PRESENTASI KASUS
PENGELOLAAN ANESTESI UMUM DENGAN MENGGUNAKAN LMA PADA PASIEN
TUBEKTOMI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anastesiologi dan Terapi
Intensif RSUD Panembahan Senopati Bantul
Diajukan Kepada :dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp.An
Disusun Oleh :Siti Karlina20090310167
BAGIAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIFRSUD PANEMBAHAN SENOPATI
BANTULUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2014
HALAMAN PENGESAHANPENGELOLAAN ANESTESI UMUM DENGAN MENGGUNAKAN
LMA PADA PASIEN TUBEKTOMIDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anastesiologi
dan Terapi Intensif RSUD Panembahan Senopati BantulDisusun
Oleh:Siti Karlina 20090310207
Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal Maret 2015
Oleh :Dokter Penguji
dr. Kurnianto Trubus Pranowo Sp. An., M.Kes
BAB ISTATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIENNama UmurJenis kelaminAlamatPekerjaan
PendidikanTanggal masukNomor RM : Ny. MG: 47 tahun: Perempuan:
Plawonan Rt 06 Argomulyo Sedayu Bantul: Ibu rumah tangga: SMP: 24
Maret 2015: 5903**
B. ANAMNESIS Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26
Maret 2015 di bangsal Alamanda 21. Keluhan Utama : pasien post
partum G4P4A0 cukup anak2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien Post
Partum pervaginam 1 hari yang lalu, ingin melakukan tidakan
kontrasepsi mantap, karena pasien sudah cukup untuk memiliki anak,
pasien tidak memiliki keluhan dalam reproduksinya, mensntruasi
lancar setiap bulan.3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Asma:
disangkal Riwayat Hipertensi: disangkal Riwayat Diabetes Melitus:
disangkal Riwayat Alergi: disangkal Riwayat Penyakit Jantung:
disangkal Riwayat Penyakit Paru : disangkal Riwayat Operasi:
disangkal4. Riwayat Penyakit Keluararga (-)
C. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum :BaikKesadaran :Compos mentisBB
: 60 kgTB : 155 cmVital Sign A: Clear, TMD > 6.5 cm , M IIB:
Spontan, RR : 18x/menit, vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronkhi
(-/-)C : TD = 120/70 mmHg, N = 82x/menit, S1-S2 regulerD: Afebris,
oedem (-), GCS 15
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Thorak Foto: Cor dan Pulmo dalam
batas normal2. EKG: normal sinus rythm3. LaboratoriumHemoglobin
(Hb) : 10,6 g/dlNormal : 12-16 g/dlLeukosit : 8,000 /ulNormal :
4000-11000/ulHematokrit (Ht): 31,8 %Normal : P 40-48; W 37-43
%Eritrosit: 4,63 jt/ulNormal : P 4,5-5,5; W 4-5 jt/ulTrombosit:
243.000/uINormal : 150000-450.000/ulHitung Jenis Eosinofil : 2
%Normal : 1-4% Basofil : 0 %Normal : 0-1% Batang : 2 %Normal : 2-5
% Segmen : 58 %Normal : 51-67 % Limfosit : 34 %Normal : 20-35 %
Monosit : 4 %Normal : 4-8 %PT: 11,5 detikNormal : 12-16APTT: 30,6
detikNormal : 28-38Pemeriksaan ElektrolitNatrium: 137.5 Normal :
137.0-145.0 mmol/lKalium: 4.53Normal : 3.50 5.10 mmol/lClorida
104.0Normal : 98.0 107.0 mmol/lPemeriksaan Kimia KlinikUreum: 21,0
mg/dlNormal : 17-43 mg/dlKreatinin : 0,73 mg/dlNormal : 0,6-1,1
mg/dlGDS: 80 mg/dlNormal : 200
E. DIAGNOSIS KERJA Pre Op. Tubektomi pada pasien G4P4A0 dengan
status fisik ASA 1 Rencana General Anestesi dengan LMAF.
PENATALAKSANAAN1. Persiapan Operasi Lengkapi Informed Consent
Anestesi Puasa 8 jam sebelum operasi Tidak menggunakan gigi palsu
Memakai baju khusus kamar bedah2. Premedikasi : Midazolam 2,5 mg;
Fentanyl 50 g3. Diagnosis Pra Bedah: tubektomi 4. Diagnosis pasca
Bedah: Post tubektomi a/i cukup anak5. Jenis Anestesi : General
Anestesi dengan LMA6. Teknik: Nafas spontan, nasal canul dewasa7.
Induksi: propofol 100 mg8. Pemeliharaan: O2 dan N2O9. Obat-obat:
Ondansentron 4 mg, Ketorolac 30 mg10. Jenis Cairan: Ringer
Laktat11. Kebutuhan cairan selama OperasiBB : 60 kgPuasa selama 8
jam Lama operasi : 15 menitMaintenance (MO): Cairan maintenance: 2
cc/kgBB: 100 cc Pengganti Puasa (PP): 8 jam x maintenance: 8 jam x
100 cc/jam: 800 ccStress operasi (SO): Operasi sedang: 6 cc/kg
BB/jam: 6 cc x 60/jam : 360 cc/jam Pemberian cairanJam I : PP + MO
+ SO: (.800) + 100 cc/jam + 360 cc/jam : 860 cc Perdarahan : 100
ccUrin output : 0 Jadi total kebutuhan cairan: Jam I + perdarahan +
urin output : 860 cc + 100 cc + 0 cc : 960 cc Jumlah pemberian
cairan : RL II= 860 ccJadi sisa kebutuhan : 860-960: -100 cc EBV :
65 ml/kgBB x 60 kg : 3900 cc ABL : 20% x EBV: 780 cc
12. Instruksi Pasca BedahPosisi: SupineInfus: Ringer laktat 20
tpmAntibiotik: Sesuai dr. OperatorAnalgetik: Inj. Ketorolac 30 mg/8
jam/IV mulai jam 18.00Anti muntah: Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam/IV
K/P mulai jam 18.00Lain-lain: - Awasi Vital sign dan KU Jika sadar
penuh, Peristaltik (+) coba minum makan perlahan.13. Lama Operasi :
15 menit14. Maintanence anastesiB1 (Breathing) : Suara nafas
vesikuler, nafas terkontrol, B2 (Bleeding) : Perdarahan 50 ccB3
(Brain) : Pupil Isokor B4 (Bladder) : terpasang kateter (-)B5
(Bowel) : BU (-) B6 (Bone) : Intak15. Monitoring pasca OperasiSkor
Lockharte/Aldrete Pasien Jam I (per 15)Jam IIJam IIIJam IV
Aktivitas2
Respirasi2
Sirkulasi2
Kesadaran1
Warna Kulit2
Skor total9
BAB IITINJUAN PUSTAKA2.1. KontrasepsiKontrasepsi adalah
menghidari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya
pertemuan antara sel telur dengan sel sperma (Suratun, 2008).
