Top Banner

of 88

LITA KARTIKA SARI.pdf

Oct 08, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    1/88

    FAKTORFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

    KEPATUHAN DALAM PEMBATASAN ASUPAN CAIRAN

    PADA KLIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI

    TERAPI HEMODIALISIS DIRUANG HEMODIALISA

    RSUP FATMAWATI JAKARTA 2009

    Oleh

    LITA KARTIKA SARI

    105104003464

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1431 H./ 2009 M.

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    2/88

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang.

    Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir merupakan

    gangguan fungsi renal yang progesif dan irreversibel dimana kemampuan

    tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

    dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain

    dalam darah). GGK dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti Diabetes

    Mellitus (DM), glomerulonefritis kronik, pielonefritis, hipertensi yang tidak

    dapat dikontrol, obstruksi traktus urinarius, infeksi, medikasi, atau agen

    toksik (timah, kadmium, merkuri, kromium) (Brunner & Suddart, 2002).

    Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di

    Amerika Serikat (AS), angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

    tahun. Pada tahun 1990, terjadi 166 ribu kasus GGK dan pada tahun 2000

    menjadi 372 ribu kasus. Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada tahun

    2010, jumlahnya di estimasi lebih dari 650 ribu kasus. Selain data tersebut, 6

    s.d 20 juta orang di AS diperkirakan mengalami GGK fase awal dan

    cenderung berlanjut tanpa berhenti (Santoso, 2008) Pada tahun 2005

    prevalensi gagal ginjal kronik di Amerika Serikat terdapat 485.012 jumlah

    penduduk. Hal ini diikuti dengan jumlah penduduk yang menjalani terapi

    dipusat hemodialisis terdapat 312.057 penduduk (NIDDK, 2008).

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    3/88

    Menurut Suhud, kepala Yayasan Ginjal Diatrash Indonesia (YGDI) jumlah

    pasien gagal ginjal pada saat ini diperkirakan 60.000 orang dengan

    pertambahan 4.400 baru setiap tahunnya. Di Indonesia, jumlah penderita

    ginjal hingga April 2006 berjumlah 150 ribu orang akan tetapi yang

    membutuhkan terapi fungsi ginjal seperti terapi hemodialisis mencapai 3000

    orang. (YGDI. 2007). Berdasarkan data yang diperoleh YAGINA (Yayasan

    Ginjal Indonesia) pada tahun 2007 terdapat 6,7 persen dari penduduk

    Indonesia sudah mempunyai gangguan fungsi ginjal dengan tingkatan sedang

    sampai berat, dengan kecendrungan yang meningkat sesuai dengan kemajuan

    sebuah negara yang mengubah pola konsumsi masyarakatnya. Menurut ketua

    YAGINA Chaerul Tanjung (2007) di Indonesia sekarang ini terdapat 70 ribu

    penderita gagal ginjal yang perlu mendapatkan perawatan berupa dialisis rutin

    maupun cangkok ginjal. Berdasarkan data pada Departemen Kesehatan pada

    tahun 2006, penyakit gagal ginjal menduduki no 4 angka penyebab kematian

    di rumah sakit Indonesia (Depkes, 2007).

    Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di ruang Hemodialisis

    RSUP Fatmawati didapatkan jumlah pasien yang melakukan terapi

    hemodialisa pada tiga tahun terakhir mengalami peningkatan, pada tahun 2007

    jumlah klien yang menjalani terapi hemodialisa sebanyak 82 orang, tahun

    2008 menjadi 88 dan sampai juli 2009 telah mencapai 106 orang.

    Pada klien gagal ginjal kronik, tindakan untuk mempertahankan hidupnya

    salah satunya dengan terapi hemodialisis dan taat terhadap intervensi yang

    diberikan bagi penderita gagal ginjal. Salah satu intervensi yang diberikan

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    4/88

    bagi penderita gagal ginjal adalah pembatasan asupan cairan yang dianjurkan

    oleh medis. Hal ini karena ginjal termasuk salah satu organ vital yang dimiliki

    manusia. Ginjal memiliki fungsi menyaring, membersihkan dan membuang

    kelebihan cairan dan sisa sisa metabolisme dalam darah, membantu

    memproduksi selsel darah merah, memproduksi hormon yang mengatur dan

    melakukan kontrol atas tekanan darah, serta membantu menjaga tulang tetap

    kuat (Sherwood, 2001 ; YGDI, 2007). Menurut Kallenbach et al (2005)

    menyebutkan jika terjadi kegagalan pada fungsi organ ginjal, akibatnya pun

    bisa fatal. Hal ini akan berakibat ginjal akan sulit mengontrol keseimbangan

    cairan, kandungan natrium, kalium dan nitrogen, dengan produk metabolisme

    tubuh.

    Pada klien gagal ginjal kronik apabila tidak melakukan pembatasan asupan

    cairan maka cairan akan menumpuk di dalam tubuh dan akan menimbulkan

    edema di sekitar tubuh seperti tangan, kaki dan muka. Penumpukan cairan

    dapat terjadi di rongga perut disebut ascites . Kondisi ini akan membuat

    tekanan darah meningkat dan memperberat kerja jantung. Penumpukan cairan

    juga akan masuk ke paru paru sehingga membuat pasien mengalami sesak

    nafas. Secara tidak langsung berat badan klien juga akan mengalami

    peningkatan berat badan yang cukup tajam, mencapai lebih dari berat badan

    normal (0,5 kg /24 jam) yang dianjurkan bagi klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisa. Karena itulah perlunya klien gagal ginjal kronik

    mengontrol dan membatasi jumlah asupan cairan yang masuk dalam tubuh.

    Pembatasan asupan cairan penting agar klien yang menderita gagal ginjal tetap

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    5/88

    merasa nyaman pada saat sebelum, selama dan sesudah terapi hemodialisis

    (Brunner & Suddart, 2002; Hudak & Gallo, 1996 ; YGDI, 2008).

    Klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis yang mengalami

    kegagalan dalam diet, pengaturan cairan dan pengobatan akan memberikan

    dampak yang besar dalam morbiditas dan kelangsungan hidup klien.

    Kegagalan dalam mengikuti pengaturan pengobatan akan berakibat fatal.

    Dilaporkan lebih dari 50 % pasien yang menjalani terapi hemodialisis tidak

    patuh dalam pembatasan asupan cairan. (Baines & Jindal, 2000 ; Kutner, 2001

    ; Tsay, 2003 dalam Barnet et al, 2008)

    Pembatasan cairan seringkali sulit dilakukan oleh klien, terutama jika mereka

    mengkonsumsi obat-obatan yang membuat membran mukosa kering seperti

    diuretik, sehingga menyebabkan rasa haus dan klien berusaha untuk minum.

    Hal ini karena dalam kondisi normal manusia tidak dapat bertahan lebih lama

    tanpa asupan cairan dibandingkan dengan makanan (Potter & Perry, 2008).

    Berdasarkan hasil analisis situasional di RSUP Fatmawati, dari 5 pasien yang

    sedang menjalani terapi hemodialisis terdapat 3 pasien yang kurang patuh

    terhadap pembatasan asupan cairan. Hal ini berdasarkan wawancara langsung

    dengan klien kemudian di lihat kembali rekam medis klien dan didapatkan

    data peningkatan berat badan yang melebihi dari dianjurkan. Selain itu

    terdapat pula 4 orang klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisis lebih dari jadwal yang ditetapkan seperti klien yang seharusnya

    menjalani terapi hemodialisis 2x dalam dalam seminggu, menjadi 3x atau cito

    akibat kelebihan asupan cairan. Hal ini menunjukkan kepatuhan dalam

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    6/88

    pembatasan asupan cairan masih cukup sulit diterapkan oleh klien gagal ginjal

    kronik yang menjalani terapi hemodialisis.

    Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Yetti (2001)

    dikemukakan bahwa salah satu stressor yang dialami oleh klien dengan End

    Stage Renal Disease (ESRD) sebagai akibat tidak berfungsinya fungsi ginjal

    adalah masalah kelebihan cairan. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan,

    untuk mengetahui stressor yang dialami oleh klien hemodialisis, dilaporkan

    bahwa masalah cairan merupakan salah satu masalah utama bagi penderita

    gagal ginjal (Germino, dkk. 1998 dalam Nursuryawati, 2002).

    Sepengetahuan peneliti telah dilakukan penelitian oleh Nursuryawati (2002)

    untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam

    pembatasan asupan cairan. Pada penelitian terdahulu menggunakan desain

    penelitian deskriptif sederhana yang mendeskripsikan atau menggambarkan

    informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam diet

    cairan pada klien yang menjalani terapi hemodialisis, sehingga tidak melihat

    hubungan antar variabel. Untuk melanjutkan penelitian terdahulu, peneliti

    ingin meneliti kembali faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan

    dalam pembatasan asupan cairan, dengan menggunakan desain penelitian

    deskriptif cross sectional, pada penelitian ini, selain untuk menggambarkan

    faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan

    cairan, juga akan melihat hubungan antara variabel dependen dan independen.

    Peneliti menggunakan sampel yang berbeda, yang bertujuan untuk

    menyempurnakan penelitian terdahulu.

