Top Banner

of 21

SURIMI_Erdina Maya_12.70.0008_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Oct 10, 2015

Download

Documents

Reed Jones

Surimi adalah konsentrat protein myofibrillar yang diperoleh dari otot atau daging ikan.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Kelompok

1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan terhadap WHC dan uji sensoris surimi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji WHC dan Uji Sensoris SurimiKelompokPerlakuanWHCSensoris

KekenyalanAroma

E1Sukrosa 2,5%;Polifosfat 0,1%255.928,22+++

E2Sukrosa 2,5%;Polifosfat 0,1%252.763,72++++

E3Sukrosa 2,5%;Polifosfat 0,3%212.191,56++++

E4Sukrosa 5%;Polifosfat 0,3%298.670,89+++++

E5Sukrosa 5%;Polifosfat 0,5%262.890,30+++++

E6Sukrosa 5%;Polifosfat 0,5%216.125,21++++++

Keterangan :KekenyalanAroma+: tidak kenyal+: tidak amis++: kenyal++: amis+++: sangat kenyal+++: sangat amisBerdasarkan dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada kelompok E1 dengan perlakuan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,1% mempunyai nilai WHC sebesar 255.928,22 dengan tingkat kekenyalan kenyal dan aroma yang tidak amis. Pada kelompok E2 dengan perlakuan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,1% mempunyai nilai WHC sebesar 252.763,72 dengan tingkat kekenyalan sangat kenyal dan aroma yang tidak amis. Pada kelompok E3 dengan perlakuan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,3% mempunyai nilai WHC sebesar 212.191,56 dengan tingkat kekenyalan kenyal dan aroma yang amis. Pada kelompok E4 dengan perlakuan sukrosa 5% dan polifosfat 0,3% mempunyai nilai WHC sebesar 298.670,89 dengan tingkat kekenyalan sangat kenyal dan aroma yang amis. Pada kelompok E5 dengan perlakuan sukrosa 5% dan polifosfat 0,5% mempunyai nilai WHC sebesar 262.890,30 dengan tingkat kekenyalan kenyal dan aroma yang sangat amis. Pada kelompok E6 dengan perlakuan sukrosa 5% dan polifosfat 0,5% mempunyai nilai WHC sebesar 216.125,21 dengan tingkat kekenyalan sangat kenyal dan aroma yang sangat amis. 3

12. PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan surimi sebagai salah satu alternative dalam industri pengolahan ikan. Surimi adalah konsentrat protein myofibrillar yang diperoleh dari otot atau daging ikan bermutu tinggi. Surimi dapat membentuk gel elastis dan kuat dengan perlakuan panas (Ramirez et al., 2002). Surimi juga dapat digunakan sebagai bahan pengikat dan bahan pengemulsi karena memiliki sifat sifat protein yang baik sebagai bahan gel. Bahan dasar untuk memproduksi surimi yaitu daging ikan yang telah dipisahkan dari kulit dan duri secara mekanis. Kemudian hancuran daging ikan tersebut dicuci dengan air supaya lemak dan komponen - komponen yang larut dalam air menjadi hilang sehingga didapatkan surimi yang merupakan konsentrat protein miofibrilar ikan dengan sifat dan kemampuan dalam pembentukan gel, pengikatan air, pengikatan lemak, dan mempunyai sifat - sifat fungsional dibandingkan hancuran daging ikan.

Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan surimi adalah daging ikan segar yang harus memiliki mutu yang baik, memiliki nilai kesegaran tinggi, dan sebaiknya menggunakan ikan dengan kadar lemak yang rendah (Tan et al. 1988). Umumnya ikan berdaging putih mempunyai kemampuan membentuk gel yang lebih baik daripada ikan berdaging merah (Miyake et al., 1985). Sehingga ikan yang berdaging putih, tidak berbau lumpur, dan memiliki kemampuan membentuk gel yang baik akan menghasilkan surimi dengan kualitas yang baik pula. Secara teknis, surimi dapat dibuat dari semua jenis ikan dengan syarat mempunyai rasa, penampakan, dan kemampuan membentuk gel yang baik

Menurut Suzuki (1981), awalnya surimi berasal dari ikan Alaska Pollack yang merupakan sumber bahan baku terbesar di Jepang yang mempunyai sifat sifat fungsional baik. Selain itu dengan mencampur jenis ikan yang berbeda untuk memperoleh sifat sifat yang baik pada ikan tersebut dapat memungkinkan kualitas surimi yang dihasilkan menjadi lebih baik. Di Jepang, surimi adalah pasta yang berasal dari gilingan daging ikan, dimana gilingan daging ikan tersebut dibentuk selama proses pembuatan kamaboko (produk tradisional Jepang berbasis surimi) (Okada, 1992). Faktor faktor yang dapat mempengaruhi pembuatan surimi yang berkualitas adalah besarnya partikel dari daging lumat, kualitas air, cara pencucian, cara penyiangan (pemotongan kepala dan cara pem-fillet-an), temperatur ikan dan peralatan yang digunakan (Lee, 1984). Selama proses pembuatan surimi, faktor utama yang harus diperhatikan adalah suhu air yang akan digunakan untuk mencuci ikan dan proses penggilingan daging ikan. Suhu air yang tinggi dapat mengakibatkan lebih banyak protein larut garam yang larut. Sedangkan daging ikan yang dicuci dengan air bersuhu 10C - 15C akan menghasilkan daging ikan dengan kekuatan gel terbaik (Bertak dan Karahadian, 1995).