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra
berarti melawan atau mencegah, sedangkan konsepsi adalah pertemuan
antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan
kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah
terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel
telur yang matang dengan sel sperma.Kontrasepsi ideal harus
memenuhi syarat-syarat antara lain dapat dipercaya, tidak
menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat
diatur menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu
melakukan koitus, tidak memerlukan motivasi terus menerus, mudah
pelaksanaannya, murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, dan dapat diterima penggunaannya oleh
pasangan yang bersangkutan.Kontrasepsi dapat reversible (kembali)
atau permanen (tetap). Kontrasepsi yang reversible adalah metode
kontrasepsi yang dapat dihentikan setiap saat tanpa efek lama di
dalam mengembalikan kesuburan atau kemampuan untuk mempunyai anak
lagi. Kontrasepsi permanen adalah kontrasepsi yang tidak dapat
mengembalikan kesuburan dikarenakan melibatkan tindakan
operasi.
2.1.1. Jenis-jenis KontraspsiMenurut Hartanto (2004) ada
beberapa jenis kontrasepsi yaitu :2.1.1.1. Metode Sederhana(1) KB
alamiah Natural Family Planning, Fertility Awareness Mewthode,
Periodik Abstinens, Metode Rhythm, Pantang Berkala, Metode Kalender
(Ogino-Knaus), Metode Suhu Badan Basa (Termal), Metode Lendir
Serviks (Bilings), Metode Simpto-Termal, Coitus Interruptus.(2)
Dengan AlatMekanis (Barrier) : Kondom pria. Barrier Intra-Vaginal :
Diagfragma, Kap Serviks (Cervical Cap), Spons (Sponge), Kondom
wanita. Kimiawi : Spermisid, Vaginal cream, Vaginal foam, Vaginal
jelly, Vagibal suppositoria, Vaginal tablet, dan Vaginal soluble
film.2.1.1.2. Metode Modern1) Kontrasepsi Hormonal (1)Per-oral Pil
oral kombinasi (POK), Mini-Pil, Morning after
pill(2)Injeksi/suntikan(DMPA, NET-EN, Microspheres,
Microcapsules).(3)Sub-kutis : ImplantAlat Kontrsepsi Bawah Kulit
(AKBK) : Implant Non-biodegradable. Norplant, Norplant-2, ST-1425,
Implanon : Implant biodegradable2)Intra Uterin Devices (IUD,
AKDR)3)Kontrasepsi mantap2.2. Kontrasepsi Mantap
(Tubektomi)Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti
mencegah atau melawan. Sedangkan konsepsi berarti pertemuan antara
sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan kontrasepsi adalah
menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat dari
pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut
(Indiarti & Hotimah, 2008). Menurut Mochtar (1998), kontrasepsi
atau antikonsepsi (conception control) adalah cara untuk mencegah
terjadinya konsepsi, alat, atau obat-obatan.Sedangkan menurut
Siswasudarmo.et.al (2007), istilah kontrasepsi mantap merupakan
terjemahan dari bahasa Inggris, scure contraception. Nama lain
adalah sterilisasi (strelization), atau kontrasepsi operatif
(surgical contraception). Pada wanita sterilisasi lazimnya
dilakukan dengan memotong dan mengambil sebagian saluran telur
(tuba) sehingga dikenal istilah tubektomi. Kontrasepsi mantap
adalah suatu metode kontrasepsi yang pada pria disebut vasektomi
dan pada wanita disebut tubektomi. Kontrasepsi mantap pada wanita
yang disebut tubektomi ialah suatu pembedahan dengan cara mini
laparatomi (minilap) yaitu tindakan pada tuba fallopii wanita
melalui irisan kecil di dinding perut 2-3 cm yang dapat
mengakibatkan wanita tersebut tidak dapat hamil.Teknik ini pertama
kali diperkenalkan oleh Uchida dkk (1961) di Jepang untuk akseptor
kontrasepsi mantap (kontap) atau sterilisasi pada wanita pasca
persalinan. Selanjutnya Mark dan Webb (1968) melakukan sayatan
kecil yang tersembunyi di balik lipatan kulit bawah pusat pada
akseptor pasca persalinan, sehingga parutnya tidak kelihatan. Untuk
akseptor masa interval baru dikembangkan sejak tahun 1970-an,
diantaranya Vitoon Osathanondh (1972) dari Thailand mengembangkan
teknik minilaparotomi yang sederhana dengan memakai alat-alat yang
sederhana pula, anestesi lokal tanpa tinggal di rumah sakit. Dan
untuk menempatkan rahim sedemikian rupa ke depan dinding perut
dipergunakan elevator rahim Ramathibodi sehingga tuba Fallopii
dengan mudah ditampilkannya. Kemudian dilakukan pengikatan atau
pemotongan. Ternyata teknik yang sederhana ini mudah, aman dan
murah sesuai untuk program kontap di negara-negara berkembang.
Pembedahan tubektomi minilap merupakan salah satu teknik kontap
pada wanita yang resikonya sedikit tetapi manfaatnya banyak. Teknik
pembedahan tubektomi (Minilap) dapat dibedakan anatara pasca
persalinan, pasca keguguran, dan masa interval berdasarkan atas
saat melakukan pembedahan, lokasi minilaparotomi untuk mencapai
tuba, dan teknik pembedahan tubektomi.
2.2.1. Pengertian TubektomiTubektomi atau kontap wanita ialah
suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum dengan
cara tindakan mengikat atau memotong pada kedua saluran tuba.
Dengan demikian maka ovum yang matang tidak akan bertemu dengan
sperma karena adanya hambatan pada tuba (Suratun dkk,
2008).2.2.1.1. Kefektifian TubektomiAngka kegagalannya hanya
0,2-0,4 per 100 wanita pertahun, kegagalan ini umumnya karena
kesalahan tehnik operasi tetapi mungkin juga karena rekanalisasi
(Siswasudarmo.et.al, 2007). Sedangkan menurut Saifuddin (2008),
angka kefektifannya 0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun
pertama penggunaan.
2.2.1.2. Yang Dapat Menjalani dan Yang Sebaiknya Tidak Menjalani
TubektomiYang Dapat Menjalani Tubektomi1) Usia > 26 tahun2)
Paritas > 23) Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai
dengan kehendaknya4) Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko
kesehatan yang serius.5) Pascapersalinan6) Pasca keguguran7) Paham
dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
Yang Sebaiknya Tidak Menjalani Tubektomi1) Hamil (sudah
terdeteksi atau dicurigai)2) Perdarahan vaginal yang belum
terjelaskan (hingga harus dievaluasi).3) Infeksi sistemik atau
pelvic yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol)4)
Tidak boleh menjalani proses pembedahan5) Kurang pasti mengenai
keinginannya untuk fertilitas di masa depan6) Belum memberikan
persetujuan tertulis.(Saifuddin, 2006).
2.2.1.3. Jenis-jenis Tubektomia. Minilaporatomi Adalah
sterilisasi tuba yang dilakukan melalui suatu insisi suprapubik
kecil dengan panjang biasanya 3-5 cm. Minilaparotomi merupakan
metode sterilisasi wanita yang paling sering dilakukan di seluruh
dunia karena keamananya, kesederhanaannya, dan kemudahan
adaptasinya terhadap lingkungan bedah (Speroff, Darney, hlm.357).
