Top Banner

of 88

BAB II TERANYAR.docx

Jan 10, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

104

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Konsep Evaluasi Program1. Evaluasi ProgramSetiap program pendidikan selalu diikuti dengan kegiatan evaluasi, baik menyangkut hasil maupun terhadap proses pendidikan yang dilakukan. Banyak pakar yang mengemukakan definisi tentang evaluasi, diantaranya adalah Gronlund dan Linn yang mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses yang sistematis dalam pengumpulan data, analisis data dan interpretasi informasi untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pengajaran.[footnoteRef:1] Djaali dan Mulyono menyatakan bahwa evaluasi sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan, kemudian diambil keputusan atas obyek yang dievaluasi.[footnoteRef:2] [1: Noman E. Gronlund dan Robert L. Linn, Measurement and Evaluation in Teaching (New York:McMilan Publishing Co.,2000), h.5.] [2: Djaali dan Puji Mulyono, Pengukuran dalam BIdang Pendidikan (Jakarta: PPs UNJ,2000), h.1.]

Definisi yang dituliskan dalam kamus Oxford Advanced Learners Dictionary of Current English sebagaimana yang dikutip oleh Arikunto dan Cepi Safruddin, yakni evaluasi adalah to find out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk menentukan nilai atau jumlah, serta menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggungjawab, menggunakan strategi, dan dapat dipertanggungjawabkan.[footnoteRef:3] [3: Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan : Pedoman Teoretis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.1.]

Lebih lanjut Arikunto mengutip apa yang dikatakan Suchman bahwa evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan[footnoteRef:4]. Menurut Blaine dan Sanders evaluasi adalah mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu. Karenanya evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula.[footnoteRef:5] [4: Ibid.] [5: Worten B. Blaine, James R. Sanders, dan Jodi L. Fitzpatrick, Program Evaluation Alternatives Approach and Practical Guidelines(Boston: Pearson Education Inc, 2004), h.1.]

Komite Studi Nasional tentang Evaluasi (National Study Committee on Evaluation) UCLA sebagaimana dikutip oleh Widoyoko, menyatakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program selanjutnya.[footnoteRef:6] [6: S. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis bagi Pendidik dan Calon Pendidik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),h.3.]

Stufflebeam dan Shinkfield menyatakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi deskriptif dan bersifat memutuskan tentang kelayakan dan kebermanfaatan tujuan-tujuan, rancangan, implementasi dan dampak suatu program dalam rangka memberi masukan bagi pembuat keputusan, melayani kebutuhan-kebutuhan akuntabilitas dan mempromosikan pemantauan terhadap fenomena yang terkait.[footnoteRef:7] Evaluasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh data atau masukan tentang manfaat, nilai dan kegunaan suatu program atau kegiatan untuk mengambil keputusan.[footnoteRef:8] [7: Ibid.] [8: Meredith D. Gall, Joice P. Gall dan Walter R. Borg. Educational Research An Introduction, (Boston: Pearson Education Inc, 2003), h.542.]

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, diketahui bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang sistemik dilakukan untuk memperoleh dan menyajikan informasi atau data guna pengambilan keputusan berdasarkan kriteria yang diacu atau ditetapkan sebelumnya. Jadi, evaluasi berkaitan dengan proses pengambilan keputusan terhadap keberhasilan pencapaian proses dan tahapan kegiatan yang telah dilakukan. Salah satu bentuk evaluasi yang dikenal dalam kegiatan kependidikan adalah evaluasi program. Ralph Tyler, Scriven, Lee Cronbach, Daniel Stufflebeam dan Malcolm Provus termasuk diantara ahli evaluasi yang banyak menulis secara signifikan tentang evaluasi program.[footnoteRef:9] Kajian evaluasi program cukup bervariasi yang turut mempengaruhi jenis model evaluasi. Dari beberapa jenis, cara ataupun penyajian evaluasi program diidentifikasi bahwa semua bermuara pada penyediaan informasi dalam rangkaian pengambilan keputusan (decision) oleh decision maker. [9: Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program (Jakarta:Rineka Cipta, 2000), hh.3-4.]

Sebagaimana yang dikemukakan Owen, evaluasi program adalah suatu proses menguraikan, menjabarkan, memperoleh informasi dan mendiseminasikan untuk menjelaskan dan memahami suatu program, atau menetapkan keputusan berkaitan dengan program tersebut.[footnoteRef:10] Menurut Arikunto, evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program.[footnoteRef:11] Definisi yang terkenal untuk evaluasi program seperti yang dikutip oleh Arikunto dan Cepi Safruddin,[footnoteRef:12] yakni yang dikemukakan oleh Ralph Tyler, yang mengatakan bahwa evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan. Bahkan yang lebih dikenal lagi adalah yang dikemukakan oleh dua orang ahli evaluasi yakni Cronbach dan Stufflebeam. Mereka mengemukakan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Jadi, evaluasi program merupakan suatu proses untuk menemukan informasi, dirancang guna mengarahkan penetapan keputusan terhadap objek, berupa suatu program, kebijakan atau peristiwa. [10: John M. Owen, Program Evaluation, Form and Approaches (Sydney: Allen & Unwin, 1993), hh. 7-8.] [11: Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),h. 290.] [12: Arikunto dan Abdul Jabar, op.cit., h.5.]

Secara eksplisit evaluasi mengacu pada pencapaian tujuan, tetapi secara implisit evaluasi berguna untuk melihat sejauh mana kinerja yang telah dicapai oleh objek evaluasi berdasarkan kepada standar-standar tertentu. Apakah terdapat suatu kesenjangan antara kinerja yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Karena hasil evaluasi merupakan salah satu landasan untuk menentukan apakah suatu program berjalan secara efektif atau gagal mencapai tujuannya. Stufflebeam menyatakan bahwa the purpose of evaluation is to improve, not to prove.[footnoteRef:13] Hal tersebut memberi makna bahwa fungsi dari evaluasi program adalah untuk meningkatkan kualitas suatu program sehingga diperoleh hasil yang baik sesuai tujuan, bukan untuk membuktikan keberadaan suatu program. [13: George F. Madaus, Michael S. Scriven, dan Daniel L. Stufflebeam, Evaluation Models Viewpoints on Educational and Human Services Evaluation (Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing, 1987), h. 118.]

Dari uraian sebelumnya disimpulkan bahwa evaluasi program merupakan suatu proses yang secara eksplisit mengacu pada pencapaian tujuan, sedangkan secara implisit evaluasi program harus membandingkan apa yang telah dicapai dengan apa yang seharusnya dicapai sesuai standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Kirkpatrick[footnoteRef:14] menambahkan ada tiga alasan mengapa diperlukan evaluasi program, yaitu: [14: Donald L. Kirkpatrick dan James D. Kirkpatric, Evaluating Training Programs: The Four Levels (San Fransisco: Berrett-Koehler Publishers Inc, 2005), h. 17.]

(1)untuk menunjukkan eksistensi dan dana yang dikeluarkan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran program yang dilakukan,(2)untuk memutuskan apakah kegiatan yang dilakukan akan diteruskan atau dihentikan,(3)untuk mengumpulkan informasi bagaimana cara untuk mengembangkan program di masa mendatang.Menurut Arikunto dan Abdul Jabar[footnoteRef:15] ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program yaitu: [15: Arikunto dan Abdul Jabar, op.cit., h. 22.]

(1)Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan. (2)Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi sedikit). (3)Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat. (4)Menyebarkan program (melaksanakan program ditempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik, maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu lain.

a. Tujuan Evaluasi Program Tujuan evaluasi program terdapat 6 (enam) hal, yaitu untuk :1) Memberikan masukan bagi perencanaan program 2) Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program 3) Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi atau perbaikan program 4) Memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan penghambat program 5) Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervise dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana program; 6) Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan luar sekolah. Selanjutnya tujuan evaluasi adalah untuk melayani pembuat kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan secara bijaksana.Oleh karenanya evaluasi program dapat menyajikan 5 (lima) jenis informasi dasar sebagai berikut :1) Berbagai data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah pelaksanaan suatu program harus dilanjutkan. 2) Indikator-indikator tentang program-program yang paling berhasil berdasarkan jumlah biaya yang digunakan. 3) Informasi tentang unsur-unsur setiap program dan gabungan antar unsur program yang paling efektif berdasarkan pembiayaan yang diberikan sehingga efisiensi pelaksanaan program dapat tercapai. 4) Informasi untuk berbagai karakteristik sasaran program-program pendidikan sehingga para pembuat keputusan dapat menentukan tentang individu, kelompok, lembaga atau komunitas mana yang paling menerima pengaruh dari pelayanan setiap program. 5) Informasi tentang metode-metode baru untuk memecahkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi pengaruh program.[footnoteRef:16] [16: Ibid., h. 48]

Evaluasi program merupakan program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program kerja berjalan, dan apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga dan model evaluasi program sertification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program. Guna mengevaluasi program diperlukan kegiatan penelitian evaluasi yang di dalamnya terkandung evaluasi program berupa pengumpulan informasi tentang hasil yang telah dicapai oleh sebuah program yang dilaksanakan secara sistematik dengan menggunakan metodologi ilmiah sehingga ditemukan data yang akurat sesuai sabjek dan obyek yang diteliti. Melalui penelitian evaluasi terhadap suatu program dapat diperkirakan atau dinilai keberhasilan atau kegagalan sebuah program.Stufflebeam mendefinisikan tujuan penelitian evaluasi sebagai berikut: evaluation research referred to and evaluation (that is a judgment) based on empirical research and subject to criteria.[footnoteRef:17] Penelitian evaluasi adalah penelitian yang menilai informasi empirik terhadap objek/program dengan masalah kebijakan program yang menyangkut masalah keberhasilan dan atau kegagalan program. Evaluasi program adalah langkah awal supervisi yang mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Evaluasi program sangat bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan karena dengan masukan hasil evaluasi program itulah pengambil keputusan akan menemukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari evaluator untuk pengambil keputusan (decision maker).[footnoteRef:18] [17: Daniel L. Stufflebeam, Evaluation Models Viewpoints On Educational And Human Services Evaluation, Kluwer Academic Publishers (New York : Boston, Dordrecht, London, Moscow, 2002), h. 276.] [18: Ibid., h. 29.]

Jadi melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksud untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan dan yang menjadi objek evaluasi program.Hal ini dapat berbentuk kebijakan program, implementasi program dan efektifitas program sedangkan penelitian evaluasi adalah kegiatan penelitian untuk mengumpulkan informasi tentang hasil yang telah dicapai dari sebuah program yang dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah. Dengan demikian akandapat dihasilkan data yang akurat dan objektif dari capaian program. Penelitian evaluasi merupakan penelitian empirik untuk menilai kinerja capaian program baik proses maupun hasil serta dampak penyelenggaraan suatu program.Dalam konteks penelitian ini, akan dapat dikaji krieria-kriteria perubahan-perubahan yang telah terjadi dari implementasi program dan sejauhmana perolehan program itu secara signifikan terkait dengan program terhadap bidan poskesdes atau bidan di desa. Dengan demikian melalui evaluasi program dapat ditentukan kebermaknaan suatu program, dan dari hasil evaluasi itu pula dapat dirumuskan rekomendasi-rekomendasi untuk perbaikan sehingga dapat dicapai keberhasilan program tersebut.Beberapa konsep utama evaluasi program dapat digali melalui beberapa pertanyaan kunci, sebagai berikut :1) What extent, if any, did the program achive its intended objective2) Was the program effective (in achieve its intende outcomes), and 3) To what extent, if at all, are the observed outcomes consistent with the intended outcomes.[footnoteRef:19] [19: James Mc David dan Laura Hawthorn dalam Dean Spaulding, Program Evaluation in Practice: Core Concepts and examples for Discussion and Analysis (San Francisco: Jossey Bass, 2008)., h.15-17.]

Pertanyaan di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat tiga konsep utama yang dikemukakan yaitu luas dan cakupan, capaian dan dampak, efektifitas dalam pencapaian program, dan masalah konsistensi hasil yang dicapai dalam arti apakah capaian itu benar-benar signifikan ataukah hanya karena faktor kebetulan, sehingga tidak menunjukkan konsistensi. Dengan demikian penelitian evaluasi adalah metode dalam proses pengambilan keputusan dengan menggunakan dasar-dasar empirik, sehingga menjamin akuntabilitas pengambilan keputusan, pembuktian empirik dari suatu proses penilaian suatu program dan menjadi alat kontrol bagi implementasi suatu kebijakan program yaitu masalah keberhasilan atau kegagalannya.Pemahaman tujuan evaluasi program sangat penting terutama dalam penelitian. Evaluasi program oleh Spaulding didefinisikan sebagai berikut: In general, program evaluation examines program to determine their worth and to make recommendations for programmatic refinement and success.[footnoteRef:20] Definisi tersebut dapat diartikan bahwa secara umumevaluasi program bertujuan untuk meneliti program guna menentukan nilai program dan membuat rekomendasi untuk perbaikan program demi mencapai keberhasilan program tersebut. [20: Ibid.,h. 5.]

Evaluasi program mencakup evaluasi terhadap struktur internal dan eksternal dari suatu program.Evaluasi internal program mencakup evaluasi terhadap sumber daya, sarana prasaran, pelanggan, kapasitas pendanaan, dan pelayanan serta norma-norma sosial terkait.Faktor eksternal yang mempengaruhi program yang dievaluasi mencakup lembaga-lembaga pemerintahan ataupun lembaga swadaya masyarakat sebagai penasehat dan pengatur badan hukum yang mengesahkan suatu program yang didirikan dan dilaksanakan, demikian juga untuk lembaga swasta yang bisa menjadi sumber pendanaan.Pendekatan evaluasi program menurut Fitzpatrick dapat menggunakan beberapa alternatif, yaitu :Objective-oriented evaluation approach, Management-oriented evaluation approach, Consumer-oriented evaluation approach, Expertise-oriented evaluation approach dan Participant-oriented evaluation approach.[footnoteRef:21] [21: Jodi Fitzpatrik, et al.,Program Evaluation: Alternative Approaches and Practical Guidelines (Boston: Pearson, 2004),h. 89.]

Pendekatan ini dimaksudkan bahwa alternatif yang dapat digunakan dalam evaluasi program adalah yaitu pendekatan yang menekankan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dari suatu program, pendekatan yang diarahkan untuk membantu dalam pengambilan keputusan manajemen, pendekatan yang menekankan pada keterpenuhan kebutuhan pelanggan dan pendekatan yang umumnya didasarkan pada penilaian ahli atau pakar dalam suatu bidang ilmu atau pakar dalam program itu.Evaluasi program juga bertujuan melihat apakah program telah berhasil membawa perubahan dan dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan yang terjadi secara signifikan. Salah satu program yang akan di evaluasi dalam penelitian ini adalah program pelatihan pengembangan desa siaga bagi bidan di desa.Dengan demikian seperti telah diuraikan di atas maka evaluasi program pelatihan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sebagai suatu proses untuk mengidentifikasi, memberi nilai terhadap program pelatihan pengembangan desa siaga bagi bidan di desa. Evaluasi dilakukan berdasarkan standar yang telah dirumuskan yang selanjutnya akan termuat dalam kriteria penilaian terhadap program yang dinilai atau dievaluasi tersebut. Evaluasi dilakukan melalui proses sistematik, baik dari proses pengumpulan data sampai dengan proses analisis sesuai dengan pendekatan yang digunakan. Evaluasi dilakukan terhadap program pelatihan pengembangan desa siaga bagi bidan di desa ini akan menilai sejauh mana suatu program telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau ketercapaian program dan dalam rangka perbaikan di masa depan. Evaluasi juga ditujukan untuk mengetahui sejauhmana pencapaian tujuan program serta apakah terdapat penyimpangan yang membutuhkan koreksi.Selanjutnya agar tujuan evaluasi berjalan secara sistemastis, terukur, dan realistis maka evaluasi program dapat dilakukan melalui sebuah penelitian yang disebut penelitian evaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektifitas program ditinjau dari context, input, proses maupun output program tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi program merupakan penelitian evaluatif yang dimaksudkan untuk mengetahui akhir dari sebuah program kebijakan, yaitu mengetahui hasil akhir dari adanya kebijakan dalam rangka menentukan rekomendasi atas kebijakan yang lalu.[footnoteRef:22] Dengan tujuan tersebut maka para ahli membuat beberapa macam model evaluasi yang dikembangkan untuk mempermudah dalam mengukur dan menilai yang akan diuraikan pada bagian berikutnya. [22: Arikunto, op.cit., h.7 ]

b. Ukuran Baku Evaluasi Program Pelatihan Ukuran baku evaluasi adalah suatu prinsip yang secara umum disepakati ahli-ahli dalam pelaksanaan dan penggunaan evaluasi sebagai ukuran (pengukur) nilai atau kualitas evaluasi.[footnoteRef:23] Berdasarkan rumusan ketetapan ukuran baku evaluasi yang ditetapkan oleh Joint Committee yang terbagi dalam empat kategori, maka penelitian ini mengelompokkan rangkaian evaluasi ke dalam empat kategori tersebut, yaitu : pertama, kegunaan (utility) yang berisi ukuran baku untuk mengarahkan evaluasi sehingga menjadi jelas, tepat pada waktunya dan mempunyai pengaruh. Ukuran baku yang termasuk kegunaan ini adalah menyangkut identifikasi pengamat, kredibilitas evaluator, seleksi dan lingkup informasi, interpretasi penilaian, kejelasan laporan, ketepatan waktu laporan, dan dampak evaluasi. Untuk memenuhi ukuran baku kegunaan tersebut dalam penelitian ini dilakukan sejak melakukan identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, kegunaan pada bagian pendahuluan, penetapan tujuan, dan penetapan waktu serta tempat penelitian pada bagian metodologi penelitian. Kedua, kelayakan (feasibility) berisi ukuran baku yang mengakui bahwa evaluasi pendidikan harus dilakukan dalam setting yang alami, bukan di laboratorium, dan bahwa evaluasi tersebut membutuhkan sumber-sumber yang berharga. Ukuran baku dalam kelayakan ini adalah prosedur praktis, kelangsungan politis, dan keefektifan biaya. Secara umum kelayakan menghendaki agar evaluasi itu realistik, bijaksana, diplomatis, dan hemat, mengacu kepada standar prosedur praktis evaluasi dan independensi yang tidak berdampak negatif pada proses implementasi program. Dalam penelitian ini pemenuhan ukuran baku kelayakan dilakukan secara alamiah sehingga tidak mengganggu kegiatan tersebut. Setting alami ini dipertahankan sejak mengumpulkan dokumen-dokumen program pelatihan pengembangan desa siaga, observasi proses (secara pasif), dan wawancara dengan informan dalam rangka pengumpulan data primer. Ketiga, kepatutan (propriety) merujuk bahwa evaluasi dilakukan secara sah, beretika, jujur, lengkap, dan mendukung kepentingan semua pihak yang terlibat dalam evaluasi. Ukuran baku kepatutan ini dilakukan sejak pengurusan izin penelitian, persetujuan pihak Unit Pelatihan Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya, pengambilan dokumen legalitas formal di lokasi penelitian, diskusi dan wawancara dengan steakholder, karyawan dan pejabat terkait dalam pengumpulan data program pelatihan. Keempat, ketepatan (accuracy) dilakukan sejak menyusun dan menvalidasi instrumen, mengolah dan menganalisis data, sampai kepada pengambilan keputusan menggunakan informasi yang akurat dan rasional baik melalui penilaian pakar dan panelis guna penetapan keputusan pada setiap tahapan evaluasi [23: Joint Committee, Standards for Evaluation of Educational Programs, Project, and Material (New York: McGraw-Hill, 1981), h, 171.]

c. Ciri-ciri dan Persyaratan Evaluasi ProgramCiri dan persyaratan evaluasi program mengacu pada kaidah yang berlaku, dilakukan secara sistematis, teridentrifikasi penentu keberhasilan dan kebelumberhasilan program, menggunakan tolok ukur baku, dan hasil evaluasi dapat digunakan sebagai tindak lanjut atau pengambilan keputusan.Evaluasi berasal dari kata bahasa inggris evaluation yang diserap dalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi evaluasi yang dapat diartikan memberikan penilian dengan membandingkan sesuatu hal dengan satuan tertentu sehingga bersifat kuantitatif. Pengertian evaluasi yang bersumber dari kamus Oxford Advanced Leaners Dictionary of Current English evaluasi adalah to find out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk menentukan nilai atau jumlah. Selain arti berdasarkan terjemahan, kata-kata yang terkandung dalam definisi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertangung jawab, menggunakan strategi dan dapat dipertanggung jawabkan.[footnoteRef:24] [24: Arikunto dan Cepi Safrudin,Evaluasi Program Pendidikan:Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, cetakan ketiga, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009)]

Suchman (dalam Anderson 1975) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai dari beberapa kegiatan yang telah direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Definisi lain dari Worthen dan Sanders (dalam Anderson, 1971) evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu, dalam mencari sesuatu tersebut juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberdaan suatu program, produksi, prosedur serta strategi alternatif yang diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Sedangkan Stufflebeam mendefiniskan evaluasi sebagai proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternative keputusan.[footnoteRef:25] [25: Stufflebeam, Daniel L. 1999 Foundation modelfor 21 Century program evaluation. Kalamazoo, ML: The Evaluation Center, Western Micchigan University]

Anderson memandang Evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam, mengungkapkan bahwa Evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan; Sedangkan Pedoman Evaluasi yang diterbitkan Direktorat Jenderal PLS Depdiknas memberikan pengertian bahwa evaluasi program adalah proses pengumpulan dan penelaahan data secara berencana, sistematis dan dengan menggunakan metode dan alat tertentu untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan program dengan menggunakan tolok ukur yang telah ditentukan.Evaluasi program adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektifitas atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data yang diobservasi dengan menggunakan standar tertentu yang telah dibakukan. Ralp Tyler, 1950 (dalam Suharsimi, 2007) mendefinisikan bahwa evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program sudah dapat terealisasi. Sedangkan Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) evaluasi programadalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Evaluasi program adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektifitas atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan keputusan itu didasarkan atas perbandingan secarahati-hati terhadap data yang diobservasi dengan menggunakan standard tertentu yang telah dibakukan.[footnoteRef:26] [26: Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin,Evaluasi Program Pendidikan:Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, cetakan ketiga, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009)]

32Dari berbagai definisi tersebut di atas, dapat diintisarikan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu program pemerintah, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif atau pilihan yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Program dapat diartikan menjadi dua istilah yaitu program dalam arti khusus dan program dalam arti umum. Pengertian secara umum dapat diartikan bahwa program adalah sebuah bentuk rencana yang akan dilakukan. Apabila program ini dikaitkan langsung dengan evaluasi program maka progran didefinisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.Dengan demikian yang perlu ditekankan bahwa program terdapat 3 unsur penting yaitu :a. Program adalah realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan.b. Terjadi dalam kurun waktu yang lama dan bukan kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan.c. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu, sebuah program dapat berlangsung dalam kurun waktu relatif lama. Pengertian program adalahsuatu unit atau kesatuan kegiatan maka program sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan. Pelaksanaan program selalu terjadi dalam sebuah organisasi yang artinya harus melibatkan sekelompok orang.Menurut Worten dan Sanders evaluasi adalah mencari sesuatu yang berharga.[footnoteRef:27] Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi aerta alternatif prosedur tertentu. Selanjutnya Jodi L. Fitzpatrick et al juga memberi definisi yang sama tentang evaluasi mereka menyatakan evaluasi merupakan keputusan yang sistematis tentang kebermaknaan, dan kehebatan dari sesuatu atau seseorang dalam evaluasi program.[footnoteRef:28] [27: Worten B. Blaine, Sanders R. James, Fitzpatrick, L. Jodi, Program Evaluation Alternatives Approacch and Practical Guidlines (USA: Wesley Longman, 1997). P1] [28: Jodi L. Fitzpatrick, James R. Sanders, Elaine R, Worthen. Ioc, P.10]

Makna dari evaluasi program itu sendiri mengalami proses pemantapan. Definisi yang terkenal untuk evaluasi program dikemukakan oleh Ralph Tyler, yang mengatakan bahwa evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan (Tyler, 1950). Definisi yang lebih diterima masyarakat luas dikemukakan oleh dua orang ahli evaluasi yaiti Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971). Mereka mengemukakan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Sehubungan dengan definisi tersebut The Standford Evaluation Consorsium Group menegaskan bahwa meskipun evaluator menyediakan informasi, evaluator bukanlah pengambil keputusan tentang suatu program (Cronbach, 1982).Ronald G.Schnee (1977, dalam Gilbert Sax 1975) mengatakan bahwa karena alasan politik dan social evaluator program sering dihadapkan pada sebuah dilemma pertimbangan etis. Dari hasil penelitiannya Schnee menyimpulkan adanya sebelas isu yaitu :1) OtonomiIsu ini terkait dengan sikap personel yang terlibat dalam program, misalnya guru dan kepala sekolah.Bagaimana mereka tidak terpengaruh dengan keinginan menyanjung program ketika diminta untuk mengevaluasi.2) Hubungan dengan klien Isu ini menyangkut evaluator ketika melaksanakan evaluasi harus bekerja sama dengan klien, yaitu orang-orang yang ada di dalam program.3) Kenyataan politik dan konteks sosialDalam mengevaluasi program evaluator tidak boleh mengabaikan kejadian politik dan sosial, agar hasil kerja evaluasi dapat bermanfaat.4) Nilai yang dimiliki evaluatorDalam melaksanakan evaluasi tidak mungkin evaluator dapat melepaskan diri dari nilai-nilai yang dianut dan dijadikan pedoman hidupnya.

5) Pemilihan rancangan dan teknologiUntuk memperoleh hasil yang maksimal dari kerja evaluasi, seyogianya evaluator dapat mempertimbangkan berbagai unsur dan mengadakan kompromi.6) Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menelaah (review) rancangan. Alasan untuk mengadakan titik ulang adalah mengurangi adanya bias dan pemborosan. 7) Kejujuran mengakui keterbatasan dan hambatan Laporan evaluasi harus mencantumkan penjelasan tentang hal-hal yang dihadapi evaluator sebagai akibat adanya keterbatasan dan hambatan8) Hasil negative Evaluator perlu menyertakan hasil negatif agar data yang dilaporkan lengkap dan berguna untuk meningkatkan program. 9) Penyebaran hasilMengingat tujuan evaluasi program adalah mengumpulkan informasi bagi tindak lanjut program maka hasil evaluasi sangat perlu untuk disebarluaskan.10) Perlindungan dari pelanggaran Program merupakan hasil kebijakan yang diatur oleh peraturan.Oleh karena itu, evaluasi tidak boleh melanggar hal yang dilindungi.11) Penolakan terhadap kontrakMeskipun evaluasi ini penting namun pelaksana program berhak menolak evaluator dengan alas an yang tepat.2. Kaitan Antara Penelitian Dengan Evaluasi Program Dilihat dari tujuannya, yaitu bahwa pelaksana ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk dari penelitian, yaitu penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam pembicaraan evaluasi program, pelaksana berpikir dan menentukan langkah sebagaimana melaksanakan penelitian. Perbedaan yang mencolok antara penelitian dengan evaluasi program adalah sebagai berikut.a. Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program, pelaksana ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu.b. Dalam kegiatan penelitian dituntun oleh rumusan masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam evaluasi program pelaksana ingin mengetahui tingkat ketercapaian tujuan program, dan apabila tujuan belum tercapai sebagaimana ditentukan, pelaksana ingin mengetahui di mana letak kekurangan itu dan apa sebabnya. Dengan sedikit uraian tersebut dapat dikatakan juga, sebagaimana sudah disinggung di depan, evaluasi program merupakan penelitian evaluatif. Pada umumnya penelitian evaluatif dimaksudkan untuk mengetahui akhir dari sebuah program kebijakan, yaitu mengetahui hasil akhir dari adanya kebijakan, dalam rangka menentukan rekomendasi atas kebijakan yang lalu, yang pada tujuan akhirnya adalah untuk menentukan kebijakan selanjutnya. Mengingat betapa pentingnya sebuah rekomendasi kebijakan, maka untuk penelitian evaluatif dituntut adanya persyaratan khusus yang harus diikuti oleh penelitinya.Apabila kita mendengar istilah kebijakan biasanya yang terpikir adalah suatu aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, atau dengan kata lain kita berpikir bahwa kata kebijakan itu menempel pada lembaga yang sifatnya formal. Yang benar adalah bahwa kebijakan dapat diterapkan juga pada perorangan, yaitu ketika kita mempunyai rencana untuk melakukan kegiatan. Setelah kebijakan yang berupa rencana tersebut kita laksanakan, kita tentu segera ingin tahu apa yang terjadi, bagaimana keterlaksanaan rencana tersebut, dan bagaimana hasilnya? Sebagai contoh konkret, seorang mahasiswa dapat melakukan evaluasi terhadap program atau rencana yang sudah ditentukan, yaitu akan lulus tepat waktu. Ketika langkahnya tersendat-sendat, yang bersangkutan harus dapat melakukan evaluasi, faktor apa yang menyebabkan, mungkin dana, mungkin banyaknya tugas, tetapi mungkin juga dirinya sendiri yang kuramg disiplin dan kurang bersemangat.Suatu pengertian pokok yang terkandung dalam evaluasi adalah adanya standar, tolak ukur, atau kriteria. Mengevaluasi adalah melaksanakan upaya untuk mengumpulkan data mengenai kondisi nyata sesuatu hal, kemudian dibandingkan dengan kriteria, agar dapat diketahui seberapa jauh atau seberapa tinggi kesenjangan yang ada antara kondisi nyata tersebut dengan kriteria sebagai kondisi yang diharapkan. Penelitian evaluatif bukan sekedar melakukan evaluasi sebagaimana kegiatan evaluasi yang biasa atau yang ada pada umumnya dilakukan untuk objek apa saja. Penelitian evaluatif merupakan kegiatan evaluasi, tetapi mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku bagi sebuah penelitian, yaitu persyaratan keilmiahan, mengikuti sistematika dan metodologis secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, teori tentang penelitian evaluatif tidak menyimpang dari teori penelitian pada umumnya.Dalam bidang manajemen, mengevaluasi tidak dapat dilepaskan dari rangkaian kegiatan yang bermula dari perencanaan dan pelaksnaan suatu program.Oleh karena itu, dalam manajemen sebuah organisasi selalu ada sebuah unit yang dikenal dengan ME (Monitoring dan Evaluasi). Unit tersebut bertugas memonitor dan mengevaluasi tingkat kesesuaian antara proses kegiatan dengan rencana yang dibuat dan seberapa tinggi pencapaian dari proses tersebut. Dalam melakukan monitoring dan evaluasi tersebut petugas selalu menerapkan standar, kriteria, atau tolak ukur.3. Ciri-Ciri Dan Persyaratan Evaluasi Program Sejalan dengan pengertian yang terkandung di dalamnya, maka evaluasi evaluatif memiliki ciri-ciri dan persyaratan sebagai berikut:a. Proses kegiatan penelitian tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian pada umumnya. b. Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti harus berpikir secara sistematis, yaitu memandang program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan satu sama lain dalam menunjang keberhasilan kinerja dari objek yang dievaluasi.c. Agar dapat mengetahui secara rinci kondisi dari objek yang dievaluasi, perlu adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi keberhasilan program. d. Menggunakan standar, kriteria, atau tolak ukur sebagai perbandingan dalam menentukan kondisi nyata dari data yang diperoleh dan untuk mengambil kesimpulan. e. Kesimpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan atau rekomendasi bagi sebuah kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan. Dengan kata lain, dalam melakukan kegiatan evaluasi program, peneliti harus berkiblat pada tujuan program kegiatan sebagai standar, kriteria, atau tolak ukur. f. Agar informasi yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi nyata, secara rinci untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, maka perlu ada identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi subkomponen, sampai pada indikator dari program yang dievaluasi.g. Standar, kriteria, atau tolak ukur diterapkan pada indikator, yaitu bagian yang paling kecil dari program agar dapat dengan cermat diketahui letak kelemahan dari proses kegiatan. h. Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat.4. Komponen, Subkomponen, dan Indikator ProgramProgram merupakan sistem, Sedangkan sistem adalah satu kesatuan dari beberapa bagian atau komponen program yang saling kait mengait dan bekerja sama satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam sistem. Dengan begitu, program terdiri dari komponen-komponen yang saling menunjang dalam rangka mencapai suatu tujuan.Komponen program adalah bagian-bagian atau unsur-unsur yang membangun sebuah program yang saling terkait dan merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan program. Karena suatu program merupakan sebuah sistem dan dikenal dengan istilah subsistem. Komponen atau subsistem karena merupakan bagian suatu program yang berupa kata benda, harus disebut dalam kata benda, harus disebut dalam kata benda. Andaikata kita ingin sabar dan tidaknya seseorang maka yang diukur bukan sabar, tetapi kesabaran. Jika akan mengetahui indah dan tidaknya taman, yang diukur bukan indah tetapi keindahan. Jadi, kata keadaan atau kata sifat kalau distatuskan sebagai komponen, harus diubah namanya dalam bentuk kata benda, atau dengan kata lain harus dibendakan terlebih dahulu.Menurut pengertian atau konsep umum, di dalam sebuah sistem, subsistem yang ada saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Sistem ini sendiri berada di dalam sebuah naungan yang lebih besar yang dikenal dengan istilah suprasistem. Dalam suprasistem, sistem-sistem yang ada dibawah naungannya saling berkaitan dan bekerja sama menuju pencapaian tujuan suprasistem dimaksud. Sebagai contoh kaitan antara suprasistem, sistem, dan subsistem dalam dunia pendidikan adalah Departemen Pendidikan Nasional, sekolah, dan pembelajaran di kelas.Sudah dijelaskan bahwa dalam penelitian evaluasi penting sekali bagi peneliti untuk dapat berpikir sistematik, yaitu berpandangan bahwa program yang akan dievaluasi merupakan kumpulan dari beberapa komponen atau unsur yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan program. Oleh karena itu, komponen tersebut dapat dipandang sebagai unsur bagian, tetapi mempunyai peranan penting sebagai faktor penentu keberhasilan program. Dengan pengertian seperti itu maka peneliti evaluatif harus tahu secara tepat apa yang dimaksud dengan komponen program. Sebelum mulai dengan kegiatannya, peneliti harus mengadakan identifikasi komponen dari program yang dievaluasi.Komponen program adalah bagian-bagian yang menunjukkan nafas penting dari keterlaksanaan program. Mungkin orang lebih senang menggunakan istilah unsur dan ada pula yang menggunakan istilah faktor. Banyaknya komponen untuk masing-masing program tidak sama, sangat tergantung dari tingkat kompleksitas program yang bersangkutan. Agar penjelasan tentang komponen dan indicator menjadi lebih jelas, berikut disampaikan contoh sebuah program yang berada dalam bidang pendidikan, yaitu program pembelajaran. Kita tahu bahwa keberhasilan program pembelajaran sangat tergantung dari beberapa faktor penting, yaitu (1) siswa, (2) guru, (3) materi/kurikulum, (4) sarana dan prasarana, (5) pengelolaan, dan (6) lingkungan. Apabila salah satu saja dari enam komponen tersebut kinerjanya kurang baik, pasti keberhasilan program pembelajaran tidak akan maksimal. Masing-masing komponen harus baik kinerjanya.Kegagalan dari program pembelajaran tidak dapat dibebankan pada hanya satu atau dua faktor saja, tetapi harus diteliti komponen atau faktor mana yang kinerjanya kurang baik.Komponen tersebut dapat dirinci lagi menjadi subkomponen kemudian indikator, yang selanjutnya dapat lebih rinci lagi menjadi subindikator.Inilah indikator berasal dari kata bahasa Inggris to indicate yang dalam bahasa Indonesia berarti menunjukkan. Jadi, indikator merupakan sesuatu yang dapat menunjukkan kinerja dari subkomponen.5. Fungsi dan Tujuan Penelitian EvaluasiMichael Scriven mengemukakan bahwa secara garis besar fungsi penelitian evaluasi dapat dibedakan menjadi dua yakni: Evaluasi formatif difungsikan sebagai pengumpulan data pada waktu pendidikan masih berlangsung. Data hasil evaluasi ini dapat digunakan untuk membentuk(to form)dan memodifikasi program kegiatan.[footnoteRef:29] Jika pada pertengahan kegiatan sudah diketahui hal-hal apa yang negatif dan para pengambil keputusan sudah dapat menentukan sikap tentang kegiatan yang sedang berlangsung maka terjadinya pemborosan yang mungkin akan terjadi, dapat dicegah. [29: Suharsimi Arikunto. 2007.Manajemen Penelitian.Jakarta: PT Rineka Cipta, hal. 222-223]

Evaluasi sumatif dilangsungkan jika program kegiatan sudah betul-betul selesai dilaksanakan. Evaluasi sumatif dilaksanakan untuk menentukan sejauh mana sesuatu program mempunyai nilai kemanfaatan, terutama jika dibandingkan dengan pelaksanaan program-program yang lain. Penilaian sumatif bermanfaat datanya bagi para pendidik yang akan mengadopsi program yang dievaluasi berkenaan dengan hasil, program atau prosedur.Sedangkan menurut Tayipnapis, Evaluasi dapat mempunyai dua kegunaan, yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif, evaluasi digunakan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dsb).[footnoteRef:30] Fungsi sumatif, evaluasi digunakan untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan.Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari pihak yang terlibat. [30: Tayipnapis, F.Y. 1989.Evaluasi Program.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.]

Pada prinsipnya tujuan evaluasi program harus dirumuskan dengan titik tolak tujuan program yang akan dievaluasi. Ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum biasanya diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada tiap-tiap komponen dari program.Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian evaluasi mempunyai dua fungsi yaitu 1) Fungsi formatif, untuk pengumpulan data pada kegiatan yang sedang berjalan dan digunakan untuk perbaikan, pengembangan, dan modifikasi program. 2) Fungsi sumatif yang dilaksanakan setelah program selesasi dilaksanakan. Digunakan untuk pertanggungjawaban program dan penentuan sejauh mana kemanfaatan program. Penelitian evaluasi bertujuan untuk mengevaluasi komponen-komponen program dan program secara menyeluruh.6. Ciri-Ciri Dan Persyaratan Evaluasi Program Sejalan dengan pengertian yang terkandung di dalamnya, maka evaluasi evaluatif memiliki ciri-ciri dan persyaratan sebagai berikut:a. Proses kegiatan penelitian tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian pada umumnya. b. Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti harus berpikir secara sistematis, yaitu memandang program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan satu sama lain dalam menunjang keberhasilan kinerja dari objek yang dievaluasi.c. Agar dapat mengetahui secara rinci kondisi dari objek yang dievaluasi, perlu adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi keberhasilan program. d. Menggunakan standar, kriteria, atau tolak ukur sebagai perbandingan dalam menentukan kondisi nyata dari data yang diperoleh dan untuk mengambil kesimpulan. e. Kesimpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan atau rekomendasi bagi sebuah kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan. Dengan kata lain, dalam melakukan kegiatan evaluasi program, peneliti harus berkiblat pada tujuan program kegiatan sebagai standar, kriteria, atau tolak ukur. f. Agar informasi yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi nyata, secara rinci untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, maka perlu ada identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi subkomponen, sampai pada indikator dari program yang dievaluasi.g. Standar, kriteria, atau tolak ukur diterapkan pada indikator, yaitu bagian yang paling kecil dari program agar dapat dengan cermat diketahui letak kelemahan dari proses kegiatan. h. Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat.

B. Program yang Dievaluasi 1.Program Pendidikan Brigadir PolisiSejarah Kepolisian di Indonesia cukuplah panjang sejak dicanangkannya Kepolisian Republik Indonesia sebagai lembaga yang memiliki peran dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat hingga saat ini, dimulai pada tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 29 September 1945 Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN).Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung. Kemudian mulai tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S. D. Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri.Tanggal 1 Juli inilah yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.Sedangkan Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 UU No 2 tahun 2002 tentang Polri). Yang dimaksud dengan segala hal ihwal adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang fungsi kepolisian yaitu merupakan salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2 UU No 2 tahun 2002).Untuk dapat menjalankan semua fungsi tersebut diperlukan suatu komitmen yang tinggi dari setiap anggotanya.Selain komitmen yang tinggi juga perlu diimbangi dengan kemampuan intelektual atau pengetahuan yang mumpuni.Berbagai macam pengetahuan diperlukan untuk dapat mengisi kemampuan intelektualnya.Ilmu kepolisian merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang perlu dipelajari karena ilmu kepolisian akan terus berkembang sesuai dengan situasi kondisi dan tuntutan masyarakat. Hal ini sesuai dengan fungsi kepolisian yang dalam pelaksanaannya memang berhubungan dengan masyarakat.Ilmu kepolisian merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala sosial yang ada dalam masyarakat dan dari gejala tersebut kemudian dikaji untuk ditemukan bagaimana penyelasaiannya dan bagaimana caranya agar gejala tersebut tidak muncul kembali.Hal tersebut dalam pengertian Ilmu Kepolisian menurut Parsudi Suparlan 1999 dalam tulisan Chrysnanda Ilmu Kepolisian, Pemolisian Komuniti dan Implementasinya dalam Penyelenggaraan Tugas Polri yang mendefinisikan: Sebuah bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah-masalah social dan isu-isu penting serta pengelolaan keteraturan social dan moral dari masyarakat, mempelajari upaya-upaya penegakkan hokum dan keadilan, dan mempelajari teknik-teknik penyelidikan dan penyidikan berbagai tindak kejahatan serta cara-cara pencegahannya.Dalam perjalanan waktu, Ilmu Kepolisian terus berkembang yang idak saja mempelajari bagaimana timbulnya suatu gejala sosial, bagaimana pemecahannya dan bagaimana pencegahannya, yang juga menurut Anwar dalam tulisan Ilmu Kepolisian membahas juga tentang hakekat Ilmu kepolisian yaitu Ilmu Administrasi Kepolisian yang pengoperasionalannya dalam organisasi polri menunjukan pada spesialisasi Ilmu Kepolisian sebagai administrasi kepolisian, hukum kepolisian dan juga manajemen kepolisian. Manajemen dan administrasi kepolisian cakupannya sangatlah luas meliputi semua kegiatan manajemen yang ada di dalam organisasi kepolisian termasuk manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusia, menajemen penganggaran dan lain sebagainya.Salah satu bahasan dalam manajemen sumber daya manusia adalah bagaimana menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional.Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas salah satu yang diperlukan adalah adanya dukungan tentang system pengelolaan sumber daya manusia.Dalam system pengelolaan sumber daya manusia terdapat siklus pembinaan sumber daya manusia yang tidak kalah penting yaitu pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu siklus yang penting karena melalui pendidikan diharapkan akan dapat menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas dalam bidangnya.Lembaga pendidikan kepolisian (Lemdikpol) merupakan salah satu lembaga yang ikut serta dalam mencetak manusia-manusia yang berkualitas dalam bidangnya yaitu bidang kepolisian yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan pusat pengawasan dan pengendaliannya berada di Lembaga Pendidikan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lemdikpol). Bahwa Lemdikpol berperan sebagai lembaga yang bertugas mencetak sumber daya-sumber daya yang berkualitas maka Lemdikpol harus mampu menjadi pusat keunggulan pendidikan Kepolisian ( Education Center of Excellence) yaitu mencetak personel atau sumber daya manusia yang unggul.2.Sistem Pendidikan PolriReformasi Polri sejalan dengan buku biru (blue print) yang telah berjalan kurang lebih 15 (lima belas) tahun telah merubah paradigma Polri untuk menuju polisi sipil (civilian police). Perubahan ini secara langsung juga berkaitan dengan perubahan kedudukan, tugas, peran dan gaya pemolisian yang lebih disesuaikan dengan mengakomodir harapan masyarakat akan kebutuhan rasa aman dan tetap menjunjung tinggi supremasi hukum serta menghormati dan menjunjung tinggi Hak asasi manusia (HAM) serta muatan kearifan lokal dalam menumbuh kembangkan mindset dan kultur set anggota Polri dalam memberikan pelayanan masyarakat.Pendidikan Polri merupakan suatu proses untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang dibutuhkan dalam pemenuhan tuntutan tugas-tugas kepolisian. Selain itu pendidikan Polri juga merupakan suatu rangkaian kegiatan dari siklus pembinaan manajemen sumber daya manusia sehingga penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Polri tetap berpegang pada prinsip keterpaduan dengan tujuan untuk mengakomodir system pendidikan yang diterapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).Prinsip keterpaduan ini dapat dilihat dengan adanya ketentuan bahwa semua system dan jenjang kependidikan Polri berada dalam satu institusi/lembaga yaitu Lemdikpol (sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 21 tahun 2010), yang mengarah pada sistem pendidikan satu pintu.Melalui sistem pendidikan dan latihan polri ini diharapkan akan dapat melahirkan sosok-sosok Polri yang profesional dan berkualitas. Selain memiliki kemampuan, skill, pengetahuan yang luas juga harus memiliki sikap, mental dan perilaku yang humanis, berwibawa dan cerdas, sesuai dengan filisofi pendidkan Polri yaitu Mahir, Terpuji dan Patuh Hukum. Kondisi semacam ini sangat diperlukan untuk menjawab tantangan Polri masa kini dan yang akan datang terhadap tuntutan-tuntutan masyarakat yang semakin luas, tuntutan akan perubahan yang terjadi agar Polri lebih dapat bermitra dengan masyarakat sehingga akan menumbuhkan keyakinan baru dalam tubuh Polri melalui perubahan kultur/budaya kepolisian sebagimana tugas kepolisian pada umumnya. Perubahan ini diharapkan akan dapat mendorong terciptanya suatu kondisi yang baru di lingkungan kepolisian sehingga lama kelamaan akan muncul suatu hubungan yang harmonis antara polisi dan masyarakat sehingga dapat mempertemukan polisi dan masyarakat dalam wadah kerjasama yang baik dan dalam hubungan kepercayaan yang kokoh dan kuat. Pendidikan Polri diselenggarakan dengan mengintegrasikan aspek pengetahuan yang merupakan penekanan dari segi pendidikan sehingga akan lebih terlihat sempurna yaitu pengetahuan yang ada diaplikasikan dalam tugas-tugas kepolisian. Pendidikan yang diselenggarakan mempunyai tujuan yaitu untuk membentuk sumber daya manusia yang mempunyai keahlian-keahlian tertentu seperti komunikasi, negosiasi sehingga akan berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat dan juga bertujuan untuk melengkapi sumber daya manusia Polri dengan pengetahuan (knowledge), keahlian (skill) dan tingkah laku (attitude) yang dibutuhkan sesuai dengan tuntutan tugas di lapangan. Menurut Benjamin S. Bloom hal ini sesuai dengan Teori Taxonomy Bloom bahwa tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.b. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.c. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin. Dengan teori tersebut dapat dianalisis bahwa dalam pendidikan Polri, dilihat dari Cognitif Domain diharapkan akan dapat mencetak hasil didik yang mempunyai pengetahuan yang tinggi. Pengetahuan ini tidak hanya terbatas pada pengetahuan tentang kepolisian saja namun juga pengetahuan yang menyangkut ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan bidang kepolisian mengingat ilmu kepolisian ini sangat komplek yang terdiri dari berbagai bidang, seperti yang disampaikan oleh Harsja Bachtiar yang menyatakan bahwa:..masing-masing sesuai dengan kelaziman cabang ilmu pengetahuan sendiri-sendiri. Pengetahuan demikian biasanya dikenal sebagai pengetahuan multidisiplin, pengetahuan yang diperoleh melalui sejumlah pengkajian yang sesungguhnya terpisah satu dari yang lain meskipun memusatkan perhatian pada permasalahan yang sama..

Dengan pengetahuan kepolisian yang mendalam maka diharapkan hasil didik tersebut akan mampu menjawab tantangan tugas di lapangan yang semakin hari semakin berkembang sehingga akan dapat melatih anggota yang bersangkutan untuk dapat berfikir secara cepat dan tepat dalam menyikapi setiap permasalahan yang ada di masyarakat.Dilihat dari Affective Domain, hasil didik tersebut dalam melaksanakan tugasnya diharapkan akan lebih mempunyai rasa percaya diri karena telah didukung oleh kemampuan secara intelektual (kognitif) dan juga lebih dapat menyesuaikan diri dengan situasi tugas apapun apalagi tugas kepolisian ini berhubungan dengan masyarakat yang notabene masyarakat Indonesia sangatlah komplek dan beragam baik suku, adat, bahasa, budaya, kebiasaan yang tersebar dari sabang sampai merauke. Berkaitan dengan Psychomotor Domain maka hasil didik diharapkan akan mempunyai keterampilan dalam fungsi kepolisian dalam melaksanakan tugasnya seperti keterampilan dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan, keterampilan dalam melakukan pendekatan dengan masyarakat, keterampilan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan tugas pokok Polri.3. Komponen Dasar Pendidikan PolriPada dasarnya pendidikan merupakan proses pembelajaran bagi peserta didik dengan melibatkan seluruh komponen pendidikan yang ada sehingga keberhasilan pelaksanaan pendidikan ditentukan juga oleh ketersediaan komponen yang ada dan standar komponen pendidikan yang mempunyai standar khusus terhadap pelaksanaan pendidikan Polri sesuai dengan tuntutan kompetensi. Dengan dilaksanakannya pendidikan yang berbasis kompetensi diharapkan akan dapat mencetak hasil didik yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugasnya.Untuk dapat mencapai proses pendidikan yang berbasis kompetensi diperlukan adanya profil Polri, kerangka kurikulum induk pendidikan Polri, ketersediaan terhadap kurikulum, proses pembelajaran, proses evaluasi dan tentu saja harus didukung dengan adanya tenaga pendidik (Gadik) yang memadai dan mumpuni. Dalam proses pembelajaran pendidikan di lingkungan lembaga pendidikan Polri komponen pendidikan sangat diperlukan, dan sesuai Peraturan Kapolri nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Komponen Pendidikan untuk Pendidikan Pembentukan dan Pendidikan Pengembangan di Lingkungan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri bahwa 10 (sepuluh) standar komponen pendidikan tersebut yaitu:a.Kurikulum yaitu seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dn bahan pelajarab serta cara yang digunakan sebagi pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan di lingkungan Polri.b.Hanjar (bahan ajar) yaitu materi pengetahuan dan atau keterampilan yang dipilih dan disusun untuk pemberian pengalaman belajar dalam rangka pencapaian tujuan kompetensi tertentu.c.Peserta didik yaitu masyarakat yang memenuhi persyaratan dan telah dinyatakan lulus seleksi sebagai calon pegai negeri pada Polri dan pegawai negeri pada Polri yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran, pelatihan dan pengasuhan yang tersedia pada jalur, jenis dan jenjang pendidikan Polri.d.Tenaga pendidik yaitu tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan Polri.e.Tenaga kependidikan yaitu Pegawai Negeri pada Polri dan/atau anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan Polri.f.Metode yaitu cara yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk pemberian pengalaman belajar, baik berupa sikap, tingkah laku, pengetahuan maupun keterampilan dari tenaga pendidik kepda peserta.g.Fasilitas pendidikan yaitu segala sarana dan prasarana untuk menunjang proses pendidikan.h.Alins/alongins; alins yaitu alat atau benda yang digunakan dalam proses pembelajaran, untuk memperlancar pembelajaran agar peserta didik lebih mudah dalam menerima dan memahami materi pelajaran sehinga memiliki kompetensi yang diharapkan; alongins adalah alat atau benda yang digunakan untuk membantu atau menolong penggunaan alins.i.Evaluasi yaitu sebagai sarana untuk menilai hasil kegiatan yang telah diselenggarakan sehingga akan memperoleh nilai untuk melakukan kegiatan selanjutnya.j.Anggaran yaitu pernyataan dalam menilai uang dari suatu proyek atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Standar komponen tersebut merupakan acuan bagi Lemdikpol dalam melaksanakan operasional pendidikan.Untuk dapat mencapai hasil sesuai dengan standar komponen maka diperlukan suatu system yang terdiri dari input, proses dan output. Dalam sebuah system pendidikan yang menjadi input adalah siswa sedangkan outputnya adalah hasil didik yang kompeten. Untuk mendapatkan hasil didik yang kompeten maka diperlukan suatu proses pendidikan. Agar proses pendidikan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan maka harus memenuhi standar komponen pendidikan tersebut di atas.4.Lembaga Pendidikan Polri sebagai Education Centre of ExcellenceSistem pendidikan Polri yang ada harus mampu menciptakan personel Polri atau sumber daya manusia yang memiliki kemampuan yang unggul, mempunyai kebribadian yang baik dan semangat yang tinggi.Untuk dapat mewujudkan personil Polri yang berkualitas tersebut maka harus dibuat terobosan-terobosan baru dalam dunia kependidikan Polri.Salah satunya yaitu menjadikan Lembaga Pendidikan Polri sebagai Educationcentre of excellence (pusat pendidikan keunggulan). Dengan menjadi pusat keunggulan diharapkan Lemdikpol akan dapat menjadi motor penggerak dalam upaya peningkatan kinerja Polri untuk menjadi organisasi yang unggul melalui sumber daya manusianya yang berkualitas. Dengan demikian lembaga pendidikan sebagai pusat pendidikan keunggulan berusaha mengupayakan untuk mampu merubah dirinya menjadi suatu pusat pendidikan keunggulan. Bentuk perwujudan dari pusat pendidikan keunggulan tersebut bahwa Lemdikpol:a. Mampu mencetak personel Polri yang unggul yaitu yang mempunyai kompetensi yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan tugasnya.b. Mampu menjadi pusat rujukan atau acuan dari berbagai permasalahan yang ada dalam organsisasi yang artinya bahwa Lemdikpol harus mampu menyediakan buku-buku ataupun referensi-referensi yang dapat dijadikan pegangan atau acuan dalam menjalankan organisasi serta mampu mengadakan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan bidangnya agar terus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang ada dalam masyarakat.c. Memiliki standar kinerja yang tinggi dengan mempunyai proses kerja yang unggul misalnya dengan menyususn piranti lunak yang baku dan harus dipatuhi oleh setiap anggota yang berada di dalamnya sebaga standar acuan dalam bekerja. Selain itu juga dengan menggalang kerja sama kelompok yang baik baik juga kerja sama dengan instansi lain yang terkait dengan pengembangan pendidikan Polri. Yang tak kalah pentingnya yaitu dalam setiap pelaksanaan kegiatannya lembaga pendidikan harus mempunyai proses perencanaan, evaluasi dan kontrol yang komprenhensif.d. Diawaki oleh personel-personel yang berkualitas. Untuk mewujudkan hal tersebut maka harus dikembangkan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan agar dapat mencapai standar keunggulan di bidangnya. Hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan system pembinaan karir yang disesuaikan dengan kualitas atau potensi dari sumber daya manusianya serta dengan memberikan system imbalan yang sesuai. Imbalan di sini tidak mutlak harus berbentuk uang/gaji tetapi dapat diartikan sebagai pemberian kesempatan untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tingi maupun kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan agar lebih meningkatkan lagi kemampuannya.e. Memiliki budaya organisasi yang unggul dalam arti tidak banyak muncul keresahan, konflik ataupun hal-hal yang menyebabkan personilnya merasa tidak nyaman dalam bekerja sehingga akan tercipta kondisi yang sehat dan nyaman, dengan demikian setiap personil yang berada di dalamnya akan dapat berfikir secara jernih, tidak memihak, obyektif dalam menilai sesuatu dalam pekerjaannya dan selalu berupaya untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan menuju ke arah yang lebih untuk organisasi Polri.Program Grand Strategi Polri 2005-2025 yang menitikberatkan pada akselerasi transformasi Polri melalui program reformasi birokrasi terus dilaksanakan dengan tahapan-tahapan yang sudah tersusun yaitu tahap I 2005-2009, Tahap II 2010-2014 dan Tahap III 2015-2025. Sejalan dengan program tersebut, untuk mewujudkan Lemdikpol sebagai centre education of excellence juga mengikuti tahapan-tahapan grand strategi yang mencakup:Tahap I 2005-2009 Dalam tahapan ini berbagai upaya telah dilaksanakan untuk menuju terwujudnya centre education of excellence yaitu:1) Dengan mengadakan perubahan paradigma yang mengedepankan aspek instrument, struktural dan cultural. Dalam melakukan perubahan cultural diperlukan upaya yang cukup keras karena merubah kultur adlah merubah sikap, mental, kepribadian dan perilaku anggota Polri yang sudah melekat dan mendarah daging sejak lama. Peran lembaga pendidikan dalam melakukan perubahan cultural paling tidak akan sangat menentukan. Hal ini karena berkaitan dengan para calon anggota Polri yang berasal dari masyarakat umum yang memiliki berbagai macam karakteristik kepribadian yang berbeda-beda akan dididik menjadi anggota Polri yang pada akhirnya diharapkan memiliki mental spiritual, mental idiologi, dan mental kepribadian yang senantiasa dilandasi dengan filosofi pendidikan Polri (Mahir, Terpuji dan Patuh Hukum) sehingga akan tercipta personel Polri yang siap untuk menjalankan tugas sebagai pelayan masyarakat secara professional dan humanis.2) Dengan melakukan peningkatan kualitas tenaga pendidik. Langkah nyata yang telah ditempuh oleh Lemdikpol dalam upaya ini yaitu dengan menyelenggarakan kerjasama dengan IOM yang dibantu oleh tenaga pengajar dari Universitas Negeri Jakarta untuk membentuk master trainer yang selanjutnya ditransformasikan ke pusdik-pusdik dan sekolah-sekolah di lingkungan Polri. Beberapa master trainer yang sudah terbentuk di beberapa pusdik dan sekolah tersebut kemudian melatih tenaga-tenaga pendidik yang belum mendapatkan bekal pengetahuan dan keterampilan tentang materi peningkatan kemampuan tenaga pendidik sehingga diharapkan seluruh tenaga pendidik yang ada di lembaga pendidikan Polri akan mempunyai kualitas tenaga pendidik yang baik.

3) Lemdikpol telah berusaha meningkatkan perbaikan kualitas kurikulum dan bahan ajar dengan mengeluarkan beberapa peraturan Kepala Lemdikpol dan bekerja sama dengan staf ahli kapolri bidang pendidikan serta Universitas Negeri Jakarta dalam rangka menyelaraskan system kurikulum dan hanjar yang sesuai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) untuk tingkat pendidikan pembentukan, dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk pendidikan pengembangan spesialisasi dan pendidikan pengembangan umum.4) Dengan melakukan perbaikan system dan metode. Perbaikan system dan metode yang dilaksanakan oleh Lemdikpol yaitu dengan dengan terus menyusun dan melakukan perubahan-perubahan terhadap piranti lunak pendidikan yang merupakan pedoman dan panduan dalam mendukung operasional pendidikan sehingga diharapkan akan dapat menghindari/mengurangi resiko kegagalan dalam proses pendidikan karena piranti lunak yang ada telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terus berubah mengikuti perkembangan pendidikan.5) Dengan melakukan perbaikan komponen pendidikan. Perbaikan komponen pendidikan terus dilakukan antara lian dengan menyusun kurikulum dan bahan ajar yang disesuaikan dengan kondisi yang terus berubah sehingga materi yang ada dalam bahan ajar selalu up to date. Dengan demikian peserta didik kita akan terus dapat mengikuti perkembangan kondisi social yang ada terutama yang berkaitan dengan isu-isu kepolisian yang terkini.6) Penggunaan teknologi dan informasi. Dengan penataan system teknologi dan informasi yang baik maka akan dapat terselenggara system yang terpadu antara lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai pengawas dan pengendali dengan lembaga pendidikan yang berada di wilayah (lemdik, SPN, Sekolah Kepolisisn lainnya). Tentu saja hal ini harus diimbangi dengan tersedianya sumber daya manusia yang dapat mendukung pengoperasionalan sistem teknologi dan informasi dimaksud.Tahap II (2010-2014)Dalam tahapan ini upaya Lemdikpol untuk dapat mewujudkan sebagai pusat keunggulan yaitu dengan melakukan beberapa perbaikan antara lain:1) Pengendalian mutu pendidikan. Pengendalian mutu pendidikan tidak terlepas dari 10 (sepuluh) komponen pendidikan. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan menggunakan system Total Quality Manajemen yaitu suatu pendekatan pengelolaan peningkatan mutu secara menyeluruh dengna menggunakan dan memanfaatkan sumber daya manusia yang yang eksis dalam bidang pendidikan.2) Perbaikan sarana dan prasarana kerja. Penyediaan sarana dan prasarana dalam memenuhi keperluan dan kebutuhan penyelenggaraan pendidikan Polri harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik dan pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana juga harus dilakukan secara selektif disesuaikan dengan rancangan pembelajaran, rencana pemanfaatan, pengoperasian dan pemeliharaannya.3) Perbaikan kompetensi gadik dan gadikan. Untuk mmperbaiki kompetensi tenaga pendidik perlu dukungan data dan informasi tentang ketersediaan sumber daya tenaga pendidik dan kualifikasi serta kompetensi tenaga pendidik. Hal ini sangat berkaitan karena dengan data dan insformasi yang tepat dan akurat dapat dijadikan sumber dalam menentukan program yangbertujuan untuk meningkatkan kompetensi gadik. Selain dituntut untuk memeliki kompetensi yang tinggi tenaga pendidik juga harus mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam bidang bimbingan dan konseling karena tenaga pendidik akan berhadapan langsung dengan peserta didik yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Paling tidak jika menghadapi permasalahan yang dialami oleh peserta didik yang dapat mengganggu proses belajar maka tenaga pendidik dapat melakukan langkah awal dengan memberika bimbingan dan arahan-arahan. Perbaikan kompetensi tenaga kependidikan juga perlu dilakukan karena tenaga kependidikan juga turut membantu dalam proses jalannya pengajaran dalam suatu lembaga pendidikan karena tenaga kependidikan juga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan dan kemudahan bagi peserta didik serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi semua peserta didik.c.Tahap III dalam Grand Strategi Polri yaitu dimulai tahun 2015-2025. Dalam tahap ini upaya Lemdikpol untuk menuju lembaga pendidikan sebagai Education centre of excellence yaitu dengan melakukan pengembangan-pengembangan antara lain:1)Pengembangan kepemimpinan2)Strategic Planning (Rencana Induk Pengembangan)3)Pemahaman kebutuhan peserta didik, Stakeholders dan masyarakat. Dalam hal ini Lemdikpol ingin menciptakan hasil didik yang siap pakai yang mempunyai kompetensi yang dapat menjawab tantangan tugas organisasi dan masyarakat.4)Proses manajemen.5)Hasil Lembaga pendidikan Polri sebagai bagian integral dari organisasi Polri, mempunyai peran dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Polri. Hasil pemberdayaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan serta proses manajemen akan mendukung dalam menghasilkan semua komponen pendidikan yang berkaulitas bagi organisasi dan masyarakat.Kebutuhan dan keberadaan Polisi di tengah masyarakat merupakan kebutuhan yang mutlak dan harus ada.Polri sebagai institusi yang memiliki tugas untuk menjaga keamanan masyarakat memiliki tanggung jawab yang sangat besar.Kondisi masyarakat yang sangat kompleks dan beragam menjadi peluang munculnya berbagai macam persoalan masyarakat.Untuk dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat polisi tidak serta merta bertindak tanpa dilandasi oleh kemampuan yang baik dan mendukung. Menurut Bayley 1994 dalam tulisan Chrysnanda: Untuk mewujudkan rasa aman mustahil dapat dilakukan dengan cara-cara pemolisian yang konvensional-yang dilibat oleh birokrasi yang rumit, mustahil terwujud melalui perintah-perintah yang terpusat tanpa memperhatikan kondisi setempat yang sangat berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lain. Dengan kondisi yang demikian maka Polri untuk dapat bekerja secara professional harus mempunyai kemampuan yang handal dalam memecahkan setiap persoalan yang ada. Di tengah kondisi rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri maka Polri harus berusaha keras mencari strategi agar kepercayaan masyarakat terhadap Polri semakin meningkat lagi salah satunya yaitu dengan meningkatkan kemampuan anggota Polri agar lebih professional dan humanis.Peningkatan kemampuan anggota Polri salah satunya dilakukan melalui pendidikan di lembaga kepolisian. Untuk dapat mencetak personel-personel Polri yang berkualitas maka di perlukan adanya sutu lembaga pendidikan yang unggul oleh karena itu dalam menyelaraskan reformasi Polri melalui program Grand Strategy Polri, Lembaga Pendidikan Polri berusaha untuk mewujudkan suatu lembaga pendidikan sebagai pusat keunggulan (education centre of excellence). Melalui pusat unggulan ini diharapkan akan dapat mencetak sumber daya-sumber daya manusia Polri yang unggul, berkualitas dan mempunyai kompetensi tinggi dalam menjalankan tugasnya bagi organisasi dan masyarakat.Dalam rangka mewujudkan education centre of excellence tersebut lembaga pendidikan harus segera berbenah dengan kondisi yang ada sekarang ini. Bukan hanya perbaikan pada kompetensi tenaga pendidik saja yang perlu diperhatikan namun dari berbagai aspek komponen pendidikan yang sesuai dengan Peraturan Kapolri No 20 Tahun 2007 merupakan indikator ketercapaian tujuan pendidikan yang ada pada lembaga pendidikan. Perubahan untuk menuju lembaga pendidikan sebagai pusat keunggulan tersebut dilakukan baik dari intern (lemdikpol) maupun perubahan dari luar atau extern.Perubahan dari ekternal ini dapat melalui badan-badan pemerintahan yang turut membantu terciptnya perubahan dari lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat Departemen Pendidikan Nasional dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Selain itu lembaga pendidikan juga diharapkan mampu menjadi acuan bagi setiap adanya persoalan-persoalan karena lembaga pendidikan merupakan pusat pengetahuan dengan segala komponen pendukungnya baik mengenai tenaga pendidiknya, tenaga kependidikan, sumber informasi tentang pendidikan, maupun teknologi dan informasi pendidikannya. Segala hal ihwal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas operasional di kewilayahan dan permasalahan di kewilayahan mampu dikaji oleh lembaga pendidikan Polri. Hal ini lah yang mewujudkan lembaga pendidikan Polri khususnya SPN Cilik Riwut Palangka Raya sebagai education centre of excellence.Dengan upaya-upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan tersebut diharapkan lembaga pendidikan akan dapat mewujudkan salah satu apa yang menjadi tujuan perubahan terutama dari aspek cultural yaitu merubah mindset anggota Polri yang dididik dalam lingkungan lembaga pendidikan Polri. Sekolah Polisi Negara ( SPN ) Cilik Riwut di Palangka Raya Kalimantan Tengah yang didirikan pada tahun 2001 merupakan bentuk inspirasi yang sangat maju dalam rangka memberikan kesempatan kepada putra putra daerah khususnya Kalimantan Tengah untuk mengabdikan diri menjadi anggota Polri. Dalam perkembangannya SPN Cilik Riwut telah berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan yang mampu mencetak anggota Polri dengan segala keterbatasannya, baik dari Sumber Daya Manusia yang meliputi Tenaga Pendidik, Staf SPN maupun Tenaga Kependidikan serta Sarana Prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan, anggaran pendidikan yang sangat mempengaruhi terhadap oprasionalisasi pendidikan dan methode pendidikan yang diselenggarakan. Dalam kurun waktu dimulainya pendirian SPN Cilik Riwut pada tahun 2001 hingga tahun 2014 belum dilakukan Evaluasi terhadap penyelenggaraannya, sehingga penulis merasa perlu untuk mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan pembentukan di SPN Cilik Riwut guna memberikan input yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan sebagaimana harapan yaitu pusat pendidikan polri yang paripurna ( centre of excellence )

C. Model-Model Evaluasi ProgramEvaluasi program terdiri dari beberapa model yang masing-masing model memiliki kriteria tersendiri sesuai dengan konsep yang dirumuskan oleh para ahli. Pemilihan model ini akan menjadi pertimbangan ketika seseorang akan melakukan evaluasi karena model evaluasi ini dibuat berdasarkan kepentingan seseorang, lembaga. atau instansi yang ingin mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan dapat mencapai hasil yang diharapkan.Sehubungan dengan hal terebut di atas maka berikut akan dipaparkan beberapa model evaluasi yang sering digunakan, seperti :(1) Model Evaluasi CIPP, (2) Model Evaluasi UCLA, (3) Model Evaluasi Brinkerhoff, (4) Model Evaluasi Stake atau model Countenance, (5) Model Evaluasi Metfessel dan Michael, (6) Model evaluasi Kirk Patrick, (7) Model CIRO Warr, Bird and Rackham[footnoteRef:31] [31: http://www.businessballs.com/kirkpatricklearningevaluationmodel.html (diakses 8 Desember 2014)]

Selanjutnya dari model-model tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :1. Model Evaluasi CIPPModel evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield adalah sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision oriented evaluation approach structured) untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan. Model evaluasi CIPP mencakup beberapa langkah seperti dijelaskan oleh Stufflebeam :The CIPP model is a simple systems model applied to programme evaluation.CIPP stands for context evaluation, input evaluation, process evaluation, and product evaluation. These types are typically viewed as separate form sof evaluation, but they can also be viewed as stepsor stages in a comprehensive evaluation[footnoteRef:32] [32: Stufflebeam,op.cit., h. 279]

Model CIPP adalah model sistem yang sederhana dan diterapkan pada evaluasi program. CIPP singkatan dari input evaluation, process evaluation, and product evaluation.Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 huruf yang diuraikan sebagai berikut :a. Context evaluation to serve planning decision. Seorang evaluator harus cermat dan tajam memahami konteks evaluasi yang berkaitan dengan merencanakan keputusan, mengidentifikasi kebutuhan, dan merumuskan tujuan program.b. Input Evaluation structuring decision. Segala sesuatu yang berpengaruh terhadap proses pelaksanaan evaluasi harus disiapkan dengan benar. Inputevaluasi ini akan memberikan bantuan agar dapat menata keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, mencari berbagai alternatif yang akan dilakukan, menentukan rencana yang matang, membuat strategi yang akan dilakukan dan memperhatikan prosedur kerja dalam mencapainya.

c. Process evaluation to serve implementing decision. Pada evaluasi proses ini berkaitan dengan implementasi suatu program. Ada sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan evaluasi ini, misalnya apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di lapangan dan dalam proses pelaksanaan program adakah yang harus diperbaiki. Dengan demikian proses pelaksanaan program dapat dimonitor, diawasi, atau bahkan diperbaiki.d. Product evaluation to serve recycling decision. Evaluasi hasil digunakan untuk menentukan keputusan yang akan dikerjakan berikutnya, manfaat yang dirasakan oleh masyarakat berkaitan dengan program yang digulirkan, dan apakah memiliki pengaruh dan dampak dengan adanya program tersebut. Evaluasi hasil berkaitan dengan manfaat dan dampak suatu program setelah dilakukan evaluasi secara seksama. Manfaat model ini untuk pengambilan keputusan (decision making) dan bukti pertanggung jawaban (accountability) suatu program kepada masyarakat.Tahapan evaluasi dalam model ini yakni penggambaran (delineating), perolehan atau temuan (obtaining), dan penyediaan (providing) bagi para pembuat keputusan.Model evaluasi CIPP merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh evaluator.CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.Dengan demikian jika model CIPP dipergunakan untuk mengevalulasi program, maka program tersebut dievaluasi berdasarkan komponen-komponennya.Model CIPP mengukur output (product) sampai pada outcome berupa implementasi dari product . Sebagai contoh, kalau product dari proses pendidikan dan pelatihan berhenti pada lulusan, tetapi outcomes sampai kepada kiprah/penerapan hasil lulusan di masyarakat. Stufflebeam menganggap evaluasi sebagai proses menggambarkan, memperoleh dan memberikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan[footnoteRef:33]. [33: http://aikzatil.blogspot.com/2011/07/mode4l-evaluasi-pendidikan.html (diakses 10 Desember 2012)]

2. Model Evaluasi UCLAMenurut Alkin evaluasi adalah suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan, dan menganalisa informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Ia mengemukakan lima macam evaluasi yakni :a. System assessment, yaitu memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem.b. Programme planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan progam.c. Programme implementation, yang menyiapkan informasi program untuk diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakand. Programme improvement, yang memberikan informasi tentang berfungsinya program, berjalannya program kerja, pencapaian tujuan, dan hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terdugae. Programme certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program[footnoteRef:34]. [34: Farida Yusuf Tayibnapis, op. cit., h.15]

3. Model Evaluasi BrinkerhoffBrinkerhoff mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusunberdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator yang lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri. Model evaluasi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:a. Fixed vs Emergent Evaluation DesignDesain evaluasi yang tetap (fixed) ditentukan dan direncanakan secara sistematik sebelum implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan berdasarkan tujuan program disertai seperangkat pertanyaan yang akan dijawab dengan informasi yang akan diperoleh dari sumber-sumber tertentu. Rencana analisis dibuat sebelumnya dimana pemakai akan menerima informasi seperti yang telah ditentukan dalam tujuan. Walaupun desain fixed ini lebih terstuktur namun desain ini juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang mungkin berubah. Kebanyakan evaluasi formal yang dibuat secara individu dibuat berdasarkan desain fixed, karena tujuan program telah ditentukan dengan jelas sebelumnya, dibiayai dan melalui usulan atau proposal evaluasi.b. Formative vs Sumative EvaluationEvaluasi formatif digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat membantu memperbaiki program. Evaluasi formatif dilaksanakan pada saat implementasi program sedang berjalan. Fokus evaluasi berkisar pada kebutuhan yang dirumuskan oleh karyawan atau orang-orang program.Evaluator sering merupakan bagian dari pada program dan kerjasama dengan orang-orang program.Evaluasi sumatif dilaksanakan untuk menilai manfaat suatu program sehingga dari hasil evaluasi akan dapat ditentukan suatu program tertentu akan diteruskan atau dihentikan. Pada evaluasi sumatif difokuskan pada variabel-variabel yang dianggap penting bagi sponsor program maupun fihak pembuat keputusan. Evaluator luar atau tim reviu sering dipakai karena evaluator internal dapat mempunyai kepentingan yang berbeda. Waktu pelaksanaan evaluasi sumatif terletak pada akhir implementasi program dan strategi pengumpulan informasi akan memaksimalkan validitas eksternal dan internal yang mungkin dikumpulkan dalam waktu yang cukup lama.c.Experimental and Quasi experimental Design vs Natural/Unotrusive inquiryBeberapa evaluasi memakai metodologi penelitian klasik. Dalam hal seperti ini subyek penelitian diacak, perlakuan diberikan dan pengukuran dampak dilakukan. Tujuan dari penelitian untuk menilai manfaat suatu program yang dicobakan. Apabila peserta latih atau program dipilih secara acak,maka generalisasi dibuat pada populasi yang agak lebih luas. Dalam beberapa hal intervensi tidak mungkin dilakukan atau tidak dikehendaki. Apabila proses sudah diperbaiki evaluator harus melihat dokumen-dokumen, seperti mempelajari nilai tes atau menganalisis penelitian yang dilakukan dan sebagainya. Strategi pengumpulan data terutama menggunakan instrument formal seperti tes, survey, kuesioner serta memakai metode penelitian yang terstandar.[footnoteRef:35] [35: Farida Yusuf Tayibnapis, op.cit., h.16]

4. Model Evaluasi Stake atau model CountenanceMenurut model Countenance penilaian harus mengandung langkah-langkah berikut :a. Menerangkan program dan melaporkan keterangan tersebut kepada pihak yang berkepentinganb. Mendapatkan dan menganalisis judgmentc. Melaporkan kembali hasil analisis kepada pelanggan. Selanjutnya model responsif mencadangkan perhatian yang terus-menerus oleh penilai dan semua pihak yang terlibat dengan penilaian. Stake telah menentukan 12 (dua belas) langkah interaksi antara penilai dan pelanggan dalam proses penilaian. Model evaluasi Stake merupakan analisis proses evaluasi yang membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini, meletakkan dasar yang sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk perkembangan yang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan pada dua jenis operasi yaitu deskripsi (descriptions) dan pertimbangan (judgments) serta membedakan tiga fase dalam evaluasi program, yaitu :a. Persiapan atau pendahuluan (antecedents)b. Proses/transaksi (transaction-processes)c. Keluaran atau hasil (outcomes, output)[footnoteRef:36] [36: Ibid,, h. 35]

Model Stake tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :Gambar 2.1. Model Evalusi Stake

Descriptions matrix menunjukkan intents (goal = tujuan) dan observations (effect = akibat) atau yang sebenarnya terjadi. Judgment berhubungan dengan standar (tolak ukur = kriteria) dan judgment (pertimbangan). Stake menegaskan bahwa ketika kita menimbang-nimbang di dalam menilai suatu program pendidikan, kita tentu melakukan pembandingan relatif (antara satu program dengan standar).Model ini menekankan kepada evaluator agar membuat keputusan/ penilaian tentang program yang sedang dievaluasi secara benar, akurat dan lengkap.Stake menunjukkan bahwa description di satu pihak berbeda dengan pertimbangan (judgment) atau menilai. Di dalam model ini data tentang antecendent (input), transaction (process) dan outcomes (product) tidak hanya dibandingkan untuk menentukan kesenjangan antara yang diperoleh dengan yang diharapkan, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang mutlak agar diketahui dengan jelas kemanfaatan kegiatan di dalam suatu program.5. Model Evaluasi Metfessel dan MichaelDalam strategi model Metfessel dan Michael terdapat delapan langkah yaitu :a. Keterlibatan masyarakat (envolvement of the community) yakni : orang tua, ahli-ahli pendidikan dan peserta latihb. Pengembangan tujuan dan memilih tujuan menurut skala prioritas.c. Menterjemahkan tujuan menjadi bentuk tingkah laku dan mengembangkan pengajaran.d. Mengembangkan metode untuk mengukur dan mengevaluasi pencapaian tujuan.e. Menyusun dan mengadministrasi ukuran untuk mengevaluasi pencapaian tujuanf. Menganalisis hasil pengukurang. Menginterpretasi dan mengevaluasi datah. Menyusun rekomendasi untuk mengembangkan pengajaranMetode ini dilengkapi dengan beberapa instrumen pengumpulan data disertai dengan kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi sebuah proyek ataupun kegiatan program. Seperangkat instrumen tersebut meliputi : tes, angket, check list, serta cara-cara lain yang kesemuanya bertujuan untuk menghimpun data penunjang[footnoteRef:37]. [37: Ibdi.,h. 37]

6. Evaluasi model KirkpatrickMenurutKirkpatrick evaluasi terhadap efektifitas program training mencakup empat level evaluasi, yaitu: level reaction, level learning, level behavior, dan level resulta. Reaction evaluationMengevaluasi terhadap reaksi peserta latih berarti mengukur kepuasan peserta latih (customer satisfaction). Program pelatihan dianggap efektif apabila proses pelatihan dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta latih sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta latih akan termotivasi apabila proses pelatihan berjalan secara memuaskan bagi peserta latih yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta latih yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta latih tidak merasa puas terhadap proses pelatihan yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti pelatihan lebih lanjut. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa keberhasilan proses kegiatan pelatihan tidak terlepas dari minat, perhatian dan motivasi peserta latih dalam mengikuti jalannya kegiatan pelatihan. Orang akan belajar lebih baik mana kala mereka memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar.Kepuasan peserta latih dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan.b.Learning evaluationMenurut Kirkpatrick bahwa learning can be defined as the extend to which participans change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as a result of attending the program. Ada tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program training, yaitu pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Peserta latih training dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalamai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas program training maka