Top Banner
1. MATERI DAN METODE 1.1. Materi 1.1.1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor, pengaduk, hot plate, gelas beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital. 1.1.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Eucheuma cottonii, isopropil alkohol (IPA), NaOH 0,1 N, NaCl 10%, HCl 0,1 N, dan aquades. 1.2. Metode 1 Rumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan diberi air sedikit Rumput laut direbus di dalam 1L air selama 1 jam dengan suhu 80-90 o C Rumput laut yang sudah halus dimasukkan kedalam panci
19

Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

Jan 04, 2016

Download

Documents

karagenan banyak digunakan untuk bahan pangan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

1. MATERI DAN METODE

1.1. Materi

1.1.1.Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, panci, kompor,

pengaduk, hot plate, gelas beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital.

1.1.2.Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Eucheuma cottonii, isopropil

alkohol (IPA), NaOH 0,1 N, NaCl 10%, HCl 0,1 N, dan aquades.

1.2. Metode

1

Rumput laut yang sudah halus dimasukkan kedalam panci

Rumput laut direbus di dalam 1L air selama 1 jam dengan suhu 80-90oC

Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan diberi air sedikit

Rumput laut basah ditimbang sebanyak

40 gram

Page 2: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

2

Direbus hingga suhu mencapai 60oC

Filtrat dituang ke wadah berisi cairan IPA (2x volume filtrat). dan diaduk dan

diendapkan selama 10-15 menit

Volume larutan diukur dengan menggunakan gelas ukur.

Ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume

larutan.

pH diukur hingga netral yaitu pH 8 dengan

ditambahkan larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1N

Hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring bersih

dan cairan filtrat ditampung dalam wadah.

Page 3: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

3

Dimasukan dalam oven dengan suhu 50-60oC

Serat karagenan kering ditimbang. Setelah itu diblender hingga jadi

tepung karagenan

Serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakan dalam wadah

Endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam caira IPA

hingga jadi kaku

Page 4: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan ekstraksi karagenan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan ekstraksi karagenan

Kelompok Berat kering (g) Berat basah (g) Rendemen (%)

D1 2,74 40 6,85

D2 2,68 40 6,70

D3 3,20 40 8,00

D4 3,02 40 7,55

D5 3,46 40 8,65

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada kondisi awal semua kelompok menggunakan berat

sampel kering sebanyak 40 gram. Setelah mengalami proses, dapat dilihat bahwa berat

kering tertinggi sebesar 3,46 gram yang teradapat pada kelompok D5 gram dan berat

kering terendah sebesar 2,68 gram terdapat pada kelompok D2. Rendemen tertinggi

sebesar 8,65% (kelompok D5) dan terendah sebesar 6,70% (kelompok D2).

4

Page 5: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Karagenan merupakan polisakarida linier dengan galaktosa sebagai penyusunnya, serta

3,6-anhidrogalaktosa. Fungsi karagenan sebagai gelling agent, karena senyawa tersebut

akan membentuk struktur helix ketika terjadi perubahan suhu menjadi lebih tinggi, hal

ini disebabkan oleh penyusun dari karagean khususnya 3,6-anhidrogalaktosa (Winarno,

1990). Umumnya karagenan didapat dari spesies Rhodopyta (Stoloff, 1959). Menurut

jurnal “Effects of Harvest Age of Seaweed on Carragenan Yield and Gel

Strength” karagenan yang paling sering diekstrak adalah Chondrus crispus. Terdapat

15 jenis karagenan yang dibedakan berdasarkan struktur letak gugus sulfat dan

keberadaan 3,6-anhidrogalaktosa sebagai substrukturnya (Knutsen et al., 1994). Ada 5

jenis karagenan yang dibedakan menurut karakteristiknya yaitu kappa, iota, lambda, nu,

serta theta. Jenis karagenan tersebut dibedakan dengan melihat perbedaan letak gugus

sulfat dan keberadaan dari 3,6-anhidrogalaktosa. Menurut jurnal “Optimization of the

extraction of carrageenan from Kappaphycus alvarezii using response surface

methodology” mengatakan bahwa kappa (κ), iota (ι), dan lambda (λ) sesuai dengan

sulfat mereka pola substitusi dan konten 3,6-anhidrogalaktosa. Jenis karagenan yang

digunakan untuk urusan komersial yang umum digunakan adalah kappa, iota, dan

lambda (Zhou et al., 2008). Menurut jurnal “Effects of Reaction Temperature on the