Keuntungan minilaparotomi dapat dikerjakan oleh setiap tenaga medis
yang memiliki dasar-dasar ilmu bedah dan keterampilan bedah, hanya
memerlukan alat-alat yang sederhana dan tidak mahal terutama
alat-alat bedah standar, komplikasi umumnya hanya komplikasi minor
dan dapat dilakukan segera setelah melahirkan (Hartanto, 2004,
hlm.251). Kerugian minilaparotomi yaitu waktu operasi sedikit lebih
lama dibandingkan dengan laparoskopi yang rata-rata memerlukan
10-20 menit, sukar pada wanita yang sangat gemuk bila ada
perlekatan-perlekatan pelvis atau pernah mengalami operasi pelvis,
operasi ini meninggalkan bekas luka parut kecil yang masih dapat
terlihat, rasa sakit abdomen yang singkat karena luka insisi
terjadi pada 50% wanita, angka kejadian infeksi luka operasi lebih
tinggi dibandingkan dengan laparoskopi. Gambar 2.1:
Minilaparotomi
b. Laparoskopi adalah suatu pemeriksaan endoskopik dari bagian
dalam rongga peritoneum dengan alat laparoskop yang dimasukkan
melalui dinding anterior abdomen (Hartanto, 2004, hlm.252).
Cara oklusi tuba falopiiCara oklusi tuba falopii adalah dengan
ligasi tuba falopii.Ligasi atau pengikatan tuba falopii untuik
mencegah perjalanan dan pertemuan spermatozoa dan ovum . tekhnik
ligasi tuba falopii antara lain:1. Ligasi biasaLigasi biasa jarang
dikerjakan lagi sekarang karena angka kegagalan tinggi. Pernah
dicoba untuk melakukan ligasi dengan dua ikatan tetapi menyebabkan
terjadinya hydrosalpinx diantara dua ikatan sehingga cara ini
tiadak dipakai lagi. 2. Ligasi +penjepitan tuba falopiiTeknik
MadlenerBagian tengah tuba falopii diangkat sehingga membentuk
suatu loop. Dasar dari loop dijepit dengan klem kemudian diikat
dengan benang yang tidak diserap(silk,silicon). 3. Ligasi +
pembelahan/pembagian+penanamanAda dua teknik ligasi ini, yaitu
:Teknik irvinga. Tuba falopii diikat pada 2 tempat dengan benang
yang dapt diserap kemudian dibagi diantara kedua ikatan.b. Ujung
atau puntung proximal ditanamkan dalam myometrium uterusc. Ujung
atau puntung distal ditanamkan kedalam mesosalpinxTeknik wooda.
Pars ampularis tuba falopii dibelah /dibagi(division)b. Kedua ujung
atau puntung yang dibelah atau dibagi diikat dengan benang yang
dapat diserap c. Ujung /puntung medial ditanamkan kedalam kantong
yang dibuat dalam mesosalpinx.Teknik CookeSuatu segmen tuba
fallopii dijepit dan dirusak, kemudian ujung proximal ditanamkan
dalam ligamentum rotundum. 4. Ligasi + Reseksi tuba fallopiiAda
empat teknik dalam ligasi ini, yaitu :a. SalpingektomiSebagai suatu
cara kontap wanita yang biasa / rutin , tidak / jarang dikerjakan
karena prosedurnya luas, reversibilitas tidak ada dan morbiditas
lebih tinggi ( perdarahan )b. Teknik Pomeroy1) Merupakan teknik
kontap wanita yang paling sering dikerjakan. Bagian tengah tuba
fallopii dijepit dengan klem lalu diangkat sehingga membentuk suatu
loop. Dasar dari loop diikat dengan benang yang dapat diserap (
plain catgut ). Bagian loop diatas ikatan dipotong.2) Dengan
diserapnya benang ikatan maka ujung-ujung tuba fallopii akan saling
terpisah.3) Teknik Pomeroy memusnahkan tuba fallopii sepanjang
kurang lebih 3-4 cm.
Gambar 2.2: Teknik Pomeroy
c. Teknik Pritchards = Teknik Parkland1) Suatu segmen kecil dari
tuba fallopii dipisahkan dari mesosalpinx. 2) Masing-masing ujung
dari segmen tersebut diikat dengan benang chromic kemudian dipotong
diantara kedua ikatan dan segmen tuba fallopii dibuang.d.
Fimbriektomi KroenerBagian 1/3 distal tuba fallopii diikat dengan
dua ikatan benang silk dan ujung fimbrae dieksisi. Pada teknik ini
tidak didapatkan gangguan suplai darah ovarium.5. Ligasi + Reseksi
+ Penanaman tuba fallopiiAda dua teknik dalam ligasi ini,yaitu :a.
Reseksi CornuMerupakan prosedur yang ekstensif yang memerlukan
laparotomi. Utero tubal junction diikat dengan benang yang dapat
diserap. Insisi tuba fallopii proximal dari ikatan, membebaskannya
dari mesosalpinx kemudian membuang 1 cm dari tuba fallopii.
Myometrium uterus disekitarnya dieksisi terbentuk baji( untuk
mencegah endometriosis dan kehamilan ektopik ) dan bagian proximal
dari segmen distal tuba fallopii ditanam kedalam ligamentum
latum.b. Teknik Uchida1) Larutan garam fisiologis- adrenalin ( 1 :
1000 ) disutikan dibawah serosa pars ampularis, sehingga terjadi
spasme vaskuler local dan pembengkakan dari mesosalpinx, dan
terjadi pemisahan dari permukaan serosa dengan bagian muskularis
tuba fallopii.2) Serosa diinsisi dan dibebaskan kebelakang.3)
Segmen sepanjang 5 cm dari bagian proximal tuba fallopi diputuskan
/ dipotong, ujung yang pendek diikat dengan benang yang tidak
diserap dan segmen tuba fallopii dibuang. Maka ujung tuba fallopii
yang telah diikat secara otomatis membenamkan dirinya dibawah
serosa .4) Pinggir dari insisi serosa dikumpulkan sekitar ujung
distal tubafallopii dan diikat secara ikatan rangkaian kantong
sehingga tuba fallopii ditinggalkan menonjol ke dalam cavum
abdomen.
Elektro-koagulasi / termo koagulasi (fulgurasi)
Elektro-koagulasi adalah tindakan membakar suatu segmen dari tuba
falopi dengan arus listrik frekuensi tinggi atau dengan panas,
sehingga terjadi oklusi dari tuba falopii. Dikenal 2 macam
elektro-koagulasi :a. Elektro-koagulasi Uni polar Dikembangkan pada
tahun 1960 an Arus listrik mengalir dari forsep laparoskop melalui
tubuh wanita ke suatu lempeng logam yang diletakan di bawah bokong
atau paha wanita. Bahaya koagulasi Unipolar dapat terjadi luka
bakar pada jaringan atau organ lain, terutama luka bakar usus
Elektro-koagulasi Uni polar merusak 20-50 % dari tuba falopib.
