GANGGUAN BIPOLAR I. PENDAHULUAN Gangguan bipolar atau gangguan mania-depresi adalah salah satu gangguan jiwa yang paling umum, berat dan persisten. Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manic, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Setiap episode dipisahkan sekurangnya dua bulan tanpa gejala penting mania atau hipomania. Tetapi pada beberapa individu, gejala depresi dan mania dapat bergantian secara cepat, yang dikenal dengan rapid cycling. Episode mania yang ekstrim dapat menunjukkan gejala-gejala psikotik seperti waham dan halusinasi. 1,2 II. EPIDEMIOLOGI Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan dengan gangguan depresif berat. Berdasarkan penelitian cross-sectional, lebih dari 61.000 orang yang mengalami gangguan bipolar dari 11 negara. 1 Gangguan bipolar memiliki prevalensi sampai 1,6 % dan prevalensi antara laki-laki dan perempuan sama besar. 2 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
GANGGUAN BIPOLAR
I. PENDAHULUAN
Gangguan bipolar atau gangguan mania-depresi adalah salah satu
gangguan jiwa yang paling umum, berat dan persisten. Gangguan bipolar
(GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh
gejala-gejala manic, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren
serta dapat berlangsung seumur hidup. Setiap episode dipisahkan
sekurangnya dua bulan tanpa gejala penting mania atau hipomania. Tetapi
pada beberapa individu, gejala depresi dan mania dapat bergantian secara
cepat, yang dikenal dengan rapid cycling. Episode mania yang ekstrim dapat
menunjukkan gejala-gejala psikotik seperti waham dan halusinasi.1,2
II. EPIDEMIOLOGI
Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan
dengan gangguan depresif berat. Berdasarkan penelitian cross-sectional, lebih
dari 61.000 orang yang mengalami gangguan bipolar dari 11 negara.1
Gangguan bipolar memiliki prevalensi sampai 1,6 % dan prevalensi antara
laki-laki dan perempuan sama besar.2
Berdasarkan World Health Organization pada tahun 2001, Gangguan
bipolar telah menempati peringkat ke-7 didunia untuk “non-fatal disease
burden”. Untuk Negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Indonesia,
mortalitas penderita gangguan bipolar sangat rendah dibandingan dengan
India dan Nepal. Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia hanya sekitar 2%
dengan prevalensi laki-laki dan perempuan sama besar. Onset gangguan
bipolar adalah dari masa anak-anak (usia 5-6 tahun) sampai umur 80 tahun.
Dengan prevalensi terbanyak pada umur 30-44 tahun. Gangguan bipolar
cenderung mengenai semua ras.3
1
III. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Gangguan bipolar adalah gangguan jiwa yang sampai saat ini belum ada
data yang bisa memastikan dan menjelaskan bagaiaman munculnya,
variabilitas dan derajat gangguan manik-depresif ini.4 Penyebab gangguan
bipolar multifaktor. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan
gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola
asuh masa kanak-kanak, stress yang menyakitkan, stress kehidupan yang
berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya1.
1. Faktor Genetik dan Neurotransmitter
Penelitian keluarga telah menemukan bahwa kemungkinan menderita
suatu gangguan mood menurun saat derajat hubungan kekeluargaan
melebar. Sebagai contoh, sanak saudara derajat kedua (sepupu) lebih kecil
kemungkinannya dari pada sanak saudara derajat pertama. Penurunan
gangguan bipolar juga ditunjukkan oleh fakta bahwa kira-kira 50 persen
pasien Gangguan bipolar memiliki sekurangnya satu orangtua dengan
suatu Gangguan mood, paling sering Gangguan depresif berat. Jika satu
orangtua menderita gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 25 persen
bahwa anaknya menderita suatu Gangguan mood. Jika kedua orangtua
menderita Gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 50-75 persen anaknya
menderita Gangguan mood.1
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara Gangguan bipolar
dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus
mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa
diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer,
18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata
penderita sindrom Down (trisomi 21) beresiko rendah menderita
Gangguan bipolar.1
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala
bipolar, peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmitter dengan
Gangguan bipolar. Neurotransmitter tersebut adalah dopamine, serotonin,
noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan neurotransmitter
2
tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine
oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, cathecol-ometiltransferase
(COMT), dan serotonin transporter (5HTT). Penelitian terbaru
menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen
yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF
adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps,
neurogenesis, dan perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat
dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13.
Terdapat tiga penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF
dengan Gangguan bipolar dan hasilnya positif.1,4
2. Faktor Biologis
Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini.
Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan
penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI)
dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia
nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual.
Berdasarkan artikel pada The Neurobiology of Bipolar Disorder pun
menemukan volume yang kecil pada amygdale dan hippocampus. Korteks
prefrontal, amygdale, dan hippocampus merupakan bagian dari otak yang
terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).4 Selain itu, didapatkan
bahwa lesi yang terdapat pada fronto-temporal kiri cenderung
menampakkan gangguan berupa depresi dan lesi yang terdapat pada fonto-
temporal kanan cenderung menampakkan gangguan berupa mania.5
3. Faktor Lingkungan
Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan
penting dalam Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang
sangat berperan pada kehidupan psikososial dari pasien dapat
menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stress yang
menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat menyebabkan
perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama
tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai
3
neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan
mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak
sinaptik. Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang
berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita Gangguan mood
selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal.1,4
IV. DIAGNOSIS
Gejala Klinis
Gangguan afektif bipolar memiliki gejala episode berulang (sekurang-
kurangnya 2 episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas
terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai
penambahan energi dan aktivitas (depresi).6,7
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna dan
berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung
berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1
tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali
terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress tidak esensial untuk
penegakkan diagnosis).7
Gejala mania4
o Grandiositas atau percaya diri berlebihan
o Berkurangnya kebutuhan tidur
o Cepat dan banyaknya pembicaraan
o Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
o Perhatian mudah teralih
o Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
o Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan
dan sekolah)
4
o Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa
perhitungan yang matang)
Gejala hipomania
Hipomania adalah bentuk kurang parah dari mania. Orang-orang
dalam keadaan hipomanik merasa gembira, energik dan produktif,
tetapi mereka mampu meneruskan kehidupan mereka sehari-hari dan
mereka tidak pernah kehilangan kontak dengan realitas. Hipomania
sulit untuk didiagnosis karena terlihat seperti kebahagiaan biasa, tapi
membawa risiko yang sama dengan mania.4,8
Gejala depresif7
o Afek depresif
o Kehilangan minat dan kegembiraan
o Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah dan menurunnya aktivitas
o Konsentrasi dan perhatian berkurang
o Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
o Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
o Tidur terganggu
o Nafus makan berkurang
Klasifikasi
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV dan PPDGJ III,
gangguan bipolar dapat diklasifikasikan, yaitu
Pembagian menurut DSM-IV6,8
Gangguan bipolar I
Terdapat satu atau lebih episode manik. Episode depresi dan hipomanik
tidak diperlukan untuk diagnosis tetapi episode tersebut sering terjadi.
Gangguan bipolar II
5
Terdapat satu atau lebih episode hipomanik atau episode depresif mayor
tanpa episode manik.
Siklotimia
Adalah bentuk ringan dari Gangguan bipolar. Terdapat episode hipomania
dan depresi yang ringan yang tidak memenuhi kriteria episode depresif
mayor.
Gangguan bipolar YTT
Gejala-gejala yang dialami penderita tidak memenuhi kriteria Gangguan
bipolar I dan II. Gejala-gejala tersebut berlangsung tidak lama atau gejala
terlalu sedikit sehingga tidak dapat didiagnosa Gangguan bipolar I dan II.
Dari kepustakaan 4
6
Pembagian menurut PPDGJ III:7
F31 Gangguan Afek bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya
dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas
terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek
disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania),
dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya
ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik
biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2 minggu
sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih
lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun
kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali
terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma
mental lainnya (adanya stress tidak esensial untuk penegakan
diagnosis).
Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30)