Top Banner
KASUS A. IDENTITAS Nama : Ny.M Umur : 56 tahun Alamat : Johar baru, Jakarta Pusat Agama : Islam Status : Menikah Masuk RS : 9 September 2015 No RM : 00820806 Ruangan : Marwah bawah B. ANAMNESIS Keluhan Utama Sesak nafas sejak 2 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan sesak sejak 2 hari SMRS. Sesak dirasakan saat melakukan aktivitas maupun saat istirahat. Sesak yang dirasakan pasien sejak 7 bulan terakhir dan memperberat sejak 2 hari SMRS. Sesak nafas berkurang apabila dengan posisi duduk atau tiduran dengan menggunakan 3 bantal. Keluhan disertai dengan kedua kaki bengkak. Kedua kaki bengkak sejak 7 bulan yang lalu bersifat hilang timbul. Pasien sering terbangun dimalam hari karena sesak. Batuk disangkal pasien, pasien mengaku sering merasa haus. Pasien merasa nafsu makannya berkurang dan pasien mengeluh berat badannya menurun. Pasien mengaku kedua tangan dan kedua 1
52

lapkas chf

Feb 01, 2016

Download

Documents

k
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: lapkas chf

KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Ny.M

Umur : 56 tahun

Alamat : Johar baru, Jakarta Pusat

Agama : Islam

Status : Menikah

Masuk RS : 9 September 2015

No RM : 00820806

Ruangan : Marwah bawah

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Sesak nafas sejak 2 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan sesak sejak 2 hari

SMRS. Sesak dirasakan saat melakukan aktivitas maupun saat istirahat. Sesak yang

dirasakan pasien sejak 7 bulan terakhir dan memperberat sejak 2 hari SMRS. Sesak

nafas berkurang apabila dengan posisi duduk atau tiduran dengan menggunakan 3

bantal. Keluhan disertai dengan kedua kaki bengkak. Kedua kaki bengkak sejak 7

bulan yang lalu bersifat hilang timbul. Pasien sering terbangun dimalam hari karena

sesak. Batuk disangkal pasien, pasien mengaku sering merasa haus. Pasien merasa

nafsu makannya berkurang dan pasien mengeluh berat badannya menurun. Pasien

mengaku kedua tangan dan kedua kakinya sering merasa kesemutan. Pasien sering

merasa mual tetapi tidak sampai muntah. Pasien terkadang mengeluh pusing dan

lemas. BAK sering disangkal, BAK dan BAB dalam batas normal. Demam disangkal,

sering terasa gatal pada tubuh disangkal .

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan sesak seperti ini dalam 7 bulan terkahir

1

Page 2: lapkas chf

DM dan Hipertensi (12 tahun yang lalu )

Riwayat bengkak pada ektremitas 7 bulan terakhir bersifat hilang timbul

Riwayat Penyakit keluarga

o Bapak pasien menderita HT

o Kakak pasien menderita HT dan DM

o Kakak pasien no.2,4,5 menderita jantung

Riwayat psikososial

Riwayat merokok (-), alkohol (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien mengkosumsi obat metformin 500 mg dan captopril 12.5 mg

Riwayat Alergi

Alergi Makanan (-) dan Alergi Obat (-) disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

KU : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 100x/menit

Pernapasan : 26 x/menit

Suhu : 36,40C

Status gizi

Berat badan (sakit): 60 kg

Tinggi Badan : 155 cm

Status gizi : BB/TB2 = 24 (Beresiko )

 

Status generalis

Kepala : Normocephal

2

Page 3: lapkas chf

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+), isokor

kanan-kiri.

Kulit : Ikterik (-), eritema (-)

Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), darah (-).

Telinga : Normotia, otore (-/-)

Mulut : Mukosa bibir tidak sianosis, Bibir lembab (+)

Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5+2 meningkat

PARU-PARU

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, skar (-),retraksi otot

pernapasan (-), bagian dada tertinggal (-/-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri normal, nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor pada semua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+) , ronkhi (+/+), wheezing(-/-)

JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba, ICS 5 midclavicularis dextra

Perkusi : sulit dinilai

Auskultasi : BJ 1 dan 2 reguler, Murmur(-), Gallop (-).

ABDOMEN

Inspeksi : Cembung, skar (-), distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal 8 kali per menit

Palpasi : sulit dinilai

Perkusi : Asites (+), shifting dullness (+)

EXTREMITAS : Atas Bawah

Akral : hangat hangat

Edema : (-/-) (+ / +)

Palmar eritem : (-/-) (-/-)

Luka : (-/-) (-/-)

3

Page 4: lapkas chf

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

4

Page 5: lapkas chf

Pemeriksaan Radiologi

Kesan : - Cardiomegali

- Edema Paru

- Efusi Pleura kanan

Gambaran EKG

5

Page 6: lapkas chf

Kesan:

Irama sinus

HR: 100 x/menit

ST elevasi (-)