Elektro-koagulasi Bipolar Dikembangkan pada tahun 1970an, untuk
mengurangi terjadinya luka bakar usus. Arus listrik mengalir di
antara kedua jepitan dari forsep laparoskop sehingga hanya sebagian
kecil saja dari tuba falopi yang terlibat.
Thermo-koagulasiMerusak Tuba falopi dengan panas sehingga shock
dan luka bakar elektrik tidak terjadi pada jaringan/organ
lain.Thermo-koagulasi belum banyak dipakai dan efektivitasnya masih
belum diketahui dengan jelas. Dengan memakai aliran listrik voltase
rendah (6 volt ) atau temperature rendah(umumnya 10.000 wanita di
seluruh dunia dengan angka kegagalan 0,6 per 100. Pada model
mutakhir filishe clips yaitu Mark-6, angka kegagalan lebih rendah
lagi yaitu hanya 1 kehamilan pada 1.200 wanita. Sejak januari 1983
telah dilakuakan 43.000 kontap wanita. Dengan Mark-6 clips dan
dilaporkan terjadi hanya 20 kehamilan.
Gambar 2.3: Filshie Clips4. Bleier Clipsa. Dikembangkan awal
1970-an oleh W.Bleier di jerman mempunyai panjang 10 mm dan lebar 4
mm terbuat dari plasticb. Sekarang bleier clips tidak dibuat dan
tiadak dipakai lagi oleh karena angka kegagalannya yang tinggi
sekali dan sering timbul persoalan-persoalan dengan
aplikatornya.
Keuntungan laparoskopi yaitu komplikasi rendah dan
pelaksanaannya cepat (rata-rata 5-15 menit), insisi kecil sehingga
luka parut sedikit sekali, dapat dipakai juga untuk diagnostik
maupun terapi, kurang menyebabkan rasa sakit bila dibandingkan
dengan mini laparotomi, sangat berguna bila jumlah calon akseptor
banyak. Kerugian laparoskopi resiko komplikasi dapat serius (bila
terjadi), lebih sukar dipelajari, memerlukan keahlian dan
keterampilan dalam bedah abdomen, harga peralatanya mahal dan
memerlukan perawatan yang teliti, tidak dianjurkan untuk digunakan
segera post-partum (Hartanto, 2004).
2.2.1.4. Waktu Pelaksanaan TubektomiMenurut Suratun dkk (2008),
waktu palaksanaan tubektomi sebaiknya dilakukan pada saat :a) Pasca
persalinan, sebaiknya dalam jangka waktu 48 jam pasca persalinan.b)
Pasca keguguran, dapat dilakukan pada hari yang sama dengan
evakuasi rahim atau keesokan harinyac) Dalam masa interval (keadaan
tidak hamil), sebaiknya dilakukan dalam 2 minggu pertama dari
siklus haid ataupun setelahnya, seandainya calon akseptor
menggunakan salah satu cara kontrasepsi dalam siklus tersebut.
2.2.1.5. Indikasi dan Kontra indikasi Tubektomi a. Indikasi
Dengan sifatnya yang permanen, sterilisasi hanya cocok untuk
pasangan yang tidak menginginkan anak lagi. Secara lebih luas,
indikasi sterilisasi dapat dibagi lima macam yaitu :1) Indikasi
Medis Yang termasuk indikasi medis adalah penyakit yang berat
kronik seperti jantung, ginjal, paru-paru, dan penyakit kronik
lainnya. Tetapi tidak semua penyakit tersebut merupakan indikasi,
hanya yang membahayakan keselamatan Ibu kalau ia mengandung
merupakan indikasi untuk sterilisasi. 2) Indikasi Obstetris
Indikasi obstetris adalah keadaan di mana resiko kehamilan
berikutnya meningkat meskipun secara medis tidak menunjukkan
kelainan apa-apa, termasuk kedalam indikasi obstetric adalah
multiparitas (banyak anak), apalagi dengan usia yang relatif lanjut
(misal grandemultigravida, yakni paritas lima atau lebih dengan
umur 35 tahun atau lebih), sesio sesarea dua kali atau lebih dan
lain-lain. 3) Indikasi Genetik Indikasi genetik adalah penyakit
herediter yang membahayakan kesehatan dan keselamatan anak, seperti
hemophilia.
4) Indikasi Kontrasepsi Indikasi kontrasepsi adalah indikasi
yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan, artinya
pasangan tersebut tidak menginginkan anak lagi meskipun tidak
terdapat keadaan lain yng membahayakan keselamatan Ibu seandainya
ia hamil.5) Indikasi Ekonomis Indikasi ekonomis artinya pasangan
suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa beban ekonomi
keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak dalam
keluarga tersebut (siswosudarmo, 2007, hlm.52-53).
b. Konta indikasi Kontra indikasi kontrasepsi mantap pada wanita
adalah masalah hubungan, ketidaksetujuan terhadap operasi dari
salah satu pasangan, dan keadaan sakit atau disabilitas yang dapat
meningkatkan resiko pada operasi (Everett, 2008, hlm.253).
2.2.1.6. Keuntungan dan Kerugian TubektomiKeuntungan yang utama
bahwa kontap merupakan suatu metode cara KB yang paling efektif
disbanding seluruh cara yang tersedia. Keefektifannya tercapai
begitu operasi selesai dikerjakan. Tubektomi merupakan cara KB
jangka panjang yang tidak memerlukan tindakan ulang artinya cukup
sekali dikerjakan. Dengan kata lain cara ini selain tidak user
dependent. Karena cara ini permanent, dapat dikatakan continuation
rate-nya praktis 100%. Meskipun kontap harus ditempuh melalui
operasi tubektomi merupakan cara yang paling aman, bebas dari efek
samping asal semua prosedur dan persyaratan operasi terpenuhi.
Sebagaimana cara KB lainya kontap bersifat praktis artinya tidak
membutuhkan kunjungan ulang yang terjadwal dan tidak mengganggu
hubungan sexsual. Bebas dari efek samping hormonal sebagaimana pil,
KB suntik maupun susuk.Kerugian kontap adalah sifatnya permanent,
sehingga calon ibu klien harus menyadari betul bahwa sekali
dilakukan sterilisasi hamper tidak mungkin hamil kembali. Cara ini
hanya cocok untuk mereka yang tidak ingin mempunyai anak lagi,
bukan sebagai cara penjarangan. Kontap merupakan tindakan operasi,
sehingga syarat operasi harus terpenuhi terutama yang menyangkut
pencegahan infeksi (Siswasudarmo.et.al, 2007).2.2.1.7. Tempat
pelayanan kontrasepsi mantapPelayanan kontraspsi mantap dapat
dilakukan :1) Puskesmas2) Tempat pelayanan kesehatan dengan
fasilitas dokter bedah, pemerintah maupun swasta.3) Tindakan
kontrasepsi mantap ini murah dan ringan sehingga dapat dilakukan
dilapangan (Puskesmas).
2.3. Persiapan Pre-operatif Tubektomia. Konseling perihal
kontrasepsi dan jelaskan kepada klien bahwa ia mempunyai hak untuk
berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur dilakukan. b.
