BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat untuk setiap penduduk agar dapat mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal, hal ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai WHO yaitu sehat untuk semua pada tahun 2010. 1 Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di Provinsi Jawa Barat sebagai landasan pembangunan secara keseluruhan masih menghadapi berbagai masalah dan kendala, terutama bila dilihat dari beberapa indikator SDM yaitu AKI (Angka Kematian Ibu), AKB (Angka Kematian Bayi), AKABA (Angka Kematian Balita) dan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). 2 Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dapat digunakan sebagai salah satu indikator pembangunan bidang kesehatan dan sebagai bagian dari pencerminan provinsi dalam keberhasilan meningkatkan IPM 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan adalah tercapainya
kemampuan hidup sehat untuk setiap penduduk agar dapat mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang optimal, hal ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
WHO yaitu sehat untuk semua pada tahun 2010.1
Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di Provinsi Jawa Barat sebagai
landasan pembangunan secara keseluruhan masih menghadapi berbagai masalah dan
kendala, terutama bila dilihat dari beberapa indikator SDM yaitu AKI (Angka
Kematian Ibu), AKB (Angka Kematian Bayi), AKABA (Angka Kematian Balita) dan
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).2
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dapat digunakan
sebagai salah satu indikator pembangunan bidang kesehatan dan sebagai bagian dari
pencerminan provinsi dalam keberhasilan meningkatkan IPM (Indeks Pembangunan
Manusia) khususnya indikator kesehatan ibu dimana pada saat ini masih sangat
memprihatinkan dan masih memerlukan perhatian yang sunguh-sungguh karena
masih tingginya tingkat kematian ibu bersalin.3
Salah satu hasil dari sasaran dalam pencapaian MDGs (Millenium Development
Goals) atau Sasaran Pembangunan Milenium adalah menurunnya AKI dan AKB
tahun 2015, yaitu :
a. Menurunnya AKI 2/3 dari pencapaian di tahun 1990 menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
1
b. Menurunnya AKB 2/3 dari pencapaian di tahun 1990 menjadi 23 per
1000 kelahiran hidup pada tahun 2015.4
Berdasarkan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI
Indonesia telah menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003
menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Penurunan AKI tersebut
diikuti dengan peningkatan indikator terhadap AKI yaitu pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan, meningkat dari 38,5% pada tahun 1992 menjadi 73,4% pada tahun
2007. Dari perkembangan yang menggembirakan tersebut, kita masih menghadapi
beberapa kenyataan yang cukup menyedihkan dimana AKI kita tetap masih yang
tertinggi di wilayah Asia Tenggara.
Kematian pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara
berkembang. Di negara berkembang sekitar 25 – 50% kematian terjadi pada wanita
usia subur. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama kematian wanita
muda pada masa puncak produktivitasnya. Angka kematian ibu merupakan tolok ukur
untuk menilai keadaan pelayanan obstetri disuatu negara. Bila AKI masih tinggi
berarti sistem pelayanan obstetri masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan.5
Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2007, AKI di
Jawa Barat sebanyak 788 kasus terlapor dan di Kota Cimahi sebanyak 10 kasus
terlapor. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, AKB di Jawa
Barat 39 per 1000 kelahiran hidup dan di Kota Cimahi sebanyak 60 kasus terlapor.
Dari data tersebut menunjukkan bahwa AKI dan AKB masih tinggi.
Sebagian besar kematian ibu dan bayi dapat dicegah walaupun dengan teknologi
dan sumber daya yang terbatas. Pelayanan kesehatan maternal yang bermutu sangat
2
diperlukan untuk mencegah kematian dan kesakitan pada ibu hamil dan bersalin serta
bayi. Untuk itu diperlukan pelayanan kesehatan yang benar-benar berfungsi dan
memprioritaskan kehamilan dan pertolongan persalinan.6 Puskesmas sebagai unit
pelaksana pembangunan kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama
diharapkan mampu memenuhi tuntutan ini.7
Penyebab langsung kematian ibu di Jawa Barat masih karena perdarahan,
eklampsi dan infeksi dan partus lama. Pendarahan merupakan faktor terbesar
penyebab kematian ibu. Penyebab tidak langsung dan mendasar yang mempengaruhi
AKI dan AKB adalah faktor lingkungan, perilaku, genetik dan pelayanan kesehatan
sendiri dapat diuraikan sebagai berikut : 8
1. Ibu hamil menderita anemi (53 %).
2. Ibu hamil dan bersalin dengan 4 Terlalu (Hamil atau bersalin terlalu muda
dan tua umurnya, terlalu banyak anaknya dan terlalu dekat jarak
kehamilan/persalinannya).
3. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang masih rendah ditandai dengan
pencapaian K4, persalinan oleh tenaga kesehatan dan N2 yang masih
rendah.
4. Penanganan kehamilan dan persalinan serta perawatan bayi yang tidak/
belum adekuat (kompetensi dan kualitas sumber daya kesehatan masih
kurang, pertolongan persalinan oleh paraji).
5. Kondisi ibu dan bayi yang tidak sehat, dengan penyakit akibat lingkungan
dan perilaku yang tidak sehat dan penyakit menular.
6. Adanya 3 Terlambat :
3
Terlambat mengetahui tanda bahaya dan memutuskan rujukan.
Terlambat merujuk karena masalah transportasi dan geografi.
Terlambat ditangani ditempat pelayanan karena tidak efektifnya
pelayanan di Puskesmas maupun di Rumah Sakit.
Adapun Penyebab mendasar yang dapat mempengaruhi AKI dan AKB adalah : 7
1. Masih kurangnya kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal.
2. Tradisi dan budaya daerah, yaitu anggapan bahwa anak perempuan lebih
baik cepat menikah dan punya anak.
3. Ekonomi keluarga kurang mampu.
4. Lingkungan yang buruk mempengaruhi kondisi kesehatan ibu maupun bayi.
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI
pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis empat pilar Safe Motherhood ,
yaitu :9
1. Program keluarga berencana
2. Pelayanan antenatal
3. Persalinan yang bersih dan aman
4. Pelayanan obstetri esensial \
Persalinan yang bersih dan aman sebagai pilar ketiga, yaitu memastikan bahwa
semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan alat untuk
memberikan pertolongan yang aman dan bersih serta memberikan pelayanan nifas
kepada ibu dan bayi. Mengingat kira-kira 90% kematian ibu terjadi di saat sekitar
persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri.
Kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI adalah
4
mengupayakan agar setiap persalinan dibawah pengawasan bidan atau minimal
didampingi oleh bidan dan pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada semua ibu
hamil.9
Namun kendala utama yaitu masih banyaknya pertolongan persalinan oleh
paraji (dukun bayi) karena tingginya kepercayaan, keberadaannya yang dekat dan
biaya yang murah.10 Kepercayaan masyarakat terutama ibu hamil terhadap paraji
masih sedemikian besar sehingga walaupun ada tenaga kesehatan tingkat
pemanfaatannya masih belum maksimal, ini berkaitan dengan pola perilaku,
kebiasaan dan kepercayaan-kepercayaan tertentu yang terkait dengan kehamilan dan
persalinan, disamping itu tradisi nenek moyang yang masih dipegang erat oleh
masyarakat serta sistem sosiokultural yang ada di daerah tersebut dimana dukun bayi
biasanya berasal dari daerah sekitar tempat tinggal ibu hamil dan mereka telah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem organisasi sosial dan sistem
keagamaan yang berlaku didaerah tersebut.
Berdasarkan data dari laporan tahunan Puskesmas Cimahi Selatan tahun 2009,
cakupan LINAKES (persalinan oleh tenaga kesehatan) adalah 84,35 %, padahal
target LINAKES yang sudah ditetapkan adalah 87,5 %. Hal ini menunjukkan adanya
kesenjangan sebesar 3,15 %.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan pengamatan tentang
(LINAKES) dalam Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Cimahi Selatan.
Dalam makalah ini penulis mencoba menguraikan upaya-upaya yang telah
5
dilakukan oleh pemegang subprogram Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
dan hambatan-hambatan dalam melaksanakan upaya tersebut.
1.2 Identifikasi masalah
1. Apa saja yang menjadi hambatan/masalah pengelola
subprogram LINAKES di Puskesmas Cimahi Selatan.
2. Apa saja upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
program KIA untuk meningkatkan nilai cakupan subprogram LINAKES
di Puskesmas Cimahi Selatan.
1.3 Tujuan Pengamatan
Adapun tujuan pengamatan ini adalah :
1. Mengetahui kegiatan apa saja yang telah dilakukan oleh petugas
subprogram LINAKES di Puskesmas Cimahi Selatan.
2. Menganalisa pelaksanaan program LINAKES yang dapat digunakan
sebagai acuan untuk perencanaan subprogram LINAKES.
3. Menyelesaikan salah satu syarat kepaniteraan bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat.
6
1.4 Manfaat Pengamatan
1.4.1 Bagi Puskesmas
Dapat memberikan masukkan pada pengelola subprogram LINAKES di
Puskesmas Cimahi Selatan dalam upaya meningkatkan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan.
1.4.2 Bagi Penulis
Dengan pengamatan ini, penulis mendapatkan informasi mengenai
masalah/hambatan yang dihadapi pengelola subprogram LINAKES di Puskesmas
Cimahi Selatan dan upaya meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan, serta sebagai pengalaman belajar lapangan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Target cakupan subprogram pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kota Cimahi di Puskesmas Cimahi
Selatan pada Tahun 2009 yaitu sebesar 87,5 % .
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dipengaruhi oleh
faktor manusia/tenaga (man), dana (money), material, peralatan (machine), metode
(methode), market, waktu (minute).
Masalah atau hambatan utama yang dihadapi pengelola subprogram LINAKES
Puskesmas Cimahi Selatan adalah masih adanya tenaga non kesehatan (paraji/dukun
bayi) di wilayah kerja puskesmas yang masih melakukan pertolongan persalinan,
masih adanya ibu bersalin yang memilih ditolong oleh paraji karena masalah biaya
7
ataupun karena sosial budaya, kemitraan paraji dengan bidan belum berjalan dengan
baik, dan program RW siaga belum terlaksana dengan optimal, belum lengkapnya
pelaporan data jumlah ibu bersalin di rumah sakit, dokter praktek swasta atau bidan
praktek swasta di wilayah kerja Puskesmas.
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
BAB II
8
- Bidan Puskesmas Bidan praktek
swasta
DANA
APBDTarif persalinan
bidan mahalTABULIN &
DASOLIN
MATERIAL
Ketersediaan bahan habis
pakai
METODE MARKET
BUMIL- Pengetahuan /
pendidikan - Sosial budaya - Kepercayaan
pada paraji
WAKTU
KonselingPencatatan & pelaporanPertolongan
persalinanPertemuan antar
bidanKemitraan
bidan dan paraji
Kunjungan rumah
Program RW siaga
PERALATANTENAGA
Ketersediaan peralatan
CAKUPAN PERSALINAN
TENAGA KESEHATAN
- Konseling- Sistem
pencatatan & pelaporan
- Prosedur pertolongan persalinan
- Pertemuan antar bidan
- Kemitraan bidan dan paraji
- Kunjungan rumah
- Program RW siaga
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tujuan Program KIA8
Salah satu unsur yang penting untuk menurunkan angka kematian dan
kesakitan di antara ibu, bayi dan anak adalah memberikan pemeliharaan dalam
waktu hamil yang cukup baik dan dimulai sedini mungkin. Penurunan angka
kematian ibu maternal, bayi dan anak balita serta penurunan angka kelahiran
merupakan sasaran prioritas dalam pembangunan di bidang kesehatan. Kesehatan
ibu dan anak adalah upaya dibidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan
pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan anak balita serta
anak prasekolah.
Tujuan umum program kesehatan Ibu dan Anak adalah :
1) Tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat
kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju
NKKBS.
2) Meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses
tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan
kualitas manusia seutuhnya.
Tujuan khusus program kesehatan ibu dan anak adalah :
1) Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku)
dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan
teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga,
paguyuban 10 keluarga, penyelenggaraan Posyandu dan sebagainya.
9
2) Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah
secara mandiri di dalam lingkungan keluarga, paguyuban 10 keluarga,
Posyandu, dan Karang Balita serta di sekolah TK
3) Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan ibu meneteki.
4) Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu bersalin,
ibu nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita.
5) Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan
seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita,
anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dalam
keluarganya.
Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan strata tingkat 1 memiliki
kegiatan tersendiri untuk program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yaitu :
1. Pelayanan keluarga berencana.
2. Pelayanan kesehatan ibu waktu hamil.
3. Pelayanan pertolongan persalinan.
4. Pelayanan ibu masa nifas.
5. Pelayanan ibu masa menyusui.
6. Pelayanan anak balita.
7. Pelayanan anak pra sekolah.
8. Pelayanan kemitraan paraji dan bidan.
9. Pelayanan bayi baru lahir (s/d 40 hari).
10
2.2 Pemantauan Pelayanan KIA11
Pemantauan merupakan salah satu fungsi utama dalam pengelolaan suatu
program. Kegiatan-kegiatan harus secara teratur dipantau (di berbagai tingkatan
administrasi) agar dapat diketahui kemajuan serta permasalahan operasional yang
dihadapi untuk diambil tindakan-tindakan korektif jika diperlukan. Disamping itu
kemajuan serta permasalahan operasional perlu juga diumpanbalikkan kepada
para penguasa wilayah sehingga dapat diketahui serta mendapatkan bantuan yang
diperlukan. Salah satu alat pemantauan sederhana yang dikembangkan untuk KIA
adalah Pemantauan Wilayah Setempat (PWS KIA).
Pengumpulan dan pengolahan data merupakan kegiatan pokok dari PWS
KIA. Data yang dikumpulkan mulai tingkat Puskesmas yang kemudian dilaporkan
sesuai jenjang administrasi adalah sebagai berikut : pengumpulan data puskesmas
dilakukan dengan menggunakan Rekapitulasi pemantauan KIA puskesmas yang
dikembangkan oleh daerah masing-masing sesuai dengan indikator yang
ditetapkan yang juga berfungsi sebagai laporan. Laporan tersebut dikirimkan
puskesmas ke Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II setiap bulan selambat-
lambatnya tanggal 10 pada bulan berikutnya.
Pemantauan pelayanan KIA pada umumnya terdiri dari berbagai kegiatan
pokok sebagai berikut :
1. Peningkatan pelayanan antenatal ibu hamil (ANC) di semua
fasilitas pelayanan kesehatan KIA maupun dukun dengan mutu yang
memadai serta jangkauan yang setinggi-tingginya.
2. Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih difokuskan
kepada kecenderungan pertolongan oleh tenaga profesional yang
secara terus menerus meningkat.
3. Peningkatan deteksi dini faktor risiko ibu hamil di institusi
pelayanan ANC maupun di masyarakat oleh kader dan dukun bayi
disamping pengamatannya secara terus-menerus.
4. Peningkatan pelayanan neonatal pada bayi umur kurang dari 1
bulan dengan mutu yang memadai dan jangkauan yang setinggi-
tingginya.
2.3 Empat Pilar Safe Motherhood 9
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan
AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis empat pilar Safe
Motherhood , yaitu :
1. Program keluarga berencana
2. Pelayanan antenatal
3. Persalinan yang bersih dan aman
4. Pelayanan obstetri esensial
Safe Motherhood adalah usaha-usaha yang dilakukan agar seluruh
perempuan menerima perawatan yang mereka butuhkan selama hamil dan
bersalin. Program itu terdiri dari empat pilar yaitu keluarga berencana, pelayanan
antenatal, persalinan yang aman, dan pelayanan obstetri esensial.
Keluarga Berencana (KB)
Konsep KB pertama kali diperkenalkan di Matlab, Bangladesh pada tahun
1976. KB bertujuan merencanakan waktu yang tepat untuk hamil, mengatur jarak
kehamilan, dan menentukan jumlah anak. Dengan demikian, diharapkan tidak ada
lagi kehamilan yang tidak diinginkan sehingga angka aborsi akan berkurang.
Pelayanan KB harus menjangkau siapa saja, baik ibu/calon ibu maupun
perempuan remaja. Dalam memberi pelayanan KB, perlu diadakan konseling yang
terpusat pada kebutuhan ibu dan berbagai pilihan metode KB termasuk
kontrasepsi darurat. Angka kebutuhan tak terpenuhi (unmet need) dalam
pemakaian kontrasepsi masih tinggi. Angka pemakaian kontrasepsi (contraceptive
prevalence rate) di Indonesia baru mencapai 54,2% pada tahun 2006. Bila KB ini
terlaksana dengan baik maka dapat menurunkan diperlukannya intervensi obstetri
khusus.
Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal sangat penting untuk mendeteksi lebih dini komplikasi
kehamilan. Selain itu, juga menjadi sarana edukasi bagi perempuan tentang
kehamilan. Komponen penting pelayanan antenatal meliputi:
a. Skrining dan pengobatan anemia, malaria, dan penyakit menular seksual.
b. Deteksi dan penanganan komplikasi seperti kelainan letak, hipertensi,
edema, dan pre-eklampsia.
c. Penyuluhan tentang komplikasi yang potensial, serta kapan dan bagaimana
cara memperoleh pelayanan rujukan.
Persalinan yang Aman
Persalinan yang aman bertujuan untuk memastikan setiap penolong
kelahiran/persalinan mempunyai kemampuan, ketrampilan, dan alat untuk
memberikan pertolongan yang bersih dan aman, serta memberikan pelayanan
nifas pada ibu dan bayi.
Sebagian besar komplikasi obstetri yang berkaitan dengan kematian ibu
tidak dapat dicegah dan diramalkan, tetapi dapat ditangani bila ada pelayanan
yang memadai. Kebanyakan pelayanan obstetri esensial dapat diberikan pada
tingkat pelayanan dasar oleh bidan atau dokter umum. Akan tetapi, bila
komplikasi yang dialami ibu tidak dapat ditangani di tingkat pelayanan dasar,
maka bidan atau dokter harus segera merujuk dengan terlebih dahulu melakukan
pertolongan pertama. Dengan memperluas berbagai pelayanan kesehatan ibu
sampai ke tingkat masyarakat dengan jalur efektif ke fasilitas rujukan, keadaan
tersebut memastikan bahwa setiap wanita yang mengalami komplikasi obstetri
mendapat pelayanan gawat darurat secara cepat dan tepat waktu.
Pelayanan Obstetri Esensial
Pelayanan obstetri esensial pada hakekatnya adalah tersedianya pelayanan
secara terus menerus dalam waktu 24 jam untuk bedah cesar, pengobatan penting
(anestesi, antibiotik, dan cairan infus), transfusi darah, pengeluaran plasenta
secara manual, dan aspirasi vakum untuk abortus inkomplet. Tanpa peran serta
masyarakat, mustahil pelayanan obstetri esensial dapat menjamin tercapainya
keselamatan ibu. Oleh karena itu, diperlukan strategi berbasis masyarakat yang
meliputi:
a. Melibatkan anggota masyarakat, khususnya wanita dan pelaksanaan
pelayanan setempat, dalam upaya memperbaiki kesehatan ibu.
b. Bekerjasama dengan masyarakat, wanita, keluarga, dan dukun untuk
mengubah sikap terhadap keterlambatan mendapat pertolongan.
c. Menyediakan pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
tentang komplikasi obstetri serta kapan dan dimana mencari pertolongan.
2.4 Sasaran Pembangunan Milenium12
Komunitas Internasional melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium
PBB di New York pada bulan September tahun 2000 telah mendeklarasikan suatu
kesepakatan global yang disebut Deklarasi Milenium. Deklarasi yang disetujui
oleh 189 negara dan ditandatangani oleh 147 Kepala Pemerintahan, Kepala Negara
dan Tokoh-tokoh dunia ini menghasilkan 8 Sasaran Pembangunan Milenium atau
Millenium Development Goals (MDGs). Kedelapan Sasaran Pembangunan
Milenium ini telah menjadi salah satu acuan penting yang ingin dicapai dalam
pembangunan di Indonesia sejak tahun 2000 sampai 2015.
Secara singkat MDGs berisikan kesepakatan dunia untuk
menanggulangi/mengurangi kemiskinan, kelaparan, kematian ibu dan anak,
penyakit, buta aksara, diskriminasi perempuan, penurunan kualitas lingkungan
hidup dan kurangnya kerjasama dunia.
Kedelapan Sasaran Pembangunan Milenium (MDGs) itu adalah:
1. Mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan (MDG ke-1)
a. Target 1: Mengurangi jumlah penduduk yang mengalami
kemelaratan ekstrim hingga separuhnya.
b. Target 2: Mengurangi jumlah penduduk yang mengalami kelaparan hingga
separuhnya.
2. Mewujudkan pendidikan dasar bagi semua (MDG ke-2)
a. Target 3: pada tahun 2015 semua anak Indonesia baik laki-laki maupun
perempuan mampu memperoleh pendidikan dasar yang lengkap.
3. Mendorong adanya kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan (MDG ke-
3)
a. Target 4: Menghilangkan perbedaan jender pada tingkat pendidikan dasar
dan menengah.
4. Mengurangi jumlah kematian anak (MDG ke-4)
a. Target 5: pada tahun 2015 dapat menurunkan kematian anak-anak usia di
bawah 5 tahun hingga dua per tiganya (dari kondisi tahun 1990).
5. Meningkatkan derajat kesehatan ibu (MDG ke-5)
a. Target 6: pada tahun 2015 dapat menurunkan tingkat kematian ibu dalam
proses melahirkan hingga tiga per empatnya (dari kondisi tahun 1990).
6. Memerangi penyakit HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya (MDG ke-6)
a. Target 7: Menghentikan kecenderungan penyebaran HIV/AIDS di
Indonesia.
b. Target 8: Menghentikan kecenderungan penyebaran Malaria dan penyakit-
penyakit utama lainnya di Indonesia.
7. Menjamin kelestarian lingkungan hidup (MDG ke-7)
a. Target 9: Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
kedalam kebijakan dan program-program Pemerintah, mengurangi
hilangnya sumber daya lingkungan.
b. Target 10: Mengurangi jumlah penduduk yang tidak memiliki akses kepada
air minum sehat dan sanitasi dasar hingga separuhnya.
c. Target 11: Mencapai perbaikan yang signifikan bagi kehidupan penduduk
yang tinggal di daerah-daerah kumuh hingga separuhnya.
8. Mengembangkan kemitraan global untuk tujuan pembangunan (MDG ke-8)
a. Target 12: Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan
sistem keuangan yang berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada
diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik,
pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan
internasional.
b. Target 13: Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang
berkembang, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan
kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk pembebasan-tarif dan kuota untuk
ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang untuk negara miskin
yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan menambah
bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk
mengurangi kemiskinan.\
c. Target 14: Membantu kebutuhan-kebutuhan negara-negara berkembang
dan negara-negara kepulauan kecil (melalui program pembangunan
berkelanjutan bagi negara-negara kepulauan kecil dan ketentuan sidang
umum ke-22).
d. Target 15: Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang
dengan masalah hutang melalui pertimbangan nasional dan internasional
untuk membuat hutang lebih dapat ditanggung dalam jangka panjang.
e. Target 16: Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk
kaum muda.
f. Target 17: Dalam kerja sama dengan pihak "pharmaceutical" untuk
menyediakan akses obat penting yang terjangkau dalam negara-negara
berkembang.
g. Target 18: Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya
penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi
informasi dan komunikasi.
Semua target MDGs yang ingin dicapai merupakan tanggung jawab seluruh
sektor baik pemerintah maupun masyarakat. Sebagai contoh, untuk mencapai
target MDG ke-4 yaitu pada tahun 2015 dapat menurunkan angka kematian anak -
anak usia di bawah 5 tahun (balita) hingga dua per tiganya (dari kondisi tahun
1990), tidak akan dapat dicapai melalui upaya 1 kelompok saja (misal sektor
Kesehatan saja) tetapi banyak sektor lain harus berperan, misalnya sektor ekonomi
untuk mengentaskan kemiskinan yang menjadi salah satu penyebab tingginya
kesakitan dan kematian, sektor pendidikan untuk mengentaskan buta aksara yang
menjadi penyebab ketidaktahuan masyarakat, dsb. Contoh lain target MDG 5 tidak
akan tercapai apabila target MDG 1, 2, 3 dan 6 tidak tercapai. Sebenarnya semua
target MDGs saling terkait, bila ingin mencapai semua target MDGs semua sektor
dan masyarakat harus bekerja keras gotong royong, bahu-membahu, saling
mengisi dan terintegrasi.12
2.5 Asuhan Persalinan Normal12
Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan
dan kematian ibu di banyak negara berkembang, yaitu :
Sumber Data: Profil Kependudukan Kota Cimahi Tahun 2009
4.3 Data Sumber Daya
a. Sumber Daya Manusia
Tabel 4.7 Data KetenagaanPuskesmas Cimahi Selatan Tahun 2009
NO Jenis TenagaKemampuan
Teknis
Standar
Jumlah Kekurangan
Beban Kerja
(Tugas Rangkap)
Kel Kota DTP
1 Kepala Puskesmas Dokter 1 1 1 1 Cukup 2 Tata Usaha SKM 1 1 1 2 Lebih 3 RR/Perencanaan/EV D2/D3/Perawat 1 1 1 1 Cukup 4 Bendahara SMEA/SMA 1 2 1 1 Kurang √ 5 Bagian Kartu Pekarya 1 1 1 1 Cukup 6 Poliklinik Umum dr. Umum 1 2 1 3 Lebih √ Perawat 1 1 1 2 Lebih √
7 Kamar Suntik Perawat 0 1 1 0 Kurang 8 Poli Gigi drg 1 1 1 1 Cukup Perawat Gigi 1 1 1 2 Lebih 9 UGD Perawat 0 4 4 1 Kurang √10 KIA/KB Bidan 1 2 2 3 Lebih √11 Perkesmas Bidan 0 0 1 0 Sesuai 12 Kesehatan Gizi AKZI 1 1 1 1 Sesuai 13 PSM Bidan 1 0 0 0 Sesuai √ 14 Kesling/Penyuluhan Sanitarian 1 2 1 1 Sesuai √ 15 Laboratoriun SMK/D3 1 1 1 2 Lebih 16 Surveilan 1 1 0 0 Cukup 17 P2P Perawat 1 1 1 1 Cukup √ 18 Imunisasi Bidan 1 2 1 1 Kurang √19 UKS Perawat 1 1 1 1 Cukup √20 Jamkesmas Perawat 1 1 1 1 Cukup √21 Setiap Pustu Perawat 1 1 1 0 Kurang √22 Setiap BDD Bidan 1 0 0 0 Sesuai √23 Perawatan dr. Umum 0 0 1 0 Sesuai Perawat 0 0 7 0 Sesuai
Pekarya 0 0 4 0 Sesuai 24 Kamar Bersalin Bidan 0 0 2 0 Sesuai
25 ApotikAsisten
Apoteker 1 Cukup
26 Rekam Medis D3 RM 1 Cukup Total 21 29 39 28
Tabel 4.8 Tenaga Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2009 yang Sudah Mendapat Pelatihan
No Nama pelatihan Jenis tenaga Jumlah
1 APNDokterBidan
24
2 PONEDDokterBidan
23
3 BBLR Bidan 24 USG Dokter 1
5 MTBS/MTBMDokterBidan
Perawat
112
6 IUD Bidan 2
7 PapsmearDokterBidan
11
4.4 Data KIA
Tabel 4.9 Rekapitulasi laporan PWS (pemantauan wilayah setempat) KIA di Puskesmas Cimahi Selatan tahun 2009
Sasaran Jumlah Bidan
Praktek Swasta
Jumlah Paraji Jumlah Kematian
Ibu
Jumlah Kematian
Bayi
Bumil Bulin 12 Bermitra Tidak Bermitra
2 16
1854 1770 3 7
Tabel 4.10 Rekapitulasi laporan PWS (pemantauan wilayah setempat) Pertolongan Ibu Bersalin di Puskesmas Cimahi Selatan tahun 2009.
Pertolongan Ibu BersalinTenaga Kesehatan Paraji
Puskesmas Bidan Praktek Swasta
Rumah Bersalin
36 1373 84 61
Total : 1493 orang
Gambar 4.1 Penolong Persalinan Di Kelurahan Leuwigajah
Keterangan : Bidan praktek swasta RW Siaga Rumah Bersalin Budi Luhur
Gambar 4.2 Penolong Persalinan Di Kelurahan Utama
Keterangan : Bidan praktek swasta RW Siaga Paraji
Tabel 4.11 Jumlah RW Siaga di Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2009
No. Kelurahan Jumlah RW1. Utama 162. Leuwigajah 20
Sumber Data : Data Puskesmas Cimahi Selatan 2009
4.5 Pelaksanaan Subprogram Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan4.5.1 Target
Target cakupan subprogram pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di
Puskesmas Cimahi Selatan untuk tahun 2009 berdasarkan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Kota Cimahi adalah 87,5 %.
4.5.2 Sasaran
Sasaran pengamatan ini adalah seluruh ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas
Cimahi Selatan tahun 2009 .
4.5.3 Pembahasan
Berdasarkan tabel 4.9, jumlah persalinan ibu hamil di tenaga kesehatan
berjumlah 1493 orang sedangkan persalinan pada paraji berjumlah 61 orang
(3,45%). Berdasarkan data tersebut ternyata minat masyarakat khususnya wilayah
kerja Puskesmas Cimahi Selatan lebih memilih untuk melakukan persalinan di
tenaga kesehatan baik itu di Puskesmas maupun pada bidan serta dokter swasta
(rumah sakit) dan tenaga kesehatan yang berada di wilayah kerja Puskesmas
Cimahi Selatan.
Dari data di atas, bila dihitung angka cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi berdasarkan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) kota Cimahi didapatkan nilai sebagai berikut:
Pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih = 1493 orang
Jumlah total ibu bersalin (BULIN) = 1770 orang
Target LINAKES (tahun 2009) = 87,5 % x jumlah total
BULIN = 87,5 % x 1770
= 1549 orang (proyeksi
sasaran)
Cakupan = Jumlah total LINAKES x 100 %
Jumlah total BULIN
= 1493 / 1770 x 100 %
= 84,35 %
Kesenjangan = cakupan – target (%)
= 84,35 % - 87,5 %
= (3,15 %) berarti minus / negatif
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan masih kurang (3,15 %) dan
belum memenuhi target (87,5 %), masih ada masyarakat yang memilih
pertolongan oleh dukun paraji (3,45 %) dikarenakan masih adanya paraji yang
melakukan pertolongan persalinan sendiri secara aktif.
Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat bahwa jumlah paraji yang melakukan
pertolongan persalinan secara aktif berjumlah 10 orang. Hal ini menjadi suatu
masalah atau hambatan yang dihadapi oleh petugas puskesmas dalam upaya
membangun kemitraan dengan paraji.
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut adalah :
a. Tenaga (man)
Tenaga yang tersedia yaitu empat orang bidan pengelola program KIA-
KB subprogram LINAKES di Puskesmas Cimahi Selatan yang terdiri atas :
1) 1 orang bidan penanggung jawab program KIA.
2) 1 orang bidan penanggung jawab program KB.
3) 1 orang bidan penanggung jawab program imunisasi.
4) 1 orang bidan penanggung jawab program Promosi Kesehatan.
Berdasarkan Tabel 4.7, jumlah bidan di Puskesmas Cimahi Selatan
melebihi standar, yaitu 3 bidan. Meskipun jumlah bidan melebihi standar,
tetapi dalam pelaksanaan program tidak berjalan maksimal, karena 1 petugas
KIA memegang program Promosi Kesehatan yang berada di luar program
KIA, padahal kegiatan KIA itu banyak. Selain itu, saat pelaksanaan dari
Senin-Sabtu terdapat petugas yang pergi ke Posyandu atau Posbindu secara
bergantian, sehingga tenaga kesehatan yang berada di dalam gedung
jumlahnya kurang.
Berdasarkan Tabel 4.8, bidan yang sudah mendapatkan pelatihan APN,
yaitu 4 orang dan pelatihan PONED, yaitu 3 orang. Hal ini menunjukkan
bahwa bidan di Puskesmas Cimahi Selatan sudah kompeten.
Jadi, didapatkan masalah mengenai ketenagaan, yaitu pelaksanaan
kegiatan tidak berjalan maksimal, karena terdapat petugas yang melaksanakan
tugas rangkap.
b. Dana (money)
Berdasarkan hasil wawancara diperole data :
1) Dana atau anggaran yang digunakan dalam melaksanakan program berasal
dari dana lokasi umum Puskesmas (Dinas Kesehatan) dari APBD
(Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Kota Cimahi dalam pengadaan
beberapa material (bahan habis pakai). Penggunaan dana tersebut sesuai
dengan target yang telah ditentukan.
2) Dana untuk pelaksanaan RW Siaga berasal dari swadaya masyarakat. Dana
dari swadaya masyarakat belum berjalan, karena belum diadakan
pertemuan antara puskesmas dan RW-RW. Selain itu, belum berjalannya
program RW Siaga, yaitu TABULIN (Tabungan Ibu Bersalin) dan
DASOLIN (Dana Sosial Bersalin) karena belum diadakan pertemuan
intern antar-RW untuk penjajakan dalam membentuk TABULIN dan
DASOLIN.
3) Tarif setiap persalinan normal yang dilakukan di Puskesmas Cimahi
Selatan dikenakan tarif sebesar Rp 350.000,-. Bila dibandingkan dengan
tarif persalinan di paraji ada yang sebesar Rp 400.000,- maka tarif di
puskesmas lebih murah, tetapi kelebihan di paraji adalah pembayaran tarif
persalinan dilakukan secara bertahap, sehingga masyarakat merasa lebih
ringan. Tetapi untuk ibu hamil yang tidak mampu ada pelayanan
jamkesmas yang dapat digunakan untuk bersalin secara gratis.
Jadi, didapatkan masalah mengenai dana, yaitu dana untuk
pelaksanaan RW Siaga.
c. Peralatan (machine)
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data, yaitu peralatan yang
digunakan, yakni alat-alat untuk melakukan pertolongan persalinan seperti
partus Kit, resusitasi Kit, dan tersedianya ruang PONED di Puskesmas Cimahi
Selatan.
Jadi, dari segi jumlah sudah mencukupi, tetapi ada beberapa alat yang
sudah kurang layak pakai.
d. Material
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data, yaitu material terdiri atas
obat-obatan uterotonika, infusion set, transfusion set, dan sarung tangan yang
tersedia lengkap di bagian KIA-KB.
Jadi, dalam hal material, baik dari segi kuantitas maupun kualitas
sudah mencukupi.
e. Metode
Metode yang digunakan dalam program ini meliputi hal-hal berikut.
1) Konseling terhadap ibu hamil
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data yaitu konseling terhadap ibu
yang sedang hamil mengenai bagaimana proses persalinan yang aman dan
baik melalui pendekatan individu untuk agar masyarakat melakukan
pertolongan persalinan di tenaga kesehatan. Selain itu juga dijelaskan
tentang mekanisme pelayanan persalinan yang ada di puskesmas (promosi)
beserta kemudahan dan manfaatnya kepada BUMIL, kader posyandu serta
masyarakat umum sehingga diharapkan sasaran penyuluhan dapat lebih
memilih untuk memeriksakan kehamilan dan melakukan persalinan
ditolong tenaga kesehatan terutama di puskesmas.
2) Sosialisasi kepada kader-kader posyandu saat lokakarya mini
Berdasarkan hasil wawancara, sosialisasi kepada kader posyandu
mengenai persalinan oleh tenaga kesehatan saat lokakarya mini sudah
berjalan, karena adanya kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan
dengan kader, sehingga kader selalu menyempatkan diri untuk hadir di
acara lokakarya mini.
3) Pertemuan antara bidan puskesmas dan bidan praktek swasta
Berdasarkan hasil wawancara, pertemuan antara bidan puskesmas
dan bidan praktek swasta belum berjalan rutin. Hal itu disebabkan adanya
kesibukan dari bidan swastanya sendiri dan juga karena ada acara lain di
puskesmas yang berbarengan dengan acara pertemuan bidan. Selain itu,
mungkin juga karena kurangnya motivasi dari bidan swastanya sendiri.
4) Kemitraan antara bidan dan paraji
Berdasarkan Tabel 4.9, paraji yang bermitra, yaitu 3 orang dan
paraji yang tidak bermitra, yaitu 7 orang. Hal tersebut menunjukkan
kemitraan antara bidan dan paraji belum berjalan optimal.
Berdasarkan hasil wawancara, kemitraan antara bidan dan paraji
belum berjalan dengan baik, karena belum dicapai kesepakatan jadwal
kegiatan kemitraan antara bidan dan paraji atau karena paraji mungkin
belum merasakan manfaat dan mengerti pentingnya kemitraan ini.
Jadi, didapatkan masalah, yaitu kemitraan antara bidan dan paraji
belum berjalan baik.
5) Pendataan dan pelaporan
a) Pendataan dan pelaporan dari bidan praktek swasta.
Berdasarkan hasil wawancara, sebagian bidan swasta sudah melakukan
pendataan dan pelaporan ibu hamil dan ibu bersalin setiap bulannya
kepada Puskesmas Cimahi Selatan. Tetapi sebagian lagi belum
berkoordinasi dengan baik dalam hal pelaporan dengan pengelola KIA
Puskesmas Cimahi Selatan. Hal ini mungkin dikarenakan adanya
kesibukan dari bidan praktek swasta sendiri, sehingga tidak sempat
untuk melakukan pelaporan kepada pengelola KIA Puskesmas Cimahi
Selatan. Oleh karena itu, pengelola KIA Puskesmas Cimahi Selatan
melakukan terobosan dengan cara melakukan “jemput bola”, dimana
pengelola sendiri yang mendatangi bidan praktek swasta atau rumah
sakit untuk mendapatkan laporan.
b) Pendataan dan pelaporan dari kader posyandu.
Berdasarkan hasil wawancara, pendataan dan pelaporan dari kader
posyandu sudah dilaksanakan dengan baik setiap bulannya melalui
acara lokakarya mini.
c) Pendataan dan pelaporan dari paraji.
Berdasarkan hasil wawancara, pendataan dan pelaporan dari paraji
belum berjalan optimal. Hal tersebut karena belum adanya kemitraan
yang berjalan dengan baik antara bidan dengan paraji.
6) Kunjungan rumah pada ibu hamil resiko tinggi.
Berdasarkan hasil wawancara, kunjungan rumah yang dilakukan oleh
bidan puskesmas kepada ibu hamil resiko tinggi disesuaikan dengan jam
kerja puskesmas. Pada saat kunjungan rumah, kepada ibu hamil dan
keluarganya dijelaskan tentang pentingnya memeriksakan kehamilan
secara teratur kepada tenaga kesehatan di puskesmas atau bidan praktek
swasta.
7) Menerima persalinan normal di Puskesmas Cimahi Selatan selama 24 jam
(on call).
Kegiatan ini merupakan upaya meningkatkan jumlah persalinan
yang ditolong tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan.
8) Program RW siaga
Program RW siaga adalah salah satu program pemerintah untuk
mengurangi jumlah kematian ibu dan bayi, diharapkan seluruh RW
(100%) dapat menjadi RW Siaga.
Berdasarkan Tabel 4.11, di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan telah terbentuk 36 RW Siaga berarti sudah 100 %. Akan tetapi
tidak seluruh RW Siaga yang telah dibentuk tersebut aktif dalam
menjalankan perannya sebagai RW Siaga. Hal ini dikarenakan masih sulit
mengumpulkan masyarakat sehingga pertemuan dengan masyarakat belum
rutin.
f. Market (Sasaran)
Sasaran dari program ini adalah seluruh ibu hamil yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Cimahi Selatan dalam periode 1 tahun.
Berdasarkan Tabel 4.5, persentase strata pendidikan yang terbanyak, yaitu
SLTA (28,75%). Walaupun strata pendidikan terbanyak itu SLTA, tetapi jumlah
itu baru + 1/4 dari seluruh jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan.
Berdasarkan Tabel 4.6, persentase mata pencaharian yang terbanyak, yaitu
buruh pabrik (61,02%). Hal ini menunjukkan strata ekonomi penduduk di wilayah
kerja Puskesmas Cimahi selatan masih rendah.
Berdasarkan data diatas, strata pendidikan dan ekonomi yang rendah bisa
mengakibatkan masih banyaknya ibu hamil memilih bersalin di paraji. Selain itu,
paraji masih menolong persalinan.
Berdasarkan Gambar 4.1 dan 4.2, seharusnya ibu hamil dapat bersalin di
tenaga kesehatan karena hampir di tiap RW terdapat bidan praktek swasta.
g. Waktu
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data sebagai berikut :
1) Konseling kepada ibu hamil secara individual dilakukan baik di dalam
gedung maupun di luar gedung. Konseling di dalam gedung selalu
diberikan setiap kunjungan ke ruang KIA dan secara khusus di ruang
konseling terjadwal setiap hari Sabtu.
2) Sosialisasi kepada kader posyandu saat lokakarya mini yang dilakukan
setiap 1 bulan sekali.
3) Kemitraan antara bidan dan paraji dilakukan 3 bulan sekali, tetapi pada
kenyataannya belum berjalan rutin seperti yang direncanakan karena
belum terjalin kesepakatan jadwal antara bidan dan paraji.
4) Pertemuan antara bidan puskesmas dan bidan praktek swasta dijadwalkan
setiap 3 bulan sekali.
5) Pendataan dan pelaporan
a) Pendataan dan pelaporan dari bidan praktek swasta.
Bidan praktek swasta melapor ke pengelola KIA secara rutin setiap 1
bulan sekali paling lambat tanggal 25.
b) Pendataan dan pelaporan dari kader posyandu.
Kader posyandu melapor ke pengelola KIA secara rutin setiap 1 bulan
sekali paling lambat tanggal 5.
c) Pendataan dan pelaporan dari paraji.
Pelaporan dari paraji dilakukan secara berkala setiap 3 bulan sekali.
Pelaporan dari paraji belum berjalan dengan baik.
6) Kunjungan ke rumah ibu hamil resiko tinggi dilakukan disesuaikan dengan
jam kerja puskesmas.
7) Pertolongan persalinan dilakukan di Ruang KIA-KB Puskesmas Cimahi
Selatan dalam bentuk pelayanan 24 jam (on call). Kegiatan ini sudah
berjalan sebagaimana mestinya.
8) Program RW siaga seharusnya dilakukan setiap 1 bulan sekali, tetapi
dalam pelaksanaannya tidak berjalan satu bulan sekali. Hal ini karena
belum diadakan pertemuan dengan masyarakat untuk membicarakan dana
swadaya masyarakat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, dapat disimpulkan :
a. Hasil cakupan program pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di
Cimahi Selatan tahun 2009 (84,35 %) berada di bawah target SPM Kota
Cimahi seharusnya (87,5 %) sehingga terdapat kesenjangan antara target
dengan cakupan yaitu 3,15 % dan dapat dikatakan program tersebut belum
terlaksana secara baik.
b. Jumlah bidan di Puskesmas Cimahi Selatan masih kurang.
c. Dana untuk pelaksanaan RW Siaga yang berasal dari swadaya masyarakat
belum berjalan sebagaimana mestinya.
d. Ada beberapa alat yang sudah kurang layak pakai.
e. Pertemuan antara bidan puskesmas dan bidan praktek swasta belum
berjalan rutin.
f. Kemitraan antara bidan dan paraji belum berjalan baik.
g. Pendataan dan pelaporan dari bidan praktek swasta dan paraji belum
berjalan optimal.
h. Program RW siaga belum berjalan rutin.
i. Masih adanya ibu hamil yang memilih persalinan di paraji.
j. Masih adanya paraji yang menolong persalinan.
5.2 Saran
a. Kepala Puskesmas mengajukan surat permohonan ke Dinas Kesehatan
untuk penambahan jumlah bidan di Puskesmas Cimahi Selatan.
b. Pelaksanaan RW Siaga lebih ditingkatkan lagi dan adakan pertemuan rutin
dengan masyarakat agar program ini bisa berjalan optimal.
c. Kepala Puskesmas mengajukan surat permohonan ke Dinas Kesehatan
untuk memperoleh alat baru untuk menggantikan alat yang sudah tidak
layak pakai.
d. Meningkatkan koordinasi dengan bidan praktek swasta agar pertemuan
dapat berjalan rutin dan pelaporan dapat berjalan optimal.
e. Melakukan pendekatan yang lebih intensif dengan paraji dan
meningkatkan koordinasi dengan paraji agar kemitraan antara bidan dan
paraji dapat berjalan rutin dan terjalin kerjasama yang baik, sehingga
kegiatan dan pelaporan dapat berjalan optimal. Hal ini untuk
meningkatkan kesadaran paraji terhadap pentingnya upaya kemitraan
dengan bidan.
f. Memberikan konseling tentang persalinan aman dan biaya secara jelas
kepada ibu hamil yang dilakukan secara rutin dan menggunakan bahasa
awam, sehingga persalinan di paraji dapat berkurang.
g. Penyuluhan kepada pembuat keputusan di keluarga dan orang yang
berpengaruh di lingkungan setempat (tokoh masyarakat) mengenai
pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan melalui program
kunjungan rumah serta melibatkan kader posyandu setempat.