RESUME

Seorang perempuan berusia 56 tahun dengan keluhan sesak sejak 2 hari SMRS. Sesak

dirasakan saat melakukan aktivitas maupun saat istirahat. Sesak yang dirasakan pasien sejak

7 bulan terakhir dan memperberat sejak 2 hari SMRS. Sesak nafas berkurang apabila dengan

posisi duduk atau tiduran dengan menggunakan 3 bantal. Keluhan disertai dengan kedua kaki

bengkak. Kedua kaki bengkak sejak 7 bulan yang lalu bersifat hilang timbul. Pasien sering

terbangun dimalam hari karena sesak. Pasien mengaku sering merasa haus. Pasien merasa

nafsu makannya berkurang dan pasien mengeluh berat badannya menurun. Pasien mengaku

kedua tangan dan kedua kakinya sering merasa kesemutan. Pasien sering merasa mual tetapi

tidak sampai muntah. Pasien terkadang mengeluh pusing dan lemas. Riwayat Penyakit

Dahulu : Pasien pernah mengalami keluhan sesak seperti ini dalam 7 bulan terkahir, DM dan

Hipertensi (12 tahun yang lalu ), Riwayat bengkak pada ektremitas 7 bulan terakhir bersifat

hilang timbul.

6

Page 7: lapkas chf

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan Umum : tampak sakit sedang.

TTV :

TD : 130/90 mmHg

Nadi : 100 x/menit

RR : 26 kali/menit

Status gizi : Beresiko

Status Generalis

Paru auskultasi : Vesikuler (+/+) , ronkhi (+/+)

Perkusi : Asites (+), shifting dullness (+)

Extremitas bawah : edema (+/+). 

Hasil lab : Kreatinin 4,8 mg/dl , ureum 117 mg/dl, kalium 6,7 mEq/L, clorida 113 mEq/L

DAFTAR MASALAH :

Dispnea e.c CHF

CKD

DM tipe 2

ASSESSMENT

S: Sesak dirasakan dalam 7 bulan terakhir memberat 2 hari SMRS saat aktivitas dan saat

beristirhat, pasien sering terbangun dimalam hari kiarena sesak, riwayat sesak sejak 7 bulan

terakhir, riwayat kaki bengkak sejak 7 bulan terakhir.

O :

TD : 130/90 mmHg

Pernapasan : 26 x/menit

7

Page 8: lapkas chf

Nadi : 100 x/menit

JVP 5+2 meningkat

Auskultasi paru : Ronkhi (+/+)

Edema extemitas bawah (+/+)

Hasil radiologi: kardiomegali

A : Dispnea e.c CHF fc IV

P: R.Monitoring : Foto rontgen, EKG

R.Terapi : O2 , 2- 4 L sampai klinis membaik, Furosemid 40 mg

Edukasi : banyak istirahat

S : Pasien sering mengeluh kesemutan dan baal pada kedua tangan dan kakinya, pasien

sering merasa haus. Berat badan pasien menurun. Riyawat DM sejak 12 tahun yang lalu,

Riwayat minum obat metformin.

O :

TD : 130/90 mmHg

Pemeriksaan Lab.: GDS 147 mg/dl

A: Diabetes Millitus tipe II (Terkontrol)

P: R.Monitoring : GDS, GDP

R.Terapi : Metformin 500 mg

Mengikuti pola makan sehat

S: Mual, udem kedua tungkai

O : TD : 130/90 mmHg

Pemeriksaan Lab.: Kreatinin 4,8 mg/dl , ureum 117 mg/dl, kalium 6,7 mEq/L

8

Page 9: lapkas chf

A: CKD Grade IV

P: R.Monitoring : produksi urin

ureum dan kreatinin

USG

R.Terapi : furosemid 40 mg

Pembatasan asupan air

Diagnosa

CHF fc IV + CKD Grade IV + DM tipe II

FOLLOW UP

10-9- 2015

S: Sesak (+) menurun , bengkak pada kedua kaki (+), pusing , lemas .

O : TD : 130/80 mmHg RR: 24 x/mnt

HR: 88 x/mnt T: 36,8˚C

Auskultasi paru : vesikuler (+/+), ronkhi (+/+)

Extremitas bawah : edema (+/+).

A : CHF fc IV + CKD Grade IV + DM tipe II

P Terapi : O2 2-3 liter/menit

Furosemid 40 mg

Captopril 12,5 mg

Hidroclorotiazid 25 mg

Metformin 500 mg

Monitoring : produksi urin  

9

Page 10: lapkas chf

11-9- 2015

S: Sesak (+) menurun , bengkak pada kedua kaki (+), pusing

O : TD : 120/80 mmHg RR: 24 x/mnt

HR: 90 x/mnt T: 36,8˚C

Auskultasi paru : vesikuler (+/+), ronkhi (+/+)

Extremitas bawah : edema (+/+).

A : CHF fc IV + CKD Grade IV + DM tipe II

P Terapi : O2 2-3 liter/menit

Furosemid 20 mg

Captopril 12,5 mg

Hidroclorotiazid 25 mg

Metformin 500 mg

Monitoring . Dpl ulang, Produksi urin

12-9- 2015

S: Sesak (+) saat pindah posisi, bengkak pada kedua kaki (+), lemas, BAB cair 3x warna

kuning, lendir (+), darah (-) .

O : TD : 110/80 mmHg RR: 26 x/mnt

HR: 92x/mnt T: 36, 4˚C

Auskultasi paru : vesikuler (+/+), ronkhi (+/+)

Extremitas bawah : edema (+/+).

A : CHF fc IV + CKD Grade IV + DM tipe II

P Terapi : O2 2-3 liter/menit

10

Page 11: lapkas chf

Furosemid 20 mg

Captopril 12,5 mg

Hidroclorotiazid 25 mg

Metformin 500 mg

New diatab 3x2

Monitoring : produksi urin

 14-9- 2015

S: Sesak (+) menurun , bengkak pada kedua kaki (+), pusing , lemas, BAB cair 3x warna

kuning, lendir (+), darah (-) .

O : TD : 110/90 mmHg RR: 24 x/mnt

HR: 88 x/mnt T: 36,8˚C

Auskultasi paru : vesikuler (+/+), ronkhi (+/+)

Extremitas bawah : edema (+/+).

A : CHF fc IV + CKD Grade IV + DM tipe II

P Terapi : O2 2-3 liter/menit

Furosemid 20 mg

Captopril 12,5 mg

Hidroclorotiazid 25 mg

Metformin 500 mg

New diatab 3x2

 15-9- 2015

S: Sesak (+) saat pindah posisi , bengkak pada kedua kaki (+), pusing , lemas, BAB cair 3x

warna kuning, lendir (+), darah (-) .

11

Page 12: lapkas chf

O : TD : 110/90 mmHg RR: 24 x/mnt

HR: 88 x/mnt T: 36,8˚C

Auskultasi paru : vesikuler (+/+), ronkhi (+/+)

Extremitas bawah : edema (+/+).

A : CHF fc IV + CKD Grade IV + DM tipe II

P Terapi : O2 2-3 liter/menit

Furosemid 20 mg

Captopril 12,5 mg

Hidroclorotiazid 25 mg

Metformin 500 mg

New diatab 3x2

16-9- 2015

S: Sesak (+) saat pindah posisi , bengkak pada kedua kaki (+), pusing , lemas, BAB cair 3x

warna kuning, lendir (+), darah (-) .

O : TD : 110/90 mmHg RR: 24 x/mnt

HR: 88 x/mnt T: 36,8˚C

Auskultasi paru : vesikuler (+/+), ronkhi (+/+)

Extremitas bawah : edema (+/+).

A : CHF fc IV + CKD Grade IV + DM tipe II

P Terapi : O2 2-3 liter/menit

Furosemid 20 mg

Captopril 12,5 mg

Hidroclorotiazid 25 mg

12

Page 13: lapkas chf

Metformin 500 mg

New diatab 3x2

 

  ANALISA KASUS

 Diagnosis dari gagal jantung dapat didasarkan atas kriteria Framingham

Klasifikasi New York Heart Association

Derajat I

Tanpa keterbatasan pada aktivitas fisik.

Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan

keletihan, palpitasi, sesak, atau nyeri dada

Derajat II

Ada limitasi aktifitas fisik, timbul sesak

napas, rasa lelah, palpitasi, dengan

aktifitas fisik biasa namun nyaman

dengan istirahat

Derajat III

Aktifitas fisik sangat terbatas. Aktifitas

fisik kurang dari biasa sudah

menimbulkan gejala, tetapi nyaman

sewaktu istirahat

Derajat IV

Ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas

fisik apapun

Setiap aktivitas fisik dilakukan, maka rasa

tidak nyaman semakin meningkat.

Dari klasifikasi diatas, berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada pasien maka pasien

mengarah pada klasifikasi derajat IV

13

Page 14: lapkas chf

Klasifikasi Dekompensasi Kordis

14

Page 15: lapkas chf

TINJAUAN PUSTAKA

CONGERSTIVE HEART FAILURE

A. PENDAHULUAN

Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan

peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994) Dekompensasi

kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang

berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani, 1998; Price ,1995). Gagal jantung

kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai

pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi

keperluan-keperluan tubuh. Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh:

1. Penyakit arteri koroner

2. Penyakit-penyakit jantung kongenital

3. Penyakit-penyakit pada otot-otot jantung

4. Penyakit-penyakit pada katup-katup jantung

Diagnosis dari gagal jantung dapat didasarkan atas kriteria Framingham yaitu 2 dari kriteria

mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor pada saat bersamaan

Kriteria Mayor

1. Paroksismal nocturnal dispnea

2. Peningkatan tekanan vena jugularis

3. Rhonki basah tidak nyaring

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Irama derap S3

7. Peningkatan tekanan vena › 16cm

H2O

8. Refluks hepatojugular

Kriteria minor

1. Edema pergelangan kaki

2. Batuk malam hari

3. Dyspneu d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Kapasitas vital berkurang

menjadi ⅓ maksimum

7. Takikardi

15

Page 16: lapkas chf

Kapasitas

Fungsional

Klasifikasi New York Heart Association Penilaian

Objektif

Class I Pasien dengan penyakit jantung namun tanpa keterbatasan

pada aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak

menyebabkan keletihan, palpitasi, sesak, atau nyeri anginal

Class II Pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan

keterbatasan aktivitas fisik ringan. Pasien merasa nyaman

pada waktu istirahat. Aktivitas fisik biasa mengakibatkan

kelemahan, palpitasi, sesak, atau nyeri anginal.

Class III Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan

keterbatasan bermakna pada aktivitas fisik. Pasien merasa

nyaman pada waktu istirahat. Aktivitas fisik yang lebih

ringan dari biasanya menyebabkan keletihan, palpitasi,

sesak, dan nyeri anginal..

Class IV Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas fisik apapun

tanpa rasa tidak nyaman. Gejala gagal jantung atau

sindroma angina dapat dialami bahkan pada saat istirahat.

Jika aktivitas fisik dilakukan, maka rasa tidak nyaman

semakin meningkat.

Sumber: Adaptasi dari New York Heart Association, Inc., Diseases of the Heart and Blood

Vessels: Nomenclature and Criteria for Diagnosis, 6th ed. Boston, Little Brown, 1964, p.

114.

B. EPIDEMIOLOGI

30% kematian didunia diakibatkan karena kardiovaskular disease, Gagal jantung

mempengaruhi lebih dari 20 juta pasien di dunia, meningkat seiring pertambahan usia, dan

mengenai pasien usia lebih dari 65 tahun sekitar 6-10%, lebih banyak mengenai laki-laki

dibandingkan dengan wanita, Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat.

Dimana jenis penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya adalah Congestive

16

Page 17: lapkas chf

Heart Failure (CHF). Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia

25 tahun.3 Sedang pada anak – anak yang menderita kelainan jantung bawaan, komplikasi

gagal jantung terjadi 90% sebelum umur 1 tahun, sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 –

15 tahun.

C. ETIOLOGI

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah

keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan

kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta,

dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta

atau hipertensisistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau

kardiomyopati.Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah

gangguan pengisisanventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian

dan ejeksi ventrikel(perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab

tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut

mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam

sistesis atau fungsi protein kontraktil( Price. Sylvia A, 1995).

Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :

Stroke volume : isi sekuncup, Kontraksi kardiak, Preload dan afterloadMeliputi :

1.   meningkatnya beban awal jantung (preload) :regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel

2.   meningkatnya   beban akhir jantung (afterload) : stenosis aorta  dan hipertensi sistemik

3.   Te rganggunya kontraktilitas jantung : Infark miokardium dan kardiomiopati.

4.   Faktor sistemik :tirotoksikosis, hipoksia, anemia,ketidakseimbangan elektrolit.

5.   Ateriosklerosis koroner.

6.   Degenerative

Decompensai cordis terbagi atas dua macam meliputi :

1. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri

Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir

sistolterdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga pada masa

diastol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan diastol semakin tinggi, makin

lama terjadi bendungan didaerah atrium kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas

normal padaatrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena

pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat

memompadarah terus dalam atrium dalam jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan

17

Page 18: lapkas chf

hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan

terjadi transudasicairan dari pembuluh kapiler paru-paru..Pada saat peningkatan tekanan

arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi transudasi cairanintertisiel bronkus

mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu biasanya ditemukanadanya bunyi

eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada

gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah

akan keluar dari saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk,menampungnya

(>25 mmHg) sehingga akan tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yangmakain lama akan

menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema paru disertai

sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syak cardiogenik diatandai

dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah serta perfusi menjadi sangat

kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat kematian.Gagalnya

kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung oksigentubuh

yang berakibat dua Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de

effort (sesak nafas padaakktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring dan dapat

dikurangi pada saat duduk atau berdiri.kemudian dispnue noktural paroksimalis (sesak nafas

pada malam hari atau sesak  pada saat terbangun), Dan kongesti paru seperti menurunnya

tonus simpatis, darah balik yang bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru,

takikakrdia, Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses aktif

yangtergantung pada energi) dan kekakuan dindiing ventrikel.

2. Decompensasi cordis kanan

Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan tekanan

yang naik  pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi

sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk

kedalam(edema perifer) (long, 1996). Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat

khususnya ventrikel kanantidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan

diatrium kanan dan venacavasuperior dan inferiordan tampak gejala yang ada adalah

edemaperifer, hepatomegali,splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang

cepat., hal ini akibaat vetrikelkanan pada saat sisitol tidak mampu memompa darah keluar

sehingga saat berikutnya tekanan akhir diatolik ventrikel kanan makin meningkat demikin

pula mengakibatkan tekanan dalam atriummeninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava

supperior dan vena kava inferior serta selruhsistem vena tampak gejal klinis adalah erjadinya

bendungan vena jugularis eksterna, bvenhepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis

(splenomegali) dan bendungan-bedungan pada padaena-vena perifer. Dan apabila tekanan

18

Page 19: lapkas chf

hidristik pada di pembuluh kapiler meningkat melampuitakanan osmotik plasma maka

terjadinya edema perifer.

D. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan dekompensasi dapat

dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai berikut:I. Pasien dg P. Jantung tetapi tidak memiliki

keluhan pd kegiatan sehari-hariII. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan

hambtan aktivitas hanya sedikit, akantetapi jika ada kegaiatn berlebih akan menimbulkan

capek, berdebar, sesak serta anginaIII. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas

jasmani sangat terbatas dan hanya merasasehat jika beristirahat.IV. Pasien dengan penyakit

jantung yang sedikit saja bergerak langsung menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga

menimbulkan sesak nafas.Konsep terjadinya gagal jantung dan efeknya terhadap pemenuhan

kebutuhan dasar dapat dilihat pada gambar berikut :

Hipertensi,iskhemia,infak,mitral valve/ aorta valve defect

Penurunan kontraktilitas miokardium

Penurunan curah jantung

↓ volume darah arteri efektif

↑lepasnya muatan saraf simpatis Meningkatkan pelepasan

\ renin angiotensin II

Tekanan darah dipertahankan

Me↑kan tekanan vena vasokontriksi ginjal me↑kan sekresi aldosteron

Menurunkan GFR nefron me↑kan reabsorbsi NA+ dan H²O di tubulus

Menurunkan eksresi Na+ dan H²O dalam urin

Maningkatkan Na dan H²O total tubuh

Edema

19

Page 20: lapkas chf

E. GEJALA KLINIS

Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individual-individual menurut

sistim-sistim organ tertentu yang terlibat dan tergantung pada kemampuan tubuh dalam

mengkompensasi kelemahan otot jantung. Penderita gagal jantung yang tidak terkompensasi

akan merasakan lelah dan lemah jika melakukan aktivitas fisik karena otot-ototnya tidak

mendapatkan jumlah darah yang cukup. Pembengkakan juga menyebabkan berbagai gejala.

Selain dipengaruhi oleh gaya gravitasi, lokasi dan efek pembengkakan juga dipengaruhi oleh

sisi jantung yang mengalami gangguan. Gagal jantung kanan cenderung mengakibatkan

pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Hal ini menyebabkan

pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, hati dan perut. Gagal jantung kiri

menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner), yang

menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya terjadi pada saat

melakukan aktivitas, tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit, sesak nafas juga akan

timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas. Kadang sesak nafas terjadi pada malam

hari ketika penderita sedang berbaring, karena cairan bergerak ke dalam paru-paru. Penderita

sering terbangun dan bangkit untuk menarik nafas atau mengeluarkan bunyi mengi. Duduk

menyebabkan cairan mengalir dari paru-paru sehingga penderita lebih mudah

bernafas. Untuk menghindari hal tersebut, sebaiknya penderita gagal jantung tidur dengan

posisi setengah duduk.  Pengumpulan cairan dalam paru-paru yang berat (edema pulmoner

akut) merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan pertolongan segera dan bisa

berakibat fatal. 

20

Page 21: lapkas chf

1. Aktivitas/istirahat

a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri

dada tidak/dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.

b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah

pada aktivitas.

2. Sirkulasi

a. Gejala : Riwayat hipertensi, infark miokard baru/akut, episode gagal

jantung kongestif sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung ,

endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

b. Tanda :

i. Tekanan Darah ; mungkin rendah (gagal pemompaan).

ii. Irama Jantung ; Disritmia.

iii. Frekuensi jantung ; Takikardia.

iv. Bunyi jantung ; S3 (gallop), S4 dapat terjadi, S1 dan S2

mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolic.

v. Warna ; Kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.

vi. Punggung kuku ; Pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler

lambat.

vii. Hepar ; Terdapat pembesaran/dapat teraba.

viii. Bunyi napas ; Ronkhi.

ix. Edema ; Pitting khususnya pada ekstremitas.

3. Metabolis

a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari

(nokturia), diare/konstipasi.

4. Asupan makanan/cairan

a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat

badan yang signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah.

b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta

edema.

5. Pernapasan

a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa

bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit

kronis, penggunaan alat bantu pernapasan.

b. Tanda :

21

Page 22: lapkas chf

i. Pernapasan ; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori

pernpasan.

ii. Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin

batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.

iii. Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema

pulmonal)

F. PENUNJANG

Foto rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan redistribusinya ke

apeks paru, peningkatan tekanan vaskular pulmonal,kadang efusi pleura.

Elektrokardiografi : membantu menunjukan etiologi gagal janjung (infark, iskemia,

hipertrofi,dll) dapat ditemukan low voltage, T inversi, QS, deprresi ST,dll.

Laboratorium : kimia darah (ureum, creatinin, glukosa, elektrolit), Hb,tes fungsi tiroid,

fungsi hati, lipid darah

Urinalisa, utk deteksi proteinuria atau glukosuria

G. DIAGNOSIS

1. Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis

2. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut,

dan gunamengkaji kompensaai sepperti hipertropi ventrikel

3. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau

nekrotik pada penyakit jantung kotoner 

4. Rontgen thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran

jantung

5. Eschocardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri

polmonal.untuk menyajikandata tentang fungsi jantung.

F. PENATALAKSANAAN

Farmako Terapi

Sampai akhir-akhir ini, pilihan dari obat-obat yang tersedia untuk perawatan gagal

jantung kongestif terbatasnya membuat frustrasi dan terfokus terutama pada mengontrol

gejala-gejala. Obat-obat sekarang telah dikembangkan yang melakukan kedua-duanya yaitu

memperbaiki gejala-gejala, dan yang penting, memperpanjang kelangsungan hidup.

22

Page 23: lapkas chf

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors

Kelompok obat-obat ini telah dipelajari secara ekstensif dalam merawat gagal jantung

kongestif. Obat-obat ini menghalangi pembentukan dari angiotensin II, hormon dengan

banyak efek-efek merugikan yang potensial pada jantung dan sirkulasi pada pasien-pasien

dengan gagal jantung. Dari bukti yang mendukung penggunaan dari ACE inhibitors ini pada

gagal jantung adalah begitu kuat sehingga ACE inhibitors harus dipertimbangkan pada semua

pasien-pasien dengan gagal jantung, terutama mereka yang dengan kelemahan otot jantung.

Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat-obat ini termasuk:

batuk kering,

tekanan darah rendah,

perburukan fungsi ginjal.

Jika digunakan secara hati-hati dengan pengamatan yang tepat, bagaimanapun, mayoritas dari

pasien-pasien gagal jantung kongestif mentolerir obat-obat ini tanpa persoalan-persoalan

yang signifikan. Contoh-contoh dari ACE inhibitors termasuk:

captopril (Capoten),

enalapril (Vasotec),

lisinopril (Zestril, Prinivil),

benazepril (Lotensin), dan

ramipril (Altace).

Untuk pasien-pasien yang tidak mampu untuk mentolerir ACE inhibitors, kelompok

alternatif dari obat-obat, yang disebut angiotensin receptor blockers (ARBs), mungkin

digunakan. Obat-obat ini bekerja pada jalur hormon yang sama seperti ACE inhibitors,

namun sebagai gantinya menghalangi aksi dari angiotensin II pada tempat reseptornya secara

langsung. Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat-obat ini adalah serupa pada yang

berhubungan dengan ACE inhibitors, meskipun batuk keringnya jauh kurang umum. Contoh-

contoh dari kelompok obat-obat ini termasuk:

losartan (Cozaar),

candesartan (Atacand),

telmisartan (Micardis),

23

Page 24: lapkas chf

valsartan (Diovan), dan

irbesartan (Avapro).

Beta-blockers

Beta-blockers adalah agen-agen yang menghalangi aksi dari hormon-hormon yang

menstimulasi reseptor-reseptor beta dari jaringan-jaringan tubuh. Karena diasumsikan bahwa

menghalangi reseptor-reseptor beta lebih jauh menekan fungsi dari jantung, beta-blockers

secara tradisi telah tidak digunakan pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif.

Beta-blockers umumnya harus tidak digunakan pada orang-orang dengan penyakit-penyakit

signifikan yang tertentu (contohnya, asma, emphysema). carvedilol (Coreg)  dan Metoprolol

(Toprol XL)  sangat efektif pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif.

Digoxin

Digoxin (Lanoxin) telah digunakan dalam perawatan dari gagal jantung kongestif. Digoxin

menstimulasi otot jantung untuk berkontraksi lebih kuat. Efek-efek sampingan yang potensial

termasuk:

mual,

muntah,

gangguan irama jantung,

disfungsi ginjal, dan

ganguan elektrolit tubuh.

Diuretics

Diuretics adalah komponen yang penting dari perawatan gagal jantung kongestif untuk

mencegah atau mengurangi gejala-gejala dari retensi cairan. Obat-obat ini membantu

menahan pembetukan cairan dalam paru-paru dan jaringan-jaringan lain. Efek samping yang

potensial dari diuretics termasuk:

dehidrasi,

ganguan elektrolit tubuh,

tekanan darah rendah .

Contoh dari diuretics termasuk:

24

Page 25: lapkas chf

furosemide (Lasix),

hydrochlorothiazide (Hydrodiuril),

bumetanide (Bumex),

torsemide (Demadex),

spironolactone (Aldactone), dan

metolazone (Zaroxolyn).

Obat untuk Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut

Dosis Permulaan Dosis Maksimal

Vasodilators

Nitroglycerin 20 µg/menit 40–400 µg/menit

Nitroprusside 10 µg/menit 30–350 µg/menit

Nesiritide Bolus 2 µg/kg 0.01–0.03 µg/kg per menita

Inotropes

Dobutamine 1–2 µg/kg per menit 2–10 µg/kg per menitb

Milrinone Bolus 50 µg/kg 0.1–0.75 µg/kg per menitb

Dopamine 1–2 µg/kg per menit 2–4 µg/kg per menitb

Levosimendan Bolus 12 µg/kg 0.1–0.2 µg/kg per menitc

Vasoconstrictors

Dopamine for hypotension 5 µg/kg per menit 5–15 µg/kg per menit

Epinephrine 0.5 µg/kg per menit 50 µg/kg per menit

Phenylephrine 0.3 µg/kg per menit 3 µg/kg per menit

Vasopression 0.05 units/menit 0.1–0.4 units/ menit

25

Page 26: lapkas chf

Obat yang digunakan dalam penatalaksanaan Gagal Jantung (EF <40%)

Dosis Awal Dosis Maksimal

Diuretics

Furosemide 20–40 mg qd or bid 400 mg/da

Torsemide 10–20 mg qd bid 200 mg/da

Bumetanide 0.5–1.0 mg qd or bid 10 mg/da

Hydrochlorthiazide 25 mg qd 100 mg/da

Metolazone 2.5–5.0 mg qd or bid 20 mg/da

Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors

Captopril 6.25 mg tid 50 mg tid

Enalapril 2.5 mg bid 10 mg bid

Lisinopril 2.5–5.0 mg qd 20–35 mg qd

Ramipril 1.25–2.5 mg bid 2.5–5 mg bid

Trandolapril 0.5 mg qd 4 mg qd

Angiotensin Receptor Blockers

Valsartan 40 mg bid 160 mg bid

Candesartan 4 mg qd 32 mg qd

Irbesartan 75 mg qd 300 mg qdb

Losartan 12.5 mg qd 50 mg qd

β Receptor Blockers

Carvedilol 3.125 mg bid 25–50 mg bid

Bisoprolol 1.25 mg qd 10 mg qd

26

Page 27: lapkas chf

Dosis Awal Dosis Maksimal

Metoprolol succinate

CR

12.5–25 mg qd Target dose 200 mg qd

Additional Therapies

Spironolactone 12.5–25 mg qd 25–50 mg qd

Eplerenone 25 mg qd 50 mg qd

Kombinasi

hydralazine/isosorbide

dinitrate

10–25 mg/10 mg tid 75 mg/40 mg tid

Dosis tetap

hydralazine/isosorbide

dinitrate

37.5 mg/20 mg (one tablet)

tid

75 mg/40 mg (two tablets) tid

Digoxin 0.125 mg qd <0.375 mg/db

Non medikamentosa

Anjuran Umum :

a. edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan

b. aktivitas social dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa, sesuaikan

kemampuan fisik dengan profesi yg masih bias dilakukan

c. gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang

d. vaksinasi terhadap virus influenza dan pneumokokus bila mampu

Tindakan Umum :

a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g untuk gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal

jantung berat, jumlah cairan 1,5 L pada gagal jantung ringan, dan 1 L pada gagal jantung

berat

b. hentikan merokok

c. hentikan alcohol pada kardiomiopati : batasi 20-30g/hari pada yg lainnya

27

Page 28: lapkas chf

d. aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5x/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis

5x/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal

jantung ringan dan sedang)

e. IStirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

Intervensi Mekanik dan Operasi

Jika intervensi farmakologik gagal menstabilkan pasien dengan HF refrakter maka

intervensi mekanis dan invasive dapat memberikan dukungan sirkulasi yang lebih efektif.

Terapi ini termasuk intraaortic balloon counter pulsation, alat bantuan LV, dan transplantasi

jantung.

G. PROGNOSIS

Pada bayi dan anak lebih baik daripada orang dewasa bila ditolong dengan segera. Hal

ini disebabkan oleh karena belum terjadi perburukan pada miokardium., Ada beberapa faktor

yang menentukan prognosa, yaitu :

Waktu timbulnya gagal jantung.

Timbul serangan akut atau menahun.

Derajat beratnya gagal jantung.

Penyebab primer.

Kelainan atau besarnya jantung yang menetap.

Keadaan paru

Cepatnya pertolongan pertama.

Respons dan lamanya pemberian digitalisasi.

Seringnya gagal jantung kambuh

Gagal ginjal kronik (GGK)

A. DEFINISI

Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi

yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada

umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan

klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu saat yang

28

Page 29: lapkas chf

memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Glomerulonefritis dalam beberapa bentuknya merupakan penyebab paling banyak yang

mengawali gagal ginjal kronik. Kemungkinan disebabkan oleh terapi glomerulonefritis

yang agresif dan disebabkan oleh perubahan praktek program penyakit ginjal tahap akhir

yang diterima pasien, diabetes mellitus dan hipertensi sekarang adalah penyebab utama

gagal ginjal kronik.

Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,

akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan hebatnya tanda

dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang lain, tergantung paling

tidak sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal yang masih berfungsi dan kecepatan

hilangnya fungsi ginjal.