Surimi merupakan produk antara yang siap untuk diolah menjadi produk lanjutan (intermediate product). Biasanya surimi digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sosis atau nugget ikan. Keunggulan surimi sebagai produk antara yaitu :a. Variasi dari produk berbahan dasar surimi dapat diaplikasikan untuk berbagai macam teknologi pengolahan dan bumbu - bumbu sehinggga dapat diproduksi alternatif dari bentuk dan dari kualitas rasa.b. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku dapat berupa ikan yang sering digunakan (ekonomis) maupun ikan yang jarang digunakan (non-ekonomis).c. Surimi dalam bentuk beku memiliki kandungan protein fungsional yang tinggi dan umur simpan lebih lama.d. Teknologi yang ada pada saat ini mampu menghasilkan surimi dalam jumlah besar dengan kualitas yang konsisten. Pada surimi komersial mempunyai kadar air 75% , protein 18% , lemak kurang dari 0,5% dan bahan - bahan lain 6,5% (Park et al. 1996).

Menurut Suzuki (1981), surimi beku berasal dari daging ikan yang telah dihaluskan dan telah dicuci dengan air kemudian dicampur dengan gula dan polifosfat dan dibekukan. Berbagai produk lanjutan yang dapat dibuat dari surimi beku antara lain adalah bakso, siomay, sosis, mie ikan, fish cake, burger, dimana spesifikasi dari produk - produk tersebut menuntut kemampuan dalam pembentukan gel. Untuk surimi yang kering dan dibekukan digunakan sebagai bahan pengemulsi pada produk sosis. Selain itu, kualitas pada surimi beku dinilai dari warna dan kekuatan gelnya dari surimi tersebut.

Terdapat 3 jenis surimi :1. Mu-en Surimi = surimi yang dicampur dengan gula serta fosfat tanpa ada penambahan garam dan telah mengalami pembekuan.2. Ka-en Surimi = surimi yang dicampur dengan gula serta garam tanpa ada penambahan fosfat dan telah mengalami pembekuan.3. Na-ma Surimi = surimi yang dalam pembuatannya tidak mengalami proses pembekuan (Suzuki, 1981).

2.1. Cara Kerja dan Bahan yang digunakanDalam praktikum ini, ikan yang digunakan adalah ikan bawal. Klasifikasi ikan bawal menurut Saanin (1984) yaitu:Filum : Chordata Subfilum : Craniata Kelas : Pisces Subkelas : Neopterigii Ordo : Cypriniformes Subordo: Cyprinoidea Famili : Characidae Genus : Colossoma Species : Colossoma macropomum

Langkah kerja dalam praktikum ini yaitu pertama tama ikan bawal segar dicuci bersih dan difillet dagingnya. Tujuan pemfilletan ini adalah untuk memisahkan bagian daging ikan dengan bagian lainnya, seperti kepala, ekor, insang, tulang, sirip, sisik, dan isi perutnya (Suzuki 1981). Ekor dan tulang ikan tersebut dikumpulkan untuk digunakan dalam pembuatan kecap ikan. Kemudian daging ikan tersebut diblender. Hal ini dilakukan supaya daging ikan menjadi lebih lembut dan lunak. Selama diblender ditambahkan es batu untuk menjaga suhu tetap rendah sehingga mencegah terjadinya denaturasi protein pada daging ikan (Buckle et al. 1978). Daging ikan yang telah halus ditimbang sebanyak 100 gram tiap kelompok. Kemudian ditambahkan sukrosa, garam, dan polifosfat. Jumlah sukrosa yang ditambahkan setiap kelompok berbeda, kelompok E1, E2, dan E3 penambahan sukrosa sebanyak 2,5% sukrosa dari berat sampel yang digunakan, sedangkan penambahan sukrosa pada kelompok E4, E5, dan E6 sebanyak 5% sukrosa dari berat sampel yang digunakan. Untuk garam, jumlah yang ditambahkan pada semua kelompok sama yaitu sebanyak 2,5% dari berat sampel yang digunakan. Kemudian polifosfat yang digunakan masing masing kelompok konsentrasinya berbeda, kelompok E1 dan E2 polifosfat yang ditambahkan sebanyak 0,1% dari berat sampel yang digunakan, kelompok E3 dan E4 polifosfat yang ditambahkan sebanyak 0,3% dari berat sampel yang digunakan, sedangakan kelompok E5 dan E6 polifosfat yang ditambahkan sebanyak 0,5% dari berat sampel yang digunakan. Setelah itu daging ikan dicampur sampai rata dengan bahan - bahan yang telah ditambahkan tadi (sukrosa, garam dan polifosfat) ke dalam plastik dan dibekukan dalam freezer selama 1 malam. Setelah dibekukan semalam, surimi dithawing terlebih dahulu selama + 15 menit sebelum diamati secara sensoris yang meliputi aroma dan kekenyalan, dandiukur nilai WHC (Water Holding Capacity)nya.

