1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana atau pemikiran tentang adanya suatu peradilan administrasi sudah ada di indonesia sejak awal masa kemerdekaan negara kita. Hal ini di tunjukan dengan lahirnya Undang-Undang 19 Tahun 1984 tentang Susunan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman. Dalam Undang-Undang, yang rancangannya disusun oleh Mr. Wiryono Prodjodikoro di masa menteri Kehakiman dijabat Mr. Susanto Tirtoprodjo, tersebut, dipakai istilah “ pera dilan tata usaha pemerintahan,“ sebagaimana tercantum pada Pasal 66 Ayat (1). Dari sekian banyak ketentuan yang termuat, ada dua di antaranya yang penting, yaitu ketentuan Pasal 66 dan Pasal 67.Pasal 66 : “Jika Undang-Undang atau berdasarkan Undang-Undang tidak ditetapkan Badan-Badan Kehakiman lain untuk memeriksa dan memutus perkara-perkara dalam Tata Usaha Pemerintahan, maka Pengadilan Tinggi dalam tingkatan pertama dan Mahkamah Agung tingkat kedua memeriksa dan memutus perkara itu.”Pasal 67 : “ Badan - badan Kehaikaman dalam Peradilan Tata Usaha Pemerintahan yang di maksud Pasal 66 berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung serupa dengan yang termuat dalam Pasal 55 itu.” Namun isi undang-undang tersebut tidak sempat terealisasi disebabkan ketika itu bangsa Indonesia tengah disibukkan oleh perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan dan hiruk-pikuk politik
21
Embed
BAB I PENDAHULUANrepository.uinbanten.ac.id/2623/4/BAB I.pdfterjadinya peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru pada ... praktis badan-badan peradilan baru ini mulai operasional
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wacana atau pemikiran tentang adanya suatu peradilan
administrasi sudah ada di indonesia sejak awal masa kemerdekaan
negara kita. Hal ini di tunjukan dengan lahirnya Undang-Undang 19
Tahun 1984 tentang Susunan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman.
Dalam Undang-Undang, yang rancangannya disusun oleh Mr. Wiryono
Prodjodikoro di masa menteri Kehakiman dijabat Mr. Susanto
Tirtoprodjo, tersebut, dipakai istilah “ peradilan tata usaha
pemerintahan,“ sebagaimana tercantum pada Pasal 66 Ayat (1).
Dari sekian banyak ketentuan yang termuat, ada dua di
antaranya yang penting, yaitu ketentuan Pasal 66 dan Pasal 67.Pasal 66
: “Jika Undang-Undang atau berdasarkan Undang-Undang tidak
ditetapkan Badan-Badan Kehakiman lain untuk memeriksa dan
memutus perkara-perkara dalam Tata Usaha Pemerintahan, maka
Pengadilan Tinggi dalam tingkatan pertama dan Mahkamah Agung
tingkat kedua memeriksa dan memutus perkara itu.”Pasal 67 : “ Badan-
badan Kehaikaman dalam Peradilan Tata Usaha Pemerintahan yang di
maksud Pasal 66 berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung
serupa dengan yang termuat dalam Pasal 55 itu.”
Namun isi undang-undang tersebut tidak sempat terealisasi
disebabkan ketika itu bangsa Indonesia tengah disibukkan oleh
perjuangan fisik mempertahankan kemerdekaan dan hiruk-pikuk politik
2
dimasa sesudahnya. Barulah, menyusul keluarkannya Dekrit Presiden
pada 5 Juli 1959 untuk kembali pada Undang-Undang Dasar 1945,
pada tahun 1964 di undangkan UU Nomor 19 Tahun 1964 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang di dalamnya
mengatur peradilan tata usaha negara (Peratun) sebagai salah satu
lingkungan peradilan pelaksana kekuasaan kehakiman.
Hanya saja, lagi-lagi karena faktor situasi politik, kali ini berupa
terjadinya peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru pada
tahun kurun 1966-1968 menyebabkan realisasi pembentukan peraturan
mengalami hambatan. Padahal, ketika itu telah bergulir pendapat dan
wacana ihwal perlunya dibentuk peratun di Perguruan tinggi maupun
seminar-seminar dan diskusi-diskusi, baik di Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN) maupun dalam masyarakat dunia hukum di
Indonesia.
Selanjutnya, pada tahun 1982 diajukan Rancangan Undang-
Undang (RUU) tentang Peradilan Administrasi ke DPR RI oleh
Presiden dengan surat tertanggal 13 Mei 1982 Nomor R.07/PU/V/1982.
Namun, RUU ini belum sempat dibahas secara tuntas dan sempurna di
DPR karena masalah keterbatasan waktu dan juga adanya hal-hal
bersifat substantif yang masih harus dibicarakan dan diperdebatkan.
Hal ini berlangsung di saat Peradilan administrasitelah menjadi topik
yang makin banyak dibahas dan didiskusikan dalam berbagai forum,
baik di Perguruan tinggi, Lembaga Legislatif dan Eksekutif, maupun
lingkungan profesi hukum di Tanah Air.Barulah empat tahun
kemudian, tepatnya 16 April 1986, setelah pemerintah kembali
3
mengajukan RUU tersebut, akhirnya DPR mengesahkannya menjadi
RUU Nomor 5 Tahun 1986 ( Lembaga Negara RI Tahun 1086 Nomor
77 ) lewat sebuah pembahasan dan diskusi yang cukup mendalam.
Belakangan, undang-undang ini disempurnakan lagi dengan UU Nomor
9 Tahun 2004, yang berlaku sampai sekarang. Kini, kita menhadapi
kemungkinan meluasnya yuridiksi peratun dengan diajukannya RUU
Administrasi Pemerintahan yang akan membuat peratun semakin
penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Di lihat dari aspek
persiapan sumber daya manusia di bidang peradilan, sebetulnya sejak
tahun 1975,atau jauh sebelum tahun 1986, MA sudah mempersiapkan
hakim-hakim untuk memperdalam pengetahuan tentang peradilan
administrasi.1
Dalam penjelasan UUD 1945 telah dicantumkan bahwa
Indonesia adalah Negara Hukum ( rechtsstaat ), bukan di dasarkan ada
kekuasaan (machstaat). Setalah melalui perjalanan kurun waktu
panjang sejak Indonesia merdeka dan selama itu pula sudah ada
beberarapa usaha serta RUU, maka akhirnya pada 29 Desember 1986
disahkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara. Selain itu, di dalam Pasal 145 disebutkan bahwa
penerapannya akan dilaksanakan selambat-lambatnya lima tahun sejak
Undang-Undang in di Undangkan.Hasilnya, sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1990 tanggal 30 Oktober 1990, dibentuklah
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) di Jakarta, Surabaya,
Medan, Palembang, dan Ujung Pandang ( Makasar ), meski secara
1Paulus Effendi Lotulung, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan
(Jakarta:Salemba Humanika,2013)h.3.
4
praktis badan-badan peradilan baru ini mulai operasional pada awal
Februari 1999.
Dari Konsideran UU Nomor 5 Tahun 1986, dapat dilihat bahwa.
“ Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata
kehidupan negara dan bangsa sejahtera, aman, tenteram, dan tertib,
yang menjamin persamaan kedudukan serasi, seimbang, serta selaras
antara aparatur di bidang TUN (Tata Usaha Negara) dan warga
masyarakat, disamping tujuan ideal lainnya. Keberadaan peradilan Tata
Usaha Negara karenanya merupakan salah satu karakteristik dari suatu
peradilan administrasi di dalam rechtsstaat gedeachte di Indonesia,
yang oleh Prof. Oemar Seno Adji, S.H., selaku mantan Ketua
Mahkamah Agung RI periode 1974-1982,2hukum di Indonesia disebut
sebagai negara hukum Pancasila.
Di dalam asas keserasian, keseimbangan, serta keselarasan
tersebut mengandung pula adanya ide keseimbangan antara
kepentingan individual dan kepentingan umum yang menyangkut orang
banyak. Dengan demikian, bukanlah semata-mata perlindungan
individu yang ditonjolkan sekalipun mengalahkan kepentingan umum,
melainkan juga janganlah sampai alasan kepentingan umum menjadi
dalih untuk merugikan menekan dan merugikan hak individu dalam
masyarakat.
Mengingat bahwa usia PTUN masih sangat muda dan
mengingat pula jumlahnya yang belum merata dibentuk diseluruh
2“Biografi Prof. Oemar Seno Adji”, https://id.wikipedia .org/wiki/
Oemar_Seno_Adji, diunduh pada 6 Juli 2017, pukul 15.00.