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain1:

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa

kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi

glomerulus (LFG), dengan manifestasi :

- kelainan patologis

- terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

darah dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan dengan

atau tanpa kerusakan ginjal.Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3

bulan dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m², tidak termasuk kriteria

penyakit ginjal kronik.

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat

(stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat

atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai

berikut:

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)

29

Page 30: lapkas chf

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Deraja

t

Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m²)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓berat 15- 29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi

30

Page 31: lapkas chf

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular(penyakit otoimun,

infeksi sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vascular (penyakit pembuluh

darah besar, hipertensi,mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis

kronik, batu, obstruksi, keracunanobat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunanobat(siklosporin/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

C. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal

kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar

8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus

baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini

diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.

D. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.

Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan

fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi

adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses

31

Page 32: lapkas chf

adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis

nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang

progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas

aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap

terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis

renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming

growthfactor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas

penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.

Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus

maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi

kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal

atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi

nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi

sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,

mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang

dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan

gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan

metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga

mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi

saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,

gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15%

akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi

pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.

Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

E. PENDEKATAN DIAGNOSTIK

Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeks traktus

urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus

Sistemik (LES),dll.

32

Page 33: lapkas chf

b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia,

kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic

frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah

jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,

khlorida).

Gambaran Laboratorium

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan

penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar

kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan

kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,

hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria

Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati

filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras

terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.

d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks

yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa kalsifikasi.

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

33

Page 34: lapkas chf

F. PENATALAKSANAAN

Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat

dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya

Deraja

t

LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana

1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi

pemburukan (progession) fungsi ginjal,

memperkecil resiko kardiovaskuler

2 60-89 menghambat pemburukan (progession) fungsi

ginjal

3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 <15 terapi pengganti ginjal

Terapi Nonfarmakologis:

a. Pengaturan asupan protein:

Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan diatas

nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. protein diberikan 0,6 -

0,8/kgBB/hari, yang 0,35 - 0,50 gr diantaranya merupakan protein biologi tinggi. Jumlah

kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang teratur

terhadap status nutrisi pasien. bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat

ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam

tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan

melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfat, dan

ion unorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi

protein pada pasien dengan Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan

substansi nitrogen dan ion organik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic

34

Page 35: lapkas chf

yang disebut uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan

berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein berlebih (protein

overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran

darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan

meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga

berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari

sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.

Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGK

LFG

ml/menit

Asupan protein g/kg/hari

>60 tidak dianjurkan

25-60 0,6-0,8/kg/hari

5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam amino esensial atau asam

keton

<60 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g proteinuria atau 0,3 g/kg tambahan

asam amino esensial atau asam keton.

b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari

c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama

antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total

e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari

f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari

g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari

h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari

35

Page 36: lapkas chf

i. Besi: 10-18mg/hari

j. Magnesium: 200-300 mg/hari

k. Asam folat pasien HD: 5mg

l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)

Terapi Farmakologis :

a. Kontrol tekanan darah

- Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II →evaluasi kreatinin dan kalium

serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus

dihentikan.

- Penghambat kalsium

- Diuretik

b. Kontrol gula darah

Pada pasien DM, kontrol gula darah →hindari pemakaian metformin dan obat-obat

sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai

normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.

c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl

Anemia terjadi pada 80 - 90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit

ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal - hal lain yang ikut

berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah (misal,

perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya

hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses

inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤ 10

% atau hematokrit ≤ 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber per

darahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya. Transfusi

darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh,

hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal.

36

Page 37: lapkas chf

d. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol

Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering terjadi.

Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan

pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorbs fosfat di saluran cerna.

Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga ikut berperan dalam mengatasi

hiperfosfatemia.

e. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l

f. Koreksi hiperkalemia

Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan

kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh

karena itu, pemberian obat-obatan yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi

kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5

mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema.

Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan

derajat edema yang terjadi.

g. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin

h. Terapi ginjal pengganti.

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada

LFG kurang dari 15 mL/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis,

peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat timbul pada Penyakit Gagal Ginjal Kronik adalah Penyakit

kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit, osteodistrofi renal

dan anemia.

37

Page 38: lapkas chf

DAFTAR PUSTAKA

1. Lily ismudiati rilanto dkk, (2001). Buku Ajar Kardiologi, penerbit Fakultas

Kedokteran Unversitas Indonesia, Gaya Baru Jakarta.

2. Arthur C. Guyton, dkk. 2006. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”. Edisi 9. Jakarta :

EGC

3. Sylvia A. Price, dkk. 2006. “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”.

Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam jilid III. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI .Jakarta :

2006. 

5. Sugeng dan Sitompul. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta : 2003.

6. Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

7. Ganiswarna, S.G. 2007. Farmakologi dan Terapi. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta

8. PBPAPDI, 2009, Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit

Dalam Indonesia. Interna Publishing : Jakarta

38