Top Banner
KARAGENAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh : Nama : Agata Meiliawati NIM : 13.70.0039 Kelompok : E3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
25

Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Feb 03, 2016

Download

Documents

Praktikum ekstraksi karagenan menggunakan bahan Eucheuma cotonii
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

KARAGENAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh :

Nama : Agata Meiliawati

NIM : 13.70.0039

Kelompok : E3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI DAN METODE

1.1. Materi

1.1.1.Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah panci, kompor, blender, pengaduk,

gelas bekker, termometer, gelas ukur, pH meter, timbangan digital, dan kain saring.

1.1.2.Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),

isopropil alkohol (IPA), NaOH 10%, HCl 0,1 N, dan aquades.

1.2. Metode

Rumput laut ditimbang sebanyak 40 gram

disiapkan air sebanyak 1 liter

dipotong kecil-kecil dan di-blender dengan ditambahkan sedikit air

blender dibersihkan dengan menggunakan air

tepung rumput laut

tepung rumput laut direbus (diekstraksi) dalam air dan dipanaskan pada suhu 80-90oC selama 1 jam

atur pH larutan menjadi pH 8 dengan menambahkan larutan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N

Page 3: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring yang bersih dan cairan filtratnya ditampung dalam gelas ukur besar

cairan filtrat ditambah larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat

dipanaskan pada suhu 60oC

filtrat dituang ke wadah berisi cairan IPA sebanyak 2 kali volume filtrat untuk diendapkan dengan cara diaduk selama 10-15 menit sehingga

terbentuk serat karagenan

endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam IPA sampai diperoleh serat karagenan yang lebih kaku

serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakkan dalam wadah tahan panas

dikeringkan dalam oven selama 12 jam pada suhu 50-60oC

serat karagenan kering ditimbang

diblender menjadi tepung karagenan

didihitung persen rendemen dengan rumus% =( )/( ) 100%π‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘π‘’π‘šπ‘’π‘› π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘˜π‘’π‘Ÿπ‘–π‘›π‘” π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘π‘Žπ‘ π‘Žβ„Ž π‘₯

Page 4: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan ekstraksi karagenan dengan menggunakan Eucheuma cottonii dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Ekstraksi Karagenan dengan Eucheuma cotonii

Kelompok Berat Basah (gram) Berat Kering (gram) %rendemenE1 40 3,70 9,250E2 40 3,36 8,400E3 40 3,63 9,075E4 40 3,84 9,600E5 40 3,76 9,400

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1 di atas, dapat ditunjukkan bahwa berat awal

rumput laut basah yang digunakan untuk masing-masing kelompok adalah sama yaitu

sebanyak 40 gram. Namun setelah dilakukan proses pengolahan, ternyata menghasilkan berat

kering yang berbeda-beda untuk masing-masing kelompok dari berat awal yang semula

adalah sama yaitu 40 gram. Berat kering tepung karagenan yang dihasilkan rata-rata

mencapai 3 gram, dengan berat kering paling besar adalah pada kelompok E4 yaitu 3,84

gram, dan yang paling kecil adalah pada kelompok E2 yaitu 3,36 gram. Berat kering yang

dihasilkan akan berbanding lurus terhadap persentase nilai rendemen. Persentase nilai

rendemen yang dihasilkan rata-rata sekitar 8% - 9%, dengan nilai rendemen yang paling

besar adalah pada kelompok E2 yaitu sebesar 9,600% dan yang paling kecil adalah pada

kelompok E2 yaitu sebesar 8,400%.

Page 5: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini yang dilakukan adalah mengekstrak karagenan dari seaweed Eucheuma

cotonii. Seaweed atau yang dapat disebut dengan rumput laut merupakan tumbuhan laut jenis

alga atau ganggang. Rumput laut tersusun atas satu atau beberapa sel yang berbentuk koloni.