Synthesis and Thermal Properties of Carrageenan Ester” mengatakan bahwa salah satu

jenis karagenan yaitu karagenan ester telah menunjukkan beberapa potensi sebagai

aktivitas anti-HIV yang tinggi,

Kappa dan iota karagenan merupakan karagenan yang mudah larut dalam larutan garam

yang tidak mengandung kalsium dan kalium serta air dingin. Pada saat larutan

mengandung kalsium dan kalium maka karagenan kana menunjukkan derajat

pengembangan yang dipengaruhi oleh konsentrasi dari ada atau tidaknya ion

penghambat, suhu dan pH lingkungan, massa jenis dari karagenan, serta kalium dan

kalsium tersebut (Montolalu , 2008). Dalam bidang pangan, kappa karagenan sangat

efektif digunakan untuk gelling agent, sedangkan lambda karagenan lebih efektif

digunakan sebagai emulsifier (Velde & Ruiter, 2002). Aplikasi dari karagenan selain

gelling agent dan emulsifier yaitu sebagai media filtrasi pembuatan bir (Poreda et al,

5

Page 6: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

6

2015) dan juga sedang tahap penelitian bahwa oligomer dalam karagenan dapat berguna

sebagai anti-HIV (Tripathy et al, 2009). Menurut jurnl “Effect of process conditions on

the gel viscosity and gel strength of semi-refined carrageenan (SRC) produced from

seaweed (Kappaphycus alvarezii)” mengatakan bahwa k-karagenan (kappa, G4S-DA)

dan i-karagenan (sedikitpun, G4S-DA2S) yang memiliki kemampuan untuk membentuk

solusi tebal atau gel dan k-karagenan (G2S-D2S6S) yang memiliki kemampuan

penebalan. Menurut jurna “Studies on equilibrium moisture absorption of kappa

carrageenan” mengatakan bahwa memanfaat sifat dari karagenan adalah menstabilkan

jaringan gel reversibel termasuk susu kedelai dan minuman susu disterilkan.

Eucheuma cottonii adalah sumber utama dari kappa karagenan dan merupakan edible

red seaweed yang mengandung senyawa fenolik dan mampu menghambat sel kanker

(Shamsabadi et al, 2013). Ekstraksi Eucheuma cottonii maupun ekstraksi karagenan

yang lain dipengaruhi oleh metode ekstraksi itu sendiri, di mana penggunaan air destilat

murni akan memberikan hasil yang lebih optimal (Tuvikene et al., 2006). Terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah waktu pemanasan dan suhu

yang digunakan, faktor-faktor ini akan mempengaruhi viskositas dari gel terbentuk dan

rendemen yang didapatkan. Ketika semakin tinggi suhu dan semakin lamanya waktu

maka akan banyak rendemen yang dihasilkan, namun itu semua juga bergantung pada

jenis seaweed yang digunakan (Hudha et al., 2012).

Langkah pertama yang dilakukan adalah sebanyak 40 gram Eucheuma cottonii

ditimbang dan diotong kecil-kecil kemudian di blender. Eucheuma cottonii dipotong

menjadi kecil-kecil bertujuan untuk mempermudah tahap yang berikutnya. Selanjutnya

direbus dengan air sebanyak 1L selama 1 jam pada suhu 80°C-90°C. Hal ini sesuai

dengan teori dari Petrucci (1989) serta ini adalah proses ekstraksi untuk memisahkan

suatu komponen dari campurannya. Saat proses erebusan, suhu haruslah dijaga karena

suhu akan mempengaruhi viskositas serta kekuatan pembentukan gel dari karagenan

yang akan dihasilkan (Hudha et al., 2012). Tahap selanjutnya adalah pengaturan pH

hingga pH menjadi 8 dengan menambahkan HCl 0,1 N jika terlalu basa atau NaOH 0,1

N jika terlalu asam, hal ini bertujuan untuk membuat komponen galaktosa dalam

karagenan menjadi stabil, karena sifat dari galaktosa sendiri adalah stabil terhadap basa

Page 7: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

7

dan akan terhidrolisis ketika pH mengarah ke asam. pH akan mempengaruhi jumlah

rendeman yang akan diperoleh. Ketika terlalu asam atau basa maka rendemen yang

didapat akan rendah, begitu juga dengan viskositas dan kekuatan gel. pH yang optimal

merupakan pH adalah 8-8,5 (Bawa et al, 2007).

Setelah pH berubah menjadi 8, kemudian disaring mengguakan kasn saring dan flitrat

yang didapatkan ditapung ke dalam wadah dan ditambah NaCl 10% sebanyak 5% dari

volume filtrat. Proses penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan

kualitas dari karagenan yang dihasilkan, sedangkan penambahan garam brfungsi untuk

meningkatkan pembentukan gel dari karagenan, di mana penambahan optimal ±12%

(Bawa et al., 2007), dan dapat meingkatkan rendemen karena sifat garam adalah

mengikat air (Luning, 1990). Eucheuma cottonii adalah seaweed yang memiliki sifat

stenohaline yang memerlukan kadar garam yang tidak tinggi (Anggadiredja, 2006).

Kemudian dilakukan pemanasan hingga 60°C yang bertujuan untuk melarutkan garam

dan melunakkan dinding sel karagenan (Distantina et al, 2011). Setelah dipanasakan

kemudian ditambahkan dengan IPA (isopropil alkohol), hal ini bertujuan untuk

mengendapkan karagenan agar didapatkan rendemen. Pada praktikum digunakan cairan

IPA karena sifat dari IPA yang memiliki rantai etanol pendek, sehingga tidak berbahaya

dan dapat meningkatkan rendemen yang didapatkan. Penambahan IPA dilakukan

sebanyak 2x dan dilanjutkan dengan pengadukan, dimana pengadukan berfungsi untuk

meningkatkan jumlah rendemen yang diendapkan. Kemudian setelah didapatkan

karagenan yang telah berbentuk kaku, karagenan dibentuk menjadi tipis-tipis dan

diletakkan pada wadah yang taha terhadap panas. Selanjutnya dioven dengan suhu

50°C-60°C selama 12 jam. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kadar air karagenan

agar bisa didapatkan karagenan dengan kadar air rendah (Djaeni et al, 2012).

Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh hasil berat kering dari kelompok D1-D5

secara urut adalah 2,74; 2,68 sebagai hasil yang terendah; 3,20; 3,02; 3,46 sebagai hasil

yang tertinggi. Pengeringan menggunakan oven kurang tepat untuk pengeringan

karagenan. Hal ini terjadi karena pada saat pengovenan yang kurang tepat dapat

menyebabkan galaktosa terdegradasi dan berubah warna menjadi coklat. Sehingga hasil

uang diperoleh teradpat selisih yang cukup signifikan. Penegeringan yang optimal yang

Page 8: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

8

paling optimal adalah pengeringan menggunakan spray dryer karena suhunya lebih

rendah dan langsung bisa mengdapatkan produk berbentuk serbuk. Hasil rendemen (%)

dari kelompok D1-D5 secara urut 6,85; 6,70 sebagai hasil yang terendah; 8,00; 7,55;

8,65 sebagai hasil yang tertinggi. Hasil yang diperoleh saat praktikum ini kurang

optimal. Karena dari proses pemanasan yang dikatakan oleh Hudha et al. (2012) tidak

sama dengan metode yang dilakukan pada saat praktikum. Hudha et a.l (2012)

mengatakan bahwa waktu pengovenan yang optimal adalah 90°C selama 2,5 jam,

sedangkan pada saat praktikum proses pengeringan berlangsung selama 12 jam pada

suhu 50°C-60°C. Dari hal inilah yang dapat menyebabkan rendeen yang dihasilkan

kurang optimal. Selain sushu dan lama pemanasan juga pH dapat mempengaruhi hasil

rendemen yang diperoleh. pH yang optimal adalah pH yang berkisar antara 8-8,5 (Bala

et al., 2007), sedangkan pada saat praktikum pH hanya berkisar antara 7,9-8,1.

Page 9: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

4. KESIMPULAN

Struktur penyususn karagenan adalah galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa.

Kappa karagenan dihasilkan dari Eucheuma cottonii.

Kappa karagenan memiliki sifat larut garam yang tidak mengandung kalium dan

kalsium dan air dingin.

pH optimal dari karagenan adalah 8,0-8,5.

Jumlah rendemen karagenan yang dihasilkan dipengaruhi oleh pH.

Cairan IPA yang ditambahkan berfungsi untuk mengendapkan karagenan dan sering

digunakan untuk ekstraksi karena memiliki rantai etanol yang pendek dan aman.

Proses pengovenan yang optimal adalah 2,5 jam pada suhu 90°C, karena suhu dan

lama pengovenan akan mempengaruhi jumlah rendemen.

Lambda karagenan memiliki kemampuan khusus sebagai emulsifier.

Kappa karagenan memiliki kemampuan yang baik untuk menjadi gelling agent.

Semarang, 30 Oktober 2015

Praktikan, Asisten Dosen:

Ignatius Dicky A.W.

The Rina13.70.0055

9

Page 10: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, T. (2006). Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Bajpai, S. K, & Pradeep, T. (2013). Studies on equilibrium moisture absorption of kappa carrageenan. International Food Research Journal 20(5): 2183-2191.

Bawa, I.G.A.G, Puta, A.B, Laila, I.R. (2007). Penentuan pH Optimum Isolasi Karaginan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Jurnal Kimia Vol 1(1):15-20

Bono, Awang., et al.(2012).Effect of process conditions on the gel viscosity and gel strength of semi-refined carrageenan (SRC) produced from seaweed (Kappaphycus alvarezii). Journal of King Saud University – Engineering Sciences (2014) 26, 3–9. Ciênc. Tecnol. Aliment., Campinas, 32(4): 812-818.

Distantina, S, Wiratni, Fahrurrozi, M, & Rochmadi. (2011). Carrageenan Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia. World Academy of Science, Engineering and Technology Vol 54:738-742.

Djaeni, M, Prasetyaningrum, Mahayana, A. (2012). Pengeringan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada Spray Dryer Menggunakan Udara yang di Dehumidifikasi dengan Menggunakan Zeolit Alat Tinjauan : Kualitas Produk dan Efisiensi Energi. Momentum Vol 8(2):28-34

Hudha, H.I, Sepdwiyanti, R, Sari, S.D. (2012). Ekstraksi Karaginan dari Ekstraksi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dengan Variasi Suhu Pelarut dan Waktu Operasi. Berkala Ilmiah Teknik Kimia Vol 1(1):17-20

Knutsen S, Myslabodski B, Larsen B, Usov A. 1994. A modified system of nomenclature for red algal galactans. Botanica Marina 37: 163-169.Luning, K. (1990). Seaweeds, Their Environment, Biogeography and Ecophysiology. John Wiley and Sons. New York.

Mahmood , Wan Ahmad Kamil., et al. (2014). Effects of Reaction Temperature on the Synthesis and Thermal Properties of Carrageenan Ester. Journal of Physical Science, Vol. 25(1), 123–138.

Markfoeld, D. (2002). Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius. Jakarta.Mochtar , Andi Hasizah ., (2013)Effects of Harvest Age of Seaweed on Carragenan Yield and Gel Strength. World Applied Sciences Journal 26 (Natural Resources Research and Development in Sulawesi Indonesia): 13-16.

10

Page 11: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

11

Montolalu, R.I. (2008). Effect of Extraction Parameters on Gel Properties of Carrageenan from Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta). Journal of Applied Phycology Vol 20:525-526.

Petrucci, R. (1989). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.polysaccharide gels and networks. In: Wolfrom, M.L., Tipson, R.S., Horton, D. (Eds.), Advances in Carbohydrate Chemistry and Biochemistry, vol. 24. Academic

Poreda A., Sterczyńska M., Jakubowski M., Zdaniewicz M. (2014): Technological and quality aspects of brewers wort clarification with the use of carrageenan. Zeszyty Problemowe Postępów Nauk Rolniczych, 576: 89–98Press, London.

Shamsabadi, F.T, Khoddami, A, Fard, S.G, Abdullah, R, Othman, H.H & S, Mohamed. (2013). Comparison of Tamoxifen with Edible Seaweed (Eucheuma cottonii L) Extract in Suppresing Breast Tumer. Institute of Bioscience Universitas Putra Malaysia. Malaysia.

Stoloff, L., 1959. Carrageenan. In: Whistler, R.L. (Ed.), Industrial Gums. Academic Press, New York.

Tuvikene, R, Truus, K, Vaher, M, Kailas, T, Martin, G & P, Kersen. (2006). Extraction and Quantification of Hybrid Carrageenans from the Biomass of Red Algae Furcellaria lumbricalis and Coccotylus truncatus. Proc.Estonian.Acad.Sci.Chem Vol 55(1):40-53.

Velde, F.V & Ruiter, G.A. (2002). Carrageenan in Biopolymers. Wiley-VCH. Germany.

Villanueva, R.D, Mendora, W.G, Rodrigueza, M.R.C, Romero, J.B & Montano, M.N.E. (2004). Structural and Functional Performance of Gigartinacean Kappa-iota Hybrid Carrageenan and Solieriacean Kappa-iota Carrageenan Blends. Food Hydrocolloids Vol 18:283-292.

Webber, Vanessa., Et al. (2012). Optimization of the extraction of carrageenan from Kappaphycus alvarezii using response surface methodology.

Winarno, F.G. (1990). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zhou, M.H, Ma, J.S, Li, J, Ye, H.R, Huang, K.X & X.W, Zhao. (2008). A k-carrageenase from Newly Isolated Pseudoalteromonas-like Bacterium WZUC 10. Biotechnology and Bioprocess Engineering Vol 13:545-551.

Page 12: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

% rendemen=berat keringberat basah

×100 %

Kelompok D 1:

% rendemen=2,7440

×100 % = 6,85%

Kelompok D2

% rendemen=2,6840

×100 % = 6,7%

Kelompok D3

% rendemen=3,2040

×100 % = 8 %

Kelompok D4

% rendemen=3,0240

× 100 % = 7,55%

Kelompok D5

% rendemen=3,4640

×100 % = 8,65%

6.2.

12

Page 13: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

13

6.2. Laporan Sementara

6.3.

Page 14: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

14

6.3. Diagram Alir

6.4.

Page 15: Karagenan_the rina_13.70.0055_D2_unika soegijapranata

15

6.4. Abstrak Jurnal