialis
2 gejala : salah 1 nya obstruksi hidung atau perubahan warna
secret (purulen)
Nyeri di bagian frontal, pusing
Penurunan Penghidu
Pemeriksaan Rinoskopi Anterior, X-Ray/ CT-Scan tidak
direkomendasikan
Gejala < 5 hari atau membaik setelahnya
Common Cold
Irigasi hidung, dekongestan
Tidak ada perbaikan setelah 10 hari
*Sedikitnya terdapat 3 gejala:
Perubahan warna secret
Nyeri Lokal yang berat
Demam
Peningkatan LED, CRP
Keadaan yang harus segera di rujuk ke dokter spesialis:
Udem Periorbital / Eritema
Pendorongan letak bola mata
Pebglihatan ganda
Oftalmoplegi
Penurunan Visus
Nyeri bagian Frontal baik unilateral/bilateral
Jar.lunak daerah Frontal
Terdapat tanda meningitis
Atau tanda kelainan neurologis
Gejala menetap setelah 10 hari atau bertambah buruk setelah 5
hari
Sedang (Post Virus)
*Berat (mengarah penyebabnya pada Bakteri)
+ Steroid Topikal
Tidak ada perbaikan setelah 14 hari terapi
Lanjutkan terapi selama 7-14 hari
Terapi Steroid Topikal dapat disertai antibiotik
Ada perbaikan dalam 48 jam
Tidak ada Perbaikan dalam 48 jam
Rujuk ke Spesialis
Rujuk ke Dokter Spesialis
2 gejala : salah 1 nya obstruksi hidung atau perubahan warna
secret (purulen)
Nyeri di bagian frontal, pusing
Batuk
Pemeriksaan Rinoskopi Anterior, X-Ray/ CT-Scan tidak
direkomendasikan
Gejala < 5 hari atau membaik setelahnya
Common Cold
Irigasi hidung, dekongestan
Tidak ada perbaikan setelah 10 hari
*Sedikitnya terdapat 3 gejala:
Perubahan warna secret
Nyeri Lokal yang berat
Demam
Peningkatan LED, CRP
Keadaan yang harus segera di rujuk ke dokter spesialis:
Udem Periorbital / Eritema
Pendorongan letak bola mata
Pebglihatan ganda
Oftalmoplegi
Penurunan Visus
Nyeri bagian Frontal baik unilateral/bilateral
Jar.lunak daerah Frontal
Terdapat tanda meningitis
Atau tanda kelainan neurologis
Rujukan dari Pelayanan primer dan Pediatrik
Komplikasi
Gejala berat, tidak ada perbaikan setelah 48 jam pengobatan.
Gejala sedang, tidak ada perbaikan setelah 14 hari pemberian
terapi.
Rawat Inap
Nasoendoskopi
Kultur
Pencitraan
Antibiotik IV dan atau operasi
Pertimbangkan rawat inap, Nasoendoskopi, Kultur dan Resistensi
Kuman, Pertimbangkan pencitraan.
Kortikosteroid nasal
Pertimbangkan antibiotik IV
Steroid Oral
Operasi
Tinjau ulang diagnosis menggunakan Nasoendoskopi, pertimbangkan
pemeriksaan Pencitraan, Kultur
Kortikosteroid Topikal
Antibiotik Oral
2 gejala atau lebih : salah 1 nya obstruksi hidung / kongestif /
pilek
Nyeri pada wajah / seperti tertekan
Berkurangnya atau kehilangan penghidu
Dilakukan pemeriksaan Rinoskopi Anterior, X-Ray/ CT-Scan tidak
direkomendasikan
Pikirkan diagnosis lain:
Gejala Unilateral
Perdarahan
Krusta
Gangguan Penciuman
Gejala Orbita:
Edema Periorbita
Pendorongan Bola Mata
Penglihatan Ganda
Opthalmoplegi
Nyeri kepala hebat
Pembengkakan Frontal
Tanda meningitis
Tanda Neurologis
Evaluasi kembali setelah 4 minggu
Investigasi dan Intervensi secepatnya
Rujuk ke Dokter Spesialis THT jika perlu pertimbangkan
Operasi
Ikuti skema penatalaksanaan Rinosinusitis Kronik dengan/ tanpa
polip hidung pada Dokter Spesialis THT
Tersedia Endoskopi
Irigasi Hidung + Steroid Topikal
Dilakukan pemeriksaan Rinoskopi Anterior, X-Ray/ CT-Scan tidak
direkomendasikan
Nasoendoskopi tidak tersedia
Lanjutkan terapi atau rujuk dokter spesialis THT
Lanjutkan terapi
Tidak ada Perbaikan
Perbaikan
2 gejala, salah 1 nya obstruksi/perubahan warna secret
Nyeri pada bagian frontal
Penurunan Penghidu
Pemeriksaan spesialis THT termasuk Endoskopi (ukuran polip),
pertimbangkan CT-Scan, diagnosis dan pengobatan penyakit
penyerta
Pikirkan diagnosis lain:
Gejala Unilateral
Perdarahan
Krusta
Gangguan Penciuman
Gejala Orbita:
Edema Periorbita
Pendorongan Bola Mata
Penglihatan Ganda
Opthalmoplegi
Nyeri kepala hebat
Pembengkakan Frontal
Tanda meningitis
Tanda Neurologis
Operasi
CT-Scan
Tidak ada Perbaikan
Perbaikan
Evaluasi setelah 1 bulan.
Tidak ada Perbaikan
Perbaikan
Perlu Investigasi dan Intervensi dengan cepat
Follow up:
Irigasi Hidung
Steroid topical+Oral
Antibiotik jangka panjang
Steroid Topikal Spray, Peningkatan dosis, pemberian tetes,
pertimbangkan doksisiklin
Ringan
VAS 0-3
Tidak ada penyakit yang serius pada mukosa (nasoendoskopi)
Steroid Topikal, Steroid Oral jangka pendek.
Steroid Topikal Spray
Berat
VAS 7-10
Kelainan di Mukosa
Sedang
VAS 3-7
Kelainan di mukosa
Evaluasi setiap 6 bulan
Lanjutkan steroid Topikal
Evaluasi setelah 3 bulan
_1488567638.doc