Rumput laut memiliki klorofil seperti halnya tumbuhan di darat, sehingga dalam

pertumbuhannya rumput laut juga memerlukan sinar matahari untuk berfotosintesis (Afrianto

& Liviawaty, 1993). Rumput laut memiliki kandungan gizi yang tinggi. Oleh sebab itu

rumput laut memiliki kemampuan untuk meningkatkan dan sekaligus memperbaiki beberapa

sistem di dalam tubuhnya. Rumput laut kaya akan sumber serat, mineral, dan protein

sehingga dapat dijadikan sebagai makanan. Dengan kandungannya yang kaya serat, fraksi

rumput laut dapat larut dalam air. Secara karakteristik, dinding sel dari rumput laut

mengandung sulfat polisakarida yang secara khas hanya dapat ditemukan pada rumput laut,

dan beberapa mempunyai fungsi spesifik dalam regulasi ionik. Serat larut dalam alga merah

sebagian besar terdiri dari sulfat galaktan seperti agar dan karagenan. Sementara serat larut

dalam alga coklat adalah alginat, fucans, dan laminarans. Beberapa dari rumput laut

mempunyai potensi ekonomi. Sifat-sifat biokimia rumput laut seperti sodium alginat,

karbohidrat, protein, lipid, dan abu dipengaruhi oleh parameter lingkungan sekitarnya.

Karakteristik fisiokimia dan biokimia yang dimiliki menjadikan rumput laut sebagai sumber

makanan yang baik bagi manusia. Rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber

komponen biokimia alami seperti sodium alginat (Viswanathan & Thangaraju, 2014).

Salah satu spesies rumput laut yang digunakan sebagai bahan utama dalam praktikum ini

adalah Eucheuma cotonii. Eucheuma cotonii merupakan rumput laut yang termasuk ke dalam

kelompok Rhodophyceae atau rumput laut merah (Doty, 1985). Klasifikasi Eucheuma cotonii

adalah sebagai berikut:

Kingdom: Plantae

Divisi: Rhodophyta

Kelas: Rhodophyceae

Ordo: Gigartinales

Family: Solieracea

Genus: Eucheuma

Spesies: Eucheuma alvarezii atau Kappaphycus alvarezii

(Doty, 1985)

Page 6: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Menurut Distantina et al. (2011) secara komersial terdapat tiga jenis karagenan berdasarkan

unit penyusunnya, yaitu karagenan jenis kappa, lambda, dan iota yang dapat ditemukan pada

spesies rhodophyta yang berbeda. Chapman & Chapman (1980) menambahkan teori di mana

ketiga jenis karagenan tersebut dapat dibedakan berdasarkan sifat gel, ikatan sel, dan protein

reactivity nya. Kappa karagenan dapat menghasilkan sifat gel paling kuat. Lambda karagenan

tidak dapat membentuk gel di dalam air, namun lambda karagenan dapat berinteraksi dengan

protein sehingga cocok untuk produk makanan. Teori lain dari Araujo et al. (2012), secara

alami, karagenan terbagi menjadi enam bentuk, yaitu karagenan Iota (ΞΉ)-, Kappa (ΞΊ)-, Lambda

(Ξ»)-, Mu (ΞΌ)-, Nu (v)- and Theta (Σ©)-.

Kappa karagenan tersusun atas Ξ±(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan Ξ²(1,4)-3,6-anhidro-D-

galaktosa. Kappa karagenan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-

galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugus 6-sulfat, daya gelasi dapat diturunkan, namun dengan

pemberian larutan basa mampu menyebabkan terjadinya proses transeliminasi gugusan 6-

sulfat, dan menghasilkan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian dapat meningkatkan

derajat keseragaman molekul dan daya gelasi. Kappa karagenan dapat dihasilkan dari rumput

laut berjenis Eucheuma cotonii (Winarno 1996). Euchema cottonii dalam praktikum ini

termasuk ke dalam jenis kappa karagenan yang dapat larut dalam air panas dan dapat

membentuk gel dalam air dingin. Eucheuma cotonii dapat disebut juga dengan Kappaphycus

alvarezii, karena memiliki kandungan karagenan yang termasuk jenis kappa-karagenan

(Doty, 1985).

Struktur kimia kappa karagenan

(Pereira & Fred, 2011)

Iota karagenan memiliki kandungan gugus 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa, dan

kandungan gugus 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Gugus 2-sulfat

ester tidak dapat dihilangkan dengan pemberian larutan basa seperti pada kappa karagenan.

Iota karagenan mengandung beberapa gugus 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya

Page 7: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

keseragaman molekul(Winarno 1996). Iota karagenan dapat ditemukan pada spesies

Eucheuma spinosum (Van de Velde et al., 2002).

Struktur kimia iota karagenan

(Pereira & Fred, 2011)

Lambda karagenan merupakan karagenan yang memiliki gugus berbeda dengan kappa dan

iota karagenan. Lambda karagenan memiliki residu disulfat Ξ±(1-4) D-galaktosa, di mana

kappa dan iota karagenan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester (Winarno 1996). Lambda

karagenan dapat ditemukan pada spesies seperti Gigartina dan Condrus (Van de Velde et al.,

2002).

Struktur kimia lambda karagenan

(Pereira & Fred, 2011)

Dalam praktikum ini, dipakai rumput laut berjenis Eucheuma cotonii untuk menghasilkan

kappa karagenan. Spesies Eucheuma merupakan salah satu kelompok rumput laut yang dapat

dikonsumsi. Eucheuma cotonii memiliki thalus silindris, memiliki warna yang tidak selalu

tetap, serta ciri permukaannya yang licin dan cartilogeneus (Aslan, 1998). Cara pertumbuhan

Eucheuma cottonii adalah dengan menempel pada substrat yang direkatkan dengan cakram

(Atmadja, 1996). Pengolahan rumput laut sangat besar potensinya untuk meningkatkan nilai

ekonomi. Peran dari Eucheuma cottonii adalah sebagai penghasil karagenan, di mana

kandungan karagenan dalam Eucheuma cottonii tergantung dari jenis dan habitatnya. Seperti

kandungan asam aminonya tergantung dari nutrisi, cahaya, iklim, dan umurnya. Karagenan

dapat dimanfaatkan sebagai agen pembentuk gel (gelling agent) (Anggadireja et al., 2010)

Page 8: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Menurut Van de Velde et al. (2002), karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang

tersusun atas beberapa komponen seperti ester kalium, natrium, magnesium, dan kalsium

sulfat dengan kopolimer 3,6 anhidro galaktosa. Teori lain menurut Campo et al. (2009),

karagenan termasuk dalam kelompok polisakarida linear yang berupa galaktan tersulfatasi.

Galaktan tersulfatasi ini menurut Distantina et al. (2011) dapat diklasifikasikan karena

adanya posisi gugus fosfat dan unit 3,6 – anhydro galactose serta polimer yang terkandung di

dalam karagenan merupakan pengulangan unit disakarida. Menurut Webber et al. (2012)

karagenan memiliki kemampuan untuk membentuk gel. Kekuatan gel dan ukuran viskositas

yang terbentuk dapat menentukan kualitas karagenan. Kemampuan pembentukan gel pada

karagenan bersifat thermoreversible dan viskositasnya tinggi sehingga karagenan dapat

dimanfaatkan oleh industri pangan, industri kosmetik, dan industri farmasi sebagai agen

penstabil, emulsifier, pengental, dan pengikat air pada suatu produk.

Aplikasi karagenan di dalam industri pangan adalah sebagai agen untuk memperbaiki tekstur

dari produk pangan. Beberapa macam kegunaan karagenan dalam industri pangan antara lain

adalah sebagai agen pembentuk gel, bahan pengental, pengemulsi, dan penstabil makanan.

Selain industri pangan, karagenan juga banyak digunakan dalam industri farmasi atau obat-

obatan, kapsul, media kultur bakteri, kosmetik, sabun, pasta gigi, tekstil, cat, dan lain

sebagainya (Webber et al., 2012). Karagenan yang termasuk dalam polisakarida dapat juga

dimanfaatkan di industri makanan sebagai lapisan antibiotik untuk mencegah kerusakan

makanan kemasan dari mikroorganisme patogen. Salah satu contohnya adalah karagenan dari

endophytic fungal seperti Sweda monica dan S. maritima (Muthezhilan et al., 2014).

Untuk mendapatkan karagenan dapat dilakukan melalui beberapa tahap seperti perendaman,

perebusan, ekstraksi, pengendapan, pemisahan dengan pelarut, dan pengeringan. Prinsip

untuk mengekstrak suatu karagenan diawali dengan ekstraksi menggunakan larutan basa.

Dalam tahapan ekstraksi karagenan, terdapat metode pemisahan campuran dan komponen

cair dengan menggunakan pelarut sebagai tenaga pemisah (Winarno, 1990). Glicksman

(1983) menambahkan bahwa dalam ekstraksi karagenan bisa didapatkan dari rumput laut

merah dengan menggunakan air atau larutan basa yang bersuhu tinggi. Kemampuan

pembentukan gel pada karagenan bersifat reversible, dengan artian karagenan dapat

membentuk gel saat didinginkan dan akan mencair saat dipanaskan (Suryaningrum, 1988).

Untuk karagenan berjenis kappa memiliki sifat kepekaan terhadap kalium. Selain itu dengan

adanya garam kalium, karagenan kappa dapat membentuk gel yang lebih kuat. Menurut

Page 9: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

pernyataan dari Pereira & Fred (2011), prekursor biologis (mu dan nu) dari gelling karagenan

(kappa dan iota) mengandung gugus sulfat ester pada posisi 6-Ξ±-d-galactose 4-connected.

Struktur jenis ini dapat mengurangi kemampuan karagenan untuk membentuk gel. Hal ini

dikarenakan adanya gangguan pada urutan unit yang berulang yang bertanggung jawab untuk

pembentukan struktur khas double helix dari fase gel.

Pada praktikum mengenai topik karagenan ini dilakukan pengekstraksian karagenan dari

rumput laut jenis Eucheuma cotonii. Pertama-tama rumput laut yang masih basah ditimbang

masing-masing kelompok mendapatkan sebanyak 40 gram. Rumput laut tersebut kemudian

dipotong-potong kecil-kecil dan diblender dengan campuran sedikit air. Pemotongan

sekaligus pemblenderan rumput laut ini bertujuan untuk memperluas permukaan dari rumput

laut, sehingga mudah untuk dilakukannya proses pengekstraksian dengan larutan secara

maksimal. Rumput laut yang sudah halus kemudian direbus (diekstraksi) dengan air sisa dari

proses blender selama 1 jam pada suhu 80-90oC. Dengan adanya panas dari proses perebusan

ini bertujuan untuk mempercepat proses ekstraksi karagenan (Syamsuar, 2007). Selain itu,

proses perebusan ini juga dapat membuat rumput laut menjadi lebih lunak sehingga menjadi

lebih mudah larut. Menurut Syamsuar (2007) serta Angka & Suhartono (2000) semua

karagenan dapat larut dalam air panas, sehingga dengan proses perebusan berfungsi untuk

melarutkan karagenan. Pengotor serta komponen-komponen lainnya yang tidak diperlukan

akan terpisah. Apabila semakin lama waktu pemanasan, maka akan semakin banyak

karagenan yang terlepas dari dinding sel rumput laut sehingga dapat diperoleh nilai rendemen

yang tinggi. Karagenan kappa dalam kandungan rumput laut jenis Eucheuma cotonii

memiliki kemampuan kelarutan yang paling tinggi dibanding karagenan dari rumput laut

yang lainnya. Lalu, larutan rumput laut hasil pemanasan didinginkan untuk selanjutnya

dikondisikan pada pH 8 dengan menambahkan larutan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Menurut