Menanyakan riwayat medis yang mempengaruhi keputusan pelaksanaan
operasi atau anestesi antara lain meliputi penyakit-penyakit
pelvis, pernah mengalami operasi abdominal atau pelvis, riwayat
diabetes mellitus, riwayat penyakit paru-paru seperti asthma,
bronchitis, pernah mengalami problem dengan anestesi,
penyakit-penyakit perdarahan, alergi dan pengobatan yang dijalani
saat ini. c. Pemeriksaan fisik: meliputi kondisi-kondisi yang
mungkin mempengaruhi keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi.
d. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemerisaan darah lengkap,
pemeriksaan urin dan pap smear. e. Informed consent harus
diperoleh. Standard consent form harus ditandatangani oleh suami
atau istri yang dari calon akseptor kontrasepsi mantap sebelum
dilakukan. Umumnya penandatanganan dokumen Informed consent
dilakukan setelah calon akseptor dan pasangannya mendapatkan
konseling (Pinem, 2009, hlm.294).
2.4. Komplikasi Yang Mungkin Terjadi dan Penanganannyaa) Infeksi
luka, apabila terlihat infeksi luka obati dengan antibiotik. b)
Demam pasca operasi (> 38 c), obati infeksi berdasarkan apa yang
ditemukan. c) Luka pada kandung kemih, intestinal (jarang terjadi).
Apabila kandung kemih atau usus luka dan diketahui sewaktu operasi,
lakukan reparasi primer, apabila ditemukan pascaoperasi,dirujuk
kerumah sakit yang tepat bila perlu. d) Hematoma subkutan, gunakan
packs yang hangat dan lembab ditempat tersebut. Amati hal ini
biasannya akan berhenti dengan berjalannya waktu tetapi dapat
membutuhkan drainase bila ekstensif. e) Emboli gas yang diakibatkan
laparoskopi (sangat jarang terjadi). f) Rasa sakit pada lokasi
pembedahan, pastikan adanya infeksi, atau abses dan obati
berdasarkan apa yang ditemukan. g) Perdarahan superficial
(tepi-tepi kulit atau subkutan), mengontrol perdarahan dan obati
berdasarkan apa yang ditemukan (Saifuddin, 2006, hlm.MK-84).
2.5. Perawatan dan Informasi postoperatifeJagalah luka operasi
tetap kering hingga pembalut dilepaskan. Mulai lagi aktivitas
normal secara bertahap (sebaiknya dapat kembali ke aktivitas normal
dalam waktu 7 hari setelah pembedahan), hindarilah hubungan intim
hingga merasa cukup nyaman, hindari mengangkat benda-benda berat
dan apabila merasa sakit minumlah 1 atau 2 analgesik (penghilang
rasa sakit) setiap 4 hingga 6 jam
A. Tata Laksana Anestesi dan Terapi Intensif pada Tindakan
Ekstirpasi1. BatasanTindakan anestesi yang dilakukan pada operasi
ekstirpasi2. Masalah anestesi dan terapi intensif Perdarahan luka
operasi3. Penatalaksanaan Anestesi dan terapi intensif Penilaian
status pasien Evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik
dan penunjang yang lain sesuai dengan indikasi4. Persiapan Pra
Operatif Persiapan rutin Persiapan donor5. PremedikasiDiberikan
secara intravena 1-2 menit pra induksi dengan obat-obat sebagai
berikut: Midazolam: 0,05 0,10 mg/kgBB Fentanyl: 1-2 g/kgBB6.
Pilihan AnestesiAnestesi umum dengan LMA7. Terapi Cairan dan
TranfusiDiberikan cairan pengganti perdarahan apabila perdarahan
yang terjadi < 20 % dari perkiraan volume darah dan apabila >
20%, berikan tranfusi darah.8. Pemulihan AnestesiPemberian obat
anestesi dihentikan, pemberian O2 dipertahankan.9. Pasca
bedah/anestesi Dirawat diruang pulih, sesuai dengan tata laksana
pasca anestesi Perhatian khusus pada periode ini adalah ancaman
depresi nafas akibat nyeri dan kompresi luka operasi Pasien dikirim
kembali ke ruangan setelah memenuhi kriteria pengeluaran
B. General Anestesi Dengan Laryngeal Mask AirwayKeberhasilan
intubasi, ventilasi, cricothyrotomy dan anastesi regional pada
laring membutuhkan pengetahuan yang detail tentang anatomi saluran
pernapasan. Terdapat dua jalan masuk pernapasan pada manusia :
hidung, yang menuju nasifaring (pars nasalis) dan mulut yang menuju
orofaring (pars oralis). Saluran ini dipisahkan pada bagian
anterior oleh palatum, dan bergabung kembali pada bagian posterior
pada faring.Faring merupakan struktur fibromuskular berbentuk U
(U-shaped) yang memanjang dari dasar tengkorak menuju kartilago
krikoid di dpa pintu masuk esofagus. Masing-masing membuka dari
rongga hidung, mulut, laring dan nasofaring, orofaring, serta
laringofaring (pars laryngea). Nasofaring dipisahkan dari orofaring
oleh bidang imaginer pada bagian posterior. Pada dasar lidah,
epiglotis berfungsi memisahkan orofaring dari laringofaring (atau
hipofaring). Epiglotis mencegah aspirasi dengan menutup glotis pada
pintu masuk laring saat menelan. Laring merupakan tulang kartilago
yang disatukan oleh ligamentum dan otot-otot. Laring terdiri dari 9
kartilago : thyroid, cricoid, epiglotic, arytenoid, comiculatem dan
cuneifom.
Laryngeal Mask Airway (LMA) merupakan alat jalan napas
supraglotic yang dikembangkan oleh British Anesthesiologist Dr.
Archi Brain semenjak 1988. Di rancang untuk digunakan pada kamar
operasi sebagai metode elektif ventilasi dan merupakan alternarif
yang bagus dari bag-valve-mask ventilasi.LMA berbentuk seperti
endotracheal tube pada bagian proksimalnya dan terhubung ke
elliptical mask pada bagian distalnya. Dirancang untuk menduduki
hipofaring pasien dan menutupi struktur supraglotic, Sehingga
memungkinkan isolasi trakea.Tipe-tipe LMA :1. LMA Classic :
reusable2. LMA Unique : disposale version3. LMA Fastrach,
intubaling LMA (ILMA)4. LMA Flexible5. LMA ProSeal : bisa digunakan
untuk menghisap isi perutIndikasi 1. Jalan napas susaha. Setelah
tidak berhasil di intubasi, LMA bisa sebagai gantinyab. Pada kasus
pasien tidak bisa di intubasi tapi bisa di ventilasic. Pada kasus
pasien tidak bisa di intubasi atau pun di ventlasi. Untuk persiapan
cricothyroideotomy2. Cardiac Arresta. Tahun 2005, America Heart
Association guidlines mengindikasikan LMA sebagai alternatif
tindakan yang bisa diterima untuk manajemen jalan napas pada pasien
henti jantung (Class IIa)3. Pada pasien anak-anakKontra Indikasi1.
