KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas anugerah yang diberikan-Nya, kami bisa menyelesaikan
makalah laporan yang sangat sederhana ini dengan topik Skenario
Gizi. Kami berharap agar makalah ini dapat dipergunakan
sebaik-baiknya dan dapat dimenunjukkan hasil belajar kami untuk
memajukan setiap Mahasiwa/i Kedokteran dalam berpikir dan
memecahkan masalah-masalah Kedokteran yang ada saat ini.
Atas tersusunnya makalah ini kami tidak lupa untuk mengucapkan
terimakasih kepada:
1) Dosen Pembimbing Mata Kuliah IKKOM TERPADU Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
2) Teman-teman kami telah menyumbangkan doa dan pikirannya untuk
menyususn makalah ini.
Dengan kerendahan hati, kami berharap makalah ini dapat berguna
bagi semua pihak dan bisa menjadi referensi bagi makalah laporan
yang akan kami susun selanjutnya. Atas perhatiannya, kami ucapkan
terimakasih dan apabila ada salah penulisan kata dalam makalah ini
kami mohon maaf.
Surabaya, Maret 2014
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...1
DAFTAR ISI......2
BAB :
I. SKENARIO..3
II. PENDAHULUAN
2.1 LATAR BELAKANG...4
2.2 RUMUSAN MASALAH..5
2.3 TUJUAN5
III. ANALISA KASUS.....6
3.1 ANALISIS SECARA EPIDEMIOLOGI.6
3.2 KAUSA DAN ALTERNATIF KAUSA..7
3.3 ALTERNATIF PENYELESAIAN DAN PRIORITAS PEMECAHAN8
IV. RENCANA PROGRAM13
4.1 PENDEKATAN MELALUI KONSEP KESEHATAN MASYARAKAT
4.2 PENDEKATAN MELALUI PENGEMBANGAN ORGANISASI
4.3 PENDEKATAN MELALUI PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKAT
4.4 PENDEKATAN MELALUI KONSEP PENCEGAHAN
V. REKOMENDASI ATAU SARAN
VI. DAFTAR REFERENSI
BAB I
SKENARIO GIZI
Dokter Ayu seorang dokter puskesmas di Sulawesi. Wilayah kerja
dokter Ayu cukup luas dan melibatkan beberapa sumber daya manusia
di masyarakat, sumber daya masyarakat yang paling banyak mengalami
penurunan status kesehatan dan gizi adalah remaja putri dan wanita
usia subur sekitar 50% mengalami kejadian yang hamper sama.
Kejadian tersebut mengakibatkan remaja putri dan wanita usia subur
mengalami lemah, letih, lesu dan tampak kulit menjadi pucat. Dokter
Ayu berusaha untuk meningkatkan kinerja petugas kesehatan,
meningkatkan partisipasi kerja sama sektor kesehatan dan
meningkatkan kesadaran remaja putri dan wanita usia subur serta
melaksanakan suplementasi tablet tambah darah. Apa yang dilakukan
dokter Ayu untuk menurunkan angka prevalensi anemia gizi pada
wanita usia subur dan remaja putri ?
Tugas
1. Apa pengertian berbagai istilah sehubungan dengan anemia dan
KEK (Kekurangan Energi Kronis)
2. Tujuan dan sasaran program anemia
3. Kegiatan operasional penanggulangan anemia gizi untuk remaja
putri dan wanita usia subur
4. Pembinaan dan pengawasan tugas kesehatan instansi
pemerintah
5. Evaluasi program
6. Buat contoh leaflet/flayer terhadap penanggulangan terhadap
anemia gizi utnuk remaja putri dan wanita usia subur
BAB II
PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar hemoglobin (Hb) dalam
darah lebih rendah dari nilai normal untuk kelompok orang yang
bersangkutan. Penentuan anemia juga dapat dilakukan dengan mengukur
hematokrit (Ht). Nilai hematokrit rata-rata setara dengan tiga kali
kadar hemoglobin. Batasan hemoglobin untuk menentukan apakah
seseorang terkena anemia gizi besi atau tidak sangat dipengaruhi
oleh umur. Untuk anak-anak umur 6 bulan-5 tahun, dapat dikatakan
menderita anemia gizi besi apabila kadar hemoglobinnya kurang dari
11 g/dl, umur 6-14 tahun kurang dari 12 g/dl, dewasa laki-laki
kurang dari 13 g/dl, dewasa perempuan tidak hamil kurang dari 12
g/dl, dan dewasa perempuan hamil kurang dari 11 g/dl (Arisman,
2004).
Anemia merupakan masalah gizi di dunia, terutama di negara
berkembang termasuk Indonesia. Angka anemia gizi besi di Indonesia
sebanyak 72,3%. Kekurangan besi pada remaja mengakibatkan pucat,
lemah, letih, pusing, dan menurunnya konsentrasi belajar.
Penyebabnya, antara lain: tingkat pendidikan orang tua, tingkat
ekonomi, tingkat pengetahuan tentang anemia dari remaja putri,
konsumsi Fe, Vitamin C, dan lamanya menstruasi. Angka prevalensi
anemia di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu pada remaja wanita
sebesar 26,50%, pada wanita usia subur (WUS) sebesar 26,9%, pada
ibu hamil sebesar 40,1% dan pada balita sebesar 47,0% (Burner,
2012).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, melaporkan
bahwa prevalensi anemia pada remaja dan wanita usia subur (WUS) di
Indonesia masih tinggi, yaitu 26,5% pada remaja (15-19 tahun) dan
26,9% pada WUS. Sedangkan menurut Surkesmas 2004 menunjukkan bahwa
sebesar 21% remaja putra dan 30% remaja putri menderita anemia.
Remaja wanita merupakan kelompok rawan penderita anemia. Salah
satu program yang direkomendasikan WHO sejak awal tahun 1970-an
adalah suplementasi besi folat, dan telah dilakukan di berbagai
negara, termasuk Indonesia.
Kebutuhan zat besi untuk remaja wanita ditentukan oleh
kehilangan basal zat besi di dalam dan di luar tubuh, kehilangan
saat menstruasi, dan untuk pertumbuhan (Hallberg, 2001). Kebanyakan
remaja yang mempunyai status gizi besi rendah disebabkan oleh
kebiasaan kualitas konsumsi pangannya rendah. Remaja wanita sering
menderita anemia dikarenakan lebih banyak mengkonsumsi makanan
nabati dibandingkan hewani, lebih sering melakukan diet karena
ingin langsing, dan mengalami haid setiap bulan (Depkes, 2001).
Selain itu juga terjadi pada kelompok yang kehilangan zat besinya
cukup tinggi, yaitu periode yang panjang dan banyak kehilangan
darah saat menstruasi, sering melakukan donor darah, dan olah raga
yang sangat intensif (Krummel & Kris-Etherton, 1996).
Program perbaikan gizi besi pada anak sekolah sangat diperlukan
karena tidak hanya mengatasi masalah kesehatan masyarakat tetapi
sekaligus peningkatan kualitas pendidikan.
2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas maka
dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu meningkatkan status
kesehatan dengan menurunkan prevalensi anemia pada remaja putri dan
wanita usia subur (WUS).
2.3 Tujuan
1. Tujuan Umum :
Meningkatkan status kesehatan dan gizi remaja putri dan wanita
usia subur (WUS) melapenanggulangan anemia gizi.
2. Tujuan Khusus :
-Meningkatkan kinerja para petugas kesehatan dalam upaya
penanggulangan anemia gizi.
-Meningkatkan kesadaran remaja putri dan wanita usia subur (WUS)
serta keluarganya akan pentingnya meningkatkan status kesehatan dan
gizi dengan mencegah masalah anemia sedini mungkin.
-Meningkatkan kerjasama dan keikutsertaan antara sektor
kesehatan, sektor pendidikan, organisasi dan LSM dalam
penanggulangan masalah anemia gizi.
-Melaksanakan suplementasi tablet tambah darah (TTD) untuk
remaja putri dan wanita usia subur.
-Menurunkan angka prevalensi anemia gizi pada wanita usia subur
(WUS) terutama remaja putri.
BAB II
ANALISIS KASUS
2.1 ANALISIS SECARA EPIDEMIOLOGI
Penurunan jumlah sel darah merah (SDM) sering dilaporkan sebagai
penurunan hematocrit (HCT,atau penurunan konsentrasi hemoglobin
(Hb). Organisasi lesehatan WHO mendefinisikan anemia sebagai
konsentrasi Hb yang kurang dari 13g/dl pda pria dan kurang dari
12g/dl pada wanita dan anak usia 6-14 tahun, dan kurang dari 11g/dl
pada anak usia 6 bulan sampai 6 tahun.Anemia juga mengakibatkan
penurunan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen.
Adapun beberapa penyebab anemia sebagai berikut :
Insufiensi produksi
- Anemia mikrositik (defisiensi zat besi,anemia penyakit
kronis)
- Anemia makrositik ( defisiensi vitamin B12 atau
folat,alkoholisme)
- Penyakit sumsum tulang (leukemia,anemia aplastic, penyakit
mielodisplastik lain)
- Penyakit ginjal dengan penurunan eritroprotein
Peningkatan destruksi
- Anemia hemolitik imun
- Anemia hemolitik turunan
Contohnya :
thalassemia
penyakit sel sabit
2.2 Patofisiologi
Anemia mikrositik
1.Normalnya sekitar 1 mg zat besi di absorbsi dan hilang per
hari ketidakseimbangan antara asupan, kebutuhan, dan kehilangan zat
besi mengakibatkan defisiensi zat besi.
2. Defisiensi zat besi umum terjadi pada kondisi yang mebutuhkan
peningkatan zat besi sepertipada masa bayi dan kehamilan :
kekurangan absorbs zat besi dapat terjadi setelah gastrektomi
parsialdan pada penyakit usus (penyakit seliak)
3.Peningkatan kehilangan zat besi terjadi pada mensturasi
(sampai 20mg pada setiap kali mensturasi) dan pada kehilangan darah
kronis misalnya pada penyakit tukak peptic dan kanker kolon
4.Defisiensi zat besi mengakibatkan penurunan ferritin dan
penurunan cadangan zat besi di sumsum tulang sehingga menyebabkan
produksi SDM yang abnormal.
Anemia makrositik
1. Alkoholisme merupakan penyebab paling umum anemia makrositik,
diikuti oleh obat tertentu, defisiensi vitamin B12 dan folat ,
penyakit hepar dan tiroidisme
2. Alcohol mempengaruhi maturasi SDM dan juga berhubungan dengan
defisiensi vitamin B12 dan folat, dengan demikian alcohol merupakan
penyebab umum terjadinya anemia makrositik
3. Pada defisiensi vitamin B12 dan folat , SDM memiliki sintesis
asam deoksiribonukleat yang abnormal pada prekursor sel benih (
stem cell) sumsum tulang dengan produksi SDM yang tidak memadai dan
tidak normal
4. Beberapa pasien tidak mampu mengabsorbsi vitamin B12 karena
penghancuran faktor intrinsic autoimun yang dibuat dilambung dan
diperlukan untuk absorbs normal vitamin B12 di ileum (anemia
pernisiosa).
Penyakit sumsum tulang
Abnormalitas sumsumg tulang menyebabkan penuruna produksi SDM
dan meliputi :
penggantian stem cell eritropoetika oleh sel tumor leukemik atau
metastatic
aplasia sumsung tulang (anemia aplastika)
deferensiasi abnormal pada sel benih hematopoetik yang terlihat
dalam sindrom meilodisplastik
Penyakit ginjal
pasien penyakit ginjal yang kronis memiliki eritroprotein yang
tidak memadai da mengalami penurunan produksi SDM
penangan dengan eritroprotein rekombinan sangat efektif tetapi
dapat menyebabkan keadaan defisiensi zat besi yang memerlukan
suplementasi zat besi
Peningkatan destruksi
Anemia hemolitika imun
- Peningkatan antibody dan atau komplemen ke SDM
- Mungkin di mediasi oleh antibodi IgG yang bereaksi dengan SDM
padasuhu tubuh atau oleh IgM yang bereaksi dengan SDM pada suhu
dingin
- 50 % bersifat idiopatik penyebab sekunder meliputi
1. neoplasia (leukemia kronis,limfoma )
2. gangguan vaskular kolagen (artritis rematoid)
3. obat ( penisilin)
4. infeksi (mikoplasma)
Anemia hemolitika turunan
Anemia sel sabit
Substitusi asam amino Hb-S mengakibatkan polimerasi molekul
hemoglobin intrasel dalam merespon deoksigenasi , suhu dingin, dan
asidosis. Pada sifat sel sabit, 40 5 hemoglobin total adalah Hb S
dan anemia bersifat ringan. Terdapat juga mutasi hemoglobin lain
dapat meyebabkan sel sabit termasuk Hb C.
Sel sabit melekat ke endothelium dan menyebabkan obstruksi
mikrovaskular dengan infark organ.
- Sel sabit dikelurkan oleh limpa yang mengakibatkan krisis sel
sabit dengan nyeri berat dan anemia berat.
Thalassemia
Sintesis hemoglobin a- thalassemia terjadi akibat penurunan
produksi globin alfa dan B-thalasemia terjadi akibat sintesis
globin beta abnormal yang mengakibatkan ketidakefektifan
eritropoiesis.
Akumulasi dan presipitasi tetramer hemoglobin abnormal
mengakibatkan apoptosis eritroblas dan SDM serta destruksi
limpa.
Hemolysis mengakibatkan kelebihan beban zat besi yang bermakna
dengan kerusakan multi organ, terutama pada hepar.
Beberapa bentuk thalassemia mengakibatkan berbagai derajat
anemia hipokromik mikrositik dengan hemolysis.
2.3 Analisa epidemiologi deskriptif :
What :
Masalah penurunan status kesehatan dan gizi
Who :
Remaja putri dan wanita usia subur
Where :
Cara untuk menurunkan angka prevalensi anemia gizi pada wanita
usia subur dan remaja putri
When :
-
Why:
Kurangnya kesadaran remaja putri dan wanita usia subur
Kurangnya kinerja petugas kesehatan
Kurangnya partisipasi kerja sektor kesehatan
2.4 KAUSA DAN ALTERNATIF KAUSA
(Metode ) (Manusia )
(Rendahnya prevalensi anemia gizi pada wanita usia subur dan
remaja putri )
(Sumber makanan ) (Material)
2.4.1 Faktor Manusia
Pengetahuan remaja putri yang rendah merupakan protektif
terhadap anemia dibandingkan yang berpengetahuan baik. Pengetahuan
seseorang dapat mempengaruhi terjadinya anemia, karena pengetahuan
dapat mempengaruhi perilakunya termasuk pola hidup dan kebiasaan
makan.Kurangnya pengetahuan tentang anemia,tanda-tanda, dampak dan
pencegahannya mengakibatkan remaja mengonsumsi makanan yang
kandungan zat besinya sedikit sehingga asupan zat besi yang
dibutuhkan remaja tidak terpenuhi.Pengetahuan yang kurang dapat
meningkatkan resiko remaja terkena anemia terutama remaja putri
pada saat menstruasi yang seharusnya megkonsumsi tambahan asupan
zat besi (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKUI, 2009).
Penanggulangan anemia pada remaja hendaknya mulai diprioritaskan,
sehingga perlu adanya program khusus penanggulangan
anemia.Pentingnya program penanggulangannya berupa penyuluhan pada
remaja putri tentang anemia dan pemberian tablet Fe terhadap
individu yang memiliki tanda-tanda anemia dan selama menstruasi
sehingga dapat dicegah terjadinya anemia pada remaja putri.Tingkat
pendidikan keluarga biasanya pendidkan ibu mempengaruhi status
kesehatan keluarga untuk mencapai status kesehatan keluarga sehat
dan optimal.Tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi ibu sangat
berpengaruh terhadap kualitas zat-zat yang dikonsumsi.Pengetahuan
gizi berkembang secara bermakna dengan sikap positif terhadap
perencanaan dan persiapan makanan.Semakin tinggi pengetahuan ibu
maka makin positif sikap ibu terhadap gizi makanan sehingga makin
baik pula konsumsi energi, protein dan besi keluarganya.Selanjutnya
akan dampak terhadap status kesehatan keluarga termasuk kejadian
anemia pada anaknya.
2.4.2 Faktor sumber makanan
Jumlah makanan yang dikonsumsi lebih rendah daripada pria,
karena faktor ingin langsing.Pantang makanan tertentu dan kebiasaan
makan yang salah juga merupakan penyebab terjadinya anemia pada
remaja putri.Anemia pada remaja putri harus ditangani dengan baik
karena memiliki potensi gangguan fisik ketika mereka hamil di
kemudian hari.Status besi harus diperbaiki pada saat sebelum hamil
yaitu sejak remaja sehingga keadaan anemia pada saat kehamilan
dapat dikurangi.
2.4.3 Faktor Material
Faktor sosial ekonomi berikutnya adalah pendapatan
keluarga.Pendapatan merupakan variabel penting bagi kualitas dan
kuantitas makanan.Pendapatan merupakan salah satu faktor yang
menentukan kualitas dan kuantitas makanan, sehingga terjadi
hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi. Peningkatan
pendapatan akan berpengaruh pada perbaikan kesehatan dan kondisi
keluarga dan selanjutnya berhubungan dengan status gizi Keluarga
yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanan
apabila anggota keluarganya kecil. Keluarga yang mempunyai jumlah
anggota keluarga besar apabila persediaan pangan cukup belum tentu
dapat mencegah gangguan gizi, karena dengan bertambahnya jumlah
anggota keluarga maka pangan untuk setiap anggota keluarga
berkurang.Pendapatan dianggap salah satu determinan utama dari
konsumsi makanan dan pertumbuhan. Keluarga yang memiliki status
ekonomi cukup cenderung mampu memenuhi kebutuhan keluarga,
sebaliknya keluarga yang memiliki kondisi sosial ekonomi yang
kurang, cenderung kurang dapat memenuhi kebutuhan keluarga
sehari-hari.hal ini berpengaruh terhadap status kesehatan setiap
individu dalam keluarga termasuk kebutuhan akan makan yang
mengandung fe agar terhindar dari anemia.
2.4.4 Faktor Metode
Pendidikan atau penyuluhan gizi adalah pendekatan edukatif untuk
menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan
dalam meningkatkan perbaikan pangan dan status gizi.Harapannya
adalah orang bisa memahami pentingnya makanan dan gizi, sehingga
mau bersikap dan bertindak mengikuti norma-norma gizi.Pendidikan
gizi secara komprehensif yaitu pada anak anemia, guru dan orang tua
diberikan dengan harapan pengetahuan gizi anak, guru dan orang tua
serta pola makan makan anak akan berubah sehingga asupan makan
terutama asupan besi anak akanlebih baik. Dengan asupan besi yang
lebih baik, maka kadar hemoglobin anak akan meningkat.
3.1 ANALISIS PENYELESAIAN MASALAH DAN PRIORITAS PEMECAHAN
MASALAH YANG DIPILIH
Strategi penanggulangan anemia gizi secara tuntas hanya mungkin
kalau intevensi dilakukan terhadap sebab langsung, tdak langsung
maupun mendasar. Secra pokok strategi itu adalah sebagai berikut
:
A. Terhadap penyebab langsung
Penanggulangan anemia gii perlu diarahkan agar:
keluarga dan anggota keluarga yang resiko menderita anemia
mendapat makanan yang cukup bergizi dengan biovailabilita yang
cukup
pengobatan penyakit infeksi yang memperbesar resiko anemia
penyedia pelayanan yang mudah dijangkau oleh keluarga yang
memerlukan, dan tersedianya tablet tambah darah dalam jumlah yang
sesuai
B. Terhadap penyebab tidak langsung
Perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan perhatian dan kasih
sayang didalam keluarga terhadap wanita, terutama terhadap ibu yang
perhatian itu misalnya dapat tercermin dalam:
penyediaan makanan yang sesuai dengan kebutuhannya terutama bila
hamil
C. Terhadap penyebab mendasar
Dalam jangka anjang, penanggulangan anemia gizi hanya dapat
berlangsung secara tuntas bila penyebab mendasar terjadinya anemia
juga ditanggulangi, misalnya melalui :
usaha untuk meningkatkan pendidikan
usaha untuk memperbaiki upah, terutama karyawan rendah
usaha untuk meningkatkan status wanita di masyarakat
usaha untuk memperbaiki lingkungan fisik dan biologis, sehingga
mendukung status kesehatan gizi masyarakat
Strategi operasional penanggulangan anemia gizi disini diarahkan
ke kegiatan yang bisa dilaksanakan dalam 2 kegiatan :
A. Strategi operasional KIE
a.1 Pelaksanaan KIE perlu dilakukan secara lebih menyeluruh dan
bersifat secara multi media
pendekatan pelaksanaan KIE adalah sbb :
a. menggunakan multimedia
b. menggunakan tenaga lintas program dan lintas sektor
c. menggunakan berbagai pendekatan seperti individual, kelompok
atau massal
d. menumbuhkan partisipasi dan kemandirian
a.2 Pengembangan jaringan KIE
a.3 Strategi khusus : penyelenggaran bulanan anemia
a.4 Isi pesan KIE anemia diantaranya
- menjelaskan konsep anemia
- menjelaskan anemia dalam konteks pangan dan gizi secara
keseluruhan
- meningkatkan kebutuhan terhadap tablet tambah darah
- menjelaskan pelayanan kesehatan yang ada dalam kaitan
penanggulangan anemia gizi
B. Strategi operasional suplementasi
masyarakat depat melakukan suplementasi untuk balitanya.
Preparat diberikan lebih baik dalam bentuk multivitamin, yaitu
selain mengandung besi asam folat, juga mengandung vitamin A,
vitamin C, Seng. Pemberian dapat dilakukan beberpa kali dalam
setahun .dosis pemberian adalah sbb :
b.1 30 mg unsur besi dan 0,125mg asam folat, disertai 2500IU
vitamin A pemberian diberikan selama 2 bulan
b.2 swadana : 30 mg unsur besi dan 0,125mg asam folat disertai
2500 IU vitamin A pemberian diberikan selama 2 bulan
b.3 swadana : 30 mgunsur besi dan 0,125mg asam folat disertai
2500 IU vitamin A pemberian diberikan sekali seminggu.preparat
multivitamin yang tersedia dipasaran juga dapat dipergunakan
BAB IV
RENCANA PROGRAM
4.1 Pendekatan Melalui Konsep Kesehatan Mayarakat
4.2
4.3
4.4 Pendekatan Melalui Konsep Pencegahan
A.Pemberian tablet atau suntikan zat besi Pemberian tablet
tambah darah pada pekerja atau lama suplementasi selama 3- 4 bulan
untuk meningkatkan kadar hemoglobin, karena kehidupan sel darah
merah hanya sekitar 3 bulan atau kehidupan eritrosit hanya
berlangsung selama 120 hari, maka 1/20 sel eritrosit harus diganti
setiap hari atau tubuh memerlukan 20 mg zat besi perhari. Tubuh
tidak dapat menyerap zat besi (Fe) dari makanan sebanyak itu setiap
hari, maka suplementasi zat besi tablet tambah darah sangat penting
dilakukan. Suplementasi dijalankan dengan memberikan zat gizi yang
dapat menolong untuk mengoreksi keadaan anemia gizi. Karena menurut
hasil penelitian anemia gizi di Indonesia sebagian besar disebabkan
karena kekurangan zat besi.
B. Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan
asupan zat besi melalui makanan Konsumsi tablet zat besi dapat
menimbulkan efek samping yang mengganggu sehingga orang cenderung
menolak tablet yang diberikan. Agar mengerti, harus diberikan
pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi
akibat anemia, dan harus pula diyakinkan bahwa salah satu penyebab
anemia adalah defisiensi zat besi. Asupan zat besi dari makanan
dapat ditingkatkan melalui dua cara:Pemastian konsumsi makanan yang
cukup mengandung kalori sebesar yang semestinya dikonsumsi.
Meningkatkan ketersediaan hayati zat besi yang dimakan, yaitu
dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan
menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi.
C. Pengawasan penyakit infeksi
Pengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak
gizi yang tidak diingini. Meskipun, jumlah episode penyakit tidak
berhasil dikurangi, pelayanan pengobatan yang tepat telah terbukti
dapat menyusutkan lama serta beratnya infeksi. Tindakan yang
penting sekali dilakukan selama penyakit berlangsung adalah
mendidik keluarga penderita tentang cara makan yang sehat selama
dan sesudah sakit. Pengawasan penyakit infeksi memerlukan upaya
kesehatan seperti penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi
lingkungan dan kebersihan perorangan. Jika terjadi infeksi parasit,
tidak bisa disangkal lagi, bahwa cacing tambang (Ancylostoma dan
Necator) serta Schistosoma yang menjadi penyebabnya. Sementara
peran parasit usus yang lain terbukti sangat kecil. Ada banyak
bukti tertulis, bahwa parasit parasit dalam jumlah besar dapat
menggaggu penyerapan berbagai zat gizi. Karena itu, parasit harus
dimusnahkan secara rutin. Bagaimanapun juga, jika pemusnahan
parasit usus tidak dibarengi dengan langkah pelenyapan sumber
infeksi, reinfeksi dapat terjadi sehingga memerlukan obat lebih
banyak. Pemusnahan cacing itu sendiri dapat efektif dalam hal
menurunkan parasit, tetapi manfaatnya di tingkat hemoglobin sangat
sedikit. Jika asupan zat besi bertambah, baik melalui pemberian
suplementasi maupun fortifikasi makanan, kadar hemoglobin akan
bertambah meskipun parasitnya sendiri belum tereliminasi.
D. Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses
secara terpusat merupakan inti pengawasan anemia di berbagai
negara. Fortifikasi makanan merupakan salah satu cara terampuh
dalam pencegahan defisiensi zat besi. Di negara industri, produk
makana fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum serta roti
makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung. Di negara sedang
berkembang lain telah dipertimbangkan untuk memfortifikasi garam,
gula, beras dan saus ikan.
BAB V
REKOMENDASI / SARAN
Untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi serta menurunkan
angka prevalensi anemia gizi pada wanita usia subur (WUS) terutama
remaja putri dapat dilakukan melalui :
1. Peningkatan kinerja dari petugas kesehatan dalam upaya
penanggulangan anemia gizi
2. Peningkatan kesadaran remaja putri dan wanita usia subur
(WUS) serta keluarganya akan pentingnya meningkatkan status
kesehatan dan gizi dengan mencegah masalah anemia sedini
mungkin.
3. Peningkatan kerjasama dan keikutsertaan antara sektor
kesehatan, sektor pendidikan, organisasi dan LSM dalam
penanggulangan masalah anemia gizi.
4. Pelaksanaan suplementasi TTD untuk remaja putri dan wanita
usia subur (WUS)
5. Penurunan angka prevalensi anemia gizi pada wanita usia subur
(WUS) terutama remaja putri.
BAB VI
DAFTAR REFERENSI
Sabarina,Muhammad, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN ANEMIA PADA MAHASISWI TINGKAT I DI STIKes MEDIKA NURUL
ISLAM SIGLI
KABUPATEN PIDIE (
http://simtakp.stmikubudiyah.ac.id/docjurnal/SABARINA-jurnal.pdf)
Weliyati dan Riyanto,Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume V
No.2 Edisi
Desember 2012, ISSN: 19779-469X. FAKTOR TERJADINYA ANEMIA
PADA
REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI KOTA METRO
Siti Zulaekah, PERAN PENDIDIKAN GIZI KOMPREHENSIF UNTUK
MENGATASI MASALAH ANEMIA DI INDONESIA. Fakultas Ilmu
Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Hasrul, Veni Hadju,Citrakesumasari,2007. FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA DI INDONESIA
(ANALISIS DATA RISKESDAS 2007.
Dr.sukma sahadewa,M.kes. BUKU AJAR MASALAH GIZI, Fakultas
Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
(18)