Afrianto & Liviawaty (1993), tujuan pengaturan pH 8 adalah untuk mengondisikan larutan

pada suasana basa, sehingga hal ini akan membantu proses ekstraksi karagenan yang berupa

polisakarida menjadi sempurna. Ekstraksi karagenan dalam kondisi basa akan meningkatkan

daya larut karagenan dalam air dan sekaligus dapat mencegah terjadinya proses hidrolisis

pada ikatan glikosidik karagenan. Dengan begitu maka sifat-sifat fisik karagenan tidak

hilang. Sementara jika ekstraksi karagenan dilakukan dalam kondisi asam, maka akan dapat

mengakibatkan kandungan karagenan terhidrolisis sehingga tidak dapat diekstraksi. Angka &

Suhartono (2000) menambahkan bahwa stabilitas minumun karagenan adalah pada pH 7 dan

stabilitas maksimumnya adalah pada pH 9. Kandungan karagenan pada rumput laut akan

Page 10: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

terhidrolisis dalam kondisi pH asam yaitu di bawah pH 3,5. Hal ini disebabkan karena

viskositas dan pembentukan gel karagenan akan menurun pada kondisi asam.

Hasil ekstraksi selanjutnya disaring dengan menggunakan kain saring yang bersih dan cairan

filtratnya ditampung dalam wadah. Tujuan dari penggunaan kain saring yang bersih dari

penyaringan ini adalah untuk mencegah cairan karagenan terkontaminasi oleh pengotor yang

ada pada kain saring, sehingga tidak didapatkan produk hasil yang berwarna kehitaman.

Proses penyaringan ini sendiri bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen yang tidak

diinginkan dari filtrat. Kemudian cairan filtrat ditambahkan dengan larutan NaCl 10%

sebanyak 5% dari volume filtrat yang diperoleh, lalu dipanaskan sampai suhu mencapai 60oC.

Beberapa tujuan dari penambahan larutan NaCl 10%, yaitu untuk mempermudah

pengendapan dari karagenan, mempertahankan suasana basa dalam proses ekstraksi,

meningkatkan kekuatan gel yang terbentuk, dan merendahkan konsentrasi sulfat karagenan

(Chapman & Chapman, 1980). Webber et al. (2012) menambahkan bila dalam proses

ekstraksi karagenan tidak ditambahkan larutan NaCl, maka dapat mengakibatkan hasil gel

yang diperoleh memiliki kekuatan yang rendah. Konsentrasi sulfat karagenan dapat

dipengaruhi oleh konsentrasi larutan basa, sehingga bila penambahan larutan basa dengan

konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan konsentrasi sulfat karagenan semakin berkurang.

Sementara itu, proses pemanasan ulang yang dilakukan hingga mencapai suhu 60oC bertujuan

untuk mengentalkan struktur gel dari karagenan. Namun, suhu yang digunakan dalam proses

ekstraksi karagenan tidak boleh terlalu tinggi, karena bila suhu terlalu tinggi akan dihasilkan

nilai rendemen yang kecil.

Setelah itu, cairan filtrat yang sudah dipanaskan dituang ke dalam wadah yang berisi cairan

IPA sebanyak 2 kali volume filtrat untuk diendapkan dengan cara diaduk sekitar 10-15 menit

hingga terbentuk endapan karagenan yang menggumpal. Isopropil alkohol (IPA) merupakan

senyawa alkohol sekunder, di mana atom C-nya mengikat gugus alkohol sekaligus juga

mengikat 2 atom C yang lain. Isopropil alkohol mempunyai ciri berbentuk cair, berbau

menyengat, tidak berwarna, dan mudah terbakar. Adapun tujuan dari penggunaan cairan IPA

(isopropil alkohol) menurut Anggadireja et al. (2010) adalah untuk memisahkan karagenan

dari pelarutnya. Dengan penggunaan cairan IPA tersebut akan terjadi proses presipitasi

karagenan, di mana kandungan air dari filtrat karagenan akan tertarik keluar. Proses

presipitasi ini terjadi karena besarnya berat molekul karagenan dan terlarutnya cairan filtrat

dalam cairan IPA. Endapan karagenan yang diperoleh kemudian ditiriskan dan direndam

Page 11: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

dalam cairan IPA kembali untuk mendapatkan serat karagenan yang lebih kaku. Hal ini

dikarenakan serat-serat karagenan lebih banyak terbentuk dan kadar air yang berkurang

dalam karagenan dengan perendaman menggunakan cairan IPA ini. Setelah itu, serat

karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakkan dalam wadah yang tahan panas. Lalu

dikeringkan dalam oven pada suhu 50-60oC selama 12 jam. Proses pengeringan dalam oven

ini bertujuan untuk menghilangkan sebagian kadar air yang terdapat dalam serat karagenan.