Tujuan penambahan sukrosa pada sampel yaitu untuk menstabilkan dan mencegah terjadinya denaturasi protein serta penurunan mutu yang dapat terjadi selama proses penyimpanan beku. Sedangkan penambahan garam bertujuan agar miosin yang terdapat pada serat - serat ikan yang berperan penting untuk pembentukan jeli yang kuat dapat terlepaskan. Garam juga berfungsi sebagai bumbu, penyedap rasa, dan penambah aroma. Kadar garam yang ditambahkan tidak boleh terlalu tinggi, karena hal ini dapat mengubah cita rasa makanan. Penambahan garam akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerobik (Buckle et al. 1978). Polifosfat juga ditambahkan dengan tujuan untuk meningkatka nilai kelembutan surimi dan memperbaiki sifat surimi terutama untuk kelembutan serta sifat elastisitas surimi. Tujuan surimi dimasukkan ke dalam freezer adalah untuk mempertahankan mutu atau mencegah surimi agar tidak busuk (Winarno, 2004).

2.2. Faktor-faktor yang dapat Mempengaruhi Kualitas SurimiDalam pembuatan surimi, kondisi biologis ikan sedang bertelur atau tidak serta ukuran dapat mempengaruhi surimi yang dihasilkan, meskipun demikian cara atau proses pengolahannya merupakan faktor paling penting dalam menentukan surimi yang dihasilkan (Toyoda et al. 1992). Penambahan polifosfat dapat memperbaiki daya ikat air (WHC) dan membuat sifat yang lebih lembut pada pasta produk - produk olahan surimi sehingga menjadi lebih elastisitas. Surimi yang ditambahkan polifosfat dapat disimpan selama lebih dari satu tahun (Lee, 1984). Beberapa jenis polifosfat yang dapat digunakan sebagai bahan tambahan makanan antara lain natrium hexametaphosphat, dinatrium phosfat (disodium monophosphate), dan natrium tripolifosfat (sodium tripoliphosphate). Matsumoto dan Noguchi (1992) juga menambahkan bahwa aktivitas polifosfat yaitu dapat meningkatkan efek cryoprotective dari gula sukrosa, dan adanya efek buffer dari polifosfat pada pH otot serta dapat mengkelatkan ion metal.

Dalam satu tahun, Surimi dapat bertahan dan tidak banyak mengalami perubahan sifat fungsional jika disimpan dengan suhu maksimal 20oC. Dengan pembekuan, perubahan terhadap nilai protein produk hanya sedikit (Desrosier, 1988). Pembekuan pada suhu yang tidak tepat dapat membuat keluarnya cairan dari sel karena sel - selnya pecah, warna menjadi gelap, dan terjadi pembusukan yang disertai dengan pelunakan. Menurut Matsumoto dan Noguchi (1992), jika terjadi fluktuasi suhu selama penyimpanan dapat menyebabkan menurunnya kemampuan pembentukan gel pada surimi.

Mutu produk surimi ditentukan oleh kekenyalan dan elastisitasnya. Surimi dikatakan baik jika memiliki warna putih yang kuat dan dapat membentuk gel dengan baik (Winarno, 1993). Menurut Lee (1984), beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas surimi yang dihasilkan, antara lain: besarnya partikel dari daging lumat, kualitas air, cara pencucian, cara penyiangan (pemotongan kepala dan cara pem-fillet-an), dan temperatur ikan dan peralatan yang digunakan

Menurut Nurkhoeriyati et al. (2008), faktor - faktor yang mempengaruhi pembentukan gel surimi :1. Denaturasi yang berkelanjutan dari protein miofibril sebelum proses pembuatan2. Jenis dan habitat bahan bakuJenis dan habitat bahan baku menentukan stabilitas protein miofibril terhadap panas.3. Aktivitas enzim-enzim proteolitikAktivitas enzim-enzim tersebut akan membuka struktur protein dan merusak gel.4. Aktivitas oksidan protein5. Enzim, baik indigenous maupun enzim yang sengaja ditambahkan seperti enzim ikatan silang yang berkontribusi terhadap struktur ikatan silang protein.6. Konsentrasi relatif protein miofibril terhadap protein sarkoplasma dan stromaSedangkan faktor - faktor yang mempengaruhi kekuatan gel surimi, yaitu jenis ikan, umur, kematangan gonad, tingkat kesegaran ikan, pH, kadar air, volume, konsentrasi dan jenis penambahan anti denaturasi (krioprotektan) dan juga frekuensi pencucian (Suzuki, 1981).

Water-holding capacity (WHC) adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan (Soeparno, 1994). Kemampuan pengikatan air tersebut mempengaruhi faktor ekonomis terutama produksi dan juga kualitas pada gel protein otot (Shaviklo et al., 2010). Mekanisme daya ikat air pada surimi yaitu protein mengikat air melalui interaksi antara molekul air dan gugus hidrofilik dari gugus samping protein akibat adanya ikatan hidrogen. Film protein terdiri dari protein miofibril terlarut dan terekstrak selama emulsifikasi. Protein tersebut kemudian berdifusi ke permukaan droplet minyak kemudian menyerap ke permukaan droplet tersebut (Nurkhoeriyati et al., 2008). Faktor - faktor yang mempengaruhi daya ikat air pada surimi : konsentrasi protein, pH, kekuatan ionik, suhu, keberadaan komponen pangan lainnya, lemak dan garam, laju dan lama perlakuan panas serta kondisi penyimpanan (Nurkhoeriyati et al., 2008). Sedangkan faktor - faktor yang mempengaruhi sifat emulsifikasi dari produk surimi, antara lain suhu, input energi yang cukup, protein tersebut terdenaturasi atau tidak terdenturasi, konsentrasi protein yang cukup, jumlah protein terekstrak yang cukup dan luas permukaan droplet (Nurkhoeriyati et al., 2008). Gula sukrosa dapat meningkatkan tegangan permukaan molekul protein myofibrillar sehingga air dapat mempertahankan jaringan. Hal ini menyebabkan produk terlindung dari drip loss dan molekul protein myofibrillar lebih stabil. Dengan kata lain penambahan sukrosa tersebut meningkatkan kemampuan pengikatan air dari protein myofibrillar (Gopakumar, 1997).

2.3. Pembahasan Hasil PengamatanBerdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil kelompok E1 dengan perlakuan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,1% mempunyai nilai WHC sebesar 255.928,22 dengan tingkat kekenyalan kenyal dan aroma yang tidak amis. Pada kelompok E2 dengan perlakuan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,1% mempunyai nilai WHC sebesar 252.763,72 dengan tingkat kekenyalan sangat kenyal dan aroma yang tidak amis. Pada kelompok E3 dengan perlakuan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,3% mempunyai nilai WHC sebesar 212.191,56 dengan tingkat kekenyalan kenyal dan aroma yang amis. Pada kelompok E4 dengan perlakuan sukrosa 5% dan polifosfat 0,3% mempunyai nilai WHC sebesar 298.670,89 dengan tingkat kekenyalan sangat kenyal dan aroma yang amis. Pada kelompok E5 dengan perlakuan sukrosa 5% dan polifosfat 0,5% mempunyai nilai WHC sebesar 262.890,30 dengan tingkat kekenyalan kenyal dan aroma yang sangat amis. Pada kelompok E6 dengan perlakuan sukrosa 5% dan polifosfat 0,5% mempunyai nilai WHC sebesar 216.125,21 dengan tingkat kekenyalan sangat kenyal dan aroma yang sangat amis. Untuk membandingkan nilai WHC antar kelompok, dapat dilihat pada grafik 1.

Grafik 1. Nilai WHC Surimi

Berdasarkan dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa nilai WHC tertinggi diperoleh kelompok E4 yaitu sebesar 298.670,89 dengan perlakuan penambahan sukrosa 5% dan polifosfat 0,3%. Kemudian diikuti oleh kelompok E5, kelompok E1, kelompok E2, kelompok E6, dan yang memperoleh WHC terendah adalah kelompok E3 yaitu dengan penambahan sukrosa 2,5% dan polifosfat 0,3% mempunyai nilai WHC sebesar 212.191,56. Hal ini sesuai dengan teori Shaviklo et al. (2010) yang mengatakan bahwa semakin besar konsentrasi sukrosa dan garam yang ditambahkan, semakin meningkat nilai WHC. Namun pada praktikum ini kelompok E6 memiliki nilai WHC yang tidak berbeda jauh dengan E3 yang merupakan nilai terendah. Seharusnya nilai WHC kelompok E4, E5, dan E6 lebih tinggi dibandingkan kelompok E1, E2, dan E3. Kesalahan ini dapat terjadi karena kurang tepatnya dalam pengukuran konsentrasi sukrosa yang ditambahkan. Winarno et al. (1980) mengatakan bahwa penambahan sukrosa dapat berpengaruh terhadap daya ikat dari air atau WHC dimana semakin banyak sukrosa yang ditambahkan maka WHC akan semakin tinggi. Sukrosa dapat berperan sebagai agen untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena sifat sukrosa yang dapat mengikat air sehingga menurunkan kadar Aw. Oleh karena itu, semakin tinggi sukrosa yang ditambahkan maka kemampuan mengikat airnya juga akan semakin tinggi. Menurut Sultanbawa & Li-Chan (1998), penambahan sukrosa yang terlalu banyak dapat menyebabkan tingginya kandungan kalori pada surimi. Penambahan polifosfat juga mempengaruhi terhadap nilai WHC yaitu semakin meningkat konsentrasi polifosfat yang ditambahkan, semakin baik daya ikat air (Nopianti et al., 2011).

Untuk uji sensoris berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh kelompok E1, kelompok E3, dan kelompok E5, surimi yang dihasilkan kenyal, sedangkan kelompok E2, E4 dan kelompok E6 surimi yang dihasilkan sangat kenyal. Menurut Heruwati et al. (1995), dalam menentukan mutu surimi, kriteria yang paling penting adalah elastisitas dari produk yang dihasilkan yang merupakan hasil dari pembentukan gel ikan. Semakin kenyal surimi maka kualitas yang dihasilkan akan semakin baik. Lalu menurut Peranginangin et al. (1999), penambahan polifosfat yang baik yaitu sebesar 0,2% - 0,3% dalam bentuk garam natrium tripolifosfat dapat mempengaruhi kekenyalan surimi. Berdasarkan teori tersebut, seharusnya surimi hasil kelompok E3 dan kelompok E4 memiliki tekstur yang paling kenyal dibandingkan kelompok lainnya. Namun pada hasil pengamatan diketahui bahwa surimi yang dihasilkan tingkat kekenyalanya tidak teratur. Kesalahan ini disebabkan karena kurang tepat dalam mengukur polifosfat yang akan ditambahkan atau kurang peka dalam mengukur kekenyalan surimi. Ockerman (1983) juga menambahkan bahwa STPP atau natrium tripolifosfat dapat meningkatkan pH daging, kestabilan emulsi, dan kemampuan emulsi serta dapat menurunkan susut masak karena selama pemasakan menyebabkan air berkurang karena hilang.

Bau amis pada surimi dapat timbul karena adanya reaksi oksidasi pada ikan yang menyebabkan asam lemak berubah menjadi off-flavor dan bau ini dapat dihilangkan pada saat tahap pencucian daging surimi. Menurut Peranginangin et al. (1999), penambahan polifosfat yang baik yaitu sebesar 0,2% - 0,3% dan surimi yang berkualitas baik adalah surimi yang mempunyai aroma yang tidak amis. Dari hasil pengamatan dengan parameter sensoris aroma yang diperoleh kelompok E1 dan E2 tidak amis, E3 dan E4 amis, E5 dan E6 sangat amis. Hal ini tidak sesuai teori, seharusnya pada kelompok E3 dan E4 lebih tidak amis dibandingkan E1 dan E2. Kesalahan ini disebabkan karena kurang tepat dalam mengukur polifosfat yang akan ditambahkan atau kurang peka dalam mengukur aroma surimi.

Pada praktikum ini, nilai WHC dihitung dengan menggunakan formula Simpson. Cara untuk mencari luas area surimi yaitu daging surimi dipress pada kertas saring, kemudian digambar pada kertas millimeter blok dan dibagi menjadi beberapa bagian yang sama panjangnya (Zayas, 1997).

a

h0 h1 h2 h3 h4 h5 Gambar Metode SimpsonLuas A= luas daerah kurva di bagian atasLuas B= luas daerah kurva di bagian bawaha= panjang bagian yang sama antara garis ho dan h1 dan seterusnya

Luas area ini dibatasi oleh garis tak beraturan antara titik dari ujung yang satu ke ujung yang lain sehingga kemudian dapat dihitung menggunakan rumus pendekatan yang ada, yaitu: Luas A = 1/3 . a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + 2h4 + .+ hn)Luas B = 1/3 . a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + 2h4 + .+ hn)Luas surimi = Luas A Luas B(Fellows, 1990).

Setelah memperoleh luas surimi, dilanjutkan dengan menghitung kandungan air bebas dengan rumus :

2.4. Pembahasan Jurnal-jurnal terkait2.4.1. Using Pineapple to Produce Fish Sauce from Surimi WasteDalam jurnal ini dikatakan bahwa surimi miliki limbah yang berupa tulang, kepala dan ekor ikan. Limbah-limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai kecap ikan dengan meggunakan nanas. Nanas mengandung enzim bromelin yang dapat membantu memecahkan ikatan protein pada proses enzimatis pembuatan kecap ikan. Dan dari hasil analisa dalam jurnal, diketahui bahwa kecap ikan yang terbuat dari limbah surimi dengan menggunakan enzim bromelin yang terdapat pada nanas tersebut memiliki kualitas yang telah sesuai dengan standar Departemen Kesehatan Masyarakat nomor 203 mengenai kecap ikan (Fish Sauce). Dalam standard tersebut menetapkan bahwa level kandungan protein minimum yang terkandung dalam kecap ikan yaitu 9 g/l. Sedangkan untuk kandungan NaCl sebesar 200 g/l, dan dari analisa pada jurnal tersebut diperoleh masing masing saus ikan yang dihasilkan memiliki kadar protein rata-rata dalam kisaran 11.14 - 15.33 g/l, dengan kandungan sodium klorida dalam kisaran 241-345 g / l, sehingga telah sesuai dengan standart ketentuan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Masyarakat (Sangjindavong, 2009).

2.4.2. Development and Physicochemical Analysis of Fish Ball from Starry Triggerfish (Abalistes Stellatus) SurimiDalam jurnal ini membahas mengenai pengembangan produk ikan menjadi surimi dengan bahan dasar ikan Starry Triggerfish atau sering disebut ikan Jebong (Abalistes stellatus). Surimi akan dikembangkan lebih lanjut menjadi produk bakso ikan. Dalam jurnal ini formulasi bakso ikan dibedakan menjadi 5 formula. Pada formulasi 1 (tanpa penambahan surimi dari ikan Starry Triggerfish), Formulasi 2 (ditambahkan 25% surimi dari ikan Starry Triggerfish), Formulasi 3 (ditambahkan 50% surimi Starry Triggerfish), Formulasi 4 ( ditambahkan 75% surimi dari ikan Starry Triggerfish) dan Formulasi 5 (menggunakan 100% surimi dari ikan Starry Triggerfish). Sampel dari semua formulasi dipelajari dalam hal analisis proksimat, analisis fisik dan sensoris.. Dari analisis tersebut menunjukkan bahwa kandungan protein, kelembaban dan karbohidrat di bakso ikan yang berbanding terbalik dengan meningkatnya persentase surimi dari ikan Starry Triggerfish sedangkan kandungan lemak dan abu berbanding lurus dengan meningkatnya persentase penambahan surimi Starry Triggerfish. Analisis fisik bakso ikan umumnya tidak dipengaruhi oleh penambahan surimi dari Starry Triggerfish. Dari jurnal tersebut diketahui bahwa bakso ikan dari surimi Starry Triggerfish yang kurang diterima di kalangan para panelis dibandingkan dengan bakso ikan yang diperdagangkan di pasar sebagai produk berbasis surimi (Zamri, 2012).

2.4.3. Effect of Washing Cycle and Salt Addition on the Properties of Gel from Silver Catfish (Pangasius Sp.) SurimiDalam jurnal tersebut mempelajari mengenai pengaruh pencucian dan penambahan natrium pirofosfat (PP) dengan atau tanpa penambahan 50 mmol / kg CaCl2 pada sifat-sifat gel surimi dari ikan patin (Pangasius sp.). dalam analisa ini menunjukkan bahwa deformasi, kekuatan gel, dan kapasitas menahan air dari surimi ikan patin meningkat dengan siklus mencuci hingga dilakukan tiga kali pencucian dan kemudian menurun setelah itu. Dari analisa ini diketahui penambahan CaCl2 menurunkan deformasi gel. Namun, gel surimi yang ditambahkan dengan CaCl2 lebih tinggi akan menjadi lebih putih daripada gel surimi yang tidak diberi penambahan CaCl2. Gel surimi yang paling putih adalah surimi yang telah diberi perlakuan dengan empat siklus mencuci dan penambahan 50 mmol/kg CaCl2. Studi ini menunjukkan bahwa jumlah siklus mencuci, penambahan PP dan CaCl2 mempengaruhi sifat gel surimi dari ikan patin (Amiza, 2012)

2.4.4. Quality Characteristics of Surimi Made from Sabalo (Prochilodus Platensis) As Affected by Water Washing Compotition Reinheimer (2010) menyatakan Surimi adalah konsentrat myofibrillar dari protein ikan yang melalui perlakuan mekanis seperti penghilangan tulang, dicincang, dan kemudian daging ikan halus dicuci dalam larutan. Untuk surimi beku diberikan perlakuan dengan penambahan garam dan krioprotektan, dan kemudian dilakukan pengolahan termal untuk mengatur tekstur pekembangan gel. Tujuan dari tahap pencucian adalah untuk menghilangkan bau amis, komponen yang tidak diinginkan dan komponen yang larut dalam air serta meningkatkan konsentrasi protein myofibrillar. Analisa ini membahas Efek dari solusi yang berbeda dari pencucian (NaHCO3, H3PO4 dan NaCl) pada sifat gel surimi dibuat dari spesies air tawar Sabalo (Prochilodus platensis). Kekuatan gel diukur menggunakan mesin Instron Universal. Struktur mikro dari jaringan gel diperiksa oleh pemindaian mikroskop elektron. Hasil fisikokimia menunjukkan karakteristik kualitas terbaik di gel diperoleh dengan menggunakan tiga siklus mencuci dengan menggunakan 0,05% H3PO4, 0,2% NaHCO3 dan 0,2% NaCl (Reinheimer, 2010).

2.4.5. Effect of medium temperature setting on gelling characteristics of surimi from some tropical fishJurnal ini membahas mengenai pengaruh pengaturan suhu pada 25oC terhadap sifat tekstur protein myofibrillar pada surimi yang dihasilkan oleh ikan threadfin bream (Nemipterus bleekeri), kakap (Priacanthus tayenus), barracuda (Sphyraena jello) dan bigeye croaker (Pennahai macrophthalmus).Dengan pemanasan yang dilakukan selama 0 hingga 8 jam, semakin lama pemanasan menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi dan mengurangi efek deformasi untuk semua jenis gel surimi. Peningkatan kekuatan gel dikaitkan dengan peningkatan pembentukan ikatan disulfida. Surimi mengalami degradasi protein selama perlakuan ini diberikan. Namun, jika perlakuan tersebut dilakukan terlalu lama akan mengakibatkan polimerisasi. Oleh karena itu, penerapan suhu 25oC harus memperhatikan lamanya waktu perlakuan tersebut sehingga diperoleh surimi dengan kekuatan gel yang terbaik.

3. KESIMPULAN

Surimi merupakan konsentrat protein myofibrillar yang diperoleh dari daging atau otot ikan bermutu tinggi. Surimi merupakan produk antara. Kualitas pada surimi beku dinilai dari kekuatan gelnya dan warna surimi tersebut. 3 jenis surimi : Mu-en Surimi, Ka-en Surimi dan Na-ma Surimi. Surimi yang baik dihasilkan dari ikan yang berdaging putih, tidak berbau lumpur dan mempunyai kemampuan pembentukan gel yang bagus. Pemfilletan bertujuan untuk memisahkan bagian daging ikan dengan bagian lainnya. Penggilingan (blender) bertujuan agar daging ikan menjadi lebih lembut dan lunak. Penambahan sukrosa bertujuan untuk menstabilkan dan mencegah denaturasi protein serta penurunan mutu yang dapat terjadi selama proses penyimpanan beku. Penambahan garam bertujuan supaya miosin yang terdapat pada serat-serat ikan yang berperan penting untuk pembentukan jeli yang kuat dapat terlepaskan. Penambahan polifosfat bertujuan untuk menambah nilai kelembutan surimi dan memperbaiki sifat elastisitas surimi. Water Holding Capacity (WHC) adalah kemampuan daging untuk dapat mengikat air yang ada dalam bahan atau yang ditambahkan selama proses pengolahan. Penambahan polifosfat yang baik yaitu sebesar 0,2% - 0,3% dalam bentuk garam natrium tripolifosfat. Semakin besar konsentrasi sukrosa, semakin meningkat nilai WHC. Semakin tinggi konsentrasi fosfat, semakin tinggi kekuatan gelnya. Semakin kenyal surimi maka kualitas yang dihasilkan akan semakin baik. Surimi yang berkualitas baik mempunyai aroma yang tidak amis.

Semarang, 13 September 2014 Praktikan,Asisten Dosen: Dea Natania

Erdina Maya Puspita12.70.0008

4. DAFTAR PUSTAKA

Bertak JA, Karahadian C. 1995. Surimi-based imitation crab characteristic affected by heating method and end point temperatur. J. Food Sci. 60:292-296.

Buckle KA, Edwards RA, Eleet GH, Wootton. 1978. Ilmu Pangan. Purnomo Hdan adiono, penerjemah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press, Jakarta, 200hlm. (diterjemahkan oleh Muchji Mulyohardjo).

Fellows, P. (1990). Food Processing Technology Principles and Practise. EllisHorwood Limited. New York.

Gopakumar, K. (1997). Tropical Fishery Product. Science Publishes Inc. United Kingdom.

Heruwati ES, Murtini JT, Rahayu S dan Suherman. 1995. Pengaruh jenis ikandan zat enambah terhadap elastisitas surimi ikan air tawar. J Penltn Perik Inonesia 1: 12-17.

Lee CM. 1984. Surimi process technology. Journal Food Techonology 38 (11) :69-80.

Matsumoto JJ, Noguchi SF. 1992. Cryostabilization of Protein in Surimi. Didalam. Lanier TC, Lee CM, Editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dkker Inc.

Miyake, Y., Y. Hirasawa and M. Miyanebe, 1985. Technology ofManufacturing. Info Fish marketing Digest. 5: 29-32

Nopianti, R. et al., (2011). A review on the Loss of the Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology 6 (1): 19-30, 2011.

Nurkhoeriyati, T., Nurul Huda, dan Ruzita A. (2008). Perkembangan Terbaru Teknologi Surimi. Malaysia.

Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue, 10th Ed. Dept. of Animal Science. Ohio: The Ohio State University and the Ohio Agricultural Reserch and Development Center.

Okada, M. 1992. History of Surimi Technology in Japan. Dalam : Surimi Technology. Lanier TC, Lee CM, editors. New York : Marcel Dekker.

Park S, Brewer MS, Novakovski J, Bechtel PJ, McKeith FK. 1996. Process and characteristics for a surimi-like material made from beef or pork. Journal Food Science 61(2):422-427.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.

Raja Clavata, L. 2010. Changes in Proximate Composition of Thornback Ray Surimi During Washing and Frozen Storage. Journal of Food Processing and Preservation pages 2434.

Ramirez JA, Garcia-Carreno FL, Morales OG, Sanchez A. 2002. Inhibition of modori-associated proteinases by legume seed extract in surimi production. Journal Food Science 67(2):578-581.

Rodiana Nopianti, Nurul Huda, and Noryati Ismail. 2010. Loss of Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and Improvement of Gel-Forming Properties of Surimi. As. J. Food Ag-Ind 3(06), 535-547.

Santana, P., Huda, N. and Yang, T. A. 2012. Technology For Production of Surimi Powder and Potential of Applications. International Food Research Journal 19(4): 1313-1323.

Shaviklo, Gholam Reza, et al., (2010). The Influence of Additives and Frozen storage on Functional Properties and Flow Behaviour of Fish Protein Isolated from Haddock. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10:333-340.

Soeparno. (1994). Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press. Yogyakarta.Suzuki, 1981

Soottawat Benjakul, Wonnop Visessanguan, & Yuwathida Kwalumtharn. 2004. The Effect of Whitening Agents on The Gel-Forming Ability and Whiteness of Surimi. International Journal of Food Science and Technology, 39, 773781

Sultanbawa, Y. And Li-Chan, E. C. Y. 1998. Cryoprotective Effect of Sugar and Polyol Blends in Ling Cod Surimi during Frozen Storage. Food Research Innternational. 31(2):87-98.

Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein in Processing Technology. London: Applied Science Publishing. Ltd.

Tan, S.M.Ng.M.C., T. Fujiwara , H. Kok Kuang and H. Hasegawa. 1988. Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in South East Asia. Marine Fisheries Research Department-South East Asia Fisheries Development Centre, Singapore.

Toyoda, K., I. Kimura, T. Fujita, S.F. Noguchi,C.M. Lee. 1992. The Surimi Manufacturing Process. In: T.C. Lanier, C.M. Lee (Eds). Surimi Technology. Mercel Dekker, NewYork-Basel-Hog Kong.

Winarno FG., Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.

Winarno FG. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F.G., 2004.Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Yuzuv, 2009. Pengenalan Metode Pengawetan Ikan Secara Sehat dan Ekonomis dengan Fermentasi. http://do418u.wordpress.com. Diakses tanggal 17 Maret 2010

Worawan Panpipat, Manat Chaijan, Soottawat Benjakul. 2010. Gel Properties of CroakerMackerel Surimi Blend. Food Chemistry 122, 11221128.

Zayas JF. 1997. Functionality of Proteins in Food. Springer. Valey.

5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan

LA = (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + hn)LB = (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 +hn)Luas area basah = LA - LBKandungan air bebas (mg H2O)

Perhitungan E1Luas Atas

30.450 mm2Luas Bawah

6.180 mm2Luas Area Basah= 30.450 6.180= 24.270 mm2Mg H2O 255.928,27

Perhitungan E2Luas Atas

30.060 mm2

Luas Bawah

6.090 mm2Luas Area Basah= 30.060 6.090= 23.970 mm2Mg H2O 252.763,71

Perhitungan E3Luas Atas

24.469,86 mm2Luas Bawah

4.346,1 mm2Luas Area Basah24.469,86 4.346,1= 20.123,76 mm2Mg H2O 212.191,56

Perhitungan E4Luas Atas

35.428 mm2

Luas Bawah 7.106 mm2Luas Area Basah= 35.428 7.106= 28.322 mm2Mg H2O 298.670,89

Perhitungan E5Luas Atas

30.705 mm2Luas Bawah 5.775 mm2Luas Area Basah= 30.705 5.775= 24.930 mm2Mg H2O 262.890,30

Perhitungan E6Luas Atas

25.742,67 mm2

Luas Bawah 5.246 mm2

Luas Area Basah= 25.742,67 5.246= 20.496,67 mm2Mg H2O 216.125,21