Absolut :a. Tidak bisa membuka mulutb. Obstruksi total jalan napas
bagian atas2. Relatif :a. Meningkatnya resiko aspirasi i. Prolonged
bag-valve-mask ventilationii. Obesitasiii. Kehamilan semester dua
dan tigaiv. Perdarahan gastrointestinal bagian atasb. Abnormalitas
anatomi dari supraglotic
1. Obat PremedikasiTujuan premedikasi bukan hanya untuk
mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat obatan yang
digunakan, tetapi terutama untuk menenangkan pasien sebagai
persiapan anestesi. Premedikasi anestesi adalah pemberian obat
sebelum anestesi dilakukan. Tindakan ini biasanya dilakukan sebelum
pasien dibawa ke ruang operasi. 4Premedikasi diberikan berdasar
atas keadaan psikis dan fisiologis pasien yang ditetapkan setelah
dilakukan kunjungan prabedah. Dengan demikian maka pemilihan obat
premedikasi yang akan digunakan harus selalu dengan
mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik, derajat
kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat
hospitalisasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu yang
berpengaruh terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya operasi,
macam operasi, dan rencana anestesi yang akan digunakan6Tindakan
premedikasi ini mempunyai tujuan antara lain untuk memberikan rasa
nyaman bagi pasien, membuat amnesia, memberikan analgesia, mencegah
muntah, memperlancar induksi, mengurangi jumlah obat obat anestesi,
menekan reflek reflek yang tidak diinginkan, mengurangi sekresi
kelenjar saluran nafas.6Obat obat yang sering digunakan sebagai
premedikasi adalah :Golongan hipnotik sedatif : Barbiturat,
Benzodiazepin, Transquilizer.Analgetik narkotik : Morfin, Petidin,
Fentanil.Neuroleptik : Droperidol, Dehidrobenzoperidol.Anti
kolinergik : Atropin, Skopolamin.Sulfas AtropinSulfas atropin
termasuk golongan anti kolinergik. Berguna mengurangi sekresi
lendir dan mengurangi efek bronkhial dan kardial yang berasal dari
perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan
operasi. Pada dosis klinik (0,40,6 mg ) akan menimbulkan bradikardi
yang disebabkan perangsangan nervus Vagus. Pada dosis yang lebih
besar (> 2 mg) akan menghambat nervus Vagus sehingga terjadi
takikardi. Efek lainnya yaitu melemaskan nervus otot polos,
mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal dan
mengurangi rasa mual serta muntah. 6Obat ini juga dapat menimbulkan
rasa kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik tidak
diberikan pra anestesi lokal atau regional. Dalam dosis toksik
dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan
pada pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian
Prostigmin 1 2 mg intra vena. 6Sedian : dalam bentuk Sulfat Atropin
dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.Dosis: 0,01 mg/kgBB dan 0,1 0,4 mg
untuk anak anak.Pemberian : SC, IM, IV. 4PethidinMerupakan derivat
fenil piperidin yang efek utamanya depresi nafas dan efek sentral
lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah pemberian sub cutan
atau intra muskular, tapi masa kerja lebih pendek. Dosis toksik
menimbulkan perangsangan SSP misal tremor, kedutan otot dan
konvulsi. Pada saluran nafas, akan menurunkan tidal volume sedang
frekuensi nafas kurang dipengaruhi sehingga efek depresi nafas
tidak disadari. Secara sistemik menimbulkan anestesi kornea dengan
akibat hilangnya refleks kornea. Obat ini juga meningkatkan
kepekaan alat keseimbangan sehingga menimbulkan mual, muntah dan
pusing pada penderita yang berobat jalan. Pada penderita rawat
baring, obat ini tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tapi
penderita berobat jalan dapat timbul sinkop orthostotik karena
hipotensi akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan histamin.
4Absorbsi petidin berlangsung baik pada semua cara pemberian. Pada
pemberian IV kadarnya dalam darah akan turun cepat 1-2 jam pertama.
Petidin dimetabolisme di hati dan dikeluarkan lewat ginjal sekitar
1/3 dosis yang diberikan. Preparat oral dalam tablet 50 mg,
parenteral dalam bentuk ampul 50 mg per cc. Dosis dewasa 50-100 mg
disuntikkan SK atau IM. Jika secara IV efek analgesiknya tercapai
dalam waktu 15 menit. 4Midazolam Midazolam merupakan suatu golongan
imidazo-benzodiazepin dengan sifat yang sangat mirip dengan
golongan benzodiazepine. Midazolam bersifat larut dalam air serta
merupakan benzodiazepin pilihan untuk pemberian parenteral. Penting
untuk diketahui bahwa obat ini dapat bersifat menjadi larut lemak
pada pH fisiologuis sehingga dapat dengan cepat menembus sawar
darah otak dan menimbulkan efek sentral. Merupakan benzodiapin
kerja cepat yang bekerja menekan SSP. Midazolam berikatan dengan
reseptor benzodiazepin yang terdapat di berbagai area di otak
seperti di medulla spinalis, batang otak, serebelum system limbic
serta korteks serebri. Midazolam memiliki onset yang lebih cepat ,
eliminasi waktu paruh yang lebih pendek (2-4 jam), serta kurva
dosis responsif yang lebih curam daripada benzodiazepin lain yang
tersedia. Oleh karena itu, midazolam seringnya diberikan secara
intravena sebelum pasien masuk ke dalam kamar operasi. Efek induksi
terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena bila
sebelumnya diberikan premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit
tanpa premedikasi narkotika sebelumnya. 5Midazolam diindikasikan
pada premedikasi sebelum induksi anestesi, basal sedasion sebelum
tindakan diagnostik atau pembedahan yang dilakukan di bawah
anestesi lokal serta induksi dan pemeliharaan selama anestesi. Obat
ini dikontraindikasikan pada keadaan sensitif terhadap golongan
benzodiazepine, pasien dengan insufisiensi pernafasan, dan acute
narrow-angle glaucoma. 3Pemberian intramuskular pada penderita yang
mengalami nyeri sebelum tindakan bedah, pemberian tunggal atau
kombinasi dengan antikolinergik atau analgesik. Dewasa : 0,07- 0,1
mg/kg BB secara IM sesuai dengan keadaan umum pasien, lazimnya
diberikan 5 mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 0,05 mg/kg
BB (IM). Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV
5-10 menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus
diturunkan 1- 1,5 mg dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV.
4Fentanil Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik
opioid dan termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis
100-150 mcg/kgBB, termasuk sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan
sekarang ini telah ditemukan remifentanil, suatu opioid yang poten
dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan untuk meminimalkan
depresi pernapasan residual. Opioid dosis tinggi yang deberikan
selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx,
dengan demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana
meningkatnya kebutuhan opioid potoperasi berhubungan dengan
perkembangan toleransi akut. Maka dari itu, dosis fentanyl dan
sufentanil yang lebih rendah telah digunakan sebagai premedikasi
dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi inhalasi maupun
intravena untuk memberikan efek analgesi perioperatif.3Sebagai
analgesik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin. Lamanya efek
depresi nafas fentanil lebih pendek dibanding meperidin. Efek
euphoria dan analgetik fentanil diantagonis oleh antagonis opioid,
tetapi secara tidak bermakna diperpanjang masanya atau diperkuat
oleh droperidol, yaitu suatu neuroleptik yang biasanya digunakan
bersama sebagai anestesi IV. Dosis tinggi fentanil menimbulkan
kekakuan yang jelas pada otot lurik, yang mungkin disebabkan oleh
efek opioid pada tranmisi dopaminergik di striatum. Efek ini di
antagonis oleh nalokson. Fentanyl biasanya digunakan hanya untuk
anestesi, meski juga dapat digunakan sebagai anelgesi pasca
operasi. Obat ini tersedia dalam bentuk larutan untuk suntik dan
tersedia pula dalam bentuk kombinasi tetap dengan droperidol.5
Fentanyl dan droperidol (suatu butypherone yang berkaitan dengan
haloperidol) diberikan bersama-sama untuk menimbulkan analgesia dan
amnesia dan dikombinasikan dengan nitrogen oksida memberikan suatu
efek yang disedut sebagai neurolepanestesia.4
OndansetronMerupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif
yang dapat menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya
cisplatin dan radiasi. Ondansetron mempercepat pengosongan lambung,
bila kecepatan pengosongan basal rendah. Tetapi waktu transit
saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi.
Ondansetron dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat
ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukonida
atau sulfat dalam hati.5 Dosis ondansentron yang biasanya diberikan
untuk premedikasi antara 4-8 mg/kgBB. Dalam suatu penelitian
kombinasi antara Granisetron dosis kecil yang diberikan sesaat
sebelum ekstubasi trakhea ditambah Dexamethasone yang diberikan
saat induksi anestesi merupakan suatu alternatif dalam mencegah
muntah selama 0-2 jam setelah ekstubasi trakhea daripada
ondansetron dan dexamethasone.62. Obat InduksiInduksi merupakan
saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium
pembedahan (III) yang selanjutnya diteruskan dengan tahap
pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium
anestesi setelah induksi. 4Macam-macam stadium anestesi 3: Stadium
I (analgesia) mulai pemberian zat anestesi sampai dengan hilangnya
kesadaranmengikuti perintah, rasa sakit hilang. Stadium II (
Delirium ) mulai hilangnya kesadaran sampai dengan permulaan
stadium bedah.gerakan tidak menurut kehendak, nafas tidak teratur,
midriasis, takikardi. Stadium III (Pembedahan):Tingkat 1: nafas
teratur spontan, miosis, bola mata tidak menurut kehendak, nafas
dada dan perut seimbang.Tingkat 2: nafas teratur spontan kurang
dalam, bola mata tidak bergerak, pupil mulai melebar, mulai
relaksasi otot.Tingkat 3: nafas perut lebih dari nafas dada,
relaksasi otot sempurna.Tingkat 4:nafas perut sempurna, tekanan
darah menurun, midriasis maksimal, reflek cahaya ( - ) Stadium IV.
(Paralisis) : nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur,
denyut nadi berhenti dan meninggal.Pada kasus ini digunakan
Ketamin.PropofolPropofol merupakan derivat isoprofilfenol yang
digunakan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi umum. Propofol
secara kimia tidak ada hubungannya dengan anestesi IV lain.
Pemberian IV ( 2 mg/kg BB ) menginduksi anestesi secara cepat
seperti Tiopental. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus
Propofol yang berkesinambungan dengan Opiat, N2 dan atau anestesi
inhalasi lain.4Keuntungan Propofol, bekerja lebih cepat dari
Tiopental, mempunyai induksi yang cepat, masa pulih sadar yang
cepat, sehingga berguna pada pasien rawat jalan yang memerlukan
prosedur cepat dan singkat. 3Propofol dapat menyebabkan turunnya
tekanan darah yang cukup berarti selama induksi anestesi karena
menurunnya resitensi arteri perifer dan venodilatasi.10 Propofol
menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah
jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak menimbulkan aritmia, atau iskemik otot jantung,
tidak merusak fungsi hati dan ginjal. 4Sediaan :ampul atau vial 20
ml ( 200 mg ) 10 mg/ml Propofol.Dosis : 1,5 2 mg/kgBB iv (anak)2
2,5 mg/kgBB iv (dewasa) Propofol merupakan obat induksi anestesi
cepat. Obat ini didistribusikan cepat dan dieliminasi secara cepat.
Hipotensi terjadi sebagai akibat depresi langsung pada otot jantung
dan menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai
efek analgesik. Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar
lebih cepat dan jarang terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang
rendah propofol memiliki efek antiemetik. 3Efek samping propofol
pada sistem pernafasan adanya depresi pernafasan, apnea,
bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa
hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi. Pada susunan
syaraf pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan,
dll. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri sehingga saat
pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50 mg).3KetamineMerupakan
larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif
aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem
somatik tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin dapat
meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai
20%. 6Mekanisme aksi ketamine adalah memblokade membran terhadap
efek eksitasi neurotranmiter asam glutamat pada reseptor subtipe
NMDA. Ketamine merupakan obat yang sangat lipofilik dan dengan
cepat didistribusikan ke dalam organ yang perfusinya baik seperti
otak, hati dan ginjal. Kemudian, ketamine diredistribusi ke dalam
jaringan-jaringan yang berperfusi kurang baik bersamaan dengan
metabolisme hepatik dan diikuti dengan ekskresi urin dan bilier.
Ketamine merupakan satu-satunya anestesi intravena yang memiliki
efek analgesik dan mampu menghasilkan stimulasi cardiovaskular yang
berkaitan dengan dosis. Nadi, tekanan darah arteri dan cardiac
output dapat meningkat secara signifikan di atas nilai normal.
Variabel-variabel ini mencapai puncaknya 2-4 menit setelah injeksi
bolus intravena, kemudian menurun ke nilai normal selama 10-20
menit kemudian. Ketamine menghasilkan efek terhadap kardiovaskuler
ini dengan menstimulasi sistem saraf simpatis pusat, kurang lebih,
dengan menghambat reuptake norepinefrin pada terminal saraf
simpatis. Peningkatan kadar epinefrin dan noerpinefrin plasma
terjadi selama 2 menit setelah bolus ketamine intravena dan kembali
ke kadar normal dalam kurang dari 15 menit. Ketamine secara nyata
meningkatkan aliran darah otak, konsumsi oksigen dan tekanan
intrakranial. Sebagaimana anestesi yang menguap, ketamine merupakan
sebuah obat yang secara potensial berbahaya ketika tekanan
intrakranial meningkat. Meskipun ketamine menurunkan laju
pernapasan, tonus otot pernapasan bagian atas tetap dipertahankan
dengan baik dan refleks-refleks jalan napas biasanya tetap
dipelihara.3, 4,5Penggunaan ketamine telah dihubungkan dengan
disorientasi, ilusi sensori dan persepsi serta mimpi yang nyata
postoperasi (sehinggan disebut dengan fenomena emergence). Diazepam
(0,2-0,3 mg/kgBB) atau midazolam (0,025-0,05 mg) secara intravena,
yang diberikan sebelum pemberian ketamine dapat mengurangi
insidensi efek-efek negatif ini. Meskipun demikian, penggunaan
ketamin dosis rendah dalam kombinasi dengan anestesi inhalasi dan
intravena yang lainnya telah menjadi alternatif pilihan daripada
analgesik opioid dalam meminimalkan depresi pernapasan. Selain itu,
ketamine sangat bermanfaat bagi pasien geriatri dan pasien dengan
resiko tinggi terjadi syok kardiogenik atau syok sepsis dikarenakan
efek kardiostimulasinya. Ketamin dosis rendah juga digunakan bagi
pasien-pasien rawat jalan yang dikombinasikan dengan propofol serta
bagi anak-anak yang menjalani prosedur yang menyakitkan (seperti
penggatian dressing pada luka bakar).3Untuk induksi ketamin
diberikan secara IV dengan dosis 2 mg/kgBB (1-4,5 mg/kgBB) dalam
waktu 60 detik; stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk
mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari
semula. Ketamin IM untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB (6,5-13
mg/kgBB), stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.41.
AnalgetikKetorolacKetorolac dapat diberikan secara oral,
intramuskuler, atau intravena. Setelah suntikan intramuscular atau
intravena efek analgesinya dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah
1-2 jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan penggunaannya
dibatasi untuk 5 hari. 5Cara kerja ketorolac ialah menghambat
sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid
di system saraf pusar. Seperti NSAID lain tidak dianjurkan
digunakan untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan,
wanita sedang menyusui, usia lanjut, anak usia < 4 tahun,
gangguan perdarahan dan bedah tonsilektomi. 6 Sifat analgetik
ketorolac setara dengan opioid, yaitu 30 mg ketorolac = 12 mg
morfin = 100 mg pethidin, sedangkan sifat antipiretik dan
antiinflamasinya rendah. Ketorolac dapat digunakan secara bersamaan
dengan opioid. 4Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6
jam sesuai kebutuhan. Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi
maksimal 90 mg dan untuk berat < 50 kg, manula atau gangguan
faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg.Sediaan : dalam ampul 5mg / 5ml
Pemberian: IM atau IV2. Terapi CairanDalam suatu tindakan operasi
terapi cairan harus diperhatikan dengan serius, terapi cairan
perioperatif bertujuan untuk : Mencukupi kebutuhan cairan,
elektrolit dan darah yang hilang selama operasi. Replacement dan
dapat untuk tindakan emergency pemberian obat. 6Pemberian cairan
operasi dibagi : 5 Pra operasiPada pasien pra operasi dapat terjadi
defisit cairan yang diakibatkan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga
seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain
lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kgBB
/ jam. Bila terjadi dehidrasi ringan maka diperlukan cairan
sebanyak 2% BB, dehidrasi sedang perlu cairan sebanyak 5% BB, dan
dehidrasi berat sebesar 7% BB. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius
kebutuhan cairan bertambah 10 15 %. Durante operasiSelama tindakan
operasi ini dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi.
Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi ringan 4ml/kgBB/jam,
sedang 6ml/kgBB/ jam, berat 8 ml/kgBB/jam. Bila terjadi perdarahan
selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10% EBV maka cukup
digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah
yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1
2 kali darah yang hilang. Sedangkan apabila terjadi perdarahan
lebih dari 20% akan dipertimbangkan untuk dilakukannya transfusi.
Post operasiPemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan
defisit cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari hari
pasien3. PemulihanPasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan
pasca operasi dan anestesi yang biasanya dilakukan diruang pulih
sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasa
operasi atau anestesi.Ruang pulih sadar adalah batu loncatan
sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan
perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi
atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan
karena operasi atau pengaruh anestesinya.3Di ruang pulih sadar
dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak, ventilasinya
cukup atau tidak, dan sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain
obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau
karena spasme laring, pasca bedah dini juga dapat terjadi muntah
yang dapat menyebabkan aspirasi.3 Monitor kesadaran merupakan hal
yang penting karena selama pasien belum sadar dapat terjadi
gangguan jalan nafas. Tidak sadar yang berkepanjangan adalah akibat
dari pengaruh sisa obat anestesi, hipotermi, atau hipoksia, dan
hiperkarbi.Hipoksia dan hiperkarbi terjadi pada pasien dengan
gangguan jalan nafas dan ventilasi. Menggigil yang terjadi pasca
bedah adalah akibat efek vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan
menambah beban jantung dan sangat berbahaya pada pasien dangan
penyakit jantung. Dengan demikian pasien pasca operasi atau
anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya. Tabel 1. Aldrette Scoring
SystemKriteriaRecovery score
in15304560out
AktivitasDapat bergerak volunter atau atas perintah4 anggota
gerak222222
2 anggota gerak111111
0 anggota gerak000000
Respirasi
SirkulasiMampu benafas dan batuk secara bebas222222
Dyspnea, nafas dangkal atau terbatas111111
Apnea000000
Tensi Pre opmmHgTensi 20 mmHg preop222222
Tensi 20-50 mmHg preop111111
Tensi 50 mmHg preop000000
KesadaranSadar Penuh222222
Bangun waktu dipanggil111111
Tidak ada respon000000
Warna kulitNormal222222
Pucat kelabu111111
Sianotik000000
BAB IIIPEMBAHASAN
Tubektomi pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Melalui anamnesa didapatkan data bahwa pasien
sudah cukup untuk memiliki anak.Status fisik pada pasien ini
dimasukkan ke dalam ASA I (pasien keadaan sehat normal). Teknik
general anestesi dengan LMA pada pasien ini dilakukan atas
pertimbangan lama waktu operasi yang memiliki waktu yang cukup lama
sekitar 30 menit.Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering
ditambahkan premedikasi suntikan intravena untuk dewasa dengan
ondansetron 4 mg, Pada pasien ini diberikan premedikasi berupa
midazolam 3 mg (0,05-0,1 mg/kgBB) intravena. Selanjutnya diberikan
fentanyl 50 meq. Induksi anestesia dilakukan dengan pemberian
propofol 100 mg.. Pada pasien ini diberikan maintenance oksigen
3L/m. Oksigen diberikan untuk mencukupi oksigenasi jaringan. Selama
operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk
membantu ahli anestesi mendapatkan informasi fungsi organ vital
selama perioperasi, supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring
secara elektronik membantu ahli anestesi mengadakan observasi
pasien lebih efisien secara terus menerus. Selama operasi
berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena RL. Pasien
dipindah ke ruang pemulihan dan dilakukan observasi sesuai skor
Aldrete. Bila pasien tenang dan Aldrete Score 8 dan tanpa nilai 0,
pasien dapat dipindahkan ke bangsal. Pada kasus ini Aldrete
Score-nya yaitu kesadaran 1 (merespon bila nama dipanggil),
aktivitas motorik 2 (dua ekstremitas dapat digerakkan), pernapasan
2 (bernapas tanpa hambatan), sirkulasi 2 (tekanan darah dalam
kisaran