Setelah dioven, serat karagenan yang telah kering ditimbang kemudian diblender menjadi

tepung karagenan yang lebih halus.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa berat awal rumput laut basah yang digunakan untuk

masing-masing kelompok adalah sama yaitu sebanyak 40 gram. Namun setelah dilakukan

proses pengolahan, ternyata menghasilkan berat kering yang berbeda-beda untuk masing-

masing kelompok dari berat awal yang semula adalah sama yaitu 40 gram. Berat kering

tepung karagenan yang dihasilkan rata-rata mencapai 3 gram, dengan berat kering paling

besar adalah pada kelompok E4 yaitu 3,84 gram, dan yang paling kecil adalah pada kelompok

E2 yaitu 3,36 gram. Berat kering yang dihasilkan akan berbanding lurus terhadap persentase

nilai rendemen. Persentase nilai rendemen yang dihasilkan rata-rata sekitar 8% - 9%, dengan

nilai rendemen yang paling besar adalah pada kelompok E2 yaitu sebesar 9,600% dan yang

paling kecil adalah pada kelompok E2 yaitu sebesar 8,400%. Hasil-hasil dari berat kering

yang berbeda untuk setiap kelompok tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti

perbedaan ion sulfat dan jumlah galaktan yang diperoleh. Rumput laut yang dikeringkan

sampai mencapai berat konstan biasanya kehilangan sebagian airnya sekitar 40% dari berat

basah (Mustapha et al., 2011).

Hasil pengamatan terlihat bahwa berat kering yang dihasilkan dari tepung karagenan akan

berbanding lurus terhadap persentase nilai rendemennya. Hal ini sudah sesuai dengan teori

dari Anggadireja et al. (2010), bahwa berat kering yang dihasilkan dari tepung karagenan

akan mempengaruhi nilai rendemen, di mana bila semakin tinggi berat kering yang diperoleh

maka akan didapatkan juga nilai rendemen yang semakin tinggi, dan sebaliknya bila semakin

rendah berat kering yang diperoleh maka akan didapatkan juga nilai rendemen yang semakin

rendah. Selain itu, perbedaan hasil dari nilai rendemen juga dapat dipengaruhi oleh adanya

proses pengeringan terkait dengan jumlah air yang hilang dan sifat dari karagenan yang

mudah larut dalam air panas. Menurut Syamsuar (2007) dan Angka (2000), semua karagenan

dapat larut dalam air panas. Apabila semakin lama waktu pemanasan, maka akan semakin

Page 12: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

banyak karagenan yang terlepas dari dinding sel rumput laut sehingga dapat diperoleh nilai

rendemen tepung karagenan yang tinggi. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai

rendemen dari tepung karagenan, yaitu jenis spesies rumput laut yang digunakan, metode

ekstraksi, nutrisi, lokasi budidaya dan pemanenan, iklim, dan salinitas (Chapman &

Chapman, 1980). Metode ekstraksi karagenan yang baik dan benar dapat mencegah

hilangnya komponen-komponen dalam karagenan, sehingga bisa didapatkan berat kering atau

nilai rendemen tepung karagenan yang maksimal (Webber et al., 2012). Dalam proses

ekstraksi karagenan dari rumput laut, pasti kita menghendaki jumlah rendemen yang

didapatkan besar. Namun, pada hasil praktikum ini dengan penggunaan berat basah yang

sama dihasilkan berat kering yang berbeda. Nilai rendemen yang diperoleh juga berbeda,

seperti ada yang paling tinggi dan paling kecil. Menurut Angka (2000), hasil nilai rendemen

yang kecil kemungkinan disebabkan pada akhir metode yang dilakukan penghalusan

karagenan kering menjadi tepung karagenan terdapat sisa-sisa tepung yang masih menempel

pada alat, lalu kemudian ikut terbuang.

Page 13: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Eucheuma cotonii merupakan rumput laut yang termasuk ke dalam kelompok

Rhodophyceae atau rumput laut merah.

Jenis karagenan berdasarkan unit penyusunnya, yaitu karagenan kappa, lambda, dan iota.

Dalam praktikum ini, dipakai rumput laut berjenis Eucheuma cotonii untuk menghasilkan

kappa karagenan.

Untuk mendapatkan karagenan dapat dilakukan melalui tahap perendaman, perebusan,

ekstraksi, pengendapan, pemisahan dengan pelarut, dan pengeringan.

Pemotongan dan pemblenderan rumput laut ini bertujuan untuk memperluas permukaan

sehingga mudah untuk diekstraksi.

Pemanasan bertujuan untuk mempercepat proses ekstraksi karagenan.

Tujuan pengaturan pH 8 untuk mengondisikan pada suasana basa, sehingga akan

membantu proses ekstraksi karagenan.

Penyaringan untuk memisahkan komponen-komponen yang tidak diinginkan dari filtrat.

Penambahan NaCl 10% untuk mempermudah pengendapan dari karagenan,

mempertahankan suasana basa dalam proses ekstraksi, meningkatkan kekuatan gel yang

terbentuk, dan merendahkan konsentrasi sulfat karagenan.

IPA (isopropil alkohol) untuk memisahkan karagenan dari pelarutnya, mengeluarkan

kandungan air dari filtrat karagenan.

Pengeringan untuk menghilangkan sebagian kadar air yang terdapat dalam serat

karagenan.

Berat kering akan berbanding lurus terhadap persentase nilai rendemen.

Hasil dari nilai rendemen yang berbeda dapat dipengaruhi oleh pengeringan, sifat

karagenan yang mudah larut dalam air panas, jenis spesies metode ekstraksi, nutrisi,

lokasi budidaya dan pemanenan, iklim, dan salinitas.

Semakin lama waktu pemanasan, maka akan semakin banyak karagenan yang terlepas

dari dinding sel rumput laut sehingga dapat diperoleh nilai rendemen tepung karagenan

yang tinggi.

Metode ekstraksi karagenan yang baik dan benar dapat mencegah hilangnya komponen-

komponen dalam karagenan, sehingga bisa didapatkan berat kering atau nilai rendemen

tepung karagenan yang maksimal.

Page 14: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Hasil nilai rendemen yang kecil kemungkinan disebabkan pada akhir metode yang

dilakukan penghalusan karagenan kering menjadi tepung karagenan terdapat sisa-sisa

tepung yang masih menempel pada alat, lalu kemudian ikut terbuang.

Aplikasi karagenan dalam industri pangan antara lain sebagai agen pembentuk gel, bahan

pengental, pengemulsi, dan penstabil makanan, bahkan sebagai lapisan antibiotik untuk

mencegah kerusakan makanan kemasan dari mikroorganisme patogen.

Semarang, 6 November 2015Praktikan, NIM Asisten DosenKelompok E3 - Ignatius Dicky A. W.

Agata Meiliawati13.70.0039

Page 15: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan Liviawati, E., (1993). Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit Bhratara, Jakarta.

Anggadiredja, J. T; A. Zatnika; H. Purwoto; dan S. Istina. (2006). Rumput Laut, Pembudidayaan, Pengolahan & Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Angka S. L. dan Suhartono M. T. (2000). Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.

Araujo, I. W. F. de; Jose A. G. R.; Edfranck de S. O. V.; Gabriela A. de P.; Ticiana de B. L. and Norma M. B. B. (2012). Iota-Carrageenans from Solieria filiformis (Rhodhophyta) and Their Effects in The Inflammation and Coagulation. Maringa, v. 34, n. 2, p. 127-135. Universidade Federal do Ceara. Brazil.