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    7/88

    Berdasarkan latar belakang diatas dan melihat pentingnya pembatasan asupan

    cairan bagi penderita gagal ginjal , peneliti tertarik untuk meneliti Faktor-

    Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Dalam Pembatasan Asupan

    Cairan Pada Klien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis

    Diruang Hemodialisa RSUP Fatmawati Jakarta 2009

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan penjelasan dari latar belakang diatas peneliti menyimpulkan

    bahwa, angka kejadian klien yang menderita penyakit gagal ginjal terus

    mengalami peningkatan, begitu pula dengan angka kejadian klien yang

    menjalani terapi hemodialisis juga mengalami peningkatan tiap tahunnya,

    pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis perlu

    melakukan pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya

    penumpukan cairan akibat tidak berfungsinya ginjal yang ditandai dengan

    peningkatan berat badan > 1,5 kg diantara 2 waktu dialisis, edema, ascites,

    sesak nafas dan peningkatan tekanan darah. Maka peneliti ingin meneliti

    faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan dalam

    pembatasan asupan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisis.

    C. Tujuan

    1. Tujuan Umum

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    8/88

    Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dalam

    pembatasan asupan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani

    terapi hemodialisis.

    2. Tujuan khusus

    a. Mengidentifikasi gambaran karakteristik responden yang meliputi usia,

    jenis kelamin dan pekerjaan

    b. Mengidentifikasi gambaran kepatuhan dan ketidakpatuhan dalam

    pembatasan asupan cairan pada klien gagal ginjal yang menjalani

    terapi hemodialisis

    c.

    Mengidentifikasi gambaran faktor pendidikan, pengetahuan, sikap,

    lama menjalani terapi hemodialisis, informasi, dan dukungan keluarga

    yang mempengaruhi kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan pada

    klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis

    d.

    Memperoleh informasi tentang hubungan antara pendidikan,

    pengetahuan, sikap, lama menjalani terapi hemodialisis, informasi, dan

    dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan

    pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis

    D. Manfaat

    1. Bagi Profesi Keperawatan

    Hasil penelitian ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan

    dalam hal mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    9/88

    klien dengan gagal ginjal kronik dalam menentukan asuhan keperawatan

    yang tepat dan dapat sebagai masukan bagi perawat untuk memahami

    pentingnya pembatasan asupan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis sehingga dapat memberi pendidikan

    kesehatan dalam pengaturan cairan secara mandiri pada klien

    2. Bagi Rumah Sakit

    Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pelayanan keperawatan dalam

    memberikan asuhan keperawatan mandiri kepada klien dengan

    pembatasan asupan cairan

    3. Bagi Peneliti

    Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan dan menambah

    pengalaman peneliti dalam melaksanakan penelitian. Serta dapat dijadikan

    dasar untuk penelitianselanjutnya .

    E. Ruang lingkup

    Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan

    dalam pembatasan asupan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis diruang hemodialisa RSUP Fatmawati tahun

    2009. Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian deskriptif cross

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    10/88

    sectional. Metode pengambilan data primer dan sekunder berupa observasi,

    kuesioner dan rekam medis serta timbangan BB. Penelitian ini perlu dilakukan

    karena masih ditemukan klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisa kurang patuh dalam pembatasan asupan cairan yang dapat

    mengakibatkan penumpukan atau kelebihan cairan dalam tubuh.

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    11/88

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Gagal Ginjal Kronik

    1. Definisi

    Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan

    penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progressif,

    dan cukup lanjut (Suyono, dkk. 2001).

    Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan

    gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan

    ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan

    cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah

    nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2002).

    Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu :

    a)

    Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockroft

    Gault

    Tabel 2.1

    Klasifikasi penyakit Gagal Ginjal Kronik berdasarkan LFG dengan

    rumus Kockroft-Gault

    Derajat Penjelasan LFG

    (ml/mn/1.73m2)

    1 Kerusakan ginjal dgn LFG normal atau

    90

    2 Kerusakan ginjal dgn LFG ringan 6089

    3 Kerusakan ginjal dgn LFG sedang 3059

    4 Kerusakan ginjal dgn LFG berat 1529

    5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    12/88

    Sumber : Sudoyo, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

    b)

    Berdasarkan diagnosa kausa/etiologi

    Tabel 2.2

    Klasifikasi penyakit Gagal Ginjal berdasarkan kausa/etiologi

    Penyakit Tipe mayor

    Penyakit ginjal

    diabetes

    Diabetes tipe 1 dan 2

    Penyakit ginjal non

    diabetes

    Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi

    sistemik, obat, neoplasia), Penyakit vascular

    (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,

    mikroangiopati), Penyakit tubulointerstitial

    (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan

    obat), Penyakt kistik (ginjal polikstik)

    Penyakit pada

    transplantasi

    Rejeksi kronik, Keracunan obat

    (siklosporin/takrolimus), Penyakit recurrent

    (glomerular), Transplant glomerulopathy

    Sumber: Sudoyo, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

    c)

    Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di Indonesia tahun

    2000

    Tabel 2.3

    Penyebab Gagal Ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia

    tahun 2000Penyebab Insiden

    Glomerulonefritis 46,39 %

    Diabetes mellitus 18,65 %

    Obstruksi dan infeksi 12,85 %

    Hipertensi 8,46 %

    Sebab lain 13,65 %

    Sumber: Sudoyo, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    13/88

    2.

    Patofisiologi

    Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit

    yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi

    kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi

    struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya

    kompensasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang di ikuti oleh

    peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.

    Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensinaldosteron intrarenal,

    ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan

    progresifitas tersebut. Pada stadium dini penyakit ginjal kronik, terjadi

    kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan basal LFG masih normal atau

    malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi

    penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan

    kadar serum urea dan kreatinin serum.

    Sampai pada LFG sebesar 60 %, pasien masih belum merasakan keluhan

    (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar serum urea dan kreatinin

    serum. Sampai pada LFG 30 %, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,

    nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.

    Sampai pada LFG di bawah 30 %, pasien memperlihatkan gejala dan tanda

    uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan

    metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah.

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    14/88

    Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius,

    dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau

    transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium

    gagal ginjal. (Sudoyo, 2006)

    3. Manifestasi Klinik

    a.Gangguan pada system gastrointestinal

    1)

    Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan

    metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat

    metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal gaunidin, serta

    sembabnya mukosa

    2) Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur

    diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau

    ammonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis

    3) Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui

    4) Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik

    b. Sistem integumen

    1) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat

    penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin

    uremik dan pengendapan kalsium dipori-pori kulit

    2)

    Ekimosis akibat gangguan hematologis

    3)

    Urea frost : akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat (jarang

    dijumpai)

    4) Bekas-bekas garukan karena gatal-gatal

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    15/88

    c. Sistem hematologi

    1)

    Anemia, dapat disebabkan berbagai faktor antara lain :

    a) Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan

    eritropoesis pada sumsum tulang menurun

    b) Hemolisis, akibat berkurangnya massa hidup eritrosit dalam

    suasana uremia toksik

    c)

    Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang

    berkurang

    d)

    Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit

    e)

    Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder

    2)

    Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia, mengakibatkan

    perdarahan

    d.

    Sistem saraf dan otot

    1) Restless leg syndrome

    Klien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan

    2) Burning feet syndrome

    Klien merasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki

    3)

    Ensefalopati metabolik

    Klien tampak lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor,

    mioklonus, kejang

    4)

    Miopati

    Klien tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama

    otot-otot ekstremitas proximal

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    16/88

    e. Sistem kardiovaskular

    1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan

    aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron

    2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit

    jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung

    akibat penimbunan cairan

    3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit,

    dan klasifikasi metastatik

    4)

    Edema akibat penimbunan cairan

    f. Sistem endokrin

    1)

    Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi

    insulin

    2) Gangguan metabolisme lemak

    3)

    Gangguan metabolisme vitamin D

    4) Gangguan seksual

    g. Gangguan sistem lainnya

    1) Tulang : osteodistrofi renal yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa,

    osteoskelrosis, dan klasifikasi metastatik

    2)

    Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil

    metabolisme

    3)

    Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia

    4. Pemeriksaan Penunjang Pada Gagal Ginjal Kronik

    a. Radiologi

    Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    17/88

    b. Foto polos abdomen

    Menilai bentuk dan besar ginjal serta adakah batu/obstruksi lain.

    c.

    Pielografi Intra Vena

    Menilai sistem pelviokalises dan ureter , beresiko terjadi penurunan faal

    ginjal pada usia lanjut, DM dan nefropati asam urat.

    d. USG

    Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenhim ginjal, anatomi sistem

    pelviokalises dan ureter proksimal, kepadatan parenhim ginjal, anatomi

    sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.

    e.

    Renogram

    Menilai fungsi gnjal kiri dan kanan, lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)

    serta sisa fungsi ginjal.

    f. Pemeriksaan radiologi jantung

    Mencari kardiomegali, efusi perikarditis

    g. Pemeriksaan radiologi tulang

    Mencari osteodistrofi (terutama pada falanks/jari) kalsifikasi metastatik.

    h. Pemeriksaan radiologi paru

    Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.

    i.

    Pemeriksaan pielografi retrograde

    Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible

    j.

    EKG

    Untuk melihat kemungkinan adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda

    perikarditis, aritmia gangguan elektrolit (hiperkalemia)

    k. Biopsi ginjal

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    18/88

    Dilakukan bila ada keraguan diagnostik GGK atau perlu diketahui

    etiologinya.

    l.

    Pemeriksaan lab yang dapat menujang kemungkinan GGK :

    1) Laju endap darah meninggi

    2) Anemia normositer normokrom.

    3) Ureum dan kreatinin meninggi

    4) Hiponatremia karena kelebihan cairan

    5)

    Hiperkalemia

    6)

    Hipokalsemia dan hiperfosfatemia

    7)

    Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia

    8)

    Peninggian gula darah

    9)

    Hipertrigleserida

    10)Asidosis metabolic

    5. Penatalaksanaan

    Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan

    homeostatis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal

    kronik dan faktor yang dapat dipulihkan, diidentifikasi dan ditangani.

    Penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik

    a.Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

    b.Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)

    c.Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal

    d.Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    19/88

    e.Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

    f.Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

    B. Konsep Keseimbangan cairan

    1. Distribusi cairan tubuh

    Cairan tubuh didistribusikan dalam dua kompartemen yakni : cairan

    ekstrasel (CES) dan cairan intrasel (CIS). Cairan ekstrasel terdiri dari cairan

    interstisial dan cairan intravaskular. Cairan interstitial mengisi ruangan yang

    berada diantara sebagian besar sel tubuh dan menyusun sejumlah besar

    lingkungan cairan tubuh. Sekitar 15 % berat tubuh merupakan cairan

    interstitial. Cairan intravaskular terdiri dari plasma, bagian cairan limfe

    yang mengandung air dan tidak berwarna, dan mengandung suspense

    leukosit, eritrosit dan trombosit. Plasma menyusun 5 % berat tubuh (Potter

    & Perry, 2006).

    Cairan intrasel adalah cairan didalam membrane sel yang berisi substansi

    terlarut atau solute yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit

    serta untuk metabolisme. Cairan intrasel membentuk 40 % berat tubuh

    (Potter & Perry, 2006).

    Komposisi cairan tubuh

    a. Elektrolit

    b.

    Mineral

    c.

    Sel

    2. Pengaturan cairan tubuh

    a. Asupan cairan

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    20/88

    Asupan cairan terutama diatur melalui mekanisme rasa haus. Pusat

    pengendali rasa haus berada didalam hipotalamus di otak. Stimulus

    fisiologi utama terhadap pusat rasa haus adalah peningkatan konsentrasi

    plasma dan penurunan volume darah. Sel-sel reseptor yang disebut

    osmoreseptor secara terus-menerus memantau osmolalitas. Apabila

    kehilangan cairan terlalu banyak, osmoreseptor akan mendeteksi

    kehilangan tersebut dan mengaktifkan pusat rasa haus. Faktor lain yang

    mempengaruhi pusat rasa haus adalah keringnya membran mukosa faring

    dan mulut, angiotensin II, kehilangan kalium, dan faktor-faktor psikologis

    (Potter & Perry, 1995).

    Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati pada gagal ginjal

    lanjut, karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat

    diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien, yang menyebabkan terjadinya

    fenomena kelebihan cairan pada klien yang menjalani terapi hemodialisis.

    Berat badan harian merupakan parameter penting yang dipantau, selain

    catatan yang akurat mengenai asupan dan keluaran. Asupan yang terlalu

    bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, intoksikasi

    cairan. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urin dalam 24

    jam + (IWL total) mencerminkan kehilangan cairan yang tidak disadari.

    IWL total terdiri dari IWL normal (1% dari BB) ditambah dengan IWL

    akibat peningkatan suhu (apabila peningkatan suhu 10C maka rumus yang

    digunakan 10% x IWL normal). Misalnya, jika keluaran urin pasien

    dalam 24 jam terakhir adalah 400 ml, asupan total perhari adalah iwl total

    600 ml + 400 ml = 1000 ml. Kebutuhan yang diperbolehkan pada klien

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    21/88

    gagal ginjal adalah 1000 ml/hari dan klien yang menjalani dialisis diberi

    cairan yang mencukupi untuk memungkinkan penambahan berat badan

    0,9 kg sampai dengan 1,3 kg selama pengobatan, yang jelas, asupan

    natrium dan cairan harus diatur sedemikian rupa untuk mencapai

    keseimbangan cairan dan mencegah hipervolemia serta hipertensi (Price

    & Wilson, 2002 dalam Rahmawati, 2008)

    b. Haluaran cairan

    Cairan terutama dikeluarkan oleh ginjal dan gastrointestinal. Rata-rata

    hilangnya cairan setiap hari terangkum dalam tabel 2.4 dibawah ini

    Tabel 2.4Rata-rata jumlah cairan yang hilang

    Organ atau sistem Jumlah (ml)

    Ginjal 1500

    Kulit

    Kehilangan tak kasat mata

    Kehilangan kasat mata

    600-900

    600

    Paru-paru 400

    Saluran pencernaan 100

    Jumlah total 3200-3500

    Sumber : Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

    Pada orang dewasa, ginjal setiap menit menerima sekitar 125 ml plasma

    untuk disaring dan memproduksi urine sekitar 60 ml (40 sampai 80 ml)

    dalam setiap jam atau totalnya sekitar 1,5 L dalam satu hari (Horne et al,

    1991 dalam Perry & Poter, 2002).

    C. Pembatasan asupan cairan

    Pembatasan asupan cairan/air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu

    dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    22/88

    kardiovaskular. Air yang masuk kedalam tubuh dibuat seimbang dengan air

    yang keluar, baik melalui urin maupun insensible water loss. Dalam

    melakukan pembatasan asupan cairan, cairan yang masuk bergantung pada

    haluaran urine. Berasal dari insensible water loss ditambah dengan haluaran

    urin per 24 jam yang diperbolehkan untuk pasien dengan gagal ginjal kronik

    yang menjalani dialisis. (Almatsier, 2006; Brunner & Suddart, 2002)

    Makanan-makanan cair dalam suhu ruang (agar-agar, es krim) dianggap cairan

    yang masuk. Untuk klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisa, asupan cairan harus diatur sehingga berat badan yang diperoleh

    tidak lebih dari 1 sampai 3 kg diantara waktu dialisis (Lewis et all, 2007).

    Mengontrol asupan cairan merupakan salah satu masalah utama bagi pasein

    dialisis. Karena dalam kondisi normal manusia tidak dapat bertahan lebih

    lama tanpa asupan cairan dibandingkan dengan makanan. Namun bagi

    penderita penyakit gagal ginjal kronik harus melakukan pembatasan asupan

    cairan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Ginjal sehat melakukan

    tugasnya menyaring dan membuang limbah dan racun di tubuh kita dalam

    bentuk urin 24 jam sehari. Apabila fungsi ginjal berhenti maka terapi dialisis

    yang menggantikan tugas dari ginjal tersebut. Mayoritas klien yang menjalani

    terapi hemodialisis di Indonesia menjalani terapi 2 kali seminggu antar 4 5

    jam pertindakan. Itu artinya tubuh harus menanggung kelebihan cairan

    diantara dua waktu terapi (YGDI, 2008).

    Apabila pasien tidak membatasi jumlah asupan cairan maka cairan akan

    menumpuk di dalam tubuh dan akan menimbulkan edema di sekitar tubuh

    seperti tangan, kaki dan muka. Banyak juga penumpukan cairan terjadi di

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    23/88

    rongga perut yang membuat perut disebut ascites . Kondisi ini akan membuat

    tekanan darah meningkat dan memperberat kerja jantung. Penumpukan cairan

    juga akan masuk ke paru paru sehingga membuat pasien mengalami sesak

    nafas. Karena itulah perlunya pasien mengontrol dan membatasi jumlah

    asupan cairan yang masuk dalam tubuh. Pembatasan tersebut penting agar

    pasien tetap merasa nyaman pada saat sebelum, selama dan sesudah terapi

    hemodialisis (Brunner & Suddart, 2002 ; YGDI, 2008).

    Penilaian umum mengenai berat badan bersih adalah penting untuk

    mempermudah perawat dan pasien dalam mengurangi kelebihan cairan selama

    pelaksanaan dialisis. 1 kg sebanding dengan 1 L cairan, artinya bahwa berat

    badan pasien adalah metode yang sederhana dan akurat untuk menilai

    pertambahan maupun pengurangan cairan selama program dialisis

    berjalan.(Nicola, 2002)

    Peningkatan berat badan mengidentifikasi kelebihan cairan..Kenaikan yang

    diterima adalah 0,5 kg per tiap 24 jam diantara waktu dialisis (Hudak dan

    Gallo, 1996). Kelebihan cairan yang terjadi dapat dilihat dari terjadinya

    penambahan berat badan secara cepat, penambahan berat badan 2% dari berat

    badan normal merupakan kelebihan cairan ringan, penambahan berat badan

    5% merupakan kelebihan cairan sedang, penambahan 8% merupakan

    kelebihan cairan berat. (Price & Wilson, 1995 ; Kozier, Erb, Berman &

    Snyder, 2004 dalam Rahmawati 2008). Kelebihan cairan pada pasien gagal

    ginjal kronik dapat berkembang dengan progressif, yang dapat menimbulkan

    kondisi edema paru ataupun komplikasi kegagalan fungsi jantung (Suwitra,

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    24/88

    2006 dalam Sudoyo et al 2006 ; Black & Hawks, 2005 dalam Rahmawati

    2008).

    D. Hemodialisa

    1. Definisi

    Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan

    dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu

    melaksanakan proses tersebut (Brunner & Suddart, 2002).

    Tujuan dialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan

    pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Metode terapi mencakup

    hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialisis.

    Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam

    keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa

    hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium

    terminal (ESRD : end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka

    panjang atau terapi permanen (Brunner & Suddart, 2002).

    Pada Hemodialisis, darah adalah salah satu kompartemen dan dialisat adalah

    bagian yang lain. Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori

    terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran

    memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea,

    kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan

    bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri,

    dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran.

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    25/88

    Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien

    konsentrasi. (Hidayat, 2008)

    2.

    Fungsi Sistem ginjal buatan

    a) Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan

    asam urat.

    b) Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara

    darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus

    darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat

    (proses ultrafiltrasi).

    c)

    Mempertahankan dan mengembalikan sistem buffer tubuh.

    d)

    Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh

    3. Indikasi

    Indikasi secara umum dialisis pada gagal ginjal kronik adalah bila laju

    filtrasi glomerulus (LFG sudah kurang dari 5 mL/ menit).

    Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila

    terdapat kondisi sebagai berikut :

    1) Hiperkalemia

    2) Asidosis

    3)

    Kegagalan terapi konservatif

    4) Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah (ureum > 200 mg/dL atau

    Kreatinin > 6 mEq/L)

    5)

    Kelebihan cairan (fluid overloaded)

    6)

    Mual dan muntah hebat

    7) Anuria berkepanjangan (> 5 hari)

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    26/88

    4. Prinsip-prinsip yang mendasari hemodialisis

    Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis: yaitu difusi, osmosis,

    ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melalui

    proses difusidengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi

    tinggi, kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan

    dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi

    ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan dengan

    mengatur rendaman dialisat (dialisate bath) secara tepat (pori-pori kecil

    dalam membran semipermeabel tidak memungkinkan lolosnya sel darah

    merah dan protein)

    Air yang berlebihan dikeluarkan dalam tubuh melalui proses osmosis.

    Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient

    tekanan; dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang

    lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).

    Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang

    dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif

    diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan

    memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengeksresikan

    air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai

    isovolemia (keseimbangan cairan) (Brunner & Suddart, 2002)

    E. Peran perawat dialisis

    Perawat berperan sangat penting dalam penyuluhan kesehatan pasien gagal

    ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa. Terdapat sejumlah informasi

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    27/88

    yang harus dipahami klien mengenai gagal ginjal kronik, terapi hemodialisa

    dan pembatasan asupan cairan dalam rangka memelihara kesehatan dan

    menghindari komplikasi yang dapat terjadi bagi klien gagal ginjal kronik.

    Karena luasnya penyuluhan yang harus diberikan pada pasien, perawat dialisis

    menyediakan pendidikan berkelanjutan dan mengulangi pengajaran awal yang

    diikuti dengan pemantauan perkembangan kesehatan pasien dan kepatuhan

    klien terhadap program penanganan klien, seperti pembatasan asupan cairan

    (Brunner & Suddart, 2002)

    Pembatasan asupan cairan bisa menjadi hal yang sulit bagi klien gagal ginjal

    kronik utuk dipertahankan, khususnya jika klien mengalami kehausan.

    Menurut Kozier (1995) dan Crisp & tailor (2001) terdapat beberapa intervensi

    keperawatan yang dapat dilakukan perawat untuk mengurangi rasa haus pada

    klien dengan pembatasan asupan cairan yakni :

    1.

    Menjelaskan alasan pembatasan cairan, berapa banyak cairan yang

    dibatasi dan jenis cairan apa yang diperbolehkan untuk diminum.

    2. Mengatur alokasi waktu dan interval minum untuk 24 jam.

    3. Memberikan kepingan atau potongan es sebagai alternative pengganti

    air untuk mengurangi rasa haus.

    4.

    Menyediakan wadah atau tempat air minum yang berukuran kecil

    untuk minum.

    5.

    Apabila klien merasa haus, bantu klien untuk membilas mulut mereka

    dengan air tanpa menelannya.

    6.

    Melakukan perawatan mulut

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    28/88

    7. Menginstruksikan klien untuk menghindari menelan atau mengunyah

    makanan yang terlalu asin atau manis, karena makanan tersebut

    cenderung menyebabkan sensasi haus.

    8. Jika memungkinkan instruksikan klien mencatat cairan yang masuk

    pada buku catatan untuk memantau jumlah cairan yang masuk.

    F. Konsep Perilaku

    Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati

    langsung, maupun yang tidak diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

    Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku

    merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari

    luar) (Notoatmodjo, 2007).

    Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap

    stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

    pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan

    ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.

    a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) seperti perilaku

    pencegahan penyakit, perilaku peningkatan kesehatan, dan perilaku

    pemenuhan kebutuhan gizi.

    b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan

    kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health

    seeking behavior)

    c.

    Perilaku kesehatan lingkungan, misalnya sebagai berikut:

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    29/88

    1) Perilaku hidup sehat, seperti makan dengan menu seimbang

    (appropriate diet),olahraga teratur, tidak merokok dan tidak minum-

    minuman keras, istirahat cukup, mengendalikan stress, dan gaya hidup

    yang positif.

    2) Perilaku sakit (illness behavior), seperti pengetahuan tentang

    penyebab, gejala dan pengobatan.

    3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior), dimana peran klien yaitu :

    a)

    Hak-hak orang sakit (right), seperti memperoleh perawatan,

    memperoleh pelayanan kesehatan, dan lain-lain.

    b)

    Kewajiban orang sakit (obligation), seperti memberitahukan

    penyakit kepada orang lain khususnya pada dokter, tidak

    menularkan penyakit kepada orang lain, dan lain-lain.

    c) Perilaku peran orang sakit (the sick role). seperti tindakan untuk

    memperoleh kesembuhan, mengenal fasilitas penyembuhan yang

    layak, mengetahui hak dan keewajiban orang sakit, dan lain-lain.

    G. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan

    Menurut Notoatmodjo tahun 2007 dari aspek biologis, perilaku adalah suatu

    kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan.

    Perilaku adalah hasil atau resultan antara stimulus (faktor eksternal) dengan

    respon (faktor internal) dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut.

    Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik

    maupun non fisik dalam bentuk sosial (struktur sosial, pranata-pranata sosial

    dan permasalahanpermasalahan sosial lain), budaya (nilai-nilai, adat istiadat,

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    30/88

    kepercayaan, kebiasaan masyarakat, tradisi,dan sebagainya), ekonomi, politik

    dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor internal yang mempengaruhi

    terbentuknya perilaku antara lain perhatian, motivasi, persepsi, intelegensi,

    fantasi, dan sebagainya.

    Dengan perkataan lain, perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi atau di

    tentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Faktor

    yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut determinan. Menurut

    teori Lawrence Green (1980), Green menganalisis, bahwa faktor perilaku di

    tentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:

    1.

    Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang

    mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara

    lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan

    sebagainya

    2.

    Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang

    memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku dan tindakan. Yang

    dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau

    fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya puskesmas,

    posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan sampah, tempat olahraga,

    makanan bergizi, uang dan sebagainya.

    3. Faktor-faktor pendukung (reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang

    mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang terwujud dalam

    sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan

    kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    31/88

    H. Kepatuhan

    Menurut Safarino (1994) dalam Nursuryawati (2002) mendefinisikan

    kepatuhan sebagai tingkat klien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku

    yang disarankan oleh dari atau petugas kesehatan lain. Dan menurut Tailor

    (1991) dalam Nursuryawati (2002) menyebutkan ketidakpatuhan sebagai

    masalah medis yang berat.

    Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter

    yang mengobatinya (Kaplan dkk, 1997). Menurut Sacket dalam Niven (2002)

    kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang

    diberikan oleh profesional kesehatan.

    Kepatuhan berkenaan dengan kemauan dan kemampuan dari individu untuk

    mengikuti cara sehat yang berkaitan dengan nasihat, aturan yang ditetapkan,

    mengikuti jadwal. Kepatuhan adalah tingkat perilaku penderita dalam

    mengambil suatu tindakan untuk pengobatan seperti diet, kebiasaan hidup

    sehat dan ketepatan berobat. (Niven, 2002)

    I. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Dalam Pembatasan

    Asupan Cairan

    1.

    Pendidikan

    Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat

    agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk

    memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan

    kesehatannya. (Notoatmodjo, 2005). Menurut Azwar (1995) dalam Era

    (2008) menyebutkan terdapat kaitan antara tingkat pendidikan terhadap

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    32/88

    perilaku positif yang menjadi dasar pengertian (pemahaman) dan perilaku

    dalam diri seorang individu. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini

    membutuhkan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat

    langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri. Tingkat

    pendidikan individu memberikan kesempatan yang lebih banyak terhadap

    diterimanya pengetahuan baru termasuk informasi kesehatan.

    2. Pengetahuan

    Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

    terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

    sebagainya) (Notoatmojo, 2005). Pengetahuan merupakan faktor yang

    sangat penting terbentuknya perilaku seseorang. Perilaku didasarkan atas

    pengetahuan, walaupun pengetahuan yang mendasari sikap seseorang

    masih dipengaruhi oleh banyak faktor lain yang sangat kompleks sehingga

    terbentuk perilaku yang nyata (Notoatmodjo, 2003).

    3. Sikap

    Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

    tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

    bersangkutan. (Notoatmodjo, 2005). Menurut Newcomb, salah seorang

    ahli psikologi sosial yang dikutip oleh Notoatmojdo (2005) menyatakan

    bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan

    bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi

    sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan

    tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan atau reaksi tertutup).

    4. Lama menjalani hemodialisis

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    33/88

    Individu dengan hemodialisis jangka panjang sering merasa khawatir akan

    kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam

    kehidupannya. Gaya hidup terencana dalam jangka waktu lama, yang

    berhubungan dengan terapi hemodialisis dan pembatasan asupan makanan

    dan cairan klien gagal ginjal kronik sering menghilangkan semangat hidup

    klien sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan klien dalam terapi

    hemodialisis ataupun dengan pembatasan asupan cairan (Brunner &

    Suddart, 2002).

    5. Informasi

    Dalam teori Lawrence Green 1980 yang dikutip oleh Notoatmodjo 2005,

    salah satu faktor yang berpengaruh dalam perilaku adalah faktor

    pemungkin (enabling factor) yang memungkinkan atau memfasilitasi

    perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah

    sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.

    Salah satu sarana dan prasarana yang digunakan adalah informasi. Dengan

    adanya kemudahan memperoleh informasi mengenai pentingnya

    pembatasan asupan cairan pada klien gagal ginjal kronik sehingga dapat

    memfasilitasi terjadinya perilaku kepatuhan dalam melakukan pembatasan

    asupan cairan.

    Menurut Snehandu yang dikutip Notoatmojdo 2005 menyebutkan salah

    satu faktor yang mempengaruhi perilaku adalah terjangkaunya informasi

    yaitu tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan

    diambil seseorang.

    6. Dukungan keluarga

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    34/88

    Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penguat atau pendorong

    terjadinya perilaku. (Green 1980 dalam Notoatmojdo 2005). Dukungan

    keluarga dalam hal ini memberikan motivasi, perhatian, mengingatkan

    untuk selalu melakukan pembatasan asupan cairan sesuai dengan anjuran

    tim medis. Pada Penelitian yang dilakukan Foote (1990) dalam

    Tamanampo (2000) membuktikan bahwa dukungan sosial juga

    mempunyai hubungan yang positif yang dapat mempengaruhi kesehatan

    individu dan kesejahteraannya atau dapat meningkatkan kreativitas

    individu dalam kemampuan penyesuaian yang adaptif terhadap stres dan

    rasa sakit yang dialami. Dukungan keluarga diperlukan karena klien gagal

    ginjal kronik akan mengalami sejumlah perubahan bagi hidupnnya

    sehingga menghilangkan semangat hidup klien, diharapkan dengan adanya

    dukungan keluarga dapat menunjang kepatuhan klien (Brunner &

    Suddart, 2002)

    J. Penelitian terkait

    Dari penelitian Tamanampo (2000) yang bejudul faktor-faktor yang

    berhubungan dengan kepatuhan penderita gagal ginjal tahap akhir dalam

    menjalankan hemodialisis di unit hemodialisa pelayanan kesehatan St Carolus

    tahun 2000 terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan cuci darah

    adalah pengetahuan, sikap, dukungan keluarga. Dari penelitian tersebut

    didapatkan hasil bahwa variabel pengetahuan sebesar 43,5% namun menurut

    hasil perhitungan statistik menunjukkan hubungan yang tidak signifikan.

    Demikian juga dengan variabel sikap dan keluarga sebesar 43,5% dan 55 %

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    35/88

    nenunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara variabel independen dan

    dependen menurut hasil perhitungan statistik.

    K. Kerangka teori

    Berdasarkan teori Lawrence Green (1980) dalam konsep perilaku kesehatan

    menurut Notoatmodjo (2007).

    Faktor faktor

    predisposisi

    1. Pengetahuan

    2. Sikap

    3. Keyakinan

    4. Kepercayaan

    5. Nilai-nilai6. Tradisi

    Faktor-faktor

    pemungkin

    1. Sarana

    2. Prasarana

    PERILAKU

    KESEHATAN

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    36/88

    Gambar 2.1 Kerangka Teori

    Faktor-faktor

    pendukung

    1. Dukungan

    keluarga

    2. Sikap petugas

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    37/88

    BAB III

    KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN DAN

    DEFINISI OPERASIONAL

    A. Kerangka konsep

    Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka tentang kepatuhan dalam

    menjalankan pembatasan asupan cairan dan berdasarkan teori analisis perilaku

    khususnya perilaku yang berhubungan dengan kepatuhan yang didapat dari

    Teori Lawrence Green, diperoleh variabel-variabel yang diduga berperan

    dalam kaitannya dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan pada

    klien gagal ginjal kronik.

    Hubungan tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk kerangka konsep penelitian

    dengan variabel independen

    Faktor predisposisi : pendidikan, pengetahuan, sikap pembatasan asupan

    cairan dan lama menjalani hemodialisis

    Faktor pendukung : informasi dan dukungan keluarga dalam menjalani

    pembatasan asupan cairan

    Sedangkan variabel dependen yaitu kepatuhan dalam menjalankan

    pembatasan asupan cairan.

    Adapun kerangka konsep tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    38/88

    INDEPENDEN DEPENDEN

    Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian mengenai Faktor-Faktor Yang

    Berhubungan Dengan Kepatuhan Dalam Pembatasan Asupan Cairan Pada Klien

    Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis

    Faktor

    predisposisi

    Pendidikan

    Pengetahua

    n

    Sikap

    Lama

    menjalani

    hemodialisis

    Faktor pendukung

    Informasi

    Dukungan

    keluarga

    Kepatuhan dalam

    pembatasan asupan cairan

    pada klien gagal ginjal

    kronik yang menjalani terapi

    hemodialisis

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    39/88

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    40/88

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    41/88

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    42/88

    B. Hipotesis

    1. Ada hubungan pendidikan klien dengan kepatuhan dalam pembatasan

    asupan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisis

    2. Ada hubungan pengetahuan klien dengan kepatuhan dalam pembatasan

    asupan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisis

    3.

    Ada hubungan sikap klien dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan

    cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    43/88

    4. Ada hubungan lama menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan

    dalam pembatasan asupan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis

    5. Ada hubungan informasi dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan

    cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis

    6. Ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam pembatasan

    asupan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisis

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    44/88

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis penelitian

    1. Pendekatan penelitian

    Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berbentuk data

    kuantitatif untuk itu pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini

    adalah kuantitatif.

    2. Metode penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai faktor-

    faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan

    pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. Untuk

    itu metode penelitian digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif

    cross sectional. Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang

    menekankan waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan

    dependen hanya satu kali pada satu saat.

    Pada jenis ini variabel independen dan dependen dinilai secara bersamaan

    pada satu saat, jadi tidak ada follow up. Tentunya tidak semua subjek

    penelitian harus di observasi pada hari atau pada waktu yang sama, akan

    tetapi baik variable independen maupun variable dependen di nilai hanya

    satu kali saja. Dengan studi ini akan diperoleh prevalensi atau efek suatu

    fenomena (variable dependent) dihubungkan dengan penyebab (variable

    independent)

    B. Waktu dan lokasi penelitian

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    45/88

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September tahun 2009 di RSUP

    Fatmawati Jakarta. Alasan dilakukan penelitian di RSUP Fatmawati

    Jakarta adalah rumah sakit tersebut memiliki sarana dan prasarana yang

    lengkap yakni memiliki ruang hemodialisa yang jumlah responden

    menjalani terapi hemodialisis cukup banyak. Dan setelah dilakukan studi

    pendahuluan di rumah sakit tersebut pada 5 orang klien masih didapatkan

    3 orang klien yang kurang patuh pada pembatasan asupan cairan.

    C.Pengambilan sampel

    1. Populasi

    Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu

    yang akan di teliti (Hidayat , 2008). Subjek penelitian yang di ambil adalah

    semua klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di

    RSUP Fatmawati. Saat ini klien yang menjalani terapi hemodialisis di

    ruang hemodialisis RSUP Fatmawati pada bulan April terdapat 103 orang.

    2. Sampel

    Sampel adalah bagian populasi yang akan di teliti atau sebagian jumlah

    dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008).

    Sampel yang diperlukan orang , Jumlah sampel ditetapkan dengan

    menggunakan rumus Uji Hipotesis Beda 2 Proporsi sesuai dengan rumus

    dari Lwanga dan Lemeshow tahun 1998.

    N =

    2

    21

    221111 11122/

    ZaZ

    Ket :

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    46/88

    n = Jumlah sample

    Z1-/2 = 1,96 (derajat kepercayaan(CI) 95%, derajat kemaknaan

    5%)

    Z2-/2= 1,28 (kekuatan uji 90%)

    P1 = proporsi distribusi kepatuhan penderita gagal ginjal tahap

    akhir dalam menjalankan hemodialisis berdasarkan

    penelitian Tamanampo (2000)

    P2 = P1+ 30% (proporsi distribusi kepatuhan penderita gagal

    ginjal tahap akhir dalam menjalankan hemodialisis

    berdasarkan penelitian Tamanampo (2000) dengan

    perbedaan selisih 30% dari proporsi awal)

    P = (P1+ P2)/2

    n =

    2

    21

    221111 11122/

    ZaZ

    =

    2

    73,043,0

    73,0173,043,0143,028,143,0158,0.296,1

    = 55

    Berdasarkan perhitungan diatas sampel yang akan digunakan yakni 55

    orang dengan tambahan 10% menjadi 60 orang untuk mencegah

    terjadinya missing data.

    3. Teknik pengambilan sampel

    Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap

    mewakili seluruh populasi (Notoatmojdo, 2005 ; Supriyanto, 2007).

    Pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan non probability

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    47/88

    sampling dengan teknik Accidental sampling yaitu teknik penentuan

    sampel dengan cara aksidental, yaitu siapa saja yang kebetulan bertemu

    akan terpilih menjadi sampel

    Sampel yang digunakan didasarkan pada kriteria inklusi

    a. Kesadaran baik

    b. Klien Hemodialisis yang mengikuti jadwal regular dengan

    penambahan berat badan (BB) > 1,5 kg dan < 1,5 kg diantara waktu

    dialisis

    c.

    Klien hemodialisis dengan jadwal regular, dimana pada anamnesa

    ditemukan tanda kelebihan asupan cairan : edema, ascites, tekanan

    darah tinggi, sesak nafas.

    d.

    Klien tidak memiliki riwayat penyakit asma dan hipertensi

    D. Pengumpulan data

    1. Instrumen

    Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

    pengumpulan data (Notoatmodjo, 2002). Dalam penelitian ini instrumen

    yang digunakan adalah kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner akan

    dibagikan langsung oleh peneliti kepada klien yang menderita gagal ginjal

    kronik yang menjalani terapi hemodialisis untuk di isi dan di lengkapi.

    Kuesioner yang telah dibuat mencakup beberapa variabel yang diteliti,

    yaitu variabel independen : pendidikan, pengetahuan, sikap, lama

    menjalani hemodalisa, informasi dan dukungan keluarga.

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    48/88

    Lembar observasi yang telah dibuat mencakup Variabel dependen yaitu

    perilaku kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan pada klien gagal

    ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis.

    2. Uji instrument penelitian

    Uji instrument di laksanakan di ruang Hemodialisis yang sudah dipilih

    oleh peneliti di ruang hemodialisis RS Umum kabupaten Tangerang. Uji

    kuesioner dilakukan untuk menguji kuesioner yang akan digunakan dalam

    penelitian mengenai kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan.

    Pertanyaan dan pernyataan pada uji kuesioner ini diajukan kepada klien

    gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis pada tanggal 3-4

    Agustus 2009. Dengan jumlah responden sebanyak 30 orang dengan nilai

    (alpha cronbach) dari kuesioner adalah 0.829.

    E. Pengolahan data

    Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan

    mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh

    dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan, terutama dalam pengujian

    hipotesis. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus

    ditempuh, diantaranya:

    1. Editing

    Setelah data masuk, langsung diperiksa kelengkapannya, sehingga dengan

    cara ini data yang hilang atau kurang bisa diperoleh kembali dilapangan.

    2. Coding

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    49/88

    Setelah data masuk, setiap jawaban dikonversi kedalam angka-angka

    sehingga memudahkan untuk pengolahan

    3.

    Entri data

    Proses memasukkan data kedalam program komputer

    4. Cleaning data

    Pemeriksaan kembali data yang sudah dimasukkan kedalam komputer

    untuk memastikan bahwa data tersebut telah bersih dari kesalahan, baik

    kesalahan dalam pengkodean maupun kesalahan dalam mencoba kode,

    dengan demikian diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk

    dianalisa

    F. Analisa data

    1. Analisis Univariat

    Analisis univariat merupakan analisis tiap variable yang dinyatakan

    dengan sebaran frekuensi,baik secara angka-angka mutlak, maupun secara

    presentase disertai dengan penjelasan kualitatif (Rahmawati, 2004)

    Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi semua

    variable yang terdiri dari variable karakteristik demografi, pengetahuan,

    sikap, lama menjalani terapi hemodialisis, informasi, dukungan keluarga

    yang mempengaruhi kepatuhan klien gagal ginjal kronik yang menjalani

    terapi hemodialisis.

    2. Analisis Bivariat

    Analisis bivariat analisis yang menghubungkan antara satu variabel

    independen dengan variabel dependen (Jekel, 2001). Uji statistik yang

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    50/88

    digunakan adalah uji Chi Square (X2) dengan derajat kemaknaan ()

    adalah 0,05

    Apabila nilai p < 0.05 maka hasilnya bermakna secara statistic atau

    terdapat hubungan ( Ho ditolak & Ha diterima), sedangkan bila nilai p >

    0.05 maka hasilnya tidak bermakna secara statistik atau tidak terdapat

    hubungan (Ho gagal ditolak / diterima dan Ha ditolak)

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    51/88

    BAB V

    HASIL PENELITIAN

    A. Gambaran ruang hemodialisa RSUP Fatmawati

    Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati memiliki ruang hemodialisa yang

    berdiri pada tahun 1993 dengan memiliki 2 mesin, 3 perawat, 2 dokter (1

    dokter umum dan 1 dokter spesialis penyakit dalam). Latar belakang

    pembangunan ruang hemodialisa adalah terjadinya peningkatan pasien

    gagal ginjal kronis dan kebutuhan akan dialisis semakin meningkat di

    rumah sakit Fatmawati. Pada tahun 2009 ruang hemodialisa RSUP

    Fatmawati telah memiliki 20 mesin dialiser dan diruang ICU memiliki 1

    mesin dengan jumlah perawat 13 orang dan dokter sebanyak 3 orang yang

    terdiri dari 2 orang dokter umum dan 1 orang dokter spesialis penyakit

    dalam.

    Pada bulan Agustus 2009 jumlah klien gagal ginjal kronik yang menjalani

    terapi hemodialisis di ruang hemodialisa RSUP Fatmawati sebanyak 105

    orang. Penelitian dilakukan selama 2 minggu. Teknik yang digunakan

    dalam pengambilan sampel adalah teknik accidental dan berdasarkan

    perhitungan, jumlah sampel yang didapat sebanyak 60 orang.

    A.

    Analisis Univariat

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    52/88

    1. Karakteristik demografi responden

    a. Usia

    Tabel 5.1Distribusi frekuensi usia responden di ruang hemodialisa

    RSUP Fatmawati, Jakarta tahun 2009

    Variabel Mean Median SD Min Mak

    Usia 49.98 52.00 15.224 20 79

    Berdasarkan hasil penelitian usia klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis di RSUP Fatmawati dari 60

    responden, didapatkan nilai mean (49.98), median (52.00),

    std.deviasi (15.224), dan nilai minimum usia (20), sedangkan nilai

    maksimum usia (79).

    b. Jenis kelamin

    Tabel 5.2

    Distribusi frekuensi jenis kelamin responden di ruang hemodialisa

    RSUP Fatmawati, Jakarta tahun 2009

    Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)

    Jenis kelamin Laki-laki

    Perempuan

    34

    26

    56.7

    43.3

    Berdasarkan hasil analisa data didapatkan bahwa sebagian besar

    jenis kelamin klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisa yakni klien yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    53/88

    34 orang (56.7%) dan klien yang berjenis kelamin perempuan

    sebanyak 26 orang (43.3%)

    c.

    Pekerjaan

    Tabel 5.3

    Distribusi frekuensi pekerjaan responden di ruang hemodialisa

    RSUP Fatmawati, Jakarta tahun 2009

    Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)

    Pekerjaan Bekerja

    Tidak bekerja

    14

    46

    23.3

    76.7

    Berdasarkan hasil analisa data didapatkan bahwa sebagian besar

    klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa yang

    bekerja sebanyak 14 orang (23.3%) dan klien yang tidak bekerja

    sebanyak 46 orang (76.7%)

    2. Kepatuhan

    Tabel 5.4

    Distribusi responden berdasarkan kepatuhan klien gagal ginjal kronik

    yang menjalani terapi hemodialisis Di RSUP Fatmawati Jakarta

    Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)

    Kepatuhan klien Patuh

    Tidak patuh

    20

    40

    33.3

    66.7

    Kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan didefinisikan sebagai

    kemauan klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis

    dalam melaksanakan program yang disarankan oleh tim kesehatan

    mengenai pembatasan asupan cairan. Kepatuhan klien diukur dengan

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    54/88

    mengobservasi langsung klien dan melihat tanda-tanda kelebihan

    cairan kemudian mencatatnya pada lembar observasi kemudian

    dikelompokkan menjadi dua yakni patuh dan tidak patuh

    Berdasarkan analisa data didapatkan kepatuhan klien gagal ginjal

    kronik yang menjalani terapi hemodialisis yaitu klien yang patuh

    sebanyak 20 orang (33.3%) dan yang tidak patuh sebanyak 40 orang

    (66.7%)

    3.

    Pendidikan

    Tabel 5.5

    Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan klien gagal

    ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis Di RSUP Fatmawati

    Jakarta

    Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)

    Pendidikan

    klien

    SD

    SMP

    SMA

    Perguruan

    Tinggi

    6

    10

    32

    12

    10.0

    16.7

    53.3

    20.0

    Berdasarkan analisa data didapatkan bahwa pendidikan klien gagal

    ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis yaitu klien dengan

    pendidikan SD berjumlah 6 orang (10,0%), klien dengan pendidikan

    SMP berjumlah 10 orang (16,7%), klien dengan pendidikan SMA

    berjumlah 32 orang (53.3 %) dan klien dengan pendidikan Perguruan

    Tinggi berjumlah 12 orang (20%).

    4. Pengetahuan

    Tabel 5.6

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    55/88

    Distribusi responden berdasarkan pengetahuan klien gagal ginjal

    kronik yang menjalani terapi hemodialisis Di RSUP Fatmawati Jakarta

    Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)

    Pengetahuan klien Kurang

    Cukup

    Baik

    13

    21

    26

    21.7

    35.0

    43.3

    Pengetahuan klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisis tentang pembatasan asupan cairan, diukur melalui

    pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner tentang pengertian,

    manfaat, jumlah cairan dan dampak apabila tidak melakukan

    pembatasan asupan cairan.

    Berdasarkan analisa data didapatkan bahwa pengetahuan klien

    dikelompokkan menjadi 3 yakni klien dengan pengetahuan kurang

    (bila didapat skor < 55%) berjumlah 13 orang (21,7%), klien dengan

    pengetahuan cukup (bila didapat skor 56%-75%) berjumlah 21 orang

    (35,0%) dan klien dengan pengetahuan baik (bila didapat skor 76%-

    100%) berjumlah 26 orang (43,3%).

    5. Sikap

    Tabel 5.7

    Distribusi responden berdasarkan sikap klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis Di RSUP Fatmawati Jakarta

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    56/88

    Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)

    Sikap klien Kurang

    Baik

    25

    35

    41.7

    58.3

    Variabel sikap klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisis diukur dengan 7 pertanyaan, yang masing-masing terdiri

    dari 3 pernyataan positif dan 4 pernyataan negatif, yang kemudian

    nilainya diskoring. Berdasarkan analisa data diketahui bahwa nilai skor

    sikap klien tertinggi adalah 21 dan terendah 12. berdasarkan uji

    normalitas didapatkan P value < 0,05 yang menunjukkan data sikap

    klien berdistribusi tidak normal (p=0,001). Untuk kepentingan analisa

    data, sikap klien dikelompokkan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai

    tengah (median) yaitu 17. Berdasarkan kategori tersebut diketahui

    bahwa klien yang memiliki sikap negatif terhadap pembatasan asupan

    cairan berjumlah 25 orang (41,7%), sedangkan klien yang memiliki

    sikap positif terhadap pembatasan asupan cairan berjumlah 35 orang

    (58,3%).

    6. Lama menjalani hemodialisa

    Tabel 5.8

    Distribusi responden berdasarkan lama klien menjalani hemodialisis Di

    RSUP Fatmawati Jakarta

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    57/88

    Variabel n Mean Median SD Min Mak

    Lama menjalani HD 60 14.42 8.50 17.664 1 108

    Berdasarkan hasil penelitian lama menjalani hemodialisis dari 60

    responden, didapatkan nilai mean (14.42), median (8.50), std.deviasi

    (17.664), dan nilai minimum lama menjalani HD ( 1 ) bulan,

    sedangkan nilai maksimum lama menjalani HD (108) bulan.

    7.

    Informasi

    Tabel 5.9

    Distribusi responden berdasarkan informasi tentang pembatasan

    asupan cairan yang diterima klien gagal ginjal kronik yang menjalani

    terapi hemodialisis Di RSUP Fatmawati Jakarta

    Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)

    Informasi pembatasan asupan cairan Ya

    Tidak

    56

    4

    93.3

    6.7

    Berdasarkan hasil analisa data didapatkan bahwa sebagian besar klien

    gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa mendapatkan

    informasi mengenai pembatasan asupan cairan sebanyak 56 orang

    (93,3%) dan yang tidak mendapatkan informasi mengenai pembatasan

    asupan cairan sebanyak 4 orang (6,7%).

    8. Dukungan keluarga

    Tabel 5.10

    Distribusi responden berdasarkan dukungan yang didapat klien gagal

    ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis Di RSUP Fatmawati

    Jakarta

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    58/88

    Variabel Kategori Jumlah Persentase

    (%)

    Dukungan keluarga Kurang

    Baik

    31

    29

    51.7

    48.3

    Variabel dukungan keluarga klien gagal ginjal kronik yang menjalani

    terapi hemodialisis diukur dengan 2 pertanyaan. Berdasarkan analisa

    data diketahui bahwa nilai skor sikap klien tertinggi adalah 8 dan

    terendah 2. berdasarkan uji normalitas didapatkan P value < 0,05 yang

    menunjukkan data sikap klien berdistribusi tidak normal (p=0,000).

    Untuk kepentingan analisa data, dukungan keluarga klien

    dikelompokkan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai tengah (median)

    yaitu 7. Berdasarkan kategori tersebut diketahui bahwa klien yang

    memiliki dukungan keluarga negatif terhadap pembatasan asupan

    cairan berjumlah 31 orang (51,7%), sedangkan klien yang memiliki

    sikap positif terhadap pembatasan asupan cairan berjumlah 29 orang

    (48,3%).

    B. Analisa Bivariat

    1.

    Hubungan antara pendidikan klien gagal ginjal kronik yang menjalani

    terapi hemodialisis dengan kepatuhan klien dalam pembatasan asupan

    cairan

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    59/88

    Tabel 5.11

    Hubungan antara pendidikan klien gagal ginjal kronik yang menjalani

    terapi hemodialisis dengan kepatuhan klien dalam pembatasan asupan

    cairan

    n = 60

    Pendidikan

    Klien

    KEPATUHAN

    TOTAL

    OR

    ( 95% CI ) P

    value

    Patuh Tidak patuh

    n % n % n % Exp(B) Lower-upper

    SD

    SMP

    SMA

    PT

    1

    1

    12

    6

    16.7

    10.0

    37.5

    50.0

    5

    9

    20

    6

    83.3

    90.0

    62.5

    50.0

    6

    10

    32

    12

    100

    100

    100

    100

    0.556

    3.000

    5.000

    0.028-10.933

    0.312-28.841

    0.442-56.623

    0.044

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara 60 orang, klien gagal

    ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis yang berpendidikan

    SD sebanyak 1 orang (16.7%), SMP sebanyak 1 orang (10.0), SMA

    sebanyak 12 orang (37.5) dan perguruan tinggi sebanyak 6 orang

    (50%) yang patuh terhadap pembatasan asupan cairan.

    Berdasarkan hasil analisa bivariat dapat disimpulkan secara statistik

    terbukti untuk menyatakan adanya hubungan antara pendidikan klien

    gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis dengan perilaku

    kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan.

    Klien yang berpendidikan SMP menurunkan resiko untuk tidak patuh

    dalam pembatasan asupan cairan sebesar 0.556 dibandingkan dengan

    klien yang berpendidikan SD. Klien yang berpendidikan SMA

    berpeluang 3 kali untuk patuh dalam pembatasan asupan cairan

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    60/88

    dibandingkan dengan klien yang berpendidikan SD, klien yang

    berpendidikan Perguruan Tinggi berpeluang 5 kali untuk patuh dalam

    pembatasan asupan cairan dibandingkan SD.

    2. Hubungan antara pengetahuan klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan klien dalam

    pembatasan asupan cairan

    Tabel 5.12

    Hubungan antara pengetahuan klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan klien dalam

    pembatasan asupan cairan

    n = 60

    Pengetahuan

    klien

    KEPATUHAN

    TOTAL OR

    ( 95% CI

    )

    P

    value

    Patuh Tidak

    patuh

    n % n % n %

    Kurang

    Cukup

    Baik

    5

    7

    8

    38.5

    33.3

    30.8

    8

    14

    18

    61.5

    66.7

    69.2

    13

    21

    26

    100

    100

    100

    1.406

    0.349-

    5.666

    0.645

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara 60 klien gagal ginjal

    kronik yang menjalani terapi hemodialisis yang memiliki pengetahuan

    kurang terdapat 5 orang (38.5%) yang patuh terhadap pembatasan

    asupan cairan. Sedangkan yang memiliki pengetahuan baik terdapat 6

    orang (7.8%) yang patuh terhadap pembatasan asupan cairan .

    Berdasarkan hasil uji statistik di dapatkan P value > 0.05 yaitu sebesar

    0.301 dapat disimpulkan secara statistik belum cukup bukti untuk

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    61/88

    menyatakan adanya hubungan antara pengetahuan klien gagal ginjal

    kronik yang menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan dalam

    pembatasan asupan cairan.

    3. Hubungan antara sikap klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisis dengan kepatuhan klien dalam pembatasan asupan cairan

    Tabel 5.13

    Hubungan antara sikap klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

    hemodialisis dengan kepatuhan klien dalam pembatasan asupan cairan

    n = 60

    Sikap

    klien

    KEPATUHAN

    TOTAL OR

    ( 95% CI )

    P

    value

    Patuh Tidak

    patuh

    n % n % N %

    Negatif

    Positif

    4

    16

    16,0

    45,7

    21

    19

    84,0

    60,0

    25

    35

    100

    100

    4.421

    1.255-

    15.573

    0,033

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara 60 klien gagal ginjal

    kronik yang menjalani terapi hemodialisis yang memiliki sikap negatif

    terdapat 4 orang (16.0%) yang patuh terhadap pembatasan asupan

    cairan. Sedangkan yang memiliki sikap positif terdapat 14 orang (40

    %) yang patuh terhadap pembatasan asupan cairan .

    Berdasarkan hasil uji statistik di dapatkan P value < 0.05 yaitu sebesar

    0.33 dapat disimpulkan secara statistik dapat dibuktikan adanya

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    62/88

    hubungan yang signifikan antara sikap klien dengan kepatuhan dalam

    pembatasan asupan cairan. Klien gagal ginjal kronik yang menjalani

    terapi hemodialisis yang memiliki sikap positif berpeluang 4.421 kali

    untuk patuh dalam pembatasan asupan cairan dibandingkan dengan

    sikap negatif

    4. Hubungan antara informasi yang didapat klien gagal ginjal kronik

    yang menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan klien dalam

    pembatasan asupan cairan

    Tabel 5.14

    Hubungan antara informasi yang didapat klien gagal ginjal kronik

    yang menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan klien dalam

    pembatasan asupan cairan

    n = 60

    Informasi KEPATUHAN

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    63/88

    yang

    didapat

    Patuh Tidak

    patuh

    TOTAL OR

    ( 95% CI )

    P

    value

    n % n % n %

    Tidak

    Ya

    2

    18

    50.0

    32.1

    2

    38

    50.0

    67.9

    4

    56

    100

    100

    0.474

    0.062-

    3.638

    0.855

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara 60 klien gagal ginjal

    kronik yang menjalani terapi hemodialisis yang mendapat informasi

    tentang pembatasan asupan terdapat 16 orang (28.6%) yang patuh

    terhadap pembatasan asupan cairan. Sedangkan yang tidak

    mendapatkan informasi terdapat 2 orang (50 %) yang patuh terhadap

    pembatasan asupan cairan .

    Berdasarkan hasil uji statistik di dapatkan P value > 0.05 yaitu sebesar

    0.855 dapat disimpulkan secara statistik belum cukup bukti untuk

    menyatakan adanya hubungan antara informasi yang didapat klien

    gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis dengan

    kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan.

    5. Hubungan antara lama menjalani terapi hemodialisis klien gagal ginjal

    kronik yang menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan klien

    dalam pembatasan asupan cairan

    Tabel 5.15

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    64/88

    Hubungan antara lama menjalani terapi hemodialisis klien gagal ginjal

    kronik yang menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan klien

    dalam pembatasan asupan cairan

    n = 60

    Variabel P-Value

    Kepatuhan 0,216

    Lama menjalani HD

    Berdasarkan hasil uji statistik di dapatkan P value > 0.05 yaitu sebesar

    0.216 dapat disimpulkan secara statistik belum cukup bukti untuk

    menyatakan adanya hubungan antara lama menjalani hemodialisis

    klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis dengan

    kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan

    6.

    Hubungan antara dukungan keluarga klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan klien dalampembatasan asupan cairan

    Tabel 5.16

    Hubungan antara dukungan keluarga klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan klien dalam

    pembatasan asupan cairan

    n = 60

    KEPATUHAN

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    65/88

    Dukungan

    keluarga

    Patuh Tidak

    patuh

    TOTAL OR

    ( 95% CI )

    P

    value

    n % n % N %

    Negatif

    Positif

    12

    8

    38.7

    27.6

    19

    21

    61.3

    72.4

    31

    29

    100

    100

    0.603

    0.203-

    1.792

    0.523

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara 60 klien gagal ginjal

    kronik yang menjalani terapi hemodialisis yang memiliki dukungan

    keluarga positif terdapat 8 orang (27.6%) yang patuh terhadap

    pembatasan asupan cairan. Sedangkan yang memiliki dukungan

    keluarga negatif terdapat 12 orang (38.7%) yang patuh terhadap

    pembatasan asupan cairan .

    Berdasarkan hasil uji statistik di dapatkan P value > 0.05 yaitu sebesar

    0.523 dapat disimpulkan secara statistik belum cukup bukti untuk

    menyatakan adanya hubungan antara dukungan keluarga klien gagal

    ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan

    dalam pembatasan asupan cairan.

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    66/88

    BAB VI

    PEMBAHASAN

    A. Keterbatasan penelitian

    Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat

    mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut yaitu :

    1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional atau desain

    potong lintang yang hanya menggambarkan variabel yang diteliti,

    baik independen maupun dependen pada waktu yang sama sehingga

    tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.

    2.

    Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini hanya

    menghubungkan variabel-variabel yang diduga berhubungan dengan

    variabel dependen, sehingga masih ada variabel-variabel lain yang

    ada di dalam kerangka teori yang belum masuk dalam kerangka

    konsep yang diduga berhubungan dengan variabel dependen.

    3. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang telah disediakan

    alternatif jawaban (pertanyaan tertutup) sehingga jawaban responden

    kurang sesuai dengan yang diharapkan peneliti bila dibandingkan

    dengan jawaban yang bersifat terbuka. Kualitas jawaban kuesioner

    tergantung dari kejujuran responden dalam menjawab setiap

    pertanyaan atau pernyataan sehingga bisa saja terdapat bias karena

    responden menjawab sesuai dengan keinginan responden tersebut.

    Instrumen yang digunakan adalah instrumen yang dibuat oleh

    peneliti berdasarkan teori yang berkaitan dengan variabel penelitian,

    peneliti merasa belum sempurna dalam mengintegrasi teori dan

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    67/88

    instrumen sehingga kualitas instrumen di pengaruhi oleh kemampuan

    kognitif peneliti.

    4.

    Pada penelitian ini, peneliti tidak mengkhususkan pasien dengan

    jadwal Hemodialisisnya seperti pasien yang menjalani hemodialisis

    1x seminggu, 2x seminggu atau setiap hari menjalani hemodialisis.

    B. Kepatuhan klien dalam pembatasan asupan cairan

    Menurut Safarino (1994) dalam Nursuryawati 2002 mendefinisikan

    kepatuhan sebagai tingkat klien melaksanakan cara pengobatan dan

    perilaku yang disarankan oleh dari atau petugas kesehatan lain. Dengan

    demikian kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan adalah suatu

    perilaku yang disarankan bagi klien gagal ginjal kronik yang menjalani

    terapi hemodialisis untuk melakukan pembatasan asupan cairan yang

    masuk ke tubuh klien. Pembatasan asupan cairan/air pada pasien penyakit

    ginjal kronik, sangat perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah

    terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskular.

    Pada hasil penelitian menunjukkan jumlah klien gagal ginjal yang

    menjalani terapi hemodialisis lebih banyak yang tidak patuh sebanyak 40

    orang (66.7%) dibandingkan dengan yang patuh terhadap pembatasan

    asupan cairan sebanyak 20 orang (33.7%).

    C. Hubungan antara pendidikan klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan dalam pembatasan

    asupan cairan

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    68/88

    Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat

    agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk

    memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan

    kesehatannya. (Notoatmodjo, 2005).

    Pada penelitian ini diketahui sebagian besar klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis berpendidikan SMA. Berdasarkan hasil uji

    statistik di dapatkan P value < 0.05 yaitu sebesar 0.044 dapat disimpulkan

    secara statistik terbukti untuk menyatakan adanya hubungan antara

    pendidikan klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis

    dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan.

    Klien yang berpendidikan SMP menurunkan resiko untuk tidak patuh

    dalam pembatasan asupan cairan sebesar 0.556 dibandingkan dengan klien

    yang berpendidikan SD. Klien yang berpendidikan SMA berpotensi 3 kali

    untuk patuh dalam pembatasan asupan cairan dibandingkan dengan klien

    yang berpendidikan SD, klien yang berpendidikan perguruan tinggi

    berpotensi 5 kali untuk patuh dalam pembatasan asupan cairan

    dibandingkan SD.

    Hal ini sesuai dengan penelitian Yokohama et al (2009) yang

    menyebutkan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan

    kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan. Menurut Azwar (1995) dalam

    Era (2008) juga menyebutkan terdapat kaitan antara tingkat pendidikan

    terhadap perilaku positif yang menjadi dasar pengertian (pemahaman) dan

    perilaku dalam diri seorang individu. Namun hal ini tidak sejalan dengan

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    69/88

    penelitian Ifudu (2002) yang menyatakan tingkat pendidikan tidak menjadi

    acuan kepatuhan pasien hemodialisis.

    Dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan yang

    signifikan antara masing-masing tingkat pendidikan dengan kepatuhan

    dalam pembatasan asupan cairan kemungkinan disebabkan karena tingkat

    pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku

    seseorang. Selain itu tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan akan

    memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan

    mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari,

    termasuk dalam kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan.

    D. Hubungan antara pengetahuan klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan dalam pembatasan

    asupan cairan

    Pada penelitian ini diketahui sebagian besar klien gagal ginjal kronik yang

    menjalani terapi hemodialisis memiliki pengetahuan yang kurang.

    Berdasarkan hasil uji statistik di dapatkan P value > 0.05 yaitu sebesar

    0.645 dapat disimpulkan secara statistik belum cukup bukti untuk

    menyatakan adanya hubungan antara pengetahuan gagal ginjal kronik

    yang menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan dalam pembatasan

    asupan cairan.

    Meskipun pengetahuan merupakan salah satu faktor yang diduga dapat

    mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak atau melakukan suatu

    hal, pada penelitian ini tidak sepenuhnya kepatuhan dalam pembatasan

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    70/88

    asupan cairan harus didahului oleh pengetahuan yang baik. Hal ini sejalan

    dengan teori model keyakinan kesehatan dimana perilaku kesehatan akan

    tumbuh dari keinginan individu untuk menghindari suatu penyakit dan

    kepercayaan bahwa tindakan kesehatan yang tersedia akan mencegah

    suatu penyakit (Glanz,2002).

    Penelitian ini sesuai dengan penelitian Tamanampo (2000) yang

    menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan klien

    dengan perilaku kepatuhan dalam melakukan hemodialisis, kemungkinan

    dikarenakan peneliti tidak membagi responden dalam waktu lamanya

    menjalani pengobatan cuci darah, Menurut Cameron (1995) yang dikutip

    dari Haynes (1976) lamanya pengobatan jangka panjang yang memaksa

    untuk merubah kebiasaan-kebiasaan atau perubahan gaya hidup dapat

    memberikan kesan negatif sehingga dapat mempengaruhi perilaku

    kepatuhan dalam hemodialisis.

    Berbeda dengan teori menurut Notoatmojdo (2005) yang menyebutkan

    Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting terbentuknya perilaku

    seseorang dalam bertindak. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan di

    Sanfransisco (1964) dalam Tamanampo (2000) menyebutkan bahwa

    penderita yang mempunyai pengetahuan rendah dan awam tidak akan

    patuh berobat dan menghentikan sendiri pengobatannya.

    Dengan hasil penelitian yang menunjukkan belum ada cukup bukti untuk

    menyatakan hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan dalam

    pembatasan asupan cairan. Menurut peneliti kemungkinan disebabkan

    karena kurangnya kemampuan untuk mengendalikan keinginan klien

  • 5/19/2018 LITA KARTIKA SARI.pdf

    71/88

    untuk tidak minum. Hal ini dikarenakan adanya faktor rasa haus yang

    dirasakan klien sehingga klien tidak konsisten untuk menjalani program

    pembatasan asupan cairan dengan teratur. Pembatasan asupan cairan

    merupakan salah satu terapi yang paling menimbulkan rasa stress,

    membuat ketidaknyamanan dan sering kali sulit bagi klien gagal ginjal

    untuk mempertahankannya khususnya jika pasien mengalami sensasi haus.

    (Crisp & Tailor, 2001 ; Black Hawks, 2005). Sensasi haus merupakan

    keinginan sadar terhadap air dan merupakan salah satu faktor utama yang

    menentukan asupan cairan (Guyton, 1994 dalam Rahmawati, 2008). Rasa

    haus yang dirasakan klien dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dari

    luar seperti iklim dan cuaca, dimana Indonesia merupakan negara yang

    memi