LAPORAN DISKUSI TUTORIALBLOK VI HEMATOLOGISKENARIO 1
OlehKelompok 18:
Asadullah Fathy M (G0013042)Natasha Ninda P (G0013172)Aulia
Ulfah M.D (G0013048)Nuzula Chafid (G0013184)B Brynt
Simamora(G0013054)Oktania Imas W(G0013186)Febri Dwi
Ningtyas(G0013094)Vidya Ismi A(G0013230)Hendri Setiawan(G0013110)Yo
Tendy(G0013236)Laila Ninda S(G0013132)Yuanita Citra
S(G0013240)Naila Majedha D(G0013170)
Tutor: PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS
KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET2014BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangAnemia ( bahasaYunani) adalah keadaan saat
jumlahsel darah merahatau jumlahhemoglobin(proteinpembawaoksigen)
dalam sel darah merah berada di bawah normal.Sel darah merah
mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen
dariparu-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.Anemia
menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah, sehinggadarahtidak dapat
mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh .
keadaan ini sering menyebabkan energi dalam tubuh menjadi menurun
sehingga terjadi 5L atau lemah,lesu,lemas,lunglai,dan letih. Dalam
hal ini orang yang terkena anemia adalah orang yang menderita
kekurangan zat besi. Seseorang yang menderita anemia akan sering
mengalami keadaan pusing yang sedang hingga berat dikarenakan
Meningkatnya penghancuran sel darah merah,Pembesaranlimpa,Kerusakan
mekanik pada sel darah merah, Reaksiautoimunterhadap sel darah
merah : Hemoglobinuria nokturnal paroksismal, Sferositosis
herediter, Elliptositosis herediter.Seseorang yang sering mengalami
anemia di sebabkan karena pasokan oksigen yang tidak mencukupi
kebutuhan ini, bervariasi. Anemia bisa menyebabkan kelelahan,
kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia
bertambah berat, bisa menyebabkanstrokeatauserangan jantung.
Angelina, seorang gadis berusia 20 tahun, merasa kegemukan,
sehingga melakukan olahraga lari untuk menurunkan berat badan.
Sebelumnya dia bisa lari menempuh jarak 4 km, tapi sekarang dia
hanya mampu lari sejauh 2 km. Dia merasa mudah lelah dan
berkunang-kunang jika berubah posisi dari jongkok ke posisi
berdiri. Menstruasinya teratur tapi banyak. Teman-temannya
mengatakan sekarang wajahnya lebih pucat dibandingkan sebelumnya.
Empat bulan terakhir Angelina mengurangi porsi makan dan tidak
makan daging. Angelina mengaku tidak mempunyai riwayat enyakit
serius atau penyakit kronis.Dari pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva anemis, tidak didapatkan bising jantung, hepatomegali
dan splenomegali. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan :
hemoglobin = 9.0 (nilai rujukan Hb perempuan dewasa : 11-16 g/dl).
Dokter memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui penyebab
anemia dan penatalaksanaan selanjutnya untuk Angelina.
B. Tujuan dan Manfaat Pembelajaran1. Memahami proses
hematopoiesis dan eritropoiesis.2. Memahami metabolisme zat besi
dan klasifikasi defisiensi zat besi.3. Memahami etiologi dan
patofisiologi dari anemia dan gejala klinis yang menyertainya.4.
Menentukan differential diagnosis dari penyakit anemia yang terkait
skenario.5. Mengetahui terapi, prognosis, dan rehabilitasi penyakit
pada anemia.6. Memahami interpretasi hasil laboratorium pada
skenario dengan diagnosis.
C. HipotesisBerdasarkan skenario di atas, kemungkinan perempuan
tersebut mengalami : Anemia defisiensi zat besi.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. HematopoiesisHematopoiesis atau hemopoiesis ialah proses
pembentukan darah. Tempat hemopoiesis pada manusia berpindah-pindah
sesuai dengan umur.a. Yolk sac: umur 0-3 bulan intrauterinb. Hati
dan lien: umur 3-6 bulan intrauterinc. Sumsum tulang: umur 4 bulan
intrauterin (Bakta, 2006)Hematopoiesis pada periode pre- dan
postnatal (Fernndez and de Alarcn, 2013).Pada dasarnya sumsum
tulang dari semua tulang memproduksi sel darah merah sampai
seseorang berusia 5 tahun; tetapi sumsum tulang panjang, kecuali
bagian proksimal humerus dan tibia, menjadi sangat berlemak dan
tidak memproduksi sel-sel darah merah setelah berusia kurang lebih
20 tahun. Setelah usia ini, kebanyakan sel darah merah diproduksi
dalam sumsum tulang membranosa, seperti vertebra, sternum, rusuk,
dan ilium. Bahkan dalam tulang-tulang ini, sumsum tulang menjadi
kurang produktif seiring dengan bertambahnya usia (Guyton and Hall,
2007).B. Pembentukan Sel Darah Merah (Eritropoiesis)Sel darah merah
memulai kehidupannya di dalam sumsum tulang dari suatu tipe sel
yang disebut sel stem hematopoietik pluripoten, yang merupakan asal
dari semua sel darah dalam sirkulasi. Sebagian besar sel yang
direproduksi akan berdiferensiasi untuk membentuk sel-sel tipe lain
seperti pada gambar. Sel stem yang membentuk jalur khusus
pembelahan sel disebut commited stem cells. Sel darah merah berasal
dari commited stem cells yaitu unit pembentuk koloni eritrosit
(CFU-E) (Guyton and Hall, 2007).
Pembentukan berbagai sel darah yang berbeda-beda dari sel stem
hematopoietik asal (PHSC) dalam sumsum tulang.a. Tahap-tahap
diferensiasi sel darah merahPrekursor eritroid dalam sumsum tulang
berasal dari sel induk hemopoetik, melalui jalur sel induk mieloid,
kemudian menjadi sel induk eritroid, yaitu BFU-E dan selanjutnya
CFU-E. Prekursor eritroid yang dapat dikenla secara morfologik
konvensional daam sumsum tulang dikenal sebagai pronormoblast,
kemudian berkembang menjadi basophilic (early normoblast),
selanjutnya polychromatophilic normoblast, dan acidophilic (late)
normoblast atau eritoblas ortokromatik. Sel ini kemudian kehilangan
intinya, masih tertinggal sisa-sisa RNA, yang jika dicat dengan
pengecatan khusus akan tampak seperti jala sehingga disebut
retikulosit. Retikulosit akan dilepas ke darah tepi, kehilangan
sisa RNA sehingga menjadi eritrosit dewasa. Proses ini dikenal
sebagai eritropoesis, yang terjadi dalam sumsum tulang. Apabila
sumsum tulang mengalami kelainan, misalny fibrosis, eritripesis
terjadi di luar sumsum tulang seperti di lien dan hati, maka proses
ini disebut sebagai eritropoesis ekstrameduler (Bakta, 2006).
b. Mekanisme eritropoietinStimulus utama yang dapat merangsang
produksi sel darah merah dalam keadaan oksigen yang rendah adalah
hormon dalam sirkulasi yang disebut eritropoietin yaitu suatu
glikoprotein yang dihasilkan oleh ginjal (90%) dan hati (10%).
Eritropoietin akan merangsang produksi proeritoblas dari sel stem
hematopoietik sampai jumlah sel darah merah cukup untuk mengangkut
oksigen sehingga hipoksia mereda. Faktor-faktor yang menurunkan
oksigenasi antara lain: volume darah yang rendah, anemia,
hemoglobin yang rendah, aliran darah yang kurang, dan penyakit
paru. Selain dirangsang oleh keadaan hipoksia, sekresi
eritropoietin juga dirangsang oleh hormon lain seperti norepinefrin
dan epinefrin serta beberapa prostglandin (Guyton and Hall,
2006).c. Pematangan Sel Darah MerahPematangan sel darah merah
membutuhkan dua vitamin penting yaitu vitamin B12 dan asam folat.
Kedua vitamin ini penting untuk sintesis DNA tepatnya pada
pembentukan timidin trifosfat yaitu salah satu zat pembangun
esensial DNA. Kekurangan kedua vitamin ini menyebabkan abnormalitas
dan pengurangan DNA adan akibatnya adalah kegagalan pematangan inti
dan pembelahan sel. Selanjutnya, sel-sel eritroblastik pada sumsum
tulang, selain gagal berproliferasi secara cepat, akan menghasilkan
sel darah merah yang lebih besar dari normal, disebut makrosit.d.
Pembentukan HemoglobinSintesis hemoglobin dimulai dalam
proeritroblas dan berlanjut bahkan dalam stadium retikulosit pada
pembentukan sel darah merah. Tahap dasar kimiawi pembentukan
hemoglobin:1. 2 suksinil-KoA + 2 glisin pirol2. 4 pirol
protoporfirin IX3. Protoporfirin IX + Fe++ heme4. Heme +
polipeptida (globin) rantai hemoglobin ( atau )5. 2 rantai + 2
rantai hemoglobin ASetiap rantai hemoglobin mempunyai sebuah gugus
prostetik heme yang mengandung satu atom besi, dan karena ada 4
rantai hemoglobin di setiap molekul Hb maka ada 4 atom yang dapat
berikatan longgar dengan 4 molekul oksigen (8 atom oksigen) (Guyton
and Hall, 2007).e. Perombakan HemoglobinHemoglobin yang dilepaskan
sewaktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh sel sel
makrofag di banyak bagian tubuh, terutama oleh sel sel kupfer hati,
makrofag limpa dan makrofag sumsum tulang. Selama beberapa jam atau
beberapa hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang
didapat dari hemoglobin dan menghantarkannya kembali ke dalam darah
dan diangkut oleh transferin ke sumsum tulang untuk membentuk sel
darah merah baru, atau ke hati atau jaringan lainnya untuk disimpan
dalam bentuk feritin. Bagian porifirin dari molekul hemoglobin
diubah oleh makrofag melalui serangkaian tahap menjadi pigmen
empedu bilirubin, yang dilepaskan ke dalam darah dan kemudian
dikeluarkan dari tubuh oleh sekresi melalui hati ke dalam cairan
empedu (Guyton and Hall, 2007).f. Masa Hidup dan Penghancuran Sel
Darah MerahSel darah merah berada dalam sirkulasi rata-rata selama
120 hari sebelum dihancurkan. Eritrosit yang sudah tua secara
progresif makin kurang aktif dan sel menjadi semakin rapuh. Karena
menjadi rapuh, sel dapat robek sewaktu melewati tempat-tempat
sempit di sirkulasi. Di limpa akan dijumpai banyak eritrosit yang
hancur karena melewati pulpa merah limpa. Ruangan dalam limpa hanya
berukuran 3 m sedangkan diameter eritrosit 8 m (Guyton and Hall,
2007).C. Metabolisme Zat Besia. Metabolisme BesiBesi terdapat dalam
berbagai jaringan dalam tubuh, berupa:1. Senyawa besi fungsional :
hemoglobin (65%), mioglobin, enzim2. Senyawa besi transportasi :
transferin3. Senyawa besi cadangan : feritin, hemosiderinProses
absorbsi besi dibagi menjadi 3 fase, yaitu:1. Fase luminal: diolah
di lambung dan diserap di duodenum. Besi dalam makanan ada dua
bentuk:a) Besi heme: pada daging dan ikan, proporsi absorpsi
tinggi, tidak dihambat, bioavailabilitas tinggi.b) Besi nonheme:
dari tumbuh-tumbuhan, propors absorpsi rendah, ada penghambat,
bioavailabilitas rendah.Tergolong sebagai bahan pemacu absropsi
besi adalah meat factors dan vitamin C, sedangkan yang tergolong
sebagai bahan penghambat ialah tanat, phytat, dan serat (fibre).2.
Fase mukosal: proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan
suatu proses aktif.3. Fase korporeal: meliputi proses transportasi
besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan,
serta penyimpanan oleh tubuh (Bakta, 2006).
b. Klasifikasi defisiensi besi Klasifikasi defisiensi besi
menurut beratnya defisiensi dapat dibagi dalam 3 tingkatan:1.
Deplesi besi (iron depleted state), cadangan besi menurun tetapi
penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.2. Eritropoesis
defisiensi besi (iron deficient erthropoesis), cadangan besi
kosong, penyediaan besi untuk ertropoesis terganggu, tetapi belum
menimbulkan anemia secara laboratorik.3. Anemia defisiensi besi,
cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi (Bakta,
2006).
D. AnemiaAnemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering
dijumpai baik di klinik maupun di lapangan. Anemia adalah keadaan
dimana massa eritrosit dan atau massa hemoglobin yang beredar tidak
dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh.a. Patofisiologi AnemiaPada dasarnya gejala anemia timbul
karena :1. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen
yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan.2. Mekanisme kompensasi
tubuh terhadap anemia.Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan
gejala yang disebut sebagai sindrom anemia.b. Derajat
AnemiaKlasifikasi derajat anemia menurut kadar HB yang umum dipakai
adalah sebagai berikut (Bakta, 2006):1. Ringan sekalai: 10 g/dl cut
off point2. Ringan: 8 g/dl 9,9 g/dl3. Sedang: 6 g/dl 7,9 g/dl4.
Berat: < 6 g/dl
c. Gejala AnemiaGejala umum anemia : a. Sindroma anemia terdiri
dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus),
mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan
dispepsia. b. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, mudah terlihat
pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan di
bawah kuku.Gejala khas anemia :a. Anemia defisiensi besi: disfagia,
atrofi papil lidah, stomatitis, dan kuku sendok (koilonychia).b.
Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi
vitamin B12.c. Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, dan
hepatomegali.d. Anemia aplastik: perdarahandan tanda tanda
infeksi.e. Jenis Anemia1. Anemia aplastikAnemia aplastik adalah
anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang
disebabkan oleh kelainan primer ada sumsum tulang dalam bentuk
aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau
pendesakan sumsum tulang. Karena sumsum tulang pada sebagian besar
kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini
disebut juga anemia hiploplastik.2. Anemia megaloblastikAnemia
megaloblastik ialah anemia yang khas ditandai oleh adanya sel
megaloblast dalam sumsum tulang. Sel megaloblast adalah sel
prekusor eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai adanya
kesenjangan pematangan sitoplasma dan inti, dimana sitoplasma
maturasinya normal tetapi inti besar dengan susunan kromosom yang
longgar. Anemia megaloblastik disebabkan oleh gangguan pembentukan
DNA pada inti eritroblast, terutama akibat defisiensi vitamin B12
dan asam folat. 3. Anemia hemolitikAnemia hemolitik adalah anemia
yang disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah pemecahan
eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (sebelum masa hidup
rata-rata eritrosit yaitu 120 hari). Hemolisis berbeda dengan
proses penuaan yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah cukup
umurnya. Hemolisis dapat terjadi dalam pembuluh darah atau di luar
pembuluh darah yang membawa konsekuensi patofisiologi yang
berbeda.Pada orang dengan sumsum tulang normal, hemolisis ada darah
tepi akan direspons oleh tubuh dengan peningkatan eritropoesis
dalam sumsum tulang. Kemampuan maksimum sumsum tulang untuk
meningkatkan eritropoesis adalah 6 sampai 8 kali normal. Apabila
derajat hemolisis tidak terlalu berat maka sumsum tulang masih
mampu melakukan kompensasi sehingga tidak timbul anemia. Keadaan
ini disebut keadaan hemolisis terkompensasi. Akan tetapi, jika
kemampuan kompensasi sumsum tulang dilampaui maka akan terjadi
anemia hemolitik.4. Anemia pada penyakit kronikPenyakit kronik
sering kali disertai anemia, namun tidak semua anemia pada penyakit
kronik dapat digolongkan sebagai anemia akibat enyakit kronik.
Anemia akibat penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada
enyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh gangguan
metabolisme besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan
berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis
hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang masih cukup.5. Anemia
defisiensi besiAnemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul
akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, pada akhirnya
pembentukan hemoglobin berkurang. Kelainan ini ditandai oleh anemia
hipokromik mikrositer, besi serum menurun, feritin serum menurun,
pengecatan besi sumsum tulang negatif dan adanya respon terhadap
pengobatan dengan preparat besi.
d. Klasifikasi Anemia1. Klasifikasi morfologik : berdasarkan
morfologi eritrosit pada pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan
melihat indeks eritrositAnemia hipokromik mikrositer (MCV < 80
fl ; MCH < 27 pg)a) Anemia defisiensi zat besib) Thalassemiac)
Anemia akibat penyakit kronikd) Anemia sideroblastikAnemia
normokromik normositer (MCV 80-95 fl ; MCH 27-34 pg)a) Anemia
pascaperdarahan akutb) Anemia aplastik-hipoplastikc) Anemia akibat
penyakit kronikd) Anemia mieloptisike) Anemia mielofibrosisf)
Anemia pada leukimia akut
Anemia makrositer (MCV >95 fl)1) Megaloblastika) Anemia
defisiensi asam folatb) Anemia defisiensi vitamin B 122)
Nonmegaloblastika) Anemia pada penyakit hati kronikb) Anemia pada
hipotiroid2. Klasifikasi etiopatogenesis : yang berdasarkan
etiologi dan patogenesis terjadinya anemia.A. Produksi eritrosit
menurun 1) Kekurangan bahan untuk eritrosita. Besi : anemia
defisiensi besib. Vitamin B 12 dan asam folat, disebut anemia
megaloblastik2) Gangguan utilisasi besia. Anemia akibat penyakit
kronikb. Anemia sideroblastik3) Kerusakan jaringan sumsum tulanga.
Atrofi dengan penggantian jaringan lemak : anemia
aplastik/hipoplastikb. Penggantian oleh jaringan tumor : anemia
mieloptisik4) Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak
diketahuia. Anemia diseritropoetikb. Anemia ada sindrom
mielodisplastikB. Kehilangan eritrosit dari tubuha) Anemia
pascaperdarahan akutb) Anemia pascaperdarahan kronikC. Peningkatan
penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)1. Faktor
ekstrakorpuskulera. Antibodi terhadap eritrositb. Hipersplenismec.
Pemaparan terhadap bahan kimiad. Akibat infeksie. Kerusakan
mekanik2. Faktor intrakorpuskulera. Gangguan membranb. Gangguan
enzimc. Gangguan hemoglobinD. Bentuk campuranE. Bentuk yang
patogenesisnya belum jelas
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Indeks sel darah merahUntuk
mengklasifikasikan anemia apakah termasuk anemia mikrositik
hipokromik, anemia normositik normokrom, atau anemia makrositik.a.
MCV: Mean Corpuscular Volume (volume rata-rata eritrosit) Harga
Rujukan: 8090 fl (normal: normosit, 90: makrosit)b. MCH: Mean
Corpuscular Hemoglobin (banyaknya Hb per eritrosit). Harga Rujukan:
27 31 pg (normal: normokrom, < 27: hipokrom)c. MCHC: Mean
Corpuscular Hemoglobin Concentration (kadar Hb per eritrosit).
Harga Rujukan: 32 36 % (normal: normokrom,