Aslan, L. M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Jakarta.

Atmadja, W. S, Kadi A., Sulistijo, dan Rachmaniar. (1996). Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. PusLitBang Oseanologi – LIPI. Jakarta.

Campo, V. L., Kawano, D. F., Silva Junior, D. B., dan Carvalho, I. (2009). Carrageenanas Biological Properties, Chemical Modifications and Structural Analysis. Carbohydrate Polymers 77167-180.

Chapman, V. J. and Chapman, C. J. (1980). Seaweed and Their Uses. 3rd ed., pp. 148-193, Chapman and Hall Ltd., London.

Distantina, Sperisa; Wiratni; Moh. Fahrurrozi; Rochmadi. (2011). Carrageenan Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia. World Academy of Science, Engineering and Technology 54 2011.

Doty M. S. (1985). Eucheuma alvarezii sp.nov (Gigartinales, Rhodophyta) from Malaysia. Di dalam: Abbot IA, Norris JN (editors). Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program. p 37 – 45.

Glicksman M. (1983). Food Hydrocolloids, Volume II. New York: CRC Press. Inc.

Mustapha, S.; H. Chandar; Z. Z. Abidin; R. Saghravani; and M. Y. Harun. (2011). Production of Semi-Refined Carrageenan from Eucheuma cotonii. Journal of Scientific & Industrial Reasearch. Vol. 70, pp. 865-870. Universty Putra Malaysia, Serdang, Selangor. Malaysia.

Page 16: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Muthezhilan, R.; Kuzhandaivel J.; Ramachandran K.; and Ajmath J. H. (2014). Endophytic Fungal Cellulase for Extraction of Carrageenan and its Use in Antibiotics Amended Film Preparation. Biosciences Biotechnology Research Asia. Vol. 11(Spl.Edn. 1), p. 307-312. AMET University, Kanathur, Chennai. India.

Pereira, L. and Fred van de Velde. (2011). Portuguese Carrageenophytes: Carrageenan Composition and Geographic Distribution of Eight Species (Gigartinales, Rhodophyta). Journal Homepage: www.elsevier.com/locate/carbpol. Carbohydrate Polymers 84 (2011) 614-623. University of Coimbra, Apartado. Portugal.

Suryaningrum T. D. (1988). Kajian Sifat-Sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Budidaya Jenis Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Syamsuar. (2007). Karakteristik Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada Berbagai Umur Panen, Kosentrasi Koh dan Lama Ekstraksi. Laporan Penelitian. Institut Tekno-logi Bandung. Bandung.

Van de Velde, F., Knutsen, S. H., Usov, A. I., Romella, H. S., and Cerezo, A. S. (2002). 1H and 13 C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication in Research and Industry. Trend in Food Science and Technology. 13, 73-92.

Viswanathan, S. dan Thangaraju N. (2014). Extraction of Sodium Alginate from Selected Seaweeds and Their Psysiochemical and Biochemical Properties. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering, and Technology. Vol. 3, Issue 4. ISSN: 2319-8753. University of Madras, Guindy Campus, Chennai. India.

Webber, Vanessa; Sabrina Matos de Carvalho; Paulo Jose Ogliari; Leila Hayashi; Pedro Luiz Manique Barreto. (2012). Optimization of the Extraction of Carrageenan from Kappaphycus alvarezii Using Response Surace Methodology. Ciencia e Technologia de Alimantos. ISSN 0101-2061.

Winarno F. G. (1990). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Winarno F. G. (1996). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Page 17: Karagenan_Agata Meiliawati_13.70.0039_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

% rendemen=berat keringberat basah

x100 %

Kelompok E1

% rendemen=3,7040

x100 %

= 9,250%

Kelompok E2

% rendemen=3,3640

x100 %

= 8,400%

Kelompok E3

% rendemen=3,6340

x100 %

= 9,075%

Kelompok E4

% rendemen=3,8440

x100 %

= 9,600%

Kelompok E5

% rendemen=3,7640

x100 %

= 9,400%

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal