Top Banner
ATRESIA ESOFAGUS DISERTAI FISTULA Disusun Oleh : Andriani Rianti Siswanto (406147025) Pembimbing : dr. Lisa Irawati, Sp. Rad KEPANITERAAN ILMU RADIOLOGI
41

atresia esofagus

Dec 04, 2015

Download

Documents

LunaticScribd

atresia kongenital
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: atresia esofagus

ATRESIA ESOFAGUS DISERTAI FISTULA

Disusun Oleh :

Andriani Rianti Siswanto

(406147025)

Pembimbing :

dr. Lisa Irawati, Sp. Rad

KEPANITERAAN ILMU RADIOLOGI

RS HUSADA JAKARTA

PERIODE 22 JUNI 2015 – 18 JULI 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

Page 2: atresia esofagus

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Andriani Rianti Siswanto

NIM : 406147025

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Tarumanagara Jakarta

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan : Ilmu Radiologi

Periode Kepaniteraan Klinik : 22 Juni – 18 Juli 2015

Judul Referat : Atresia Esofagus Dengan Fistula

Diajukan : 08 Juli 2015

Pembimbing : dr. Lisa Irawati, Sp.Rad

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL : . . . . . . . .

Mengetahui :

Pembimbing,

dr. Lisa Irawati, Sp.Rad

Page 3: atresia esofagus

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

kasih, karunia, dan rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul

“Atresia Esofagus Disertai Fistula” dengan baik serta tepat pada waktunya.

Adapun referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan

Klinik Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah

Sakit Husada Jakarta periode 22 Juni 2015 – 18 Juli 2015 dan juga bertujuan untuk

menambah informasi bagi Penulis dan pembaca tentang atresia esophagus disertai

fistula.

Penulis sangat bersyukur atas terselesaikannya tugas ini. Hal ini tidak terlepas

dari dukungan serta keterlibatan berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis ingin

berterimakasih kepada :

1. Dr. Lisa Irawati, Sp. Rad selaku pembimbing referat dan pembimbing

Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi di Rumah Sakit Husada Jakarta.

2. Dr. Pramlim Gunawan, Sp. Rad (K) selaku kepala SMF Radiologi Rumah

Sakit Husada Jakarta.

3. Dokter, staf, dan perawat Rumah Sakit Husada Jakarta.

4. Rekan-rekan anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Kepaniteraan Klinik Ilmu

Bedah di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai

pihak. Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga referat ini dapat

memberikan manfaat.

Jakarta, 02 Juli 2015

Penulis

Page 4: atresia esofagus

BAB I

PENDAHULUAN

A. ANATOMI ESOFAGUS

Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang

menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari

perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan

dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu leher (pars servikalis) sepanjang

5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna vertebralis. Dada (pars

thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di mediastinum posterior mulai di

belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu membelok ke kanan

bawah di samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen (pars

abdominalis), masuk ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan

berakhir di kardia lambung, panjang berkisar 2-4 cm. Pada orang dewasa,

panjang esofagus apabila diukur dari incivus superior ke otot krikofaringeus

sekitar 15-20 cm, ke arkus aorta 20-25 cm, ke v. pulmonalis inferior, 30-35cm,

dan ke kardioesofagus joint kurang lebih 40-45 cm. Pada anak, panjang esofagus

saat lahir bervariasi antara 8 dan 10 cm dan ukuran sekitar 19 cm pada usia 15

tahun.

Page 5: atresia esofagus

Bagian cervical:

1. Panjang 5-6 cm, setinggi

vertebra cervicalis VI

sampai vertebra thoracalis I.

2. Anterior melekat dengan

trachea (tracheoesophageal

party wall).

3. Anterolateral tertutup oleh

kelenjar thyroid.

4. Sisi dextra/sinistra

dipersarafi oleh nervus

recurren laryngeus.

5. Posterior berbatasan dengan

hypopharynx.

6. Pada bagian lateral ada

carotid sheats beserta isinya

Bagian Thoracal:

1. Panjang 16-18 cm, setinggi Vertebra thoracalis IX-X.

2. Berada di mediastinum superior antara trachea dan collumna vertebralis

3. Dalam rongga thorax disilang oleh arcus aorta setinggi vertebra thoracalis IV

dan bronchus utama sinistra setinggi Vertebra thoracalis V.

4. Arteri pulmonalis dextra menyilang di bawah bifurcatio trachealis.

5. Pada bagian distal antara dinding posterior oesophagus dan ventral corpus

vertebralis terdapat ductus thoracicus, vena azygos, arteri dan vena

intercostalis.

Bagian abdominal:

1. Terdapat pars diaphragmatica sepanjang 1 - 1,5 cm, setinggi vertebra

thoracalis X.

2. Terdapat pars abdominalis sepanjang 2 - 3 cm, bergabung dengan cardia

gaster disebut gastroesophageal junction.

B. FISIOLOGI MENELAN

Page 6: atresia esofagus

Menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau

cairan berjalan dari mulut ke lambung. Menelan merupakan rangkaian gerakan

otot yang sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakan voluntar lidah dan

diselesaikan dengan serangkaian refleks dalam faring dan esofagus. Bagian

aferen refleks ini merupakan serabut-serabut yang terdapat dalam saraf V, IX,

dan X. Pusat menelan atau deglutisi terdapat pada medula oblongata. Di bawah

koordinasi pusat ini, impuls-impuls berjalan ke luar dalam rangkaian waktu yang

sempurna melalui saraf kranial V, X, dan XII menuju ke otot-otot lidah, faring,

iaring, dan esofagus.

Walaupun menelan merupakan suatu proses yang kontinu, tetapi terjadi dalam

tiga fase oral, faringeal, dan esofageal.

1. Pada fase oral, makanan yang telah dikunyah oleh mulut disebut bolus

didorong ke belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan

voluntar lidah. Akibat yang timbul dari peristiwa ini adalah rangsangan

gerakan refleks menelan.

2. Pada fase faringeal, palatum mole dan uvula bergerak secara refleks

menutup rongga hidung. Pada saat yang sama, Laring terangkat dan

menutup glotis, mencegah tnakanan memasuki trakea. Kontraksi otot

konstriktor faringeus mendorong bolus melewati epiglottis menuju ke

faring bagian bawah dan memasuki esofagus. Gerakan retroversi

epiglotis di atas orifisium laring melindungi saluran pernapasan, tetapi

terutama untuk menutup glotis sehingga mencegah makanan memasuki

trakea. Pernapasan secara serentak dihambat untuk mengurangi

kemungkinan aspirasi. Sebenarnya, hampir tidak mungkin secara

volunter menarik napas dan menelan dalam waktu yang sama.

3. Fase esofageal  mulai saat otot krikofaringues relaksasi sejenak dan

memungkinkan bolus memasuki esofagus. Setelah relaksasi yang

singkat, gelombang peristaltik primer yang dimulai dari faring

dihantarkan ke otot krikofaringeus, menyebabkan otot ini berkontraksi.

Gelombang peristaltik terus berjalan sepanjang esofagus, mendorong

bolus menuju sfingter esofagus bagian distal. Adanya bolus

merelaksasikan otot sfingter distal ini sejenak sehingga memungkinkan

bolus masuk ke dalam lambung. Gelombang peristaltik primer 

bergerak dengan kecepatan 2 sampai 4 cm/ detik, sehingga makanan

Page 7: atresia esofagus

yang tertelan mencapai lambung dalam waktu 5 sampai 15 detik. Mulai

setinggi arkus aorta, timbul gelombang peristaltik sekunder bila

gelombang primer gagal mengosongkan esofagus. Timbulnya

gelombang ini dipacu oleh peregangan esofagus oleh sisa partikel

partikel makanan.

BAB II

ISI

Page 8: atresia esofagus

A. DEFINISI

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak

menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal.

Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus (FTE), yaitu

kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus

dengan trakea.

B. EPIDEMIOLOGI

Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak

dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan lebih kurang 14

kasus atresia esofagus, kelainan ini di duga sebagai suatu malformasi dari traktus

gastrointestinal. Kelainan ini tidak diturunkan, walaupun terdapat kaitan dengan

abnormalitas kromosomal.

Atresia esofagus merupakan kelaianan kongenital yang cukup sering dengan

insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi

atresia esofagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di

dunia, insidensi bervariasi dari 0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi

tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup. Atresia

Esofagus 2-3 kali  lebih sering pada janin yang  kembar.

C. ETIOLOGI

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan

terjadinya kelainan Atresia Esofagus. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan

sindroma trisomi 21,13 dan 18  dengan dugaan penyebab genetik.

Namun saat ini, teori tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian

besar ahli  tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik, Perdebatan tentang

proses embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.

Embriologi

Secara umum telah diterima bahwa primordial respirasi merupakan

evaginasi ventral dari lantai foregut postfaringeal pada awal gestasi minggu ke-4

Page 9: atresia esofagus

dan apeks paru primitif terletak pada bagian caudal evaginasi ini. Pada masa

pertumbuhan cepat, trakea yang terletak di ventral berpisah dari esophagus yang

terletak di dorsal. Menurut sebuah teori, trakea berpisah akibat pertumbuhan cepat

longitudinal dari primordial respirasi yang menjauh dari foregut. Teori lain

menyatakan bahwa trakea pada awalnya merupakan bagian dari foregut yang

belum berpisah kemudian berpisah karena proses pembentukan apeks paru kearah

kranial. Proses ini berhubugan dengan pola temporospatial dari gen Sonic

hedgehog (Shh) dan pembelahan selanjutnya. Proses pemisahan foregut

berlangsung ke arah kranial yang akan menyebabkan perpisahan trakeoesofageal.

Lebih lanjut pemisahan epitel foregut ini ditandai dengan peningkatan apoptosis.

Belum jelas bagaimana ekspresi gen ini menyebabkan apoptosis.

Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa defek primer diakibatkan tidak 

membelahnya foregut akibat kegagalan pertumbuhan trakea ataupun kegagalan

trakea untuk berpisah dari esofagus. Menurut kedua teori ini atresia esophagus

proksimal bukan merupakan malformasi primer tetapi sebagai hasil pengaturan

kembali foregut proksimal. Teori kegagalan pemisahan ini menghubungkan

keberadaan celah trakeoesofageal pada aresia esofagus dengan FTE. Teori lain

menyatakan bahwa atresia esofagus proksimal merupakan malformasi sebagai

akibat dari persambungan antara trakea dengan esofagus distal. Teori kegagalan

pemisahan menyatakan bahwa FTE merupakan persambungan foregut dorsal

sedangkan teori atresia primer menyatakan bahwa fistula tumbuh dari trakea

menuju esofagus.

D. KLASIFIKASI

Klasifikasi asli oleh Vogt tahun 1912 masih digunakan sampai saat ini . Gross

pada tahun 1953 memodifikasi klasifikasi tersebut, sementara  Kluth 1976

Page 10: atresia esofagus

menerbitkan "Atlas Atresia Esofagus", dengan masing-masing subtipe yang

didasarkan pada klasifikasi asli dari Vogt.

1. Tipe A – atresia esofagus tanpa fistula atau atresia esofagus murni (10%)

Esofagus distal dan proksimal benar-benar  berakhir tanpa hubungan

dengan segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan

biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis

II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas

diafragma.

Page 11: atresia esofagus

Gambar diatas menunjukkan pandangan depan dada dan abdomen,

tampak kateter pada kantong esofagus proximal.

Tidak tampak udara pada lambung.

Page 12: atresia esofagus

2. Tipe B – atresia esofagus dengan TEF proksimal (<1%)

Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun. Fistula bukan pada

ujung distal esofagus  tetapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan

esofagus.

Page 13: atresia esofagus

3. Tipe C – atresia esofagus dengan TEF distal (85%)

Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi

dilatasi dan penebalan dinding otot  berujung  pada mediastinum superior

setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), dimana lebih tipis

dan sempit, memasuki dinding  posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm

diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula

Page 14: atresia esofagus

trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga

yang berjarak jauh.

Gambar diatas memperlihatkan atresia esofagus dengan fistula

trakeoesofageal distal. Perhatikan selang kateter yang berakhir di

esofagus proximal dan udara pada lambung.

Page 15: atresia esofagus

Pada gambaran thorax dan abdomen tampak depan neonatus memperlihatkan saluran

di kantung proksimal pada pasien dengan AE ini. Adanya gas pada bagian perut

menunjukkan adanya fistula trakeoesofagus distal.

4. Tipe D – atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%)

Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di

terapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya

infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan

memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.

Seharusnya sudah dicurigai dari kebocoran gas banyak keluar dari kantong

atas selama membuat/ merancang anastomose.

Page 16: atresia esofagus

Hubungan antara dua fistula ke trakea dari bagian atas dan bawah esofagus.

5. Tipe E – TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)

Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi

cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat

tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm  dan umumnya berlokasi pada daerah

servikal paling bawah. Biasanya single tetapi pernah ditemukan dua

bahkan tiga fistula.

Page 17: atresia esofagus

H-Fistula. Barium esofagogram menunjukkan fistel dari anterior esofagus

menuju trakea secara anterosuperior.

6. Tipe F – stenosis esofagus kongenital (<1%)

E. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan

sebelum bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari

pemeriksaan USG prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan

amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika

ditemukan  harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.

Cairan amnion secara normal mengalami proses sirkulasi dengan cara

ditelan, dikeluarkan melalui urine. Pada  atresia esofagus dengan atau tanpa

Page 18: atresia esofagus

fistula, cairan amnion yang ditelan dikeluarkan kembali karena menumpuknya

cairan pada kantong  esofagus sehingga meningkatkan jumlah cairan amnion.

Hasil USG: Polihidramnion berat pada atresia esofagus

Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan

penemuan gelembung perut (bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada

USG setelah kehamilan 18 minggu.

Hasil USG: tidak terdapatnya gambaran stomach bubbe/gelembung gas.

Hasil USG: Polihidroamnion dan lambung yang kecil (small stomatch)

Page 19: atresia esofagus

Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu menelan saliva dan

ditandai dengan saliva yang banyak, dan memerlukan suction berulang. Pada

fase ini tentu sebelumnya makan  untuk pertama kali, kateter stiff wide-bored

harus dapat melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter

tidak bisa lewat melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah.

Panah merah menunjukkan akhir dari tabung orogastrik yang diblokir saat memasuki

esofagus distal dari akibat atresia esofagus pasien. Perhatikan kurangnya gas dalam

perut menunjukkan saluran fistula tidak terhubung ke trakea esofagus distal.

Rongent dada dan abdomen memperlihatkan ujung kateter tertahan. Disuperior

mediatinum (T2-4). Tidak adanya gas gastro intestinal menunjukkan atresia esofagus

Page 20: atresia esofagus

yang terisolasi. Perlu diperhatikan bahwa kateter harus bersifat kaku, untuk mencegah

kesalahan penilaian.

Foto AP dari dada dan perut bagian atas saat lahir. Sebuah tabung nasogastrik di

tempat berakhir di cerukan dada. Bagian perut tidak terisi udara. Temuan ini konsisten

dengan atresia esofagus tanpa fistula distal.

Bayi baru lahir yang dicurigai menderita atresia esofagus/ fistula

trakheoesofagus sebaiknya dilakuan pemeriksaan rontgen. Gambarannya

berupa dilatasi dari kantong esofagus, karena adanya penumpukan cairan

amnion saat prenatal.

Page 21: atresia esofagus

Selama perkembangan janin membesarnya esofagus  menyebabkan

penekanan dan penyempitan dari trakhea. Kondisi ini bisa menyebabkan

terjadinya fistula. Adanya udara pada pada lambung  memastikan adanya

fistula.

Kelainan kongenital lain yang  berhubungan dengan Atresia Esofagus

Lebih dari 50% bayi dengan Atresia Esofagus mempunyai satu atau lebih

kelainan tambahan.

Seperti :  Kardiovaskular          29%                 Vetebra/ skletal            10%

               Kelainan anorektal 14%             Respiratorius                6%

               Genitourinaria            14%                 Genetik                        4%

               Gastrointestinal          13%                 dan lain-lain                  11%

Terdapat pada angka kejadian  kelainan yang saling berhubungan, " pada

atresia murni (65%) dan angka kejadian pada fistula type–H (10%) VATER

pertama kali  digambarkan oleh Quan & Smith pada tahun 1973 terdiri dari

kombinasi kelainan-kelainan termasuk (Vetebra, anorectal, trakheooesepagehaeal

and renal) Kelompok ini kemudian berubah menjadi VACTERL oleh karena

dimasukkan kelainan jantung dan anggota tubuh.

Vertebral, anorectal, cardiac, tracheal, esophageal, renal, and limb

(VACTERL). Foto pada pasien dengan atresia esofagus tanpa fistula

trakeoesofagus (TEF). Kateter pada proksimal dan vertebra berbentuk kupu –

kupu (asterisks) T8 pada pasien ini berhubungan dengan VACTERL.

Page 22: atresia esofagus

Lebih kurang 10 % bayi dengan atresia esofagus menderita VATER

atau VACTERL ( Vetebral defek, anal atresia, cardiac abnormalities, fistel

trakea esofagus (TEF) dan/atau esophageal atresia, renal agenesis, dan

dysplasia dan limb defects).

Gambaran Radiologi

CTSCAN

CT tidak khas dipakai pada evaluasi dari EA dan / atau TEF; akan

tetapi, CT menggambarkan 3 - dimensional (3D) dari kerongkongan dalam

hubungan dengan struktur yang berdekatan.

Gambaran di sekitar axis dapat sulit interpretasikan; fistula hanya mendapat

gambaran parsial atau tidak sama sekali. CT sagital dapat dipergunakan pada

bayi baru lahir dengan diagnosa EA dan TEF. Didapatkan visualisasi dari

seluruh panjang dari esofagus, lengkap dengan atresia dan fistula. CT tiga

dimensi dengan endoscopy menghasilkan hasil yang serupa, sebagai tambahan

memudahkan pemahaman dari hubungan anatomi yang kompleks.

Gambaran CT juga dapat mengidentifikasi lokasi dari alur aortic,

Setelah koreksi dengan pembedahan dari EA dan / atau TEF, CT helic

ultrafast dapat digunakan untuk menentukan tracheomalacia. Sebagai

tambahan, trakea abnormal dalam bentuk, ukuran, lebar dinding posterior

abnormal, udara berlimpah-limpah dan air pada esofagus dapat direkam

dengan CT sesudah operasi.

Keakuratan

Diagnosa dari EA dengan 3D CT sangat dapat dipercaya, dengan

100% sensitivitas dan spesifitas. Penentuan dengan teknik ini dapat memberi

hasil yang baik yang dihubungkan dengan pembedahan dan / atau

bronchoskopik. Diagnosa CT pada tracheomalacia adalah dapat dipercaya,

tetapi harus dikonfirmasikan dengan biopsi atau endoscopy.

Page 23: atresia esofagus

MRI

MRI tidak rutin dilakukan pada gambaran dari EA dan TEF; akan

tetapi, MRI memberikan kemampuan untuk menggambarkan seluruh panjang

dari esofagus pada kedua potongan sagittal dan coronal, dan MRI mempunyai

resolusi kontras yang lebih unggul dari CT. MRI dapat digunakan prenatal

untuk mendiagnosa bentuk cacat kongenital.

Beda dengan ultrasonography, prenatal MRI menggambarkan

visualisasi dari lesi keseluruhan dan hubungan anatomi. Pada janin MRI

mempunyai bukti akurat untuk mendirikan atau mengesampingkan satu

diagnosa kelahiran dari EA dengan risiko tinggi yang ditemukan pada

ultrasonographic; akan tetapi, pada janin MRI mungkin sulit pada kasus

polihydramnion karena kualitas gambar kurang.

Keakuratan

Gambar yang diperoleh dari MRI sangat tinggi tingkat keakuratan nya.

Pada janin MRI mempunyai sensitivitas 100% di prenatal dalam mendiagnose

EA di bayi risiko tinggi.

False Positif / Negatif

Tidak ada varian yang meniru gambaran EA pada pengujian MRI pada

janin. Gambaran setelah kelahiran harus dilakukan untuk mengkonfirmasi

terdapat atau tidaknya fistula.

ULTRASOUND

Walaupun ultrasonography tidak berperan rutin pada evaluasi

postnatal dari EA dan / atau TEF, prenatal sonography adalah satu alat

Page 24: atresia esofagus

pemeriksaan berkala untuk EA dan / atau TEF. Penemuan ultrasonographic

dapat tidak terlihat atau terlihat lambung kecil dengan gelembung (stomach

bubble) di kombinasi dengan maternal polyhydramnios adalah petanda dari

EA dan / atau TEF. Keakuratan diagnostik dapat ditingkatkan jika satu area

anechoic hadir di tengah-tengah leher hal-hal janin; tanda ini membedakan EA

dari penyakit susah menelan.

Penampakan dari membesarnya esofagus pada blind ending esofagus

pada sonogram adalah sugestif dari EA. Tanda kantong ini telah

dikonfirmasikan dengan visualisasi langsung setelah 26 kehamilan minggu,

tapi serangan ini disarankan pada awal minggu ke-22.

Postnatally, endoscopic ultrasonography menghasilkan 5 - gambaran berlapis

dari dinding esophageal yang telah dipergunakan dalam cancer;. Sebagai

tambahan, lengkungan aortic mungkin dilihat dengan sonographically untuk

merencanakan perbaikan EA dan / atau TEF.

Keakuratan

Tanda kantong adalah yang paling dapat dipercaya pada sonographic

yang menandakan EA. Ratio diagnosa kelahiran dari EA adalah rendah; ini

telah dilaporkan 9.2%. Kecuali jika membesar nya blind ending proximal

Page 25: atresia esofagus

secara langsung, kecurigaan memerlukan konfirmasi setelah kelahiran. Nilai

positif dapat diprediksi dari penemuan lambung kecil atau tidak terdapat

stomach bubble di asosiasikan dengan maternal polyhydramnios adalah 56%,

dan sensitivitas prenatal ultrasonography pada diagnose dari EA adalah 42%.

Polyhydramnios sendirian adalah satu perkiraan kecil dari EA.

Hanyalah pada 12 pasien dengan polyhydramnios dengan EA.

False Positif / Negatif

Visualisasi aliran pada esophageal dan tidak adanya visualisasi dari

lambung mungkin dilihat pada pasien sehat. Polyhydramnion, sementara tidak

normal, adalah satu penemuan tidak spesifik.

Polyhydramnion dapat dilihat pada kondisi berikut:

• Agnathia, microstomia, synotia

• DiGeorge sindrom velocardiofacial

• DM Maternal

• Gangguan Chromosomal, penyakit isoimmunologic,

kelainan sejak lahir

• Epignathus

• Hydrolethalus

• Tetralogy Fallot, Treacher Collins sindrom

• Myasthenia gravis, pseudohypoaldosteronism

F. TATA LAKSANA

Pada anak yang telah dicurigai menderita atresia esophagus, bayi tersebut

harus segera segera dipindahkan ke bagian neonatal atau pediatrik yang memiliki

fasilitas medis. Tindakan bedah harus segera dijadwalkan sesegera mungkin.

Sebagai penatalaksanaan preoperasi, perlu diberi tindakan pada bayi

dengan AE. Posisi tidur anak tergantung kepada ada tidaknya fistula, karena

aspirasi cairan lambung lebih berbahaya dari saliva. Anak dengan fistula trakeo-

esofagus ditidurkan setengah duduk. Anak tanpa fistel diletakkan dengan kepala

lebih rendah (posisi Trendelenberg). Suction 10F double lumen di gunakan untuk 

mengeluarkan sekret dan mencegah aspirasi selama pemindahan. Bayi

diletakan pada incubator dan tanda vital terus di pantau. Akses vena harus

Page 26: atresia esofagus

tersedia untuk  memberi nutrisi, cairan dan elektrolit, dan sebagai persiapan.

Antibiotik spectrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.

Bayi dengan distress pernafasan memerlukan perhatian khusus, seperti

intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Tekanan intra abdomen yang

meningkat akibat udara juga perlu di pantau. Seluruh bayi dengan AE harus

dilakukan echocardiogram untuk mencari kelainan jantung. Tidak dilakukan

tindakan merupakan pilihan pada bayi dengan sindroma Potter (agenesis renal

bilateral) dan trisomi 18 karena angka kematian tahun  pertama pada bayi ini

lebih dari 90%. Bayi dengan kelainan jantung yang tidak   bisa dikoreksi atau

perdarahan intra ventrikel grade 4 juga sebaiknya tidak dioperasi.

G. KOMPLIKASI

Resiko yang ditimbulkan pasca pembedahan adalah akibat dari

pembedahan itu sendiri, akibat obat anestesi yang digunakan, perdarahan, cedera

saraf dan pneumotoraks. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah

pembedahan, meliputi:

Dismotilitas esophagus, yang terjadi akibat kelemahan otot-otot dinding

esophagus. Pada keadaan ini membutuhkan tindakan khusus saat bayi akan

makan atau minum.

Hampir 50% dari pasien akan mengalami gastroesophageal refluks disease

(GERD) pada masa kanak-kanak atau dewasa. GERD merupakan suatu

keadaan dimana terjadinya aliran balik isi lambung ke dalam esophagus.

Trakeoesofageal fistula yang berulang.

Kesulitan menelan (disfagia) yang dapat disebabkan oleh tersangkutnya

makanan pada bekas pembedahan.

Kesulitan bernafas dan batuk. Hal ini berhubungan dengan lambatnya

pengosongan makanan di esophagus oleh karena tersangkutnya makanan oleh

bekas pembedahan atau aspirasi makanan ke dalam trakea.

Page 27: atresia esofagus

H. PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada jenis kelainan anatomi dari atresia dan adanya

komplikasi. Saat ini tingkat keberhasilan operasi atresia esophagus mencapai

90%. Adanya defek kardiovaskular dan berat badan lahir rendah mempengaruhi

kemampuan unutk bertahan hidup. Berdasarkan klasifikasi Spitz untuk

mengetahui tingkat kelangsungan hidup berdasarkan berat badan lahir dan

kelainan kardiovaskular, yaitu:

Grup I dengan berat badan lahir > 1500 gram tanpa kelainan kardiovaskuler,

tingkat mortalitas 3%.

Grup II dengan berat badan lahir < 1500 gram atau terdapatnya kelainan

kardiovaskuler mayor, tingkat mortalitas 41%.

Grup III dengan berat badan lahir < 1500 dengan terdapatnya kelainan

kardiovaskuler mayor, tingkat mortalitas 78%.

Kematian dini biasanya disebabkan oleh kelainan kardiovaskuler dan

abnormalitas kromosom. Kematian lanjut biasanya akibat gangguan pernapasan.

Page 28: atresia esofagus

BAB III

KESIMPULAN

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital dengan variasi fistula

trakeoesofageal maupun kelainan kongenital lainnya. Atresia esofagus dapat dicurigai

sejak kehamilan, dan didiagnosa segera setelah bayi lahir. Bahaya utama pada AE

adalah risiko aspirasi, sehingga perlu dilakukan suction berulang.

Penatalaksanaan pada AE utama adalah pembedahan, tetapi tetap dapat

meninggalkan komplikasi lebih lanjut yang berhubungan dengan gangguan motilitas

esofagus. Prognosis menjadi lebih buruk bila diagnosis terlambat akibat penyulit pada

paru. Prognosis jangka panjang tergantung pada ada tidaknya kelainan bawaan lain

yang mungkin multipel.

Page 29: atresia esofagus

DAFTAR PUSTAKA

1. Nelson EW. Nelson textbook of pediatrics. Ed.18. Edited by Robert M.

Kliegman, Hal B. Jenson, Richard E. Behrman and Bonita F. Stanton. Saunders

Elsevier. Amerika Serikat. 2007. Chapter 315 Page 1541 & Chapter 316

Page1543-1544.

2. Kronemer Keith A. and Warwick AS. Imaging in esophageal atresia and

tracheosophageal fistula. (Online) Updated 07 May 2015. Available from URL :

http://emedicine.medscape.com/article/414368- overview .

3. Hardy, Maryann And Stephen Boynes. Paediatric radiography. Blackwell

Science. University of Bradford. Australia. 2003. Page 109-110.

4. University Of Michigan Health System, Departement Of Surgery. Esophageal

atresia. (Online). Available from URL :

http://surgery.med.umich.edu/pediatric/clinical/patient_content/a- m/

esophageal_atresia_patient.shtml

5. Barksdale, Edward M in Basil J. Zitelli and Holly W. Davis. Atlas of pediatric

physical diagnosis fifth edition. Elvesier Health. Philadelphia. 2007. Chapter 2

Page 28 & Chapter 7 Page 623-628.

6. Putz, R. and R. Pabst, Atlas anatomi manusia sobotta jilid 2. ECG. Indonesia.

2007. Hal. 104.