KARAGENAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh : Nama : Agata Meiliawati NIM : 13.70.0039 Kelompok : E3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
KARAGENAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun Oleh :
Nama : Agata Meiliawati
NIM : 13.70.0039
Kelompok : E3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1.Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah panci, kompor, blender, pengaduk,
gelas bekker, termometer, gelas ukur, pH meter, timbangan digital, dan kain saring.
1.1.2.Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),
isopropil alkohol (IPA), NaOH 10%, HCl 0,1 N, dan aquades.
1.2. Metode
Rumput laut ditimbang sebanyak 40 gram
disiapkan air sebanyak 1 liter
dipotong kecil-kecil dan di-blender dengan ditambahkan sedikit air
blender dibersihkan dengan menggunakan air
tepung rumput laut
tepung rumput laut direbus (diekstraksi) dalam air dan dipanaskan pada suhu 80-90oC selama 1 jam
atur pH larutan menjadi pH 8 dengan menambahkan larutan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N
hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring yang bersih dan cairan filtratnya ditampung dalam gelas ukur besar
cairan filtrat ditambah larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat
dipanaskan pada suhu 60oC
filtrat dituang ke wadah berisi cairan IPA sebanyak 2 kali volume filtrat untuk diendapkan dengan cara diaduk selama 10-15 menit sehingga
terbentuk serat karagenan
endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam IPA sampai diperoleh serat karagenan yang lebih kaku
serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakkan dalam wadah tahan panas
dikeringkan dalam oven selama 12 jam pada suhu 50-60oC
serat karagenan kering ditimbang
diblender menjadi tepung karagenan
didihitung persen rendemen dengan rumus% =( )/( ) 100%ππππππππ πππππ‘ ππππππ πππππ‘ πππ πβ π₯
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan ekstraksi karagenan dengan menggunakan Eucheuma cottonii dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Ekstraksi Karagenan dengan Eucheuma cotonii
Kelompok Berat Basah (gram) Berat Kering (gram) %rendemenE1 40 3,70 9,250E2 40 3,36 8,400E3 40 3,63 9,075E4 40 3,84 9,600E5 40 3,76 9,400
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1 di atas, dapat ditunjukkan bahwa berat awal
rumput laut basah yang digunakan untuk masing-masing kelompok adalah sama yaitu
sebanyak 40 gram. Namun setelah dilakukan proses pengolahan, ternyata menghasilkan berat
kering yang berbeda-beda untuk masing-masing kelompok dari berat awal yang semula
adalah sama yaitu 40 gram. Berat kering tepung karagenan yang dihasilkan rata-rata
mencapai 3 gram, dengan berat kering paling besar adalah pada kelompok E4 yaitu 3,84
gram, dan yang paling kecil adalah pada kelompok E2 yaitu 3,36 gram. Berat kering yang
dihasilkan akan berbanding lurus terhadap persentase nilai rendemen. Persentase nilai
rendemen yang dihasilkan rata-rata sekitar 8% - 9%, dengan nilai rendemen yang paling
besar adalah pada kelompok E2 yaitu sebesar 9,600% dan yang paling kecil adalah pada
kelompok E2 yaitu sebesar 8,400%.
3. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini yang dilakukan adalah mengekstrak karagenan dari seaweed Eucheuma
cotonii. Seaweed atau yang dapat disebut dengan rumput laut merupakan tumbuhan laut jenis
alga atau ganggang. Rumput laut tersusun atas satu atau beberapa sel yang berbentuk koloni.
Rumput laut memiliki klorofil seperti halnya tumbuhan di darat, sehingga dalam
pertumbuhannya rumput laut juga memerlukan sinar matahari untuk berfotosintesis (Afrianto
& Liviawaty, 1993). Rumput laut memiliki kandungan gizi yang tinggi. Oleh sebab itu
rumput laut memiliki kemampuan untuk meningkatkan dan sekaligus memperbaiki beberapa
sistem di dalam tubuhnya. Rumput laut kaya akan sumber serat, mineral, dan protein
sehingga dapat dijadikan sebagai makanan. Dengan kandungannya yang kaya serat, fraksi
rumput laut dapat larut dalam air. Secara karakteristik, dinding sel dari rumput laut
mengandung sulfat polisakarida yang secara khas hanya dapat ditemukan pada rumput laut,
dan beberapa mempunyai fungsi spesifik dalam regulasi ionik. Serat larut dalam alga merah
sebagian besar terdiri dari sulfat galaktan seperti agar dan karagenan. Sementara serat larut
dalam alga coklat adalah alginat, fucans, dan laminarans. Beberapa dari rumput laut
mempunyai potensi ekonomi. Sifat-sifat biokimia rumput laut seperti sodium alginat,
karbohidrat, protein, lipid, dan abu dipengaruhi oleh parameter lingkungan sekitarnya.
Karakteristik fisiokimia dan biokimia yang dimiliki menjadikan rumput laut sebagai sumber
makanan yang baik bagi manusia. Rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber
komponen biokimia alami seperti sodium alginat (Viswanathan & Thangaraju, 2014).
Salah satu spesies rumput laut yang digunakan sebagai bahan utama dalam praktikum ini
adalah Eucheuma cotonii. Eucheuma cotonii merupakan rumput laut yang termasuk ke dalam
kelompok Rhodophyceae atau rumput laut merah (Doty, 1985). Klasifikasi Eucheuma cotonii
adalah sebagai berikut:
Kingdom: Plantae
Divisi: Rhodophyta
Kelas: Rhodophyceae
Ordo: Gigartinales
Family: Solieracea
Genus: Eucheuma
Spesies: Eucheuma alvarezii atau Kappaphycus alvarezii
(Doty, 1985)
Menurut Distantina et al. (2011) secara komersial terdapat tiga jenis karagenan berdasarkan
unit penyusunnya, yaitu karagenan jenis kappa, lambda, dan iota yang dapat ditemukan pada
spesies rhodophyta yang berbeda. Chapman & Chapman (1980) menambahkan teori di mana
ketiga jenis karagenan tersebut dapat dibedakan berdasarkan sifat gel, ikatan sel, dan protein
reactivity nya. Kappa karagenan dapat menghasilkan sifat gel paling kuat. Lambda karagenan
tidak dapat membentuk gel di dalam air, namun lambda karagenan dapat berinteraksi dengan
protein sehingga cocok untuk produk makanan. Teori lain dari Araujo et al. (2012), secara
alami, karagenan terbagi menjadi enam bentuk, yaitu karagenan Iota (ΞΉ)-, Kappa (ΞΊ)-, Lambda
(Ξ»)-, Mu (ΞΌ)-, Nu (v)- and Theta (Σ©)-.
Kappa karagenan tersusun atas Ξ±(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan Ξ²(1,4)-3,6-anhidro-D-
galaktosa. Kappa karagenan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-
galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugus 6-sulfat, daya gelasi dapat diturunkan, namun dengan
pemberian larutan basa mampu menyebabkan terjadinya proses transeliminasi gugusan 6-
sulfat, dan menghasilkan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian dapat meningkatkan
derajat keseragaman molekul dan daya gelasi. Kappa karagenan dapat dihasilkan dari rumput
laut berjenis Eucheuma cotonii (Winarno 1996). Euchema cottonii dalam praktikum ini
termasuk ke dalam jenis kappa karagenan yang dapat larut dalam air panas dan dapat
membentuk gel dalam air dingin. Eucheuma cotonii dapat disebut juga dengan Kappaphycus
alvarezii, karena memiliki kandungan karagenan yang termasuk jenis kappa-karagenan
(Doty, 1985).
Struktur kimia kappa karagenan
(Pereira & Fred, 2011)
Iota karagenan memiliki kandungan gugus 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa, dan
kandungan gugus 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Gugus 2-sulfat
ester tidak dapat dihilangkan dengan pemberian larutan basa seperti pada kappa karagenan.
Iota karagenan mengandung beberapa gugus 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya
keseragaman molekul(Winarno 1996). Iota karagenan dapat ditemukan pada spesies
Eucheuma spinosum (Van de Velde et al., 2002).
Struktur kimia iota karagenan
(Pereira & Fred, 2011)
Lambda karagenan merupakan karagenan yang memiliki gugus berbeda dengan kappa dan
iota karagenan. Lambda karagenan memiliki residu disulfat Ξ±(1-4) D-galaktosa, di mana
kappa dan iota karagenan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester (Winarno 1996). Lambda
karagenan dapat ditemukan pada spesies seperti Gigartina dan Condrus (Van de Velde et al.,
2002).
Struktur kimia lambda karagenan
(Pereira & Fred, 2011)
Dalam praktikum ini, dipakai rumput laut berjenis Eucheuma cotonii untuk menghasilkan
kappa karagenan. Spesies Eucheuma merupakan salah satu kelompok rumput laut yang dapat
dikonsumsi. Eucheuma cotonii memiliki thalus silindris, memiliki warna yang tidak selalu
tetap, serta ciri permukaannya yang licin dan cartilogeneus (Aslan, 1998). Cara pertumbuhan
Eucheuma cottonii adalah dengan menempel pada substrat yang direkatkan dengan cakram
(Atmadja, 1996). Pengolahan rumput laut sangat besar potensinya untuk meningkatkan nilai
ekonomi. Peran dari Eucheuma cottonii adalah sebagai penghasil karagenan, di mana
kandungan karagenan dalam Eucheuma cottonii tergantung dari jenis dan habitatnya. Seperti
kandungan asam aminonya tergantung dari nutrisi, cahaya, iklim, dan umurnya. Karagenan
dapat dimanfaatkan sebagai agen pembentuk gel (gelling agent) (Anggadireja et al., 2010)
Menurut Van de Velde et al. (2002), karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang
tersusun atas beberapa komponen seperti ester kalium, natrium, magnesium, dan kalsium
sulfat dengan kopolimer 3,6 anhidro galaktosa. Teori lain menurut Campo et al. (2009),
karagenan termasuk dalam kelompok polisakarida linear yang berupa galaktan tersulfatasi.
Galaktan tersulfatasi ini menurut Distantina et al. (2011) dapat diklasifikasikan karena
adanya posisi gugus fosfat dan unit 3,6 β anhydro galactose serta polimer yang terkandung di
dalam karagenan merupakan pengulangan unit disakarida. Menurut Webber et al. (2012)
karagenan memiliki kemampuan untuk membentuk gel. Kekuatan gel dan ukuran viskositas
yang terbentuk dapat menentukan kualitas karagenan. Kemampuan pembentukan gel pada
karagenan bersifat thermoreversible dan viskositasnya tinggi sehingga karagenan dapat
dimanfaatkan oleh industri pangan, industri kosmetik, dan industri farmasi sebagai agen
penstabil, emulsifier, pengental, dan pengikat air pada suatu produk.
Aplikasi karagenan di dalam industri pangan adalah sebagai agen untuk memperbaiki tekstur
dari produk pangan. Beberapa macam kegunaan karagenan dalam industri pangan antara lain
adalah sebagai agen pembentuk gel, bahan pengental, pengemulsi, dan penstabil makanan.
Selain industri pangan, karagenan juga banyak digunakan dalam industri farmasi atau obat-
obatan, kapsul, media kultur bakteri, kosmetik, sabun, pasta gigi, tekstil, cat, dan lain
sebagainya (Webber et al., 2012). Karagenan yang termasuk dalam polisakarida dapat juga
dimanfaatkan di industri makanan sebagai lapisan antibiotik untuk mencegah kerusakan
makanan kemasan dari mikroorganisme patogen. Salah satu contohnya adalah karagenan dari
endophytic fungal seperti Sweda monica dan S. maritima (Muthezhilan et al., 2014).
Untuk mendapatkan karagenan dapat dilakukan melalui beberapa tahap seperti perendaman,
perebusan, ekstraksi, pengendapan, pemisahan dengan pelarut, dan pengeringan. Prinsip
untuk mengekstrak suatu karagenan diawali dengan ekstraksi menggunakan larutan basa.
Dalam tahapan ekstraksi karagenan, terdapat metode pemisahan campuran dan komponen
cair dengan menggunakan pelarut sebagai tenaga pemisah (Winarno, 1990). Glicksman
(1983) menambahkan bahwa dalam ekstraksi karagenan bisa didapatkan dari rumput laut
merah dengan menggunakan air atau larutan basa yang bersuhu tinggi. Kemampuan
pembentukan gel pada karagenan bersifat reversible, dengan artian karagenan dapat
membentuk gel saat didinginkan dan akan mencair saat dipanaskan (Suryaningrum, 1988).
Untuk karagenan berjenis kappa memiliki sifat kepekaan terhadap kalium. Selain itu dengan
adanya garam kalium, karagenan kappa dapat membentuk gel yang lebih kuat. Menurut
pernyataan dari Pereira & Fred (2011), prekursor biologis (mu dan nu) dari gelling karagenan
(kappa dan iota) mengandung gugus sulfat ester pada posisi 6-Ξ±-d-galactose 4-connected.
Struktur jenis ini dapat mengurangi kemampuan karagenan untuk membentuk gel. Hal ini
dikarenakan adanya gangguan pada urutan unit yang berulang yang bertanggung jawab untuk
pembentukan struktur khas double helix dari fase gel.
Pada praktikum mengenai topik karagenan ini dilakukan pengekstraksian karagenan dari
rumput laut jenis Eucheuma cotonii. Pertama-tama rumput laut yang masih basah ditimbang
masing-masing kelompok mendapatkan sebanyak 40 gram. Rumput laut tersebut kemudian
dipotong-potong kecil-kecil dan diblender dengan campuran sedikit air. Pemotongan
sekaligus pemblenderan rumput laut ini bertujuan untuk memperluas permukaan dari rumput
laut, sehingga mudah untuk dilakukannya proses pengekstraksian dengan larutan secara
maksimal. Rumput laut yang sudah halus kemudian direbus (diekstraksi) dengan air sisa dari
proses blender selama 1 jam pada suhu 80-90oC. Dengan adanya panas dari proses perebusan
ini bertujuan untuk mempercepat proses ekstraksi karagenan (Syamsuar, 2007). Selain itu,
proses perebusan ini juga dapat membuat rumput laut menjadi lebih lunak sehingga menjadi
lebih mudah larut. Menurut Syamsuar (2007) serta Angka & Suhartono (2000) semua
karagenan dapat larut dalam air panas, sehingga dengan proses perebusan berfungsi untuk
melarutkan karagenan. Pengotor serta komponen-komponen lainnya yang tidak diperlukan
akan terpisah. Apabila semakin lama waktu pemanasan, maka akan semakin banyak
karagenan yang terlepas dari dinding sel rumput laut sehingga dapat diperoleh nilai rendemen
yang tinggi. Karagenan kappa dalam kandungan rumput laut jenis Eucheuma cotonii
memiliki kemampuan kelarutan yang paling tinggi dibanding karagenan dari rumput laut
yang lainnya. Lalu, larutan rumput laut hasil pemanasan didinginkan untuk selanjutnya
dikondisikan pada pH 8 dengan menambahkan larutan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Menurut
Afrianto & Liviawaty (1993), tujuan pengaturan pH 8 adalah untuk mengondisikan larutan
pada suasana basa, sehingga hal ini akan membantu proses ekstraksi karagenan yang berupa
polisakarida menjadi sempurna. Ekstraksi karagenan dalam kondisi basa akan meningkatkan
daya larut karagenan dalam air dan sekaligus dapat mencegah terjadinya proses hidrolisis
pada ikatan glikosidik karagenan. Dengan begitu maka sifat-sifat fisik karagenan tidak
hilang. Sementara jika ekstraksi karagenan dilakukan dalam kondisi asam, maka akan dapat
mengakibatkan kandungan karagenan terhidrolisis sehingga tidak dapat diekstraksi. Angka &
Suhartono (2000) menambahkan bahwa stabilitas minumun karagenan adalah pada pH 7 dan
stabilitas maksimumnya adalah pada pH 9. Kandungan karagenan pada rumput laut akan
terhidrolisis dalam kondisi pH asam yaitu di bawah pH 3,5. Hal ini disebabkan karena
viskositas dan pembentukan gel karagenan akan menurun pada kondisi asam.
Hasil ekstraksi selanjutnya disaring dengan menggunakan kain saring yang bersih dan cairan
filtratnya ditampung dalam wadah. Tujuan dari penggunaan kain saring yang bersih dari
penyaringan ini adalah untuk mencegah cairan karagenan terkontaminasi oleh pengotor yang
ada pada kain saring, sehingga tidak didapatkan produk hasil yang berwarna kehitaman.
Proses penyaringan ini sendiri bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen yang tidak
diinginkan dari filtrat. Kemudian cairan filtrat ditambahkan dengan larutan NaCl 10%
sebanyak 5% dari volume filtrat yang diperoleh, lalu dipanaskan sampai suhu mencapai 60oC.
Beberapa tujuan dari penambahan larutan NaCl 10%, yaitu untuk mempermudah
pengendapan dari karagenan, mempertahankan suasana basa dalam proses ekstraksi,
meningkatkan kekuatan gel yang terbentuk, dan merendahkan konsentrasi sulfat karagenan
(Chapman & Chapman, 1980). Webber et al. (2012) menambahkan bila dalam proses
ekstraksi karagenan tidak ditambahkan larutan NaCl, maka dapat mengakibatkan hasil gel
yang diperoleh memiliki kekuatan yang rendah. Konsentrasi sulfat karagenan dapat
dipengaruhi oleh konsentrasi larutan basa, sehingga bila penambahan larutan basa dengan
konsentrasi yang tinggi akan menyebabkan konsentrasi sulfat karagenan semakin berkurang.
Sementara itu, proses pemanasan ulang yang dilakukan hingga mencapai suhu 60oC bertujuan
untuk mengentalkan struktur gel dari karagenan. Namun, suhu yang digunakan dalam proses
ekstraksi karagenan tidak boleh terlalu tinggi, karena bila suhu terlalu tinggi akan dihasilkan
nilai rendemen yang kecil.
Setelah itu, cairan filtrat yang sudah dipanaskan dituang ke dalam wadah yang berisi cairan
IPA sebanyak 2 kali volume filtrat untuk diendapkan dengan cara diaduk sekitar 10-15 menit
hingga terbentuk endapan karagenan yang menggumpal. Isopropil alkohol (IPA) merupakan
senyawa alkohol sekunder, di mana atom C-nya mengikat gugus alkohol sekaligus juga
mengikat 2 atom C yang lain. Isopropil alkohol mempunyai ciri berbentuk cair, berbau
menyengat, tidak berwarna, dan mudah terbakar. Adapun tujuan dari penggunaan cairan IPA
(isopropil alkohol) menurut Anggadireja et al. (2010) adalah untuk memisahkan karagenan
dari pelarutnya. Dengan penggunaan cairan IPA tersebut akan terjadi proses presipitasi
karagenan, di mana kandungan air dari filtrat karagenan akan tertarik keluar. Proses
presipitasi ini terjadi karena besarnya berat molekul karagenan dan terlarutnya cairan filtrat
dalam cairan IPA. Endapan karagenan yang diperoleh kemudian ditiriskan dan direndam
dalam cairan IPA kembali untuk mendapatkan serat karagenan yang lebih kaku. Hal ini
dikarenakan serat-serat karagenan lebih banyak terbentuk dan kadar air yang berkurang
dalam karagenan dengan perendaman menggunakan cairan IPA ini. Setelah itu, serat
karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakkan dalam wadah yang tahan panas. Lalu
dikeringkan dalam oven pada suhu 50-60oC selama 12 jam. Proses pengeringan dalam oven
ini bertujuan untuk menghilangkan sebagian kadar air yang terdapat dalam serat karagenan.
Setelah dioven, serat karagenan yang telah kering ditimbang kemudian diblender menjadi
tepung karagenan yang lebih halus.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa berat awal rumput laut basah yang digunakan untuk
masing-masing kelompok adalah sama yaitu sebanyak 40 gram. Namun setelah dilakukan
proses pengolahan, ternyata menghasilkan berat kering yang berbeda-beda untuk masing-
masing kelompok dari berat awal yang semula adalah sama yaitu 40 gram. Berat kering
tepung karagenan yang dihasilkan rata-rata mencapai 3 gram, dengan berat kering paling
besar adalah pada kelompok E4 yaitu 3,84 gram, dan yang paling kecil adalah pada kelompok
E2 yaitu 3,36 gram. Berat kering yang dihasilkan akan berbanding lurus terhadap persentase
nilai rendemen. Persentase nilai rendemen yang dihasilkan rata-rata sekitar 8% - 9%, dengan
nilai rendemen yang paling besar adalah pada kelompok E2 yaitu sebesar 9,600% dan yang
paling kecil adalah pada kelompok E2 yaitu sebesar 8,400%. Hasil-hasil dari berat kering
yang berbeda untuk setiap kelompok tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
perbedaan ion sulfat dan jumlah galaktan yang diperoleh. Rumput laut yang dikeringkan
sampai mencapai berat konstan biasanya kehilangan sebagian airnya sekitar 40% dari berat
basah (Mustapha et al., 2011).
Hasil pengamatan terlihat bahwa berat kering yang dihasilkan dari tepung karagenan akan
berbanding lurus terhadap persentase nilai rendemennya. Hal ini sudah sesuai dengan teori
dari Anggadireja et al. (2010), bahwa berat kering yang dihasilkan dari tepung karagenan
akan mempengaruhi nilai rendemen, di mana bila semakin tinggi berat kering yang diperoleh
maka akan didapatkan juga nilai rendemen yang semakin tinggi, dan sebaliknya bila semakin
rendah berat kering yang diperoleh maka akan didapatkan juga nilai rendemen yang semakin
rendah. Selain itu, perbedaan hasil dari nilai rendemen juga dapat dipengaruhi oleh adanya
proses pengeringan terkait dengan jumlah air yang hilang dan sifat dari karagenan yang
mudah larut dalam air panas. Menurut Syamsuar (2007) dan Angka (2000), semua karagenan
dapat larut dalam air panas. Apabila semakin lama waktu pemanasan, maka akan semakin
banyak karagenan yang terlepas dari dinding sel rumput laut sehingga dapat diperoleh nilai
rendemen tepung karagenan yang tinggi. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai
rendemen dari tepung karagenan, yaitu jenis spesies rumput laut yang digunakan, metode
ekstraksi, nutrisi, lokasi budidaya dan pemanenan, iklim, dan salinitas (Chapman &
Chapman, 1980). Metode ekstraksi karagenan yang baik dan benar dapat mencegah
hilangnya komponen-komponen dalam karagenan, sehingga bisa didapatkan berat kering atau
nilai rendemen tepung karagenan yang maksimal (Webber et al., 2012). Dalam proses
ekstraksi karagenan dari rumput laut, pasti kita menghendaki jumlah rendemen yang
didapatkan besar. Namun, pada hasil praktikum ini dengan penggunaan berat basah yang
sama dihasilkan berat kering yang berbeda. Nilai rendemen yang diperoleh juga berbeda,
seperti ada yang paling tinggi dan paling kecil. Menurut Angka (2000), hasil nilai rendemen
yang kecil kemungkinan disebabkan pada akhir metode yang dilakukan penghalusan
karagenan kering menjadi tepung karagenan terdapat sisa-sisa tepung yang masih menempel
pada alat, lalu kemudian ikut terbuang.
4. KESIMPULAN
Eucheuma cotonii merupakan rumput laut yang termasuk ke dalam kelompok
Rhodophyceae atau rumput laut merah.
Jenis karagenan berdasarkan unit penyusunnya, yaitu karagenan kappa, lambda, dan iota.
Dalam praktikum ini, dipakai rumput laut berjenis Eucheuma cotonii untuk menghasilkan
kappa karagenan.
Untuk mendapatkan karagenan dapat dilakukan melalui tahap perendaman, perebusan,
ekstraksi, pengendapan, pemisahan dengan pelarut, dan pengeringan.
Pemotongan dan pemblenderan rumput laut ini bertujuan untuk memperluas permukaan
sehingga mudah untuk diekstraksi.
Pemanasan bertujuan untuk mempercepat proses ekstraksi karagenan.
Tujuan pengaturan pH 8 untuk mengondisikan pada suasana basa, sehingga akan
membantu proses ekstraksi karagenan.
Penyaringan untuk memisahkan komponen-komponen yang tidak diinginkan dari filtrat.
Penambahan NaCl 10% untuk mempermudah pengendapan dari karagenan,
mempertahankan suasana basa dalam proses ekstraksi, meningkatkan kekuatan gel yang
terbentuk, dan merendahkan konsentrasi sulfat karagenan.
IPA (isopropil alkohol) untuk memisahkan karagenan dari pelarutnya, mengeluarkan
kandungan air dari filtrat karagenan.
Pengeringan untuk menghilangkan sebagian kadar air yang terdapat dalam serat
karagenan.
Berat kering akan berbanding lurus terhadap persentase nilai rendemen.
Hasil dari nilai rendemen yang berbeda dapat dipengaruhi oleh pengeringan, sifat
karagenan yang mudah larut dalam air panas, jenis spesies metode ekstraksi, nutrisi,
lokasi budidaya dan pemanenan, iklim, dan salinitas.
Semakin lama waktu pemanasan, maka akan semakin banyak karagenan yang terlepas
dari dinding sel rumput laut sehingga dapat diperoleh nilai rendemen tepung karagenan
yang tinggi.
Metode ekstraksi karagenan yang baik dan benar dapat mencegah hilangnya komponen-
komponen dalam karagenan, sehingga bisa didapatkan berat kering atau nilai rendemen
tepung karagenan yang maksimal.
Hasil nilai rendemen yang kecil kemungkinan disebabkan pada akhir metode yang
dilakukan penghalusan karagenan kering menjadi tepung karagenan terdapat sisa-sisa
tepung yang masih menempel pada alat, lalu kemudian ikut terbuang.
Aplikasi karagenan dalam industri pangan antara lain sebagai agen pembentuk gel, bahan
pengental, pengemulsi, dan penstabil makanan, bahkan sebagai lapisan antibiotik untuk
mencegah kerusakan makanan kemasan dari mikroorganisme patogen.
Semarang, 6 November 2015Praktikan, NIM Asisten DosenKelompok E3 - Ignatius Dicky A. W.
Agata Meiliawati13.70.0039
5. DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E dan Liviawati, E., (1993). Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit Bhratara, Jakarta.
Anggadiredja, J. T; A. Zatnika; H. Purwoto; dan S. Istina. (2006). Rumput Laut, Pembudidayaan, Pengolahan & Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Angka S. L. dan Suhartono M. T. (2000). Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Araujo, I. W. F. de; Jose A. G. R.; Edfranck de S. O. V.; Gabriela A. de P.; Ticiana de B. L. and Norma M. B. B. (2012). Iota-Carrageenans from Solieria filiformis (Rhodhophyta) and Their Effects in The Inflammation and Coagulation. Maringa, v. 34, n. 2, p. 127-135. Universidade Federal do Ceara. Brazil.
Aslan, L. M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Jakarta.
Atmadja, W. S, Kadi A., Sulistijo, dan Rachmaniar. (1996). Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. PusLitBang Oseanologi β LIPI. Jakarta.
Campo, V. L., Kawano, D. F., Silva Junior, D. B., dan Carvalho, I. (2009). Carrageenanas Biological Properties, Chemical Modifications and Structural Analysis. Carbohydrate Polymers 77167-180.
Chapman, V. J. and Chapman, C. J. (1980). Seaweed and Their Uses. 3rd ed., pp. 148-193, Chapman and Hall Ltd., London.
Distantina, Sperisa; Wiratni; Moh. Fahrurrozi; Rochmadi. (2011). Carrageenan Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia. World Academy of Science, Engineering and Technology 54 2011.
Doty M. S. (1985). Eucheuma alvarezii sp.nov (Gigartinales, Rhodophyta) from Malaysia. Di dalam: Abbot IA, Norris JN (editors). Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program. p 37 β 45.
Glicksman M. (1983). Food Hydrocolloids, Volume II. New York: CRC Press. Inc.
Mustapha, S.; H. Chandar; Z. Z. Abidin; R. Saghravani; and M. Y. Harun. (2011). Production of Semi-Refined Carrageenan from Eucheuma cotonii. Journal of Scientific & Industrial Reasearch. Vol. 70, pp. 865-870. Universty Putra Malaysia, Serdang, Selangor. Malaysia.
Muthezhilan, R.; Kuzhandaivel J.; Ramachandran K.; and Ajmath J. H. (2014). Endophytic Fungal Cellulase for Extraction of Carrageenan and its Use in Antibiotics Amended Film Preparation. Biosciences Biotechnology Research Asia. Vol. 11(Spl.Edn. 1), p. 307-312. AMET University, Kanathur, Chennai. India.
Pereira, L. and Fred van de Velde. (2011). Portuguese Carrageenophytes: Carrageenan Composition and Geographic Distribution of Eight Species (Gigartinales, Rhodophyta). Journal Homepage: www.elsevier.com/locate/carbpol. Carbohydrate Polymers 84 (2011) 614-623. University of Coimbra, Apartado. Portugal.
Suryaningrum T. D. (1988). Kajian Sifat-Sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Budidaya Jenis Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Syamsuar. (2007). Karakteristik Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada Berbagai Umur Panen, Kosentrasi Koh dan Lama Ekstraksi. Laporan Penelitian. Institut Tekno-logi Bandung. Bandung.
Van de Velde, F., Knutsen, S. H., Usov, A. I., Romella, H. S., and Cerezo, A. S. (2002). 1H and 13 C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication in Research and Industry. Trend in Food Science and Technology. 13, 73-92.
Viswanathan, S. dan Thangaraju N. (2014). Extraction of Sodium Alginate from Selected Seaweeds and Their Psysiochemical and Biochemical Properties. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering, and Technology. Vol. 3, Issue 4. ISSN: 2319-8753. University of Madras, Guindy Campus, Chennai. India.
Webber, Vanessa; Sabrina Matos de Carvalho; Paulo Jose Ogliari; Leila Hayashi; Pedro Luiz Manique Barreto. (2012). Optimization of the Extraction of Carrageenan from Kappaphycus alvarezii Using Response Surace Methodology. Ciencia e Technologia de Alimantos. ISSN 0101-2061.
Winarno F. G. (1990). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Winarno F. G. (1996). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
% rendemen=berat keringberat basah
x100 %
Kelompok E1
% rendemen=3,7040
x100 %
= 9,250%
Kelompok E2
% rendemen=3,3640
x100 %
= 8,400%
Kelompok E3
% rendemen=3,6340
x100 %
= 9,075%
Kelompok E4
% rendemen=3,8440
x100 %
= 9,600%
Kelompok E5
% rendemen=3,7640
x100 %
= 